• Tidak ada hasil yang ditemukan

DARI ACEH SAMPAI MESIR SEKILAS TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DARI ACEH SAMPAI MESIR SEKILAS TENTANG"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

DARI ACEH SAMPAI MESIR; JARINGAN TANAH AIR DAN TANAH SUCI

SEJAK ABAD KE-12

1

1. NUSANTARA DAN TIMTENG: PENDAHULUAN

Hubungan antara Nusantara dengan Timur Tengah (Timur Arab) melibatkan sejarah yang begitu panjang, yang dapat dilacak sampai ke masa yang sangat tua. Kontak yang paling awal antara kedua wilayah ini khususnya berkaitan dengan perdagangan. Memang, hubungan antara keduanya pada masa beberapa waktu sebelum kedatangan Islam dan masa awal Islam terutama merupakan hasil dari perdagangan Arab dan Persia dengan Dinasti Cina. Kapal-kapal Arab dan Persia yang datang ke Cina melakukan pengembangan pula di Nusantara jauh sebelum Islam menjadi nyata di bagian manapun di Nusantara.

Hubungan antar keduanya pun merambah ke pelbagai bidang – bukan hanya perdagangan – setelah kebangkitan Islam di Timur Tengah. Pengenalan dan penyebaran Islam di pesisir pantai ini terbukti tidak hanya hubungan dagang antara Timur Tengah dengan Nusantara, tetapi juga berbagai bentuk hubungan dan pertukaran keagamaan, sosial, politik, dan kebudayaan.

2. JALAN MENUJU TIMUR TENGAH

Memasuki akhir abad ke-12, bersamaan dengan semakin tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah, serta semakin merosotnya kekuatan Sriwijaya, para saudagar muslim mulai aktif menyampaikan ajaran agama mereka ke penduduk Nusantara. Hal ini, selain berdasarkan semakin tingginya pajak yang diterapkan oleh pemerintah Sriwijaya, juga karena semangat dakwah yang telah ditanamkan pada tiap pedagang muslim tersebut. Hasilnya, bentuk-bentuk hubungan baru yang lebih akrab antara Timur Tengah dan Nusantara juga mulai muncul; hubungan yang diperkuat dengan tali agama yang kini dengan cepat berkembang. Hubungan dagang tentu saja tidak ditinggalkan, sebaliknya hubungan dalam bidang ini diperkuat dengan pembentukan hubungan-hubungan religio-kultural, yang selanjutnya diikuti oleh hubungan dalam bidang-bidang lain, khususnya dalam bidang politik.2

Dalam waktu singkat, perkembangan komunitas baru yang dibentuk oleh para saudagar semakin meluas. Bersamaan dengan itu, mereka memulai hubungan dengan kerajaan secara sosial-politik. Lambat laun, kabar tentang keberhasilan tersebut disampaikan kepada dunia luar lewat para pelayar yang sempat singgah. Selain itu, Dinasti Utsmani juga mulai membuat kekuasaannya terasa secara politik dan militer di kawasan Lautan Hindia pada awal abad ke-16. Dengan kemunduran perdagangan Arab sepanjang abad yang sama, para pedagang Turki bersama para pedagang Persia, muncul memainkan peranan penting dalam perdagangan di Lautan Hindia.

1 Untuk diskusi pada Rabu, 21 Januari 2015 di fakultas Ilahiyat, Uludağ Üniversitesi, Bursa.

(2)

2 Perkembangan ini jelas mendorong kerajaan-kerajaan Muslim di Nusantara mengambil peran lebih aktif dalam perdagangan maritim. Ini kemudian tidak hanya menciptakan hubungan dagang lebih erat, tetapi juga hubungan politik dan keagamaan, dengan Dinasti Utsmani.

Setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, Kesultanan Aceh tampil mengambil andil terpenting dalam menjalin hubungan dengan Utsmani. Adalah Sultan Alaudin Riayat Syah al-Qahhar (naik tahta pada 943/1537), yang menyadari kebutuhan Aceh akan sekutu yang kuat, tidak hanya untuk mengusir Portugis dari Malaka, tetapi juga untuk memperluas kekuasaannya sendiri di wilayah-wilayah lain, khususnya daerah pedalaman, di Sumatra.3

Hubungan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dengan Timur Tengah tidak terbatas pada Dinasti Utsmani. Aceh, misalnya, juga menjalin hubungan dengan pusat keagamaan Islam, yakni Makkah dan Madinah. Meski hubungan ini lebih bersifat keagamaan ketimbang politik, penting dicatat bahwa hubungan penguasa Aceh dengan penguasa Haramain mempunyai implikasi politik yang penting bagi Aceh dan Nusantara.

Aceh memang pengecualian istimewa, sejauh menyangkut hubungan dengan Timur Tengah. Tidak ada kerajaan/kesultanan lain di Nusantara yang mempunyai hubungan-hubungan politik dan diplomatik yang begitu intens dengan Dinasti Utsmani. Tetapi penting dicatat, banyak kerajaan muslim di Nusantara sejak abad ke-17 berada dalam hubungan yang konstan dengan Hijaz (Saudi Arabia). Pada 1048/1638 penguasa Banten di Jawa, Abd al-Qadir (berkuasa pada 1037-1063/1626-1651), mendapat gelar Sultan dari Syarif Makkah sebagai hasil misi khusus ya g dikiri ka ya ke Ta ah “u i. “ulta Ba te i i juga e eri a e dera da pakaia su i dan apa yang dipercayai sebagai bekas sejak kaki Na i dari pe guasa Hara ain. Semua pemberian Syarif Makkah ini diarak dalam prosesi sekeliling kota Banten pada kesempatan peringatan Maulid Nabi. Selanjutnya, pertukaran surat menyurat dan hadiah antara istana Banten dengan penguasa Haramain terus berlangsung sampai menjelang akhir abad ke-17. Pangeran Rangsang, penguasa Mataram, pada 1641 mengirimkan utusan ke Hijaz menghadap Syarif Mekkah, dan mendapat gelar sultan, yang selanjutnya lebih terkenal sebagai Sultan Agung. Begitu pula Kesultanan Palembang dan Makassar, yang juga menjalin hubungan khusus dengan penguasa Mekkah.4

3. KOLONI JAWA

Tanah jawa baru mengadakan hubungan dengan Haramain sejak berdirinya kerajaan Demak pada abad ke-16. Sebagai langkah lanjutan untuk mengembangkan sikap keberislaman, sembari melaksanakan haji, perwakilan kerajaan mencari informasi tentang Islam di tanah Haromain. Sering kali, kerajaan menjalin hubungan dengan Haromain melalui surat. Zamakhsyari Dhofier,

3 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Jakarta: Kencana, 2004, 41-42.

(3)

3 mengutip penelitian Anthony Jons, menandaskan bahwa pada awal abad ke-17 para ulama Nusantara saling berkirim surat dengan pembesar Makkah-Madinah untuk mempererat hubungan dan memperkenalkan Islam yang baru masuk ke tanah Jawa. Orang Arab sendiri, yang rata-rata saudagar, sebelumnya telah mengetahui keadaan tentang tanah Jawa dan Melayu – yang terkenal akan rempah-rempahnya – lantas menyebut seluruh daerah tersebut dengan

Jawa .

Orang Jawa (Nusantara) sendiri, umumnya pergi ke Makkah-Madinah hanya untuk menunaikan ibadah haji. Di Haromain, mereka terkenal sebagai orang-orang yang jujur dan ikhlas. Biasanya, para orang sepuh Jawa (Nusantara) lebih senang menghabiskan umurnya di Makkah untuk beribadah. Sedang para pemuda mulai membentuk suatu kelompok kajian yang oleh “ ou k Hurgro je dise ut de ga kolo i Jawa (Jamaat al-Jawiyyin). Untuk melaksanakan pengajian, mereka membentuk forum pengajaran Bahasa Arab dengan Bahasa Melayu di Masjidil Haram yang dipimpin oleh seorang guru sebagai bekal untuk mengikuti pengajian ulama-ulama Haromain.5

Nama Koloni Jawa kian terdengar sampai tanah air, hingga banyak alumni pesantren (santri) di tanah air yang berbondong-bondong ke tanah suci untuk bergabung ke dalam Koloni Jawa. Nama koloni Jawa pun semakin mengglobal karena melahirkan ulama-ulama berpengaruh macam Syeikh Nawawi, Syeikh Ahmad Arsyad al-Banjari, Syeikh Ahmad Khotib Sambas, Hingga Kyai Mahfudz Termas. Selain itu, kondisi tanah suci yang memberi jaminan keamanan bagi para santri dari pressing impeialis Belanda mendukung kualitas berpikir mereka. Hingga selanjutnya, terbentuklah jaringan kerjasama antara tanah air dan tanah suci.

Selain itu, terbukanya terusan Suez pada tahun 1869 juga semakin membuka lebar gelombang muslim tanah air ke tanah suci. Sampai tahun 1885, jamaah haji dari tanah air sebesar 15 persen dari total seluruh jamaah haji di tanah suci tiap tahunnya.6

4. NUSANTARA DAN TIMTENG: MENUJU KAIRO

Melalui jaringan Timur Tengah, ulama memainkan peranan penting dalam membuat Islam di Hindia Belanda menjadi bagian dari Islam internasional. Peredaran buku agama karya ulama internasional menjadi bukti bahwa kontak antara Islam tanah air dan Timur Tengah semakin intensif. Buku-buku yang beredar di kalangan pesantren tanah air merupakan buku yang sebelumnya telah dipergunakan dalam kajian Koloni Jawa di Mekkah.7

5 , Samsul Munir Amin, Sayyid ulama Hijaz: biografi Syaikh Nawawi al-Bantani. Yogjakarta: LKiS, 2009, 34-35.

6 Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite Politik Muslim Dalam Sejarah Indonesia,

Jakarta: Mizan, 2012, 107.

(4)

4 Sebagian ulama Nusantara ada yang memutuskan menetap di Haramain. Ada juga yang merasa belum mendapatkan ilmu yang memadai, hingga kemudian melanjutkan ekspedisi intelektualnya ke Kairo, Mesir. Muhammad Arsyad bersama Sayyid Abd Shamad bin Abd al-Rahman al-Jawi al-Palimbani, Abd al-al-Rahman al-Batawi, dan Abd al-Wahab al-Bugisi merupakan sebagian Ashhab al-Jawiyyin yang berniat menambah ilmu di Kairo. Namun Syaikh Athaillah, guru mereka, menyarankan lebih baik mereka pulang ke tanah air untuk segera menyebarkan ilmu agama. Namun, atas dasar beberapa pertimbangan, mereka tetap memutuskan pergi ke Kairo.8

Dalam buku al-Khitat al-Taufiqiyah karya Ali Mubarak (1889) disebutkan tentang keberadaan para pelajar tanah air yang tinggal di tempat khusus yang disebut Ruwwaq Jawy. Tapi oleh Ali Mubarak tidak disebutkan secara khusus berapa jumlah orang yang tinggal di tempat tersebut. Ali Mubarak hanya menyebut satu nama, Ismail Muhammad al-Jawi, sebagai pemimpin bagi para pelajar di sana (Abaza 1994: 38-39).

Tahun 1860-an, KH.Abdul Manan Dipomenggolo, pendiri pertama pondok Tremas, juga menjadi penghuni Ruwaq Jawy yang telah digagas oleh para pendahulunya. Beliau juga yang membawa arus pelajar tanah air untuk berbondong-bondong menuju Kairo sebagai penyambung jaringan ulama Indonesia-Mesir. Selama di Mesir pula, beliau bertemu Syeikh Ibrahim al-Bajuri (Grand Syeikh al-Azhar). Sampai saat ini, Ruwaq Jawy masih diabadikan sebagai salah satu dari empat Ruwaq di masjid al-Azhar selain Ruwaq Atrak, Syami, dan Maghorobah.9

5. TENTANG INDONESIA DAN MESIR

Dalam sejarah diplomasi, Indonesia lebih dekat dengan Mesir dan Irak daripada Arab Saudi. Mesir adalah negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia.10

Saat itu, 1947, sudah ada himpunan pelajar Indonesia yang bernama PERPINDOM (Persatuan Pelajar Indonesia-Malaya), yang setelah Indonesia merdeka berubah menjadi HPPI (Himpunan Pelajar dan Pemuda Indonesia). Keberadaan mereka telah dimulai sejak adanya Ruwaq Jawy yang dipimpin oleh Ismail Muhammad al-Jawy. Melalui pergerakan mahasiswa Indonesia di sana, yang aktif dalam memperkenalkan Indonesia melalui media publik, serta negosiasi politik dengan pejabat pemerintah, Perdana menteri Mesir saat itu, Nokrashi Pasha, mengundang perwakilan pemerintah Indonesia untuk penandatangan perjanjian dan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Mesir.11

8 http://www.iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=2&id=57, diakses pada 19 Januari 2015, 19.19 9 http://pondoktremas.com/?p=258, diakses pada 20 Januari 2015, 21.07

10Jauh dimata Dekat dihati; Potret Hubungan Indonesia – Mesir, Kairo: KBRI Cairo, 2010.

(5)

5 6. DARI TIMUR TENGAH UNTUK INDONESIA: PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Matriks 117, terlihat bahwa mengurangi kesenjangan kapasitas orang tua dalam menuntut hak-haknya kepada pengemban tugas terkait dengan Hak Kesehatan

Pada pertemuan I, mahasiswa menyimak penjelasan dosen mengenai problem based learning (PBL). Materi yang dijelaskan berisi tentang gambaran mengenai problem based

dapat dibatasi pada kaum laki-laki yang terdapat dalam tiga novel Indonesia modern tahun 1970-an terutama pandangan laki- laki teman hidup (suami), dan pandangan laki-laki

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksistensi bahasa melayu di kota pekanbaru. Dimana factor-faktor yang mempengaruhi eksistensi bahasa melayu itu adalah

Alat pemindahan bahan ( material handling equipment ) adalah peralatan yang digunakan untuk memindahkan muatan yang berat dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang tidak

Dengan mentalitas Be Positive - Be Posibble To The Max seseorang akan keluar dari jeratan negatif diri sendiri maupun lingkungan yang pada akhirnya mampu menciptakan

dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang

Hal ini disebabkan karena dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang