• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psikologi Kriminal Psikologi kriminal Psikologi kriminal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Psikologi Kriminal Psikologi kriminal Psikologi kriminal"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PIDANA

PSIKOLOGI KRIMINAL

TUGAS

BINSAR I. SIMANJUNTAK

120 200 237

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

DEPATERMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

(2)

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 2015

Mata Kuliah

: Psikologi Kriminal

Grup

: B

Dosen Penguji

: Liza Erwina, SH., M.Hum.

1.

Jelaskan hubungan psikologi criminal dengan kriminologi.

2.

Jelaskan yang dimaksud dengan

Structure Personality

menurut Signmund Freud

3.

Jelaskan tentang gelombang masa-masa kehidupan manusia serta masa krisis

4.

Jelaskan teori-teori sebab terjadinya kejahatan menurut WA Bonger dan EH

Sutherland.

Jawaban :

1. Pengertian psikologi kriminal adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan meneliti

kejahatan dari sudut kejiwaan si pelaku. Jika kita perhatikan batasan–batasan yang pernah dikemukakan oleh para psikolog yang berminat dalam bidang ini ternyata mereka mendasarkan suatu pendapat tentang adanya hubungan perbuatan dengan jiwa manusia dan pelakunya.

Pengertian kriminologi adalah Istilah kriminologi berasal dari bahasa inggris criminology yang berakar dari bahasa latin yaitu dari kata crimen yang berarti kejahatan atau penjahat dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dari pengertian itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan. Kriminologi baru berkembang pada tahun 1850 bersama-sama sosiologi, antropologi, psikologi, dan cabang-cabang ilmu yang mempelajari gejala/tingkah laku manusia dalam masyarakat. Nama kriminologi sendiri pertama kali ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi berkebangsaan Perancis.

(3)

Psikologi kriminal adalah mempelajari ciri-ciri psikis dari para pelaku kejahatan yang sehat, artinya sehat dalam pengertian psikologi. Mengingat tentang jiwa yang sehat sangat sulit dirumuskan, dan kalaupun ada maka perumusannya sangat luas. Bentuk-bentuk gangguan mental yang akan dibicarakan disini adalah psikoses, neuroses dan cacat mental.

2. Menurut Sigmud Fereud kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan bahwa perilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.

Alam bawah sadar yang digambarkan freud memiliki 3 unsur, yaitu id, ego dan super ego.

ID

Id merupakan Kepribadian yang asli; Id merupakan sumber dari kedua sistem/energi yang lain yaitu ego dan superego. Id terdiri dari dorongan - dorongan biologis dasar seperti kebutuhan makan, minum dan sex. Didalam Id terdapat dua jenis energi yang bertentangan dan sangat mempengaruhi kehidupan dan kepribadian individu, yaitu insting kehidupan dan insting kematian. Insting kehidupan ini disebut libido. Dorongan-dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan dalam pemuasannnya Id selalu berupaya menghindari pengalaman–pengalaman yang tidak menyenangkan. Makanya cara pemuasan dari dorongan ini disebut prinsip kesenangan ( pleasure principle ).

EGO

Ego merupakan energi yang mendorong untuk mengikuti prinsip kenyataan (reality principle), dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip sekunder ini adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukannya suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Ego menjalankan fungsi pengendalian yang berupaya untuk pemuasan dorongan Id itu bersifat realistis dan sesuai dengan kenyataan. Dengan kata lain fungsi ego adalah menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh ID berdasarkan kenyataan.

SUPER EGO

Superego adalah suatu gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral masyarakat yang ditanamkan oleh adat istiadat, agama, orang tua, guru dan orang- orang lain pada anak. Karena itu pada dasarnya Superego adalah hati nurani (concenience) seseorang yang menilai benar atau salahnya suatu tindakan seseorang.itu berarti Superego mewakili nilai-nilai ideal dan selau berorientasi pada kesempurnaan. Cita-cita individu juga diarahkan pada nilai-nilai ideal tersebut, sehingga setiap individu memiliki gambaran tentang dirinya yang paling ideal (Ego-ideal).

(4)

3. gelombang masa pertumbuhan perkembangan manusia perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak studi tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini. Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.

b) Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun

Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang

lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa ini, individu

berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan yant muncul di periode adalah kemampuan berkata TIDAK. Sekalipun tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan kemauan. Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa percaya dirinya. c) Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun

Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain dengan kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga, mobil-mobilan, handphone mainan, tentara mainan untuk bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering diucapkan seorang anak:”KENAPA?”

Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang berjuang dalam identitas gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita sering melihat anak laki-laki yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada sesama anak laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak perempuan sebaya. Kegagalan melalui fase ini menimbulkan perasaan bersalah.

Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan saudara). d) Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun

(5)

Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.

Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan penting dalam pembentukan ego ini, sementara orang tua sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas tunggal.

e) Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun

Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar padaapa yang dilakukan untuk saya, sejak

stage perkembangan ini perkembangan tergantung padaapa yang saya kerjakan. Karena di

periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah sangat kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial, dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral.

Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang terpisah dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila stage ini tidak lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan kekacauan peran.

Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan. Di masa ini, seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak demikian. Wajar bila di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.

f) Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun

Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta. Hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan persahabatan. Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.

Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan ego. Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.

g) Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun

Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga. Selain itu adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.

Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil. Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan generativitas. Jadi di masa ini, kita takut akan ketidak aktifan dan ketidak bermaknaan diri.

Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal tujuan , ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan hidup yang baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-absorpsi atau stagnasi.

Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.

h) Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65 tahun hingga mati

(6)

adalah kegagalan merasakan keputus asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang dianutnyalah yang paling benar.

4. Sebab terjadinya kejahatan menurut WA. Bonger dan EH. Sutherland

Menurut Mr. W. A. BONGER kejahatan adalah perbuatan yang sangat antisosial yang memperoleh tentangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan).

Apa yang menyebabkan seseorang / kelompok melakukan suatu kejahatan tidak lepas dari beberapa faktor yang mendasarinya seperti faktor lingkungn, ekonomi, sosiologi, psychologi, bio-sosiologi, dan spiritualis.

(7)

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2015

Mata Kuliah

: Psikologi Kriminal

Grup

: B

Dosen Penguji

: Liza Erwina, SH., M.Hum.

1.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan Psychologisch zwang menurut van

Feuerbach.

2.

Jelaskan beberapa teori penghukuman yang saudara ketahui.

3.

Jelaskan azas hukum penghapusan hukuman, meringankan dan pemberatan

hukuman dalam beberapa pasal di Buku 1 KUHP.

4.

sebutkan dan jelaskan azas-azas hukum pidana dalam buku 1 KUHP tentang

gugurnya hak Negara melakukan penuntutan.

Jawaban :

1. Asas legalitas ini menentukan dilarang dan diancamnya suatu perbuatan dengan pidana, yang

berarti azas inilah yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam pidana jika tidak ada ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Asas ini biasanya dikenal dalam bahasa latin sebagai: “nullum delictum nulla poena sine praevia lege” (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dulu). Ucapan “nullum delictum nulla poena sine praevia lege” ini berasal dari Von Feuerbach, sarjana hokum pidana Jerman (1775-1833). Dialah yang merumuskannya dalam pepatah latin tadi dalam bukunya: “Lehrbuch des peinlichen Recht” (1801).[8] Perumusan itu dikemukakan berhubung dengan teorinya yang terkenal dengan nama teori “vom psychologische Zwang”, yaitu menganjurkan supaya dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macamnya perbuatan yang harus dituliskan dengan jelas, tetapi juga tentang macamnya pidana yang diancamkan. Dengan cara demikian ini, maka oleh orang yang akan melakukan perbuatan yang dilarang tadi lebih dahulu telah mengetahui pidana apa yang akan dijatuhkan kepadanya jika nanti perbuatan itu dilakukan. Dengan demikian dalam batinnya, dalam psychenya, lalu diadakan rem atau tekanan utuk tidak berbuat. Dan kalau toh dia melakukan perbuatan tadi, maka hal dijatuhi pidana kepadanya itu bisa dipandang sebagai sudah disetujuinya sendiri. Jadi pendirian Von Feuerbach mengenai pidana ialah pendirian yang tergolong absolut (mutlak). Sama halnya dengan teori pembalasan (retribution).

2. Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana : 1) Teori Relatif atau tujuan ( doeltheorien )

(8)

( neon prudens punit,quia peccantum, sed net peccetur ) supaya kalayak ramai betul-betul takut melakukan kejahatan, maka perlu pidana yang ganas dan pelaksanaannya didepan umum.

2) Teori Absolut atau teori pembalasan ( vergeldingstheorien )

Teori ini muncul pada akhir abad ke 18 dianut antara lain oleh imanuel kant, Hegel, Herbart, para sarjana yang mendasarkan teorinya pada filsafat katolik dan para sarjana hukum islam yang mendasarkan teorinya pada ajaran Al-quran. Teori absolut mengatakan bahwa pidana tidak lah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur – unsur untuk dijatuhkan pidana, pidana secara mutlak ada karena dilakukan suatu kejahatan. Tidak perlu memikirkan manfaat menjatuhkan pidana itu karena setiap kejahatan harus berakibat dijatuhkan pidana pada pelanggaran.

Oleh karena itu teori ini disebut teori absolut karena pidana merupakan tuntutan mutlak bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, hakikat suatu pidana adalah pembalasan.

3. Teori gabungan ( verenigingsthrorien)

Teori gabungan antara pembalasan dan pencegahan beragam pula, ada yang menitik beratkan pada pembalasan, ada pula yang ingin agar unsur pembalasan dan prefensi seimbang

a. Menitik beratkan pada unsur pembalasan dianut antara lain oleh Pompe,

Pompe mengatakan orang tidak boleh menutup mata pada pembalasan. Memang pidana dapat dibedakan dengan saksi-saksi lain tetapi tetap ada cirri-cirinya, tetap tidak dapat dikecilkan artinya bahwa pidana adalah suatu saksi dan dengan demikian terikat dengan tujuan saksi-saksi itu. Dan karena itu hanya akan diterapkan jika menguntungkan pemenuhan kaidah-kaidah dan berguna bagi kepentingan umum.

Van Bemmelan pun menganut teori gabungan dengan mengatakan : pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat, tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan jadi pidana dan tindakan keduanya bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana kedalam kehidupan masyarakat. ( diterjemahkan dari kutipan Oemar Seno Adji-1980).

Grotius mengembangkan teori gabungan yang menitik beratkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna bagi masyarakat. Dasar tiap- tiap pidana ialah penderitaan yang beratnya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana,Tetapi sampai batas mana beratnya pidana dan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat.

Teori yang dikemukikan oleh Grotius dilanjutkan oleh Rossi dan kemudian Zevenbergen yang mengatakan bahwa makna tiap-tiap pidana ialah pembalasan tetapi maksud tiap-tiap pidana ialah melindungi tata hukum. Pidana mengembalikan hormat terhadap hukum dan pemerintah.

b. Teori gabungan yaitu yang menitikberatkan pertahanan tata tertib masyarakat.

Teori ini tidak boleh lebih berat daripada yang ditimbulkannya. Dan gunanya juga tidak boleh lebih besar dari pada yang seharusnya.Pidana bersifat pembalasan karena ia hanya dijatuhkan terhadap delik – delik, yaitu perbuatan yang dilakukan secara sukarela. Pembalasan adalah sifat suatu pidana tetapi bukan tujuan. Tujuan pidana adalah melindungi kesejahteraan masyarakat.

Dalam rancangan KUHP nasional telah diatur tentang tujuan penjatuhan pidana yaitu :

(9)

2) mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna.

3) menyelesaikan konflik yang ditimbulkan olah tindakan pidana memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

4) membebaskan rasa bersalah pada terpidana ( pasal 5 ).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang tercantum dalam rancangan KUHP tersebut merupakan penjabaran teori gabungan dalam arti yang luas. Ia meliputi usaha prefensi, koreksi kedamaian dalam masyarkat dan pembebasan rasa bersalah pada terpidana ( mirip dengan expiation ).

3.

azas hukum penghapusan hukuman, meringankan dan pemberatan hukuman dalam beberapa

pasal di Buku 1 KUHP.

Penghapusan Hukuman :

Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP adalah : Keadaan darurat, diatur dala Pasal 48 KUHP;

Seseorang dikatakan berada dalam keadaan darurat (J.E. Sahetapy dan Agustinus Pohan, 2007 : 60) “apabila seseorang dihadapkan pada suatu dilema untuk memilih antara melakukan delik atau merusak kepentingan yang lebih besar”.

Dalam keadaan darurat pelaku suatu tindak pidana terdorong oleh suatu paksaan dari luar, paksaan tersebut yang menyebabkan pelaku dihadapkan pada tiga keadaan darurat, yaitu Perbenturan antara dua kepentingan hukum. Dalam hal ini pelaku harus melakukan suatu perbuatan untuk melindungi kepentingan hukum tertentu, namun pada saat yang sama melanggar kepentingan hukum yang lain, begitu pula sebaliknya Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum. Dalam hal ini pelaku dihadapkan pada keadaan apakah harus melindungi kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum Perbenturan antara kewajiban hukum dan kewajiban hukum. Dalam hal ini pelaku harus melakukan kewajiban hukum tertentu, namun pada saat yang sama dia tidak melakukan kewajiban hukum yang lain, begitu pula sebaliknya.

Dalam keadaan darurat tersebut di atas, tindak pidana yang dilakukan hanya dibenarkan jika (J.E. Sahetapy dan Agustinus Pohan, 2007 : 61) ;

tidak ada jalan lain;

kepentingan yang dilindungi secara objektif bernilai lebih tinggi dari pada kepentingan yang dikorbankan. 2. Pembelaan terpaksa, diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP;

Menurut Pasal 49 ayat (1) disyaratkan hal-hal yang bisa dikategorikan sebagai pembelaan terpaksa (J.E. Sahetapy dan Agustinus Pohan, 2007 : 55), yaitu :

Ada serangan mendadak atau seketika itu terhadap raga, kehormatan, kesusilaan atau harta benda; Serangan itu bersifat melawan hukum;

Pembelaan merupakan keharusan; Cara pembelaan adalah patut.

3. Melaksanakan ketentuan undang-undang, diatur dalam Pasal 50 KUHP;

(10)

hukum lainnya. Dalam melaksanakan ketentuan UU tersebut, kewajiban yang terbesar yang harus diutamakan.

4. Menjalankan perintah jabatan yang sah, diatur dalam Pasal 51 KUHP. 2. Jenis-Jenis Alasan Pemaaf

Alasan penghapus pidana yang termasuk alasan pemaaf yang terdapat dalam KUHP adalah : Tidak mampu bertanggungjawab, diatur dalam Pasal 44 KUHP;

Dalam Pasal 44 KUHP, membedakan pertanggungjawaban dalam dua kategori yaitu cacat dalam pertumbuhan dan gangguan penyakit kejiwaan.

Yang dimaksud gangguan adalah gangguan sejak lahir atau sejak remaja tumbuh dengan normal namun dikemudian hari muncul kelainan jiwa.

Pada dasarnya cacat atau gangguan penyakit muncul pada saat perbuatan atau tindak pidana, dan ketika perbuatan itu dilakukan ada hubungan antara gangguan jiwanya dengan perbuatannya

2. Daya paksa, diatur dalam Pasal 48 KUHP;

Dalam memori penjelasan Pasal 48 KUHP (J.E. Sahetapy dan Agustinus Pohan, 2007 : 61), daya paksa adalah “setiap daya, setiap dorongan, atau setiap paksaan yang tidak dapat dilawan”.

Contoh : sebuah kapal tenggelam, ada dua penumpang yang berpegang pada papan yang sama, dimana papan tersebut hanya kuat menahan 1 orang. Karena takut akan mati tenggelam, maka salah seorang mendorong yang lainnya.

Titik tolak dari daya paksa adalah adanya keadaan-keadaan yang eksepsional yang secara mendadak menyerang pembuat atau pelaku, bukan ketegangan psikis, melainkan keharusan melakukan perbuatan pidana untuk mencapai tujuan yang adil.

Dalam daya paksa ini, ada perbenturan antara kepentigan hukum satu dengan kepentingan hukum lain, dimana kepentingan yang dilindungi harus mempunyai nilai kebih tinggi daripada kepentingan hukum yang diabaikan.

3. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP.

Dalam pembelaan terpaksa, ada dua hal yang harus diperhatikan (J.E. Sahetapy dan Agustinus Pohan, 2007 : 59). Yaitu :

Harus ada situasi pembelaan terpaksa, yang berarti suatu situasi dimana pembelaan raga, kehormatan kesusilaan, atau harta benda terhadap serangan seketika bersifat melawan hukum menjadi keharusan. Kalau orang dapat menghindarkan diri dari serangan, pembelaan tidak menjadi keharusan sehingga bantahan atas dasar pembelaan terpaksa, harus ditolak. Demikian juga bantahan tidak akan berhasil. Bantahan tersebut hanya berhasil kalau pembelanya sendiri merupakan keharusan.

Pelampauan batas dari keharusan pembelaan, harus merupakan akibat langsung dari kegoncangan jiwa yang hebat, yang pada gilirannya disebabkan oleh serangan. “kegoncangan jiwa yang hebat” dapat mencakup berbagai jenis emosi, yaitu takut, marah, dan panik. Kebencian yang sudah ada terlebih dahulu yang tidak disebabkan oleh serangan, tidak dapat dipakai untuk memaafkan. Selain itu, juga kalau kegoncangan jiwa yang hebat itu tidak disebabkan oleh serangan, tetapi karena pengaruh alkohol atau narkoba.

(11)

KUHP memuat 4 (empat) hal yang menyebabkan negara kehilangan hak untuk menuntut pidana terhadap si pembuat tindak pidana, yaitu:

1. Sebab perbuatan yang telah diputus oleh pengadilan dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (pasal 76);

2. Sebab meninggalnya si pembuat (pasal 77);

Referensi

Dokumen terkait

: memahami dan mampu melakukan penulisan item tipe pilihan ganda. Penulisan item tipe

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi , maka manusia dapat menciptakan dan membuat berbagai benda, salah satu cara membuat benda yaitu dengan proses

Seiring berkembangnya teknologi yang semakin canggih, untuk mengefisiensikan waktu dan biaya dalam kegiatan eksplorasi dapat dilakukan salah satunya dengan

Mengingat salah satu kewenangan Pemerintah Daerah adalah pengujian kendaraan bermotor, maka dalam rangka mendukung berkembangnya Otonomi Daerah dan meningkatkan Pendapatan

Sehingga dukungan ekosistem terhadap tumbuhnya produk inovatif dan pengusaha pemula berbasis teknologi ini seiring dengan dengan salah satu misi dari DIKST yakni

Salah : Otak tidak dapat diketahui dari bentuk kepala. Benar : Ada hubungan antara otak dan

Seiring berkembangnya era digital, penggunaan media online sebagai bentuk promosi dan pesan pemasaran menjadi salah satu cara yang efektif untuk mengkampayekan

Setelah menguasai pemahaman investasi dengan baik dan benar maka minat mahasiswa akan muncul seiring dengan meningkatknya pemahaman dalam mempertimbangkan keputusan untuk berinvestasi.”