• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA MELALUI KEGIATAN RELIGIUS DI SMK ISLAM 1 DURENAN TRENGGALEK Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA MELALUI KEGIATAN RELIGIUS DI SMK ISLAM 1 DURENAN TRENGGALEK Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

12

A. Kajian Tentang Guru PAI

1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam

Guru adalah pendidik Profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru

adalah salah satu tenaga kependidikan yang secara

professional-pedagogis merupakan tanggung jawab besar di dalam proses

pembelajaran menuju keberhasilan pendidikan, khususnya keberhasilan

para siswanya untuk masa depannya nanti.1

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi

bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam perkembangan

jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu

melaksanakan tugasnya, sebagai makhluk Allah SWT, khalifah

dipermukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang

sanggup berdiri sendiri.2

1

Anissatul Mufarokah, Strategi dan model-model pembelajaran, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Pres,2013),hal.1

2 H. Ihsan Hamdani, H. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka

(2)

Menurut kamus besar bahasa indonesia guru adalah orang yang

pekerjaanya ( mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Sedangkan

guru agama adalah guru yang mengajarkan agama.3

Menurut Zakiah Daradjat menyatakan bahwa, Guru adalah seseorang

yang memiliki kemampan dan pengalaman yang dapat mempermudah

dalam melaksanakan peranannya dalam membimbing siswanya, ia harus

sanggup menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan, sanggup

berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain, selain itu perlu

diperhatikan pula bahwa ia juga memiliki kemampuan dan kelemahan.4

Menurut M.Arifin guru adalah orang yang membimbing,

mengarahkan, dan membina anak didik menjadi manusia yang matang

atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya, sehingga tergambarlah

dalam tingkah lakunya nilai-nilai agama islam.5

Guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan

pelajaran disekolah atau dikelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan

bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan

pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak

mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian tersebut,

menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri didepan kelas untuk

menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota

masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa besar seta kreatif dalam

3

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia , edisis 3, hal.337.

4 Zakiyah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,

1996),cet.1, hal.266.

(3)

mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota

masyarakat sebagai orang dewasa.6

Kesimpulan yang dapat diambil dari pengertian diatas yaitu, guru

atau pendidik dapat diartikan sebagai orang yang mendidik, yang bekerja

dalam bidang pendidikan dan mempunyai tanggung jawab terhadap

pendidikan atau kedewasaan seorang anak.

Guru dalam pendidikan islam pada hakikatnya adalah orang-orang

yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan

mengupayakan seluruh potensinya dan kecenderungan yang ada pada

peserta didik, baik potensi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.7 Guru

disebut juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan

pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan

rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, maupun berdiri sendiri

dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Diamping itu

juga, ia mampu sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang

mandiri.8

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian diatas

bahwa, guru agama adalah orang dewasa yang bertanggung jawab dalam

perkembangan anak didik mulai dari suatu proses bimbingan jasmani dan

rohani yang dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi

anak didik menuju arah kedewasaan. Guru agama tidak hanya

6

H. Abudin Nata, Filsafat pendidikan islam, ( Ciputat: Logos, 2001), Cet.4, hal.62-63.

7 M. Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), Cet. 1, hal.85. 8 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada

(4)

menyampaikan ilmu pengetahuan agama saja, tetapi ia juga harus

membentuk, menumbuhkan dan memberikan nilai-nilai ajaran agama

kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan latihan kepada

peserta didik, sehingga mampu memberikan perubahan baik pada

pertumbuhan jasmani maupun rohani, serta memberikan perubahan sikap

dan pola pikir yang dewasa, memiliki sifat dan nilai yang bermanfaat

bagi masyarakat dan kebudayaan sesuai dengan cita-cita pendidikan.

Dengan demikian yang menjadi sasaran pokok dalam pendidikan yaitu

bimbingan serta pembinaan kepada anak usia berkembang baik jasmani

maupun rohani menuju arah kesempurnaan.

Mengenai pengertian Pendidikan Agama Islam sendiri ada beberapa

pendapat para ahli, diantaranya yaitu :

M. Arifin berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam adalah

proses mengarahkan dan membimbing peserta didik kearah pendewasaan

pribadi yang beriman dan berilmu pengetahuan yang saling

memperkokoh dalam perkembangan mencapai titik optimal

kemampuannya.9

Menurut Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah “suatu

usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat

memahami ajaran islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan,

9 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Islam dan Umum), (Jakarta, Bumi Aksara,

(5)

yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai

pandangan hidup.10

Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani mengatakan, Pendidikan

agama islam yaitu upaya sadar dan terencana dalam menyiapakan peserta

didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran

agama islam dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut

ajaran agama lain dengan hubungan kerukunan antar umat beragama

hingga terwujud persatuan dan kesatuan negara.11

Tayang Yusuf dalam bukunya Abdul Majid dan Dian Andayani

dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam Berbasis

Kompetensi menjelaskan Pendidikan Agama Islam adalah “usaha sadar

generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan,

dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia

yang bertakwa kepada Allah SWT.12

Menurut A. Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang

diberikan kepada seseorang kepada seorang agar ia berkembang secara

maksimal sesuai dengan ajara islam.

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan

Agama Islam adalah usaha sadar dan terencana untuk mempersiapkan

peserta didik dalam meyakini, memahami,menghayati, dan mengamalkan

ajaran islam, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan.

10

Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidkan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 2012) Cet.10, hal.86.

11 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal.130.

(6)

Dengan tujuan untuk menumbuhkan jasmani dan rohani secara optimal

agar tercipta manusia yang berkualitas menurut ajaran islam yaitu

manusia yang selalu bertaqwa kepada Allah SWT. Dikatakan secara

sadar karena pendidikan itu dilaksanakan secara sengaja dan memiliki

tujuan yang terencana, dipersiapkn secara matang, pelaksanaan yang

teratur, dan evaluasi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat yang

berbeda dari siswa satu dengan yang lain

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan,

fungsi sosial, pencerahan, bimbingan, sarana pertumbuhan yang

mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Hal

demikian membawa pengertian bahwa bagaimanapun sederhananya

suatu komunitas manusia, ia akan memerlukan adanya pendidikan. sebab

secara alami pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia.13

Dari berbagai pengertian mengenai pengertia guru dan Pendidikan

Agama Islam dapat disimpulkan bahwa guru PAI adalah seorang figure

atau tokoh utama kegiatan pendidikan yang mempunyai tugas, wewenang

dan tanggung jawab untuk membimbing, melatih, membina, serta

menanamkan ajaran islam kepada peserta didik dalam pendidikan agama

islam yaitu keimanan, ibadah, syariah, dan akhlak secara luas dan

mendalam dengan tujuan agar mereka memiliki pengetahuan tentang

islam dan membentuk akhlak pada siswa.

13 M. Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan dan Kepribadian Muslim,

(7)

2. Syarat Guru dalam Pendidikan Islam

Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling

utama, karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak

anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi. Oleh karena itu

tidak mudah menjadi seorang guru, selain bertanggung jawab di dunia

guru juga bertanggung jawab di akhirat.14

Sebagai guru umum maupun guru pendidikan agama Islam yang

berkaitan dengan upaya mengajak ke jalan Allah, setidaknya harus

memenuhi persyaratan, diantaranya adalah menguasai, menghayati dan

mengamalkan ilmu-ilmu Allah sehingga mampu mengungkapkan nama

Allah SWT, memliki penampilan fisik yang menarik, berakhlak mulia,

ikhlas, dan sabar.

Menurut Ag. Soejono menyatakan bahwa, seorang guru yang baik

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Umur harus dewasa

Tugas pendidik adalah tugas yang amat penting karena

menyangkut perkembangan seseorang, dan menyangkut nasib

seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilaksanakan secara

bertanggung jawab dan hanya dapat dilaksanakan oleh orang yang

telah dewasa. Karena seorang anak belum dapat dimintai pertanggung

jawaban.

14 Mahmud Yunus, Metodik Kusus Pendidikan Agama , (Jakarta: PT. Hidakarya

(8)

b. Harus sehat jasmani dan rohani

Pendidik wajib sehat jasmani dan rohani. Jasmani tidak sehat

akan menghambat jalannya pendidikan, bahkan dapat membahayakan

bagi anak didik, misalnya apabila jasmani pendidik mengandung

penyakit menular. Apabila dalam hal ini kejiwaan pendidik wajib

normal kesehatannya, karena orang yang tidak sehat jiwanya tidak

mungkin mampu bertanggung jawab.

c. Harus mempunyai keahlian atau skill

Syarat mutlak yang menjamin berhasil baik bagi semua cabang

pekerjaan adalah kecakapan atau keahlian pada para pelaksana itu.

Proses pendidikan pun akan berhasil dengan baik bilamana para

pendidik mempunyai keahlian, skill yang baik dan mempunyai

kecakapan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugasnya.

d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi

Syarat ini amat penting sekali dimiliki oleh seorang guru untuk

melaksanakan tugas-tugasnya dalam mendidik dan mengajar seorang

murid. Karena dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik

dan mengajar saja, dedikasi tinggi diperlukan juga dalam

meningkatkan mutu pengajaran.15

Syarat-syarat utama memjadi guru agama, selain ijasah dan

syarat-syarat yang lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah

15 A. Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

(9)

sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan

pengajaran.

Bagi guru agama, disamping harus memiliki syarat tersebut,

masih harus ditambah dengan syarat-syarat yang lain, yang ditetapkan

oleh Direktorat pendidikan agama adalah sebagai berikut:

a. Setiap pendidik harus memilii sifar rabbani

b. Seorang pendidik harus bisa mendidik dan mengajar dengan sabar

c. Seorang pendidik harus memiliki kejujuran, dengan menerapkan

apa yang ia ajarkan kedalam kehidupan pribadinya.

d. Seorang pendidik harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang

luas.

e. Seorang pendidik harus cerdik dan terampil untuk menciptakan

metode pengajaran yang variatif dan inovatif sesuai materi yang

diajarkannya.

f. Seorang pendidik harus mampu bersikap tegas dan melakukan

sesuai porsinya agar mampu mengendalikan dan mengontrol kelas

dengan baik.

g. Seorang pendidik harus mampu memahami psikologi anak,

psikologi perkembangan, dan psikologi pendidikan.

h. Seorang pendidik harus peka terhadap fenomena kehidupan yang

(10)

i. Seorang pendidik harus bersikap adil terhadap semua anak

didiknya.16

Dari pemaparan mengenai syarat guru yang telah dijelaskan diatas,

menunujukkan bahwa seorang guru Pendidikan Agama Islam tidak hanya

harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas tentang agama saja,

melainkan harus mengamalkan melalui iman dan taqwa kepada Allah

SWT. Memiiliki sifat jujur serta mampu bersosialisasi dengan

masyarakat dengan baik dan benar. Dalam menjalankan tugasnya

mengajar, pendidik harus bisa dituntut adil tanpa membedakan murid

satu dengan yang lain. Seorang guru agama juga harus dibekali ilmu-ilmu

lain seperti ilmu psikologi anak, psikologi perkembangan dan psikologi

pendidikan. dengan dibekali ilmu-ilmu lain tersebut bertujuan agar

seorang pendidik bisa mengetahui situasi dan kondisi yang dialami

peserta didiknya dengan mengkondisikan dirinya sebagai seorang guru

yang harus dekat dengan semua siswanya.

3. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam

Tugas dan tanggung jawab Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)

Menurut Al-Ghazali tugas pendidik yang utama adalah

menyempurnakan, membersihkan, mensucikan serta membawa hati

manusia untuk mendekatkan diri (taqarrup) kepada Allah SWT. Hal

tersebut karena tujuan pendidikan agam islam yang utama adalah upaya

untuk mendekatkan diri kepadaNya. Jika pendidikan belum mampu

16 Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendiikan Agama Islam, (Bandung: Amrico, 1986),

(11)

membiasakan diri dalam kepribadian peserta didiknya, maka ia

mengalami kegagalan dalam tugasnya sekalipun peserta didiknya

memiliki prestai akademis yang luar biasa. Hal itu mengandung arti

keterkaitan antara prestasi dan amal sholeh.17

Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di

lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat

memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban

mencerdaskan bangsa Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila.

Sedangkan secara khusus tugas guru dalam proses pembelajaran tatap

muka sebagai berikut :

a. Tugas Manajerial, menyangkut fungsi administrasi, baik internal

maupun eksternal.

1) Berhubungan dengan peserta didik

2) Alat perlengkapan kelas ( material )

3) Tindakan-tindakan profesional

b. Tugas Edukasional, menyangkut fungsi mendidik, bersifat:

1) Motivasional

2) Pendisiplinan

3) Sanksi Sosial ( tindakan hukuman )

c. Tugas Instruksional, menyangkut fungsi mengajar, bersifat :

1) Penyampaian materi

2) Pemberian tugas-tugas pada peserta didik

(12)

3) Mengawasi dan memeriksa tugas.18

Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa seorang

guru dalam pendidikan islam memiliki tugas dan tanggung jawab yang

sangat berat, selain tugas-tugas yang umum seperti memotivasi dan

mendisiplinkan siswa, menyampaikan materi serta memberikan

tugas-tugas. Guru juga memiliki tugas untuk menuntun siswanya untuk selalu

mendekatkan diri kepada Allah. Berperilaku dan bersikap sopan,

memiliki sifat yang baik, berakhlakul karimah, dan memiliki hati yang

bersih. Jika pendidikan belum mampu membiasakan diri dalam

kepribadian peserta didiknya tersebut, maka ia dianggap mengalami

kegagalan dalam tugasnya sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi

akademis yang luar biasa.

4. Kode Etik Guru Dalam Pendidikan Islam

Kode etik pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan

kemanusiaan (hubungan realisionship) antara pendidik dan anak didik,

orang tua didik, koleganya, serta dengan atasannya. Suatu jabatan yang

melayani orang lain selalu memerlukan kode etik, demikian pula jabatan

pendidik mempunyai kode etik tertentu yang harus dikenal dan

dilaksanakan oleh setiap pendidik (guru). Bentuk kode etik suatu

lembaga pendidikan tidak harus sama tetapi intrinsik mempunyai

18 Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009 ), hal.

(13)

kesamaan isi yang berlaku umum. Pelanggaran kode etik akan

mengurangi nilai kewibawaan pendidik.19

Berdasarkan paparan yang telah disebutkan diatas dapat di

simpulkan bahwa upaya guru PAI memiliki arti yang sama dengan kata

ikhtiar atau usaha seorang guru PAI dalam rangka mencapai suatu tujuan

sebagai target untuk di capai. Untuk mencapai sebuah tujuan yang akan

dicapai guru PAI dalam membiasakan tadarus Al-Qur‟an dan shalat

dhuha, seorang guru PAI harus memiliki kompetensi yang cukup sebagai

landasan pencapaian tujuan, serta guru PAI ( Pendidikan Agama Islam )

harus mendasari dirinya dengan kode etik yang telah ditetapkan oleh

sebuah lembaga terkait. Dalam penelitian ini, upaya yang di singgung

adalah upaya guru PAI dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa

melalui kegiatan religius.

B. Kajian Tentang Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu

untuk memecahkan sesuatu persoalan. Ada juga yang berpendapat bahwa

kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan

tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara rasional.20

19

Muhaimin, Abd. Mudjib dan Sulistyorini, Manajemen Pendidikan, ( Jakarta : eLKAF ), hal. 62

20 Sriwati Bukit dan Istarani, Kecerdasan dan Gaya Belajar, (Medan: LARISPA

(14)

Secara sederhana kecerdasan emosional, adalah kepekaaan

mengenali dan mengelola perasaan sendiri (sel awareness) dan orang lain

(empathy).21 Dan kepekaan dalam mengelola perasaan-perasaan ini

kemudian menjadi kerangka dalam berperilaku, bersosialisasi atau

mengambil keputusan yang tepat.22

Menurut beberapa pakar psikologi mendefinisikan kecerdasan

emosional sebagai berikut:

a. Menurut Saphiro, istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan

pada tahun 1990 oleh dua orang ahli, yaitu Peter Salovey dan John

Mayer untuk menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang dianggap

penting untuk mencapai keberhasilan. Jenis-jenis kualitas emosi

yang dimaksudkan antara lain: (1) empati, (2) mengungkapkan dan

memahami perasaan, (3) mengendalikan amarah, (4) kemampuan

mandiri, (5) kemampuan menyesuaikan diri, (6) diskusi, (7)

kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, (8) ketekunan, (9)

kesetiakawanan, (10) keramahan, dan (11) sikap hormat.23

b. Reuven Bar-On, ia menjelaskan bahwa kecerdasan emosional

serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan nonkognitif

21 Ary Ginanjar agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

ESQ (Emotional Spiritual Quotient) Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Arga Wijaya Persada, 2003), h. 57.

22

Dani Ronnie M, The Power of Emotional & Adversity Quotient For Teachers, (jakarta Selatan: Hikmah, 2006), hal. 96.

23 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi

(15)

yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi

tuntutan dan tekanan lingkungan.24

c. Steven J. Stein dan Howard E. Book menjelaskan pendapat Peter

Salovey dan John Mayer, pencipta istilah kecerdasan emosional,

bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali

perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu

pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan

perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi

dan intelektual. Dengan kata lain, kecerdasan emosional adalah

serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan

di dunia yang rumit, mencakup aspek pribadi, sosial, dan pertahanan

dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan

kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari.25

d. Pengertian kecerdasan emosional menurut Goleman adalah

kemampuan seseorang dalam mengendalikan setiap kegiatan atau

pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang

hebat atau meluap-luap yang didasarkan pada pikiran yang sehat. 26

Berdasarkan beberapa pengertian kecerdasan emosional diatas,

emosi mempunyai peran yang penting dalam setiap kegiatan serta semua

yang dirasakan seseorang dalam kegiatan sehari-hari. Ada beberapa

kesamaan yang harus kita ketahui yaitu, kecerdasan emosional dapat

24

Ibid., hal. 69

25 Ibid.,hal.69

26 Yasin Musthofa, EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta:

(16)

disebut sebagai kemampuan seseorang mengelola perasaan dirinya

supaya lebih baik serta kemampuan membina hubungan sosialnya.

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional

Sebuah teori yang cukup komprehensif tentang kecerdasan emosi

diajukan pada tahun 1990, teori ini mendefinisikan bahwa kecerdasan

emosi sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan

sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk memandu

pikiran dan tindakan. Kemudian, Goleman mengadaptasi model teori

tersebut ke dalam versi lain yang menurutnya paling bermanfaat untuk

memahami cara kerja bakat-bakat ini dalam kehidupan kerja. Adaptasi

Goleman tersebut meliputi dasar kecakapan emosi dan sosial sebagai

berikut.27

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri yakni mengetahui apa yang kita rasakan pada

suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengembalian

keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realitas atas

kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

b. Pengaturan Diri

Menangani emosi sedemikian rupa sehingga berdampak positif

kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup

menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu gagasan, maupun

pulih kembali dari tekanan emosi.

(17)

c. Motivasi

Menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan

menuntut kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan

bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan

dan frustasi.

d. Empati

Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami

perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan

menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.

e. Keterampilan Sosial

Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang

lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial,

berinteraksi dengan lancar, menggunakan kemampuan ini untuk

memengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan

perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

Salovey dan Mayer menempatkan kecerdasan emosional yang

disebutnya sebagai lima wilayah utama, yaitu kemampuan untuk

mengenali diri sendiri, kemampuan mengelola emosi dan

mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, kemampuan

memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang, dan kemampuan

membina hubungan dengan orang lain. Komponen dasar kecerdasan

emosi, seperti yang dinyatakan oleh Salovey dan Mayer dalam Aisah

(18)

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), dan

membina hubungan dengan orang lain.28

a. Mengenali emosi diri sendiri.

Kemampuan mengenali diri sendiri merupakan kemampuan dasar

bagi kecerdasan emosional. Kemampuan ini mempunyai peranan

untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu. Juga berfungsi untuk

mencermati perasaan-perasaan yang muncul. Adanya komponen ini

mengindikasikan anak berada dalam kekuasaan emosi manakala ia

tidak memiliki kemampuan untuk mecermati perasaan yang

sesungguhnya. Hal penting yang perlu dipahami dalam kemampuan

mengenali emosi diri sendiri meliputi kesadaran diri, tenggelam dalam

permasalahan, dan pasrah. Apabila anak menunjukkan sikap atau

respons positif terhadap gejala-gejala ini berarti ia telah memiliki

perkembangan emosional yang baik. Walaupun begitu, kita tetap tidak

bisa melepaskan tangan begitu saja. Kita wajib tetap membina

kestabilan emosinya menuju perkembangannya lebih lanjut sejalan

dengan pertambahan umur anak.

b. Mengelola emosi

Jika anak sering terlihat murung, maka jangan biarkan kondisi itu

berlanjut secara terus menerus. Segera turun tangan untuk membantu

mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Kiranya perlu dicari

penyebab sifat kemurungan si anak. Anak yang buruk kemampuannya

28 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Jogjakarta:Ar-

(19)

dalam mengelola emosi akan terus menerus bernaung melawan

perasaan murung. Dampaknya anak akan kehilangan masa cerianya.

Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan menguasai diri

sendiri, termasuk menghibur dirinya sendiri, melepaskan kecemasan,

kemurungan atas ketersinggungan, dan akibat-akibat yang timbul

karena kegagalan dalam mengelola keterampilan dasar emosi. Anak

yang terampil mengelola emosinya akan mampu menenangkan

kembali kekacauan-kekacauan yang dialaminya sehingga ia dapat

bangkit kembali.

c. Memotivasi diri sendiri

Kemampuan dasar memotivasi diri sendiri meliputi berbagai segi,

yaitu pengendalian dorongan hati, kekuatan berpikir positif, dan

optimisme. Anak yang mempunyai keterampilan memotivasi diri

sendiri dengan baik cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam

segala tindakan yang dikerjakannya. Kemampuan ini tentunya didasari

oleh kemampuan mengendalikan dorongan hati. Jadi, kemampuan

seseorang dalam menata emosi merupakan modal pokok si anak untuk

mencapai tujuan atau cita-citanya. Hal itu juga sangat vital untuk

memotivasi dan menguasai diri sendiri.

d. Mengenali emosi orang lain (empati)

Anak yang terampil mengenali emosi orang lain disebut juga

empati, yaitu kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri

(20)

merupakan suatu keterampilan dasar bergaul. Menurut kedua ahli

tersebut, orang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial

tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau

dikehendaki oleh orang lain. Jadi, bisa dipahami orang dengan

kemampuan yangandal dalam mengenali emosi orang lain akan

mudah sukses dalam pergaulannya dengan orang lain di tengah-tengah

masyarakat luas.

e. Membina hubungan dengan orang lain

Hutch dan Gardner, mengatakan bahwa dasar-dasar kecerdasan

sosial merupakan komponen dasar kecerdasan antar pribadi.

Dasar-dasar kecerdasan sosial meliputi mengorganisasikan kelompok,

merundingkan masalah, hubungan pribadi, dan analisis sosial. Aisah

Indiati menguraikan bahwa seni membina hubungan sosial merupakan

keterampilan mengelola emosi orang lain yang meliputi keterampilan

sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan

hubungan antarpribadi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosi juga dipengaruhi

oleh kedua faktor tersebut, diantaranya faktor otak, faktor keluarga,

lingkungan sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, maka faktor-faktor

yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosional adalah:

(21)

Orang tua memegang peranan penting terhadap perkembangn

kecerdasan emosional anak. Goleman berpendapat bahwa lingkungan

keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak untuk mempelajari

emosi. Dari keluargalah seorang anak mengenal emosi dan yang

paling utama adalah orang tua. Jika orang tua tidak mampu atau salah

dalam mengenalkan bentuk emosi, maka dampaknya akan sangat fatal

terhadap anak.29

b. Faktor lingkungan sekolah

Dalam hal ini, lingkungan sekolah merupakan faktor penting

kedua setelah keluarga, karena di lingkungan ini anak mendapatkan

pendidikan lebih lama. Guru memegang peranan penting dalam

mengembangkan potensi anak melalui beberapa cara, diantaranya

melalui teknik, gaya kepemimpinan, dan metode mengajar, sehingga

kecerdasan emosional berkembang secara maksimal. Setelah

lingkungan keluarga, kemudian lingkungan sekolah mengajarkan anak

sebagai individu untuk mengembangkan keintelektualan dan

bersosialisasi dengan sebayanya, sehingga anak dapat berekspresi

secara bebas tanpa terlalu banyak diaturdan diawasi secara ketat.30

c. Faktor lingkungan dan dukungan sosial

Di sini, dukungan dapat berupa perhatian, penghargaan, pujian,

nasihat, atau penerimaan masyarakat. Semuanya memberikan

dukungan psikis atau psikologis bagi anak. Dukungan sosial diartikan

(22)

sebagai suatu hubungan interpersonal yang didalamnya satu atau lebih

bantuan dalam bentuk fisik atau instrumental, informasi dan pujian.

Dukungan sosial cukup mengembangkan aspek-aspek kecerdasan

emosional anak, sehingga memunculkan perasaan berharga dalam

mengembangkan kepribadian dan kontak sosialnya.31

C. Kajian Tentang Kegiatan Religius

1. Pengertian religius

Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah

agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.32

Keberagamaan (religiusitas) tidak selalu identik dengan agama. Agama

lebih menunjukkan kepada kelembagaan kebaktian kepada tuhan, dalam

aspek yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukumnya.

Sedangkan keberagamaan atau religiusitas lebih melihat aspek yang “di

dalam lubuk hati nurani” pribadi. Dan karena itu, religiusitas lebih dalam

dari agama yang tampak formal.33

Menurut Nurcholish majid, agama bukanlah sekedar

tindakan-tidakan ritual seperti shalat dan membaca doa. Agama lebih dari itu yaitu

keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji, yang di lakukan demi

memperoleh ridha atau perkenaan Allah. Agama dengan demikian

31

Ibid., hal.127

32 Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter berbasis Al Qur‟an, (Jakarta: Rajawali

Pres,2012),hal.11.

(23)

meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah

laku keutuhan manusia berbudi luhur atas dasar percaya atau iman

kepada Allah tanggung jawab pribadi di kemudian hari.34

Religius merupakan bagian dari pada kehidupan umat beragama

yang mencerminkan pada bentuk tindakan kemashlahatan bersama,

keberagamaan (religius) dan juga keagamaan mempunyai satu kesatuan

yang tidak dapat di pisahkan karena religiusitas merupakan salah satu

dari tujuan umat beragama. Jadi yang dimaksud kegiatan religius yaitu

kegiatan yang didalamnya terdapat nilai-nilai agama.

2. Macam-macam Kegiatan Religius

Berbicara tentang kegiatan religius sebenarnya banyak sekali

macam dan ragamnya, baik yang dilakukan dengan sesama manusia

seperti: shadaqah, silaturrahmi, memberi senyuman dan sebagainya,

maupun hubungan antara seseorang hamba kepada Tuhannya seperti:

shalat, puasa, dzikir dan lain-lain.35 Dalam hal ini macam-macam

kegiatan religius dalam ajaran Islam yang akan dibahas meliputi:

membaca Al-Qur‟an dan shalat Dhuha.

a. Membaca Al-Qur‟an

Al-Qur‟an adalah kitab Allah. Ia adalah tali Allah yang kuat. Ia

adalah pengingat yang bijaksana dan jalan yang lurus. Ia adalah kitab

yang tidak tercampur hawa nafsu, tidak susah diucapkan lisan, tidak

34

Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya religious di sekolah, (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010), hal.69

35 Zakiah Daradjat, Dasar-Dasar Agama Islam: Buku Teks Pendidikan Agama pada

(24)

membuat ulama merasa kenyang membacanya, tidak menciptakan

banyaknya penolakan, dan keajaiban-keajaiban yang tidak pernah

putus. Ia adalah kitab Allah yang tidak membuat jin mau berhenti

mendengarnya, sampai mereka berkata, Sesungguhnya kami

mendengar Al-Qur‟an yang menakjubkan, yang menunjukkan kepada

kebenaran. Siapa yang berkata dengannya ia benar, siapa yang

mengamalkannya mendapat pahala, siapa yang menghukumi

dengannya pasti adil, dan siapa yang mengajak kepadanya maka ia

ditunjukkan ke jalan yang lurus.36

1) Pengertian Al-Qur‟an

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pendapat ulama

tentang pengertian Al-Qur‟an tersebut, baik ulama Indonesia

maupun dari luar Indonesia. Di anatara mereka itu adalah:

a) K. H. Munawar Khalil.

Al-Qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan kepada

Nabi Muhammad SAW. yang bersifat mukjizat dengan sebuah

surat dari padanya yang beribadat bagi yang membacanya.37

b) M. Khudhari Umar

Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya

(mukjizat) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

sebagai penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan

malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf-mushaf yang

36 M.Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hal.80 37 Chabib Thoha, dkk, Metodologi Pengajaran Agama , (Yogyakarta: Pustaka Belajar,

(25)

disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta

mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dari surat

Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas.38

c) Imam Fakhur Razie dan Syekh Mahmud Syaiful

Yang paling prinsip dan mutlak tentang pengertian

Al-Qur‟an ini adalah bahwa Al-Qur‟an itu wahyu atau firman

Allah SWT. Untuk menjadi petunjuk dan pedoman bagi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dan

bukanlah Al-Qur‟an itu kitab karangan Muhammad atau

ciptaannya, atau pikiran-pikiran serta pendapat Muhammad,

yang sering diistilahkan Muhammadisme. Maka para ulama

berusaha betul untuk memberikan pengertian kepada

Al-Qur‟an ini dengan cara yang menurut mereka sejelas dan

seterang mungkin, hingga tidak terjadi kesalahan mengenai

pengertian tersebut.39

2) Keutamaan dalam membaca Al-Qur‟an

Bacaann Al-Qur‟an, pemahaman, dan hafalannya dijadikan

ukuran keutamaan bagi Rasulullah SAW. Bahkan, beliau mengukur

keutamaan para syuhada dengan hafalan Al-Qur‟an.40

“Seorang hamba tidaklah mendekatkan diri kepada Allah (menyamai) seperti yang keluar darinya. Yaitu Al-Qur‟an.”

(HR.Tirmidzi)

38 Ibid,...hal.24 39 Ibid,...27-28

(26)

Membaca Al-quran adalah ibadah. Ibadah merupakan cara

seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan,

membaca Al-Qur‟an terhitung amal takarub kepada Allah yang

agung, membaca didalam sholat adalah ibadah. Dan membacanya

diluar sholat juga termasuk ibadah.41 Beberapa keutamaan dalam

membaca Al-Qur‟an yaitu:

a) Nilai Pahala

Kegiatan membaca Al-Qur‟an per satu hurufnya dinilai

satu kebaikan dan satu kebaikan ini dapat dilipat gandakan

hingga sepuluh kebaikan.

“Barang siapa membaca satu huruf (aksara) dari Al-Qur‟an maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali sepadannya. „Aku

tidak mengatakan „alif laam miim‟ itu satu huruf, melainkan

alif satu huruf, laam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR

Al- Hakim)42

b) Obat (Terapi) Jiwa Yang Gundah

Membaca Al-Qur‟an bukan saja amal ibadah, namun juga

bisa menjadi obat dan penawar jiwa gelisah, pikiran kusut,

42 Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak, Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Qur‟an,

(27)

“Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.QS. Al-Israa‟, 82

c) Memberikan Syafaat.

Di saat umat manusia diliputi kegelisahan pada hari

Kiamat, Al-Qur‟an bisa hadir memberikan pertolongan bagi

orang-orang yang senantiasa membacanya di dunia. Sabda

Rasulullah SAW. Bersabda,

“Bacalah Al-Qur‟an karena sesungguhnya ia pada hari kiamat akan hadir memberikan pertolongan kepada

orang-orang yang membacanya.” (HR Muslim)

d) Menjadi Nur di Dunia Sekaligus Menjadi Simpanan di

Akhirat.

Dengan membaca Al-Qur‟an, maka seorang muslim akan

ceria dan berseri-seri. Ia tampak anggun dan bersahaja karena

akrab bergaul dengan kalam Tuhannya. Lebih jauh, ia akan

dibimbing oleh Kitab Suci itu dalam meniti jalan kehidupan

yang lurus. Selain itu di akhirat, membaca Al-Qur‟an akan

bisa menjadi deposito besar yang membahagiakan.

e) Malaikat Turun Memberikan Rahmat Dan Ketenangan.

Jika Al-Qur‟an di baca, malaikat akan turun memberikan

si pembaca itu rahmat dan ketenangan. Seperti diketahui ada

(28)

majelis atau forum zikir dan membaca Al-Qur‟an. Jika

malaikat menurunkan rahmat dan ketenangan otomatis orang

yang membaca Al-Qur‟an hidupnya akan selalu tenang,

antara sopan santun membaca Al-Qur‟an adalah sebagai berikut.44

a) Hendaklah pembaca Al-Qur‟an itu menghadap kiblat.

b) Hendaklah membersihkan gigi untuk mengagungkan

Al-Qur‟an.

c) Hendaklah suci dari dua hadats

d) Hendaklah menyucikan badan dan pakaian dari segala najis.

e) Hendaklah membaca Al-Qur‟an dalam keadaan khusyu,

tafakur, dan tadabbur.

f) Hendaklah hati pembaca Al-Qur‟an memperhatikan dan

berbekas dan pembaca harus menjauhkan diri serta

meninggalkan ucapan atau perkataan yang selain Al-Qur‟an.

g) Disunnahkan membaca Al-Qur‟an itu disertai dengan

menangis bilamana ada ayat yang menyangkut ayat azab,

apabila tidak bisa, maka usahakan bisa menangis.

43 Ibid., hal. 48

44 Otong Surasman, Metode Insani: Kunci Praktis Membaca Al-Qur‟an Baik dan Benar,

(29)

h) Hendaklah menghiasi bacaan Al-Qur‟an itu dengan suara yang

merdu, apabila tidak bisa dengan suara yang merdu, maka

hendaklah tetap menjaga bacaan itu sesuai dengan ilmu tajwid.

Artinya harus tetap menjaga panjang pendeknya bacaan, ikhfa,

idghom, izh-har, dan lain-lainnya.

i) Hendaklah menjaga sopan santun ketika membaca Al-Qur‟an,

maka jangan sambil ketawa-ketawa, jangan pula bermuka

masam, dan janganlah memandang atau memperhatikan

masalah lain, tetapi merenungkan isinya dan mengingat

pesan-pesannya.

b. Shalat Dhuha

1) Pengertian Shalat Dhuha

Makna shalat menurut bahasa Arab berarti do‟a, kemudian

menurut istilah yaitu ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan

dan beberapa perbuatan, yang dimulai dengan takbir disudahi

dengan salam, menurut beberapa syarat tertentu.45 Allah SWT.

(30)

Artinya:“bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al

kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Shalat Dhuha yaitu shalat sunnat dua raka‟at atau lebih,

sebanyak-banyaknya dua belas raka‟at, ketika waktu dhuha yaitu

naik matahari setinggi tombak sampai tergelincir matahari.46

2) Hukum Shalat Dhuha

Hukum shalat Dhuha adalah sunat mu‟akkad. Sebab Nabi

SAW. senantiasa mengerjakannya dan membimbing

sahabat-sahabat beliau untuk selalu mengerjakannya sekaligus berpesan

supaya selalu mengerjakannya. Dan wasiat kepada satu orang

merupakan wasiat bagi umat secara keseluruhan, kecuali jika dalil

yang menunjukkan pengkhususannya. Hal itu didasarkan pada

hadits Abu Hurairah.47

“Dari Abu Hurairah, berkata: „Telah berpesan kepadaku

temanku (Rasulullah SAW.) tiga macam pesan: Puasa tiga hari

47Sa‟id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani, Panduan Shalat Lengkap: Shalat yang Benar

Menurut Al-Qur‟an dan as-Sunnah, Almahira,hal. 272

(31)

Juga pada hadits Abu Darda‟, dia bercerita, “Kekasihku

Rasulullah SAW. telah mewariskan tiga hal kepadaku, yang aku

tidak akan pernah meninggalkannya selama aku masih hidup, yaitu

puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha, dan tidak tidur sehingga

mengerjakan shalat Witir.”49

Imam Abdullah bin Baaz mengatakan bahwa kedua hadits

shahih tersebut merupakan hujjah yang kuat untuk menunjukkan

disyariatkan shalat sunat Dhuha dan bahkan shalat Dhuha termasuk

sunat mu‟akad, karena jika Rasulullah SAW mewasiatkan sesuatu

kepada seseorang maka wasiat beliau tersebut ditujukan kepada

umat secara keseluruhan dan tidak hanya khusus satu orang saja.

Demikian halnya jika beliau menyuruh dan melarang. Jadi, hukum

itu bersifat umum, kecuali jika beliau mengkhususkan sesuatu itu

padanya saja, misalnya dengan mengatakan, “Ini khusus bagimu

saja.” Dan kenyataan Nabi Muhammad SAW. tidak selalu

mengerjakannya, tidak bertentangan dengan hukum sunat yang

melekat padanya, sebab terkadang beliau mengerjakan sesuatu

untuk menjelaskan hukum sunatnya, dan terkadang juga

meninggalkan sesuatu untuk menjelaskan ketidakwajibannya.50

3) Waktu Shalat Dhuha

Waktu shalat Dhuha yaitu dari naiknya matahari kira-kira

setinggi tombak sampai sebelum berhentinya matahari di

(32)

pertengahan langit, sebelum tergelincir (zawal). Yang lebih baik,

shalat ini dikerjakan setelah matahari terik. Hal itu didasarkan pada

hadits Zaid bin Arqam ra., dari Nabi Muhammad SAW., beliau

bersabda

“Shalat orang-orang yang kembali (awwabin) adalah ketika anak

unta kepanasan.”51

Oleh karena itu, barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha setelah

matahari naik sekitar kira-kira satu tombak, maka hal itu tidak

dilarang. Dan barangsiapa mengerjakannya setelah panas terik

sebelum waktu yang dilarang, maka yang demikian itu lebih baik.

4) Keutamaan Shalat Dhuha

Keutamaan shalat Dhuha sudah permanen dalam hadits-hadits

berikut ini:52

a) Hadits Abu Dzar, dari Nabi SAW. beliau bersabda:

“Bagi masing-masing ruas dari anggota tubuh salah seorang di antara kalian harus dikeluarkan sedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh untuk berbuat baik juga sedekah, dan mencegah kemungkaran pun sedekah. Dan semua itu bisa diganti dengan dua rakaat shalat Dhuha.”

b) Hadits Buraidah, dia bercerita pernah mendengar Rasulullah

SAW. bersabda:

“Di dalam diri manusia itu terdapat tiga ratus enam puluh ruas maka hendaklah dia mengeluarkan satu sedekah untuk setiap ruas tersebut. „Para sahabat bertanya, “Siapa yang mampu mengerjakan hal tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dahak di masjid yang engkau pendam, sesuatu

(33)

(gangguan) yang engkau singkirkan dari jalanan, dan jika engkau tidak mendapatkannya maka dua rakaat shalat Dhuha sudah cukup bagimu.”

c) Hadits Nu‟aim bin Hammar, dia bercerita pernah mendengar

Rasulullah SAW. bersabda:

“Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mulai berfirman, „Wahai anak Adam, janganlah engkau lemah untuk mengerjakan empat rakaat pada awal siang niscaya Aku akan memberikan kecukupan kepadamu pada akhir siang.”

d) Hadits Anas tentang keutamaan shalat Dhuha bagi orang yang

duduk di masjid setelah shalat Subuh samapai matahari naik,

dia bercerita, Rasulullah SAW. bersabda:

“Barangsiapa mengerjakan shalat Subuh dengan berjamaah lalu duduk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit dan kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka pahala shalat itu baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya.”

e) Sabda Rasulullah SAW:

“Dari Anas, berkata Nabi SAW: „Barang siapa shalat dhuha dua belas raka‟at, Allah akan membuatkan baginya istana di surga.”(Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majjah).53

D. Kajian Tentang Kegiatan Religius Terhadap Kecerdasan Emosional

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

dewasa. Oleh karena itu terjadi perubahan dan goncangan kejiwaan pada

remaja. Guna mendapatkan hasil pendidikan agama Islam yang berhasil dan

berdayaguna, maka Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada remaja

harus memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan remaja.

(34)

Ajaran Islam yang membawa obat kejiwaan dan ketentraman batin

tidak mudah diterima oleh remaja bila disajikan dengan cara yang tidak

sesuai dengan perkembangan jiwa remaja. Agama dapat berfungsi menjadi

pengendali sikap, pengendali perbuatan dan perkataan, apabila agama itu

masuk terjalin ke dalam kepribadian remaja, karena kepribadian itu yang

menggerakkan remaja bertindak dan berperilaku.54

Untuk memperoleh keyakinan agama yang kokoh, kemauan dan

kemampuan untuk taat melaksanakan ibadah serta kemampuan dan

kemauan untuk mengendalikan diri dalam bersikap, bertingkah laku dan

berbicara sesuai dengan ketentuan agama diperlukan pendidikan agama

yang dapat memahami secara tepat dan dapat dirasakan bahwa agama itu

merupakan kebutuhan jiwa yang pokok bagi para remaja.

Hukum dan ketentuan agama yang disampaikan tanpa mengindahkan

perkembangan jiwa agama yang dilalui oleh para remaja, akan

menyebabkannya merasa tidak mampu atau kurang merasa memahami apa

yang sedang dijalaninya sehingga kecenderungan untuk mengikuti

ketentuan agama akan berkurang karena remaja berhubungan dengan

perasaan yang sedang goncang.

Pendidikan agama bagi remaja harus mampu menumbuhkan

perkembangan iman pada diri remaja, serta dapat menjelaskan manfaat

ajaran Islam dalam kehidupan nyata, sehingga remaja merasakan bahwa

(35)

iman, ibadah, dan akhlak merupakan kebutuhan jiwanya, bukan hanya

jiwanya saja tetapi juga kewajiban kepada Allah semata.55

1. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional Melalui Taradus Al-Qur‟an

Al-Qur‟an adalah pembimbing menuju kebahagiaan, memberikan

prinsip dasar yang dapat dijadikan pegangan untuk mencapai

keberhasilan dan kesejahteraan baik lahir maupun batin, ia pun

memberikan peneguhan agar manusia memiliki kepercayaan diri yang

sejati dan mampu memberikan motivasi yang kuat dan prinsip yang

teguh. Selain hal tersebut, Al-Qur‟an juga memberikan petunjuk serta

contoh-contoh konkret dari langkah-langkah pelaksanaan yang berprinsip

kepada Ke-Esa-an Tuhan. Semua dijelaskan secara lengkap dan terinci.

Al-Qur‟an akan memberikan bimbingan untuk mengatasi hal-hal

yang membutuhkan kebijkasanaan tingkat tinggi tanpa membebani

manusia.56

56 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,

(36)

Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui

segala apa yang kamu kerjakan. QS An-Nisaa‟ 4: 135

Al-Qur‟an memberikan petunjuk serta aplikasi dari kecerdasan

emosi dan spiritual yang sangat sesuai dengan suara hati. Bahkan Tuhan

menjelaskan secara rinci apa saja sumber-sumber suara hati tersebut, dan

contoh-contoh nyata pelaksanaannya. Dalam Al-Qur‟an, kecerdasan

emosi ini kemudian dinamakan “Akhlakul Karimah”. Al-Qur‟an juga

memberikan petunjuk bagaimana mencapai keberhasilan, berikut pola

pelatihannya. Selain itu, Al-Qur‟an meberikan langkah-langkah upaya

penyempurnaan, pembangunan hati serta pikiran secara terus-menerus

beserta langkahlangkah pelatihan baik mental maupun pikiran, bahkan

fisik.57

Artinya:”dan Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat

-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang

bertakwa.(QS An-Nuur 24:34)

(37)

2. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional Melalui Shalat Dhuha

Tuhan kita, Allah Swt., tidak pernah pilih kasih. Di mana pun dan

kapan pun, Dia selalu memperhatikan dan mengasihi hamba-Nya. Itulah

mengapa ibadah harus dijadikan menu kehidupan sehari-hari oleh umat

Islam. Begitu pun dengan kehidupan. Ketika ibadah kita laksanakan

dengan konsisten, sungguh Allah bersama kita. Dengan demikian, kita

tidak menjadi manusia yang lemah, menyerah pada keadaan, dan malas

melakukan pekerjaan. Sebab, seluruh gerak jasad akan dinilai dan

mendapat perhatian-Nya. Dengan ibadah, kecerdasan emosional terasa,

produktivitas dan profesionalitas kerja pun dijunjung tinggi.

Bagi seorang siswa, shalat dhuha memotivasi untuk menjadikan

sekolah sebagai lahan menuai prestasi. Hubungan dengan orangtua, guru,

dan tetangga juga akan harmonis. Bahkan, yang paling utama, perasaan

kita akan terjaga dari keputusasaan karena Tuhan selalu melindungi.

Hidup pun akan senantiasa dihiasi dengan sikap optimistis dan percaya

diri. Dalam bahasa lain, shalat Dhuha dapat memompa semangat hidup

karena ada energi luar biasa di dalamnya. Energi tersebut dapat membuat

kita lebih percaya diri, optimistis, kuat, kukuh, teguh, dan berani

mengambil keputusan demi kesuksesan.58

Kemudian, efek positif shalat Dhuha lainnya adalah hidup akan

terasa nyata. Salah satu efek positifnya adalah pintu rezeki terbuka lebar

sehingga dapat mengoptimalkan perbaikan kondisi diri sendiri, keluarga,

58 Sabiel el-Ma‟rufie,

(38)

masyarakat, dan bangsa. Maksud dibukakan pintu rezeki itu bukan hanya

diberi kekayaan dan kesuksesan material. Namun, lebih pada

tertanamnya kemampuan untuk mengelola diri agar mendapatkan

kecerdasan emosionalspiritual. Shalat Dhuha dapat melatih sisi

emosional dan spiritual. Dengan kekuatan emosional dan spiritual,

tantangan hidup, dunia kerja, atau segala usaha bisnis mampu dikelola

dengan baik. Sehingga secara tidak disadari pintu rezeki terbuka lebar.59

E. Hasil Penelitian Terdahulu

Untuk mengecek keaslian penelitian ini, maka peneliti menuliskan

beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan sebagai berikut:

1. Penelitian Asmaul Husna yang berjudul “Pembiasaan Shalat Dhuha

Sebagai Pembentukan Karakter Siswa di MAN Tlogo Blitar Tahun

Ajaran 2014/2015”60

Penelitian ini membahas mengenai Pembiasaan Shalat Dhuha

Sebagai Pembentukan Karakter Siswa di MAN Tlogo Blitar Tahun

Ajaran 2014/2015. Dari hasil penelitan dapat diketahui bahwa dengan

membiasakan Shalat Dhuha Sebagai Pembentukan Karakter Siswa

diaplikasikan dalam berbagai bentuk diantaranya agar siswa dapat

memaknai hakikat serta dapat dijadikan sebagai dasar atau pondasi yang

59

Ibid., hal. 15

60 Asmaul Husna yang berjudul “Pembiasaan Shalat Dhuha Sebagai Pembentukan

Karakter Siswa di MAN Tlogo Blitar Tahun Ajaran 2014/2015.” (Tulungagung : Skripsi Tidak

(39)

kuat pada diri siswa dan dipupuk dengan baik, dengan begitu siswa akan

sendirinya dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Persamaan antara penelitian Asmaul Husna dengan penelitian ini

yakni sama-sama membahas mengenai sholat dhuha sebagai kegitan

religius dalam lingkup skolah, sedangkan perbedaan penelitian Asmaul

husna yaitu membahas mengenai sholat dhuha sebagai pembentukan

karakter sedangkan penelitian ini membahas mengenai sholat dhuha

sebagai cara untuk meningkatkan kecedasan emosional siswa.

2. Penelitian Andy Budy Cahyono dengan judul “Upaya Guru Aqidah

Akhlaq Dalam Membudayakan Perilaku Religius Siswa Di MTsN

Bandung Tulungagung TH.Ajaran 2014/2015”61

Penelitian ini membahas mengenai Upaya Guru Aqidah Akhlaq

Dalam Membudayakan Perilaku Religius Siswa Di MTsN Bandung

Tulungagung TH.Ajaran 2014/2015. Dari hasil penelitian dapat diketahui

bahwa dengan Upaya Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak, perilaku

religius ini di tandai dengan perilaku siswa yang semakin menonjolkan

perilaku yang sangat baik.

Persamaan antara peneliti Andy Budy Cahyono dengan penelitian

ini yakni sama-sama membahas mengenai religiuitas siswa.

Perbedaannya dengan peneitian ini adalah fokus permasalahan yang

membahas mengenai melalui kegiatan religius. Sedangkan Andy Budy

61Andy Budy Cahyono, Upaya Guru Aqidah Akhlaq Dalam Membudayakan Perilaku

(40)

Cahyono subjek penelitiannya langsung berfokus pada Perilaku Religius

Siswa Di MTsN Bandung Tulungagung.

3. Penelitian Eko Prasetyo dengan judul “Upaya Guru Pendidikan Agama

Islam (PAI) Dalam Meningkatkan Akhlak Karimah Siswa Melalui

Kegiatan Keagamaan Di Madrasah Tsanawiyah Al-Huda Kedungwaru

Tulungagung”.62

Penelitian ini membahas mengenai Upaya Guru Pendidikan Agama

Islam (PAI) Dalam Meningkatkan Akhlak Karimah Siswa Melalui

Kegiatan Keagamaan Di Madrasah Tsanawiyah Al-Huda Kedungwaru

Tulungagung”. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa

meningkatkan akhlakul karimah dalam diri seorang siswa sangatlah

penting bagi bekal kehidupan mereka.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Eko Prasetyo yaitu

sama-sama membahas mengenai kegiatan keagamaan, sedangkan

perbedaan penelitian ini membahas mengenai peningkatan kecerdasan

emosional siswa, sedangkan penelitian Eko Prasetyo lebih kepada

peningkatan akhlakul karimah siswa

62 Eko Prasetyo dengan judul “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam

Meningkatkan Akhlak Karimah Siswa Melalui Kegiatan Keagamaan Di Madrasah Tsanawiyah

(41)
(42)

Akhlak Karimah

Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas

dunia nyata, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan

praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting ,

abasah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normative, menunjukkan

kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu

mempertimbangkan eksistensial atau epistemologis yang panjang.63

Paradigma dalam penelitian ini dikemukakan sebagi berikut: Dalam

mewujudkan upaya guru PAI dalam meningkatkan kecerdasan emosional

siswa melalui kegiatan religius seperti Al-Qur‟an dan sholat dhuha. Dalam

pelaksanannya guru selalu mendampingi, mengingatkan, dan mengarahkan

siswa dalam kegiatan tadarus Al-Qur‟an. Mendampingi, mengingatkan dan

memberikan ceramah dalam pelaksanaan sholat dhuha.

Dari berbagai upaya guru PAI dalam kegiatan membaca Al-Qur‟an dan

sholat dhuha, diharapkan mampu meningkatkan kecerdasan emosional yang

63 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

(43)

tertanam dalam diri seorang siswa. Dari uraian tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 2.1

Upaya Guru PAI

Kegiatan Religius

Tadarus Al-Quran

Sholat Dhuha

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui model komunikasi interpersonal orang tua

[r]

Target pengkajian SDI Kabupaten Gunungkidul tahun 2004 mencakup tiga kecamatan yang diambil berdasarkan tingkat kemajuan suatu kecamatan yang diukur dengan peringkat indeks

WACANA KEBEBASAN PEKERJA PERS DI MEDIA TV (Studi pada kasus Luviana dalam film “D iBalik Frekuensi ” karya Ucu..

[r]

Kajikan Model Presumptive Taxation Scheme : Dampaknya terhadap Beban dan Kepatuhan Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah (Kajian implementasi PP 46/2013 dalam Perspektif

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Pada grafik tampak bahwa sistem yang menggunakan R-22 dengan penambahan pre-cooling menunjukkan nilai nilai koefisien yang lebih besar yaitu rata-rata 4,788 apabila