• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kumpulan filsafat ilmu filsafat oleh Dirgantara Wicaksono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kumpulan filsafat ilmu filsafat oleh Dirgantara Wicaksono"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Jumat, 12 April 2013

KRITERIA KEBENARAN DALAM FILSAFAT

KRITERIA KEBENARAN

Oleh : Dirgantara Wicaksono

Pengetahuan dan Kebenaran

Sumber pengetahuan dalam dunia ini berawal dari sikap manusia yang meragukan setiap gejala yang ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada termasuk nasib dirinya sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS

DUBITANDUM” yang mempunyai arti bahwa segala sesuatu harus diragukan. Keraguan terhadap sesuatu mendorong manusia untuk menggunakan fungsi panca inderanya, untuk mendapatkan pengetahuan. Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan.Dorongan mendapatkan pengetahuan didasari oleh beberapa tujuan yakni antara lain :

1.Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup 2.Mengembangkan arti kehidupan

3.Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri. 4.Mencapai tujuan hidup.

Dari keempat tujuan diatas jelaslah bahwa pengetahuan adalah bagian dari kehidupan

manusia itu sendiri. Pengetahuan yang memuaskan manusia adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan tidak benar adalah kekeliruan. Keliru seringkali lebih jelek daripada tidak tahu. Pengetahuan yang keliru dijadikan tindakan/perbuatan akan menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan malapetaka.Untuk Mendapatkan pengetahuan tersebut maka manusia harus melakukan proses berfikir.

Berfikir adalah suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran.Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu kriteria atau ukuran kebenaran. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI) Kebenaran berarti keadaan yang cocok dengan keadaan atau hal yang sesungguhnya. Atau sesuatu yang sungguh benar – benar ada. Sementara Kriteria berarti ukuran yang menjadi dasar penilaian atau ketetapan sesuatu.

Teori – teori Kebenaran meliputi :

1. Teori Koherensi (coherence theory)

(2)

putusan-putusan lain yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Bochenski berpendapat bahwa kebenaran itu terletak pada adanya kesesuaian antara suatu benda atau hal dengan pikiran atau idea.Titus dkk berpendapat ”Kebenaran itu adalah sistem pernyataan yang bersifat konsisten secara timbal balik , dan tiap –tiap pernyataan memperoleh kebenaran dari sistem tersebut secara keseluruhan”.

Jadi suatu pernyataan cenderung benar bila pernyataan tersebut koheren (saling berhubungan) dengan pernyataan lain yang benar atau bila arti yang dikandung oleh pernyataan tersebut koheren dengan pengalaman kita.

Misalnya :

 Pernyataan bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan tentang hujan

(air yang turun dari langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca yang mendung,gelap dan temperatur dingin dan fakta –fakta yang menunjang.

 Pernyataan bahwa ”Semua manusia pasti mati adalah sebuah pernyataan yang benar, maka

pernyataan bahwa si fulan adalah manusia dan si fulan pasti mati adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama.

Kesimpulan Teori :

1. Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan – pernyataan

lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui.

2. Teori ini dinamakan juga teori justifikasi /penyaksian tentang kebenaran, karena menurut

teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian – penyaksian /justifikasi oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, diakui

kebenarannya.

3. Ukuran dari teori ini adalah konsistensi dan persisi

2. Teori Korespondensi (corespondence theory)

Teori ini diterima oleh kaum realis dan kebanyakan orang. Teori ini menyatakan bahwa jika suatu pernyataan sesuai dengan fakta, maka pernyataan itu benar, jika tidak maka pernyataan itu salah menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan/pendapat dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan/pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Titus dkk berpendapat ”Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta itu sendiri”.

Misalnya :

 Bila ada orang yang menyatakan bahwa sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia, maka

pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu sesuai dengan fakta.Karena secara faktual sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia.

 Pernyataan ” Ibukota Indonesia adalah Jakarta, maka pernyataan ini adalah benar sebab

pernyataan ini sesuai dengan fakta yakni Jakarta adalah Ibukota Indonesia.

Kesimpulan Teori ini :

(3)

2. Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu

sendiri.

3. Teori Pragmatis (pragmatic theory)

Teori dicetuskan oleh Charles S.Pierce (1839-1914). Teori ini menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan(utility), dapat dikerjakan(workability), dan akibat yang memuaskan (satisfactory consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak/tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya.

Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan

kebenaran ilmiah dalam perspektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan (Jujun, 1990:59),

Misalnya :

 Teori tentang partikel tak akan berumur lebih dari 4 (empat) tahun.

 Ilmu Embriologi diharapkan mengalami revisi setiap kurun waktu 15 tahun.

Kedua ilmu di atas disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada.

Kesimpulan Teori ini :

1. Kebenaran suatu pernyataan dapat diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat

pragmatis atau fungsional dalam kehidupan praktis.

Kesimpulan Ketiga Teori dan Kriteria Kebenaran

Ketiga teori diatas memiliki beberapa persamaan yakni meliputi :

 Seluruh teori melibatkan logika baik formal maupun material (deduktif dan induktif).

 Melibatkan bahasa untuk menguji kebenaran itu.

 Menggunakan pengalaman untuk mengetahui kebenaran.

(4)

pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis (Titus, 1987:245).

Sumber Pustaka :

 Suriasumantri S. Jujun. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer. Jakarta Penerbit Sinar Harapan,1985.

 Suhartono,Ph.D. Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta Penerbit AR RUZZ

MEDIA. 2005.

 Dr. Slamet Ibrahim S. DEA. Apt. FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN .Sekolah Farmasi ITB 2008

TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT

BAB I

RINGKASAN MATERI

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :

1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia

2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio

(5)

4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence  menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.

2. Teori Consistency  Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.

3. Teori Pragmatisme  Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di

dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan

lingkungan.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.

Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu?

Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.

Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :

5. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia

(7)

7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya

8. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan

Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.

Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.

Ukuran Kebenarannya :

– Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran

– Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain

– Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran

Jenis-jenis Kebenaran :

1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)

2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)

3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)

(8)

Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas

kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence

Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.

Teori korispodensi (corespondence theory of truth)  menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.

Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :

1. Statemaent (pernyataan)

2. Persesuaian (agreemant)

3. Situasi (situation)

4. Kenyataan (realitas)

(9)

Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan

kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.

Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.

Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.

2. Teori Consistency

Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.

Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada

subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.

(10)

Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.

Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu

pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.

Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C

Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.

Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.

3. Teori Pragmatisme

(11)

Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.

Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).

Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.

Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat

dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.

Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :

1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan

2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen

3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)

Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).

Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan

konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.

(12)

Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.

Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :

Agama sebagai teori kebenaran

Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.

BAB III

KESIMPULAN

Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas. Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu.

Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.

(13)

jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual).

Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya.

Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.

BAB IV

DAFTAR BACAAN

Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional

Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius

Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Friday, April 27, 2012

KRITERIA & CARA MENEMUKAN KEBENARAN

Dosen : Khaerul Azmi, S.Sos.I, M.Sos.I

A. KRITERIA KEBENARAN

Apakah “benar” itu?

Randall & Bucher: “Persesuaian antara pikiran dan kenyataan”.

Jujun S. Suriasumantri: “Pernyataan tanpa ragu”.

Ketika kita mengakui kebenaran sebuah proposisi bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari, dasar kita, tidak lain adalah sesuai tidaknya proposisi tersebut dengan kenyataannya.

B. TEORI PENENTUAN KEBENARAN

(14)

“Suatu proposisi (pernyataan) dianggap benar apabila pernyataan tersebut bersifat konheren atau konsisten atau saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.

Contoh: jika kita menganggap bahwa, “semua makhluk hidup pasti akan mati” adalah pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “pohon kelapa adalah makluk hidup dan pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.

Teori koherensi dipergunakan pada proses penalaran teoritis yang didasarkan pada logika deduktif.

2. Teori Korespondensi (Teori saling berkesesuaian)

Teori ini digagas oleh Bernard Russell (1872-1970). Menurutnya pernyataan dikatakan benar bila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan tersebut saling berkesesuaian dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.

Contoh: jika seseorang mengatakan bahwa “tugu monas ada di kota Jakarta” maka

pernyataan tersebut adalah benar sebab pernyataan tersebut sesuai dengan fakta bahwa tugu monas berdiri di kota Jakarta.

Teori korespondensi digunakan untuk proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan data-data yang mendukung suatu pernyataan yang telah dibuat sebelumnya.

3. Teori Pragmatisme (Teori konsekuensi kegunaan)

Teori yang dicetuskan oleh Peirce (1839-1914) ini disandarkan pada teori pragmatisme. Penganut teori ini menyatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria “apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis?”. Artinya, suatu pernyataan dikatakan benar jika konsekuensi dari pernyataan tersebut memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

Pragmatisme bukanlah suatu aliran filsafat yang memiliki doktrin-doktrin falsafati, melainkan teori dalam penentuan kriteria kebenaran.

C. CARA PENEMUAN KEBENARAN

Antara Pengetahuan dan Ilmu

Pengetahuan (knowledge) sudah puas dengan “menangkap tanpa ragu” kenyataan sesuatu, sedangkan ilmu (science) menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa yang dituntut oleh pengetahuan.

Contoh: Si Buyung mengetahui bahwa pelampung kailnya selalu terapung di air, ia akan membantah jika dikatakan bahwa gabus pelampungnya itu tenggelam, sampai disini wilayah pengetahuan. Namun, jika ia memahami bahwa berat jenis pelampung lebih kecil

dibandingkan berat jenis air sehingga mengakibatkan pelampung selalu terapung, maka ini telah memasuki wilayah ilmu.

(15)

Cara penemuan kebenaran ilmiah

Penemuan kebenaran dengan cara ilmiah adalah berupa kegiatan penelitian ilmiah dan dibangun atas teori-teori tertentu. kita dapat pahami bahwa teori-teori tersebut berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang dilakukan secara sistematis dan terkontrol berdasarkan data-data empiris yang ditemukan di lapangan.

Teori yang ditemukan harus dapat diuji keajekan dan kejituan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan dengan langkah-langkah serupa pada kondisi yang sama maka akan diperoleh hasil yang sama atau hampir sama.

Untuk sampai pada kebenaran ilmiah ini, maka harus melewati 3 tahapan berpikir ilmiah yang harus dilewati, yaitu: 1) Skeptik; 2) Analitik; dan 3) Kritis.

1. Skeptik

Cara berfikir ilmiah pertama ini ditandai oleh cara orang di dalam menerima kebenaran informasi atau pengetahuan tidak langsung di terima begitu saja, namun dia berusaha untuk menanyakan fakta atau bukti terhadap tiap pernyataan yang diterimanya.

2. Analitik

Ciri ini ditandai oleh cara orang dalam melakukan setiap kegiatan, ia selalu berusaha menimbang-nimbang setiap permasalahan yang dihadapinya, mana yang relevan dan mana yang menjadi masalah utama dan sebagainya.Dengan cara ini maka jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi akan dapat diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.

3. Kritis

Ciri berfikir ilmiah ketiga adalah ditandai dengan orang yang selalu berupaya

mengembangkan kemampuan menimbang setiap permasalahan yang dihadapinya secara objektif. Hal ini dilakukan agar semua data dan pola berpikir yang diterapkan selalu logis.

Cara penemuan kebenaran non-ilmiah

1. Akal sehat (common sence)

Akal sehat menurut Counaut adalah serangkaian konsep dan bagan yang memuaskan untuk kegunaan praktis bagi manusia. Sedangkan bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teori.

2. Prasangka

Penemuan pengetahuan yang dilakukan melalui akal sehat kebanyakan diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal ini menyebabkan akal sehat mudah berubah menjadi prasangka. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah perbuatan generalisasi yang terlalu dipaksakan, sehingga hal tersebut menjadi prasangka.

3. Pendekatan intuitif

(16)

4. Penemuan kebetulan dan coba-coba

Penemuan secara kebetulan dan coba-coba, banyak diantaranya yang sangat berguna.

Penemuan ini diperoleh tanpa rencana, dan tidak pasti. Misalnya, seorang anak yang terkunci dalam kamar, dalam kebingungannya ia mencoba keluar lewat jendela dan berhasil.

5. Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran ilmiah

Otoritas ilmiah biasanya dapat diperoleh seseorang yang telah menempuh pendidikan formal tertinggi, misalnya Doktor atau seseorang dengan pengalaman profesional atau kerja ilmiah dalam suatu bidang yang cukup banyak (profesor). Pendapat mereka seringkali diterima sebagai sebuah kebenaran tanpa diuji, karena apa yang mereka telah dipandang benar. Padahal, pendapat otoritas ilmiah tidak selamanya benar, bila pendapat tersebut tidak disandarkan pada hasil penelitian, namun hanya disandarkan pada pikiran logis semata.

Senin, 26 Juli 2010

KRITERIA KEBENARAN

A. Pendahuluan

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menentukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut dengan kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tia-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-masing. Karena itu, kegiatan berfikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benar atau kriteria kebenaran.

Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu. Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistimologi. Telaah epistimologi terhadap kebenaran membawa orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran, yaitu kebenaran epistimologi, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis. Kebenaran

epistimologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakekat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran dalam arti simantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa.

Kiranya cukup terang dan jelas mengenai makna apa yang didukung oleh perkataan

kebenaran tampaknya dapat dijawab dengan mudah. Tetapi kesulitan-kesulitan akan timbul bagaimana cara untuk mengetahui bila proposisi atau pernyataan itu benar dengan perkataan lain, ukuran apakah yang dapat diterapkan pada proposisi-proposisi untuk menentukan kebenarannya atau kenyataannya.

(17)

B. Pengertian Kebenaran

Kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Kata

“kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposisi atau makna yang dikandung dalam suatu pernyataan (statement) yang benar. Apabila subjek menyatakan kebenaran artinya bahwa yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan dan nilai itu sendiri.

Persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Artinya kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara satu kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih dari luar kepercayaan. Bila hubungan ini tidak ada, maka kepercayaan itu adalah salah. Dengan demikian kepercayaan tetap benar jika fakta yang merupakan pertaliannya dengan dunia luar atau merupakan tanda kejadiannya dan jika tidak ada fakta seperti itu maka hal itu tetap salah.

C. Kriteria Kebenaran

Untuk menentukan sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, ada beberapa teori yang mengungkapkan kriteria kebenaran, yaitu teori koherensi atau konsistensi, teori korespondensi, dan teori pragmatis.

1. Teori Koherensi

Teori koherensi ini dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz, Hegel dan Bradley . Menurut teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Secara singkat paham ini mengatakan bahwa suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Artinya suatu proposisi itu atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar.

Sebagai suatu contoh bila kita menganggap bahwa ‘semua manusia pasti akan mati’ adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa ‘ si Polan adalah seorang manusia dan si Polan pasti akan mati’ adalah benar, sebab pernyataan kedua adalah konssisten dengan pernyataan pertama.

(18)

keseluruhan merupakan system konsisten. Contoh, 3 + 3 = 6 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang sudah disepakati bersama terutama oleh komunitas matematika.

Mengenai teori ini dapatlah disimpulkan sebagai berikut : Pertama : Kebenaran menurut teori ini adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sesudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan akui sebagai benar. Kedua: teori ini aganya dapat dinamakan teori penyaksian (justifikasi) tentang kebenaran, karena menurut teori ini satu putusan dianggap benar apabila ada penyaksian-penyaksian (justifikasi, pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, dan diakui benarnya.

2. Teori Korespondensi

Eksponen utamanya adalah Bertrand Rusell (1872-1970). Menurut teori ini, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya, atau apa yang merupakan fakta-faktanya. Dengan kata yang lain adalah suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya.

Kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif. Yaitu, suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi. Kebenaran ialah kesesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (judgement) dengan situasi seputar (environmental situation) yang diberi interpretasi.

Misalnya jika seseorang mengatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual yakni Jakarta yang memang menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain yang menyatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Bandung” maka pernyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini maka faktual “Ibu Kota Republlik Indonesia adalah bukan Bandung melainkan Jakarta”.

Dari contoh di atas kita mengenal dua hal, yaitu pertama, pernyataan dan kedua, kenyataan. Dengan demikian ukuran kebenaran menurut teori ini adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.

3. Teori Pragmatis

Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.

(19)

inhern dalam pernyataan itu tadi.

Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi bagi penganut pragmatis, batu ujian kebenaran ialah kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequenced).

Yang dimaksud dengan hasil yang memuaskan antara lain :

a. Sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan manusia b. Sesuatu itu benar apabila dapat diuji benar dengan eksperimen,

c. Sesuatu itu benar apabila ia mendorong atau membantu dalam perjuangan hidup biologis untuk tetap ada.

Sebagai contoh sekiranya ada orang yang menyatakan sebuah teori X dalam pendidikan, dan dengan teori X tersebut dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X tersebut dianggap benar, sebab teori X ini fungsional dan mempunyai kegunaan. Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian,

disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.

C. Sifat Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah. Artinya suatu kebenaran tidak mungkin tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya. Prosedur baku yang harus dilalui itu adalah tahap-tahap untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang pada hakekatnya berupa teori, melalui metodologi ilmiah yang telah baku sesuai dengan sifat dasar ilmu. Maksudnya adalah bahwa setiap ilmu secara tegas menetapkan jenis objek secara ketat apakah objek itu berupa hal konkret atau abstrak.

Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya ialah bahwa kebenaran dari suatu teori atau lebih tinggi lagi aksioma atau paradigma harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan objektivannya. Kenyataan yang dimaksud adalah kenyataan yang berupa suatu yang dapat dipakai acuan kenyataan yang pada mulanya merupakan objek dalam pembentukan pengetahuan ilmiah itu.

Kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil persetujuan atau konvensi dari para ilmuwan pada bidangnya. Pernyataan tersebut karena kebenaran ilmu harus selalu merupakan kebenaran yang disepakati dalam konvensi, maka keuniversalan sifat ilmu masih dibatasi oleh penemuan-penemuan baru atau penemuan lain yang hasilnya menolak penemuan terdahulu atau bertentangan sama sekali. Jika terdapat hal semacam itu maka diperlukan suatu penelitian ulang yang mendalam. Dan, jika hasilnya memang berbeda maka kebenaran yang lama harus diganti oleh penemuan baru atau kedua-duanya berjalan bersama dengan kekuatan atau kebenarannya masing-masing.

(20)

Kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman, dalam pengertian laink ebenaran adalah persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

Sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, apabila memenuhi beberapa kriteria, seperti yang diungkapkan oleh beberapa teori kebenaran diantaranya :

1. Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Hal ini didasarkan kepada teori koherensi atau konsistensi, yang menyatakan suatu proposisi itu atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar

2. Suatu pernyataan dianggap benar apabila ada kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Kriteria ini didasarkan kepada teori korespondensi yang menyatakan bahwa kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya, atau apa yang merupakan fakta-faktanya.

3. Suatu pernyataan dianggap benar diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis manusia. Kriteria ini didasarkan kepada teori pragmatism yang menyatakan bahwa suatu proposisi bernilai benar bila

proposisi itu mempunyai konseuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inhern dalam pernyataan itu tadi.

4. Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya ialah bahwa kebenaran dari suatu teori atau lebih tinggi lagi aksioma atau paradigma harus didukung oleh fakta-fakta berupa kenyataan yang dapat dipakai acuan dalam pembentukan pengetahuan ilmiah itu.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta : RajaGrapindo Persada), 2010 Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX, (Jakarta : Gramedia), 1983

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), 1989

Kattsof, Louis O, Elements of Philosopphy, Terj. Soejono Soemargono, Pengantara Filsafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya), 2004

Poedjawijatna, I.R., Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara), 1987

Suriasumantri, Jujun S., Ilmu dalam Prespektif, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), 2009 Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta), 2003

Referensi

Dokumen terkait

Korábban utaltunk már arra, hogy a Benkő József által lemásolt, szerzői be- tűrendbe sorolt, többnyire impresszummal ellátott könyvjegyzék datálásából arra

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa beban kerja petugas filing memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap rata-rata waktu

Dari tabel 2 dapat diambil kesimpulan bahwa variabel purchasing intention memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi yaitu 3,89, consumer perception dengan 3,81, brand image

Dalam perencanaan ini hasil diatas didapatkan dengan cara melakukan tahapan perhitungan, yang dimulai dengan menghitung curah hujan memakai metoda rata –

Sarinawa ti (2018) Penerapan Prinsip Bahasa Jurnalistik (Studi Kualitatif Pada Berita Society Di Surat Kabar Jambi Independent ) Mengemukak an penerapan bahasa yang

Berdasarkan uraian diatas bahwa Penegakan Hukum Pidana Pasal 137 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan di wilayah Hukum

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data yaitu: (1) mentranskripsikan data hasil rekaman dalam bahasa tulis, (2) mengklasifikasikan berdasarkan jenis tindak

Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5 Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor Tahun 2005 tentang Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Propinsi