• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Ideologi dalam Menghasilkan Po

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemahaman Ideologi dalam Menghasilkan Po"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pemahaman Ideologi dalam Menghasilkan Pola Diskriminasi Kekerasan: Hubungan Ekstremis Sayap Kanan Neo-Nazi terhadap Keamanan Imigran di Eropa

Winda Noviana

14010413120040

Pendahuluan

Arus imigran terutama refugee dan asylum-seeker dari berbagai negara menuju Eropa telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun pada 2015, jumlah imigran mencapai puncaknya dengan menyentuh kisaran angka 500,000 hanya pada pada pertengahan pertama tahun tersebut.1 Imigran berasal dari negara-negara yang sedang menghadapi konflik baik di

Eropa sendiri seperti Kosovo dan Albania serta non-Eropa seperti Syria, Afganistan, Irak, dan Pakistan.2 Disebutkan bahwa rangkaian migrasi ini adalah yang terbesar pasca Perang Dunia

II.3 Besarnya pertumbuhan angka di atas disebut berbagai pihak sebagai ‘European Refugee

Crisis’ dengan sorotan besar terhadap dampak negatif terkait stabilitas negara-negara Eropa dalam menghadapi kedatangan imigran serta permasalahan lainnya. Dari sudut pandang lain, masuknya imigran ke Eropa bukanlah sesuatu yang direncanakan dengan seksama sebelumnya. Kedatangan mereka didorong oleh konflik dan situasi negara asal yang tidak memungkin untuk mereka tetap bertahan, sehingga sebagai upaya mempertahankan hidup dan penghidupan yang lebih layak mereka memilih bermigrasi ke wilayah yang lebih stabil seperti Eropa. Imigran juga mengalami banyak masalah yang dihadapi mulai dari birokrasi, administrasi, hubungan dengan masyarakat negara tujuan, hingga tak adanya jaminan kepastian hidup yang membayangi kehidupan baru mereka di Eropa.

Ideologi berperan besar dalam memproyeksikan hubungan antara imigran dan masyarakat negara tujuan. Kecenderungan peningkatan bentrok fisik maupun budaya antara ideologi yang berbeda oleh masyarakat lokal dan para imigran yang mengindikasikan

1

Barbara Tasch, “This Map Shows the Routes of Europe’s Refugee Nightmare — and How It’s Getting Worse”, Business Insider Indonesia, diakses dari http://www.businessinsider.co.id/map-of-europe-refugee-crisis-2015-9/#.VhZIgflYrIU, pada tanggal 8 Oktober 2015 pukul 17.48

2 Eurostat, “Asylum Statistics”, Statistics Explained, diakses dari http://ec.europa.eu/eurostat/statistics-explained/index.php/Main_Page, pada tanggal 8 Oktober 2015 pukul 18.22

3

Kate Connolly, “German Neo-Nazi Protesters Clash with Police at New Migrant Shelter”, diakses dari

(2)

peningkatan intensitas kekerasan terjadi seiring dengan meningkatnya arus imigran yang masuk ke suatu daerah. Pemikiran akan perbedaan ditambah keinginan superioritas akan kelompok lain cenderung melahirkan diskriminasi. Pada kelompok yang cukup besar, didorong dorongan semacam ini dipicu oleh nasionalisme, yang oleh sebagian pihak diterapkan secara berlebihan hingga menuju apa yang disebut sebagai nasionalisme ekstrem. Nasionalisme ekstrem masih dianut beberapa kelompok masyarakat di Eropa terutama Jerman sebagai penyumbang terbesar tipe masyarakat ini, salah satu contohnya yaitu Neo-Nazi. Neo-Nazi adalah ideologi yang mengacu kepada Nasionalisme Sosialis (fasisme), dengan pemahaman rasisme, chauvinisme, anti-semitisme, dan anti-pluralisme. Neo-Nazi mengsampingkan masyarakat dari etnis lain yang dianggap tak berharga karena disabilitas, orientasi seksual, dan posisi marginal menurut versi mereka.4 Meski memiliki perkembangan

yang signifikan pasca Perang Dunia II, pergerakan Neo-Nazi kurang menjadi sorotan, sampai pada saat datangnya krisis imigran Eropa yang membangkitkan kembali aksi-aksi kekerasan Neo-Nazis. Di tahun 2015, serangan kekerasan banyak ditujukan langsung terhadap individu dan tempat-tempat penampungan imigran dengan cara pelemparan batu, pembakaran, rasisme antarindividu hingga bentrokan yang berakhir ricuh dengan aparat setempat.

Konstruktivis memandang skeptis terhadap interaksi Neo-Nazi dengan imigran sebagai pihak yang memiliki budaya dan ideologi berbeda. Konsep ‘perbedaan’ memegang peran besar bagi kelompok Neo-Nazi. Dunia bukanlah sesuatu yang given, melainkan terkonstruksi secara sosial. Dalam interaksionalisme simbolik yang dicetuskan oleh Herbert Blumer dan George H. Mead, perilaku seseorang terhadap objek adalah berdasarkan pengertian yang terbentuk atas objek tersebut. Sementara pengertian terkonstruksikan melalui interaksi dan selanjutnya bisa berubah melalui interpretasi ide yang ada di dalam pemikiran seseorang.5 Pemikiran dan pengetahuan masyarakat terhadap masyarakat lainnya dihasilkan

melalui skema pencerminan diri tentang siapa dirinya, sehingga menghasilkan apa yang disebut identitas diri.

Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana karakteristik ideologi Neo-Nazi dapat menghasilkan pola diskriminasi kekerasan oleh ektremis sayap kanan tersebut berdampak kepada keamanan imigran di Eropa. Dengan menggunakan perspektif konstruktivis dalam kajian teori hubungan internasional, tulisan ini akan menunjukkan bahwa nilai

4 Marietta de Pourbaix-Lundin, “Counteraction to Manifestations of Neo-Nazism” dalam Committee on Political Affairs and Democracy Council of Europe Report (2014) hal. 8

(3)

intersubjektivitas dan identitas membentuk pola kekerasan kepada paham Neo-Nazi dalam memandang perbedaan di sekitarnya. Tesis dasar tulisan ini adalah pola kekerasan yang dimiliki Neo-Nazi berakar kepada Nasionalisme Sosialis (fasisme) dan karakteristik lain yang berkembang dan dianut paham Nazisme sebagai akar pendahulu Neo-Nazi. Fasisme yang mengandung anak-anak pemikiran lain seperti rasisme, chauvinisme, anti-semitisme, dan anti-pluralisme tak akan berjalan harmonis selaras dengan keberadaan imigran di sekitarnya dan akan selalu bertentangan karena identitas, superioritas budaya dan ideologi.

Peningkatan Kekerasan Neo-Nazi Pasca Krisis Imigran Eropa

Memasuki tahun pertengahan akhir 2015, krisis imigran di Eropa semakin menjadi sorotan publik. Banyak negara yang terbuka untuk membantu membantu para imigran yang kebanyakan adalah refugee dan asylum-seeker, tetapi ada juga beberapa yang menutup diri. Alasan mereka yang terbuka sebenarnya sederhana saja, kemanusiaan. Setidaknya unsur tersebutlah yang menjadi dorongan terbesar selain dorongan PBB dan masyarakat internasional serta kepentingan negara itu sendiri. Negara yang terbuka ini adalah misalnya Jerman, Swedia, dan Denmark. Sementara Italia dan Yunani menutup diri karena tak ingin menambah permasalahan dalam negeri yang sedang mereka hadapi. Dublin Regulation menetapkan bahwa asylum-seekers harus tetap berada di negara pertama yang mereka masuki di zona Eropa dan negara pertama tersebut bertanggungjawab untuk memeriksa aplikasi refugee para asylum-seekers. Imigran yang kemudian masuk ke negara lain setelah itu, terancam dideportasi menuju negara pertama. Namun ada celah bagi ketentuan regulasi ini dengan adanya Schengen zone yang membebaskan visa antar 26 negara Uni Eropa,6 celah

yang dimanfaatkan Jerman untuk menangguhkan Dublin Regulation.

Jerman merupakan negara fokus pembahasan ini karena kebijakan penerimaan imigran yang cukup berbeda di kalangan negara Eropa lain dan ikatan sejarah yang sangat kuat dengan kelompok Neo-Nazi. Negara ini diperkirakan akan menerima total sekitar 800,000 imigran pada 2015. Neo-Nazi yang dipandang sebagai kelompok rasis oleh pemerintah seringkali melakukan kekerasan kepada imigran dan pihak-pihak yang mendukung ketentuan masuknya mereka ke Jerman. Seorang politikus dari partai kiri yang mendukung kebijakan masuknya imigran mendapat teror bom di kediamanya, di salah satu kota yang menjadi pusat kegiatan kelompok sayap kanan.7 Seorang tokoh lain di Cologne,

6 Jeanne Park, “Europe’s Migration Crisis”, Council on Foreign Relations, diakses dari

http://www.cfr.org/migration/europes-migration-crisis/p32874, pada tanggal 14 Oktober 2015 pukul 21.30 7 Polla Garmiany, “Pro-immigrant German politician bombed; Neo-nazis suspected”, Rudaw, diakses dari

(4)

mengalami penusukan atas pemikiran pro-imigrannya.8 Kekerasan juga dilakukan kepada

individu imigran seperti pada kasus penembakan seorang siswa asal Syria, rasisme kepada beberapa imigran yang sedang berlari panik oleh seorang reporter asal Hungaria, dan kegiatan rasisme diskriminatif lainnya. Penolakan yang ditujukan kepada kelompok dan institusi-institusi pendukung imigran dilakukan mulai dengan cara halus seperti protes dan demonstrasi, sampai dengan cara kekerasan misalnya pembakaran, pelemparan benda tumpul, pembubaran event penyambutan kedatangan imigran dan perusakan fasilitas penampungan hingga pembunuhan.9 Protes pun terkadang berakhir bentrok dan kekerasan seperti yang

terjadi pada tanggal 12 September 2015 di mana gerakan protes anti-imigran yang dilakukan

kelompok Neo-Nazi dan rasis

-

National Front (NF) and English Defence League (EDL)-bentrok dengan kelompok Anti-Fascist Network (AFN) di Dover, Jerman.10

Pertentangan utama bagi kelompok Neo-Nazi adalah perasaan bahwa tidak seharusnya orang-orang yang ‘berbeda’ dari mereka memasuki lingkungan masyarakat atau dikatakan sebagai lingkungan superioritas Neo-Nazi. Semua aksi kelompok Neo-Nazi dan fasis ini didasari penolakan terhadap kedatangan imigran ke Jerman, sehingga sebenarnya kekerasan semacam ini tidak hanya terjadi sejak krisis imigran Eropa 2015 tapi berlangsung sejak awal terbentuknya kelompok ideologi ini sendiri. Ideologi yang membentuk paham Neo-Nazi sangat berperan dalam pola kekerasan mereka terhadap kelompok lain.

Peran Ideologi Diskriminatif dalam Menghasilkan Pola Kekerasan Neo-Nazi

Dilihat dari tindakan-tindakan yang dilakukan kelompok Neo-Nazi, terlihat bahwa mereka melakukan kekerasan kepada individu atau kelompok yang berbeda dengan diri mereka. Difinisi kekerasan yang digunakan dalam tulisan ini adalah tindakan atau kata-kata yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain11, difokuskan kepada tindakannya (objektif)

baik disengaja maupun tidak untuk menghasilkan kerugian akan adanya kekerasan tersebut12.

Lantas apakah yang membuat perbedaan tersebut ? Pola diskriminasi dan kebencian terhadap imigran di Eropa saat ini dapat dijelaskan dengan memahami ideologi dasar Neo-Nazi.

8 Ben Brumfield, “Mayoral candidate with liberal refugee stance stabbed in Germany, CNN, diakses dari

http://edition.cnn.com/2015/10/18/europe/germany-candidate-stabbing-migration/index.html, pada tanggal 18 Oktober 2015 pukul 21.15

9 Chrissa Wilkens and Salinia Stroux, “Racism through the eyes of refugees in Germany and Greece”, diakses dari infomobile.w2eu.net/files/2012/11/lostineurope.pdf, pada tanggal 16 Oktober pukul 17.30

10 “Neo-Nazi mob riots at anti-immigration protest”, Libcom, diakses dari http://libcom.org/news/neo-nazi-mob-riots-anti-immigration-protest-13092015, pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 19.30

11 Cambridge Dictionaries

(5)

Rasisme, anti-Semitisme, sosial Darwinisme, chauvinisme and anti-pluralisme. Lima ideologi dasar yang membentuk pemikiran Neo-Nazi tentang perbedaan identitas diri dan orang lain.

Rasisme atau diskriminasi rasial13 berarti adanya pembedaan perlakuan kepada

manusia lain berdasar ras atau karakteristik fisik yang dimiliki, pemikiran bahwa ada ras yang lebih tinggi/berkualitas dari ras lainnya.14 Kelompok Neo-Nazi di Jerman seperti NF dan EDL

jelas melakukan kekerasan berdasarkan hal ini pada orang-orang yang berbeda ras dari mereka yaitu imigran yang kebanyakan berasal dari Timur Tengah (tidak ditemui kasus kekerasan terhadap imigran yang berasal dari negara lain di Eropa karena memiliki ciri fisik serupa). Pengertian bahwa imigran adalah objek dengan karakteristik fisik yang berbeda dengan mereka, memunculkan identitas diri yang disalahartikan sebagai ras yang lebih berkualitas dari objek lain tersebut. Di samping rasisme, xenophobia dan supremacism juga menandai penilaian penganut Neo-Nazi kepada orang dengan ciri fisik/ras yang berbeda.

Anti-Semitisme serupa dengan rasisme, tetapi kebencian dan permusuhan yang muncul dikhususkan kepada golongan kelompok Yahudi. Anti-semitisme sangat identik dengan Nazi dan Neo-Nazi. Dalam kasus krisis imigran Eropa, dasar ideologi ini kurang relevan dengan pembahasan karena sangat sedikit gelombang imigran yang masuk berupa penganut Yahudi sehingga tidak ditemui kasus kekerasan semacam ini dalam tempo sekarang.

Sosial Darwinisme, mengemukakan tentang seleksi alam atau ‘survival of the fittest’yang didasarkan pada perseorangan, kelompok atau ras.15 Yang lemah akan kalah dan

yang kuat akan semakin kuat dengan mendomonasi yang lemah. Hal tersebutlah yang mendorong Neo-Nazi mengidentifikasikan dirinya sebagai yang kuat dan mampu mendominasi serta semena-mena menyingkirkan ras lain yang lemah.

Chauvinisme merupakan patriotisme yang berlebihan, kepercayaan atas superioritas dan kejayaan nasional dengan cenderung memusuhi negara lain. Neo-Nazi menganut dasar ideologi ini, namun karena lingkup mereka saat ini sebatas individu hingga partai politik dan bukan negara, chauvinisme kurang tepat dalam pembahasan ini.

Anti-pluralisme, seperti pada pengertian diskriminasi sendiri, membedakan perlakuan kepada manusia lain karena memandang bahwa seharusnya masyarakat hanya terdiri dari golongan tertentu saja. Adanya demo, parade, kampanye hingga aksi kekerasan kepada

13 International Convention on the Elimination of all Forms of Racial Discrimination article 1

14 Floris Schreve, “Neo-Nazi elements sold as Anthroposophy”, dalam The Frankfurther Memorandum Oktober (2007), hal.24-25

(6)

imigran, secara implisit menyiratkan bahwa Neo-Nazi menolak keberadaan golongan masyarakat lain dalam wilayah mereka.

Semua pencerminan identitas diri dan orang lain bagi Neo-Nazi di atas menghasilkan pilihan perilaku terhadap objek. Objek yang tak jauh berbeda dari diri mereka akan mendapatkan perlakuan yang tak terlalu berbeda pula atau mengarah kekerasan. Tetapi semakin berbeda identitas dengan mereka, maka semakin Neo-Nazi memandang dominasi dan superioritas diri sehingga menganggap dan memperlakukan yang lain dengan lebih rendah. Atas penjelasan di atas, pembedaan secara fisik oleh Neo-Nazi berarti menghasilkan penggambaran visual yang kemudian menghasilkan ketakutan tersendiri atau paranoia dalam masyarakat akan ancaman terhadap cara hidup yang telah ada sebelumnya.16

Lalu Mengapa Harus dengan Kekerasan ?

Kekerasan adalah salah satu cara dalam melakukan diskriminasi, baik disengaja atau tidak. Tentang mengapa harus dengan cara kekerasan, bukan dilihat dari ideologi saja namun juga sejarah dalam menghasilkan adopsi ide hingga dewasa ini. Kekerasan sebagai bentuk diskriminasi oleh Neo-Nazi sangat dipengaruhi oleh latar belakang Nazi sebagai pendahulu yang membentuk pemikiran mereka. Masa kejayaan Nazi adalah sebagai patokan bagi tujuan-tujuan yang ingin dicapai Neo-Nazi selanjutnya. Nazi di sini bukan dimaksudkan sebagai partai pekerja, tetapi lebih kepada kurun waktu Third Reich menguasai dan memberi pengaruh besar pada Jerman dengan fasisme-nya. Budaya anti-semitisme dan rasisme sebenarnya sudah ada jauh sebelum era Nazi, namun mengalami perkembangan pesat pada waktu ini. Puluhan tahun semenjak era Nazi pun paham semacam ini terus berkembang dalam masyarakat yang menginginkan komunitas yang homogen secara rasial sehingga terbentuklah kelompok-kelompok sayap kanan dan Neo-Nazi.

Sejarah yang sangat penting bagi Neo-Nazi adalah peristiwa Holocaust, di mana jutaan orang yang dianggap berbeda dan ancaman bagi homogenitas ras Arya (terutama) menjadi korban kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida Nazi17.

Akumulasi kekerasan pada era 1933-1945 tak bisa dihilangkan begitu saja dari pemikiran dan sejarah umat manusia. Ada satu sisi cara kekerasan seperti ini dipandang efektif sebagai pelampiasan akumulasi kebencian dalam menghapuskan orang-orang yang merusak

16 Philip G. Zimbardo, “Psychology of Good and Evil: All Power to the Person? To the Situation? To the System?”, dalam Arthur Miller (Ed.), The Social Psychology of Good and Evil, (New York: Guilford, 2004) hal.30-31

(7)

kemurnian komunitas/masyarakat mereka, itulah mengapa masih terdapat beberapa kasus pembunuhan, penembakan masal, pemukulan, dan kekerasan lain oleh penganut Neo-Nazi.18

Nyatanya, pola diskriminasi dan rasisme tak hanya ditunjukkan oleh kelompok khusus (skinhead, Neo-Nazi, ultranasionalis), tetapi juga masyarakat Jerman pada umumnya. Sejarah menunjukkan kemampuannya dalam membentuk identitas sebagai ras superior dalam masyarakat hingga turun temurun kini. Sejarah pula yang membuat kekerasan era Nazi masih terus ada dalam pemikiran masyarakat dan melahirkan ide, cara diskriminasi di era sekarang.

Kesimpulan

Ideologi membawa perang sangat penting bagi perilaku kelompok-kelompok Neo-Nazi dalam menyikapi krisis imigran Eropa. Pemikiran dan ide akan ideologi fasisme menghasilkan pencerminan identitas dalam diri suatu individu (yaitu sebagai ras yang lebih superior jika dibandingkan dengan kelompok ras, agama, ideologi yang lain), yang kemudian saling berinteraksi dalam kelompok dan juga menghasilkan identitas kelompok itu sendiri. Pola diskriminasi Neo-Nazi berdasar pada fasisme dan dasar ideologi Nazi yang lain: rasisme, anti-Semitisme, sosial Darwinisme, chauvinisme and anti-pluralisme. Sedangkan dari segi tindakan kekerasan lebih disebabkan pengaruh pemikiran tentang rangkaian sejarah dan kejayaan yang dimiliki sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Numerator Jumlah karyawan yang keluar dalam satu bulan Denominator Jumlah seluruh karyawan dalam bulan yang sama Sumber Data HRD Standar ≤ 1,5 % Penanggung jawab Pengumpul

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar

karena mempunyai gagasan lain dalam mendesain jaring- jaring tabung, lancar dalam menggunakan gagasannya. Tetapi subjek 2 dapat dapat menerapkan konsep tentang

Tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada perubahan skor tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu serta tingkat kecukupan energi,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik hidrolisis enzim yaitu pada konsentrasi enzim selulase 5% v/v selama 12 jam pada hidrolisat asam sulfat 1%

Manfaat dari kerja sama yang saling ketergantungan antarsiswa di dalam pembelajaran kooperatif berasal dari empat faktor diungkapkan oleh Slavin (dalam Eggen dan Kauchak, 2012:

Antena Yagi ini bisa digunakan untuk semua jenis Modem Usb Wireless dan Hp , baik yang memiliki Slot Antena maupun tidak.. Antena ini juga terbukti bisa menguatkan semua

Vitrinit merupakan maseral utama dan paling dominan dalam batubara, berasal dari pengawetan hancuran bahan-bahan tumbuhan seperti batang, akar, daun, termasuk jaringan