• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Alat bukti yang sah atau diterima dalam suatu perkara (perdata), pada dasarnya

terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-saksi, pengakuan, sumpah, dan tertulis

dapat berupa tulisan-tulisan yang mempunyai nilai pembuktian. Dalam perkembangan alat

bukti sekarang ini (untuk perkara pidana juga perdata) telah diterima pula alat bukti

elektronis atau yang terekam atau yang disimpan secara elektronis sebagai alat bukti yang

sah dalam persidangan pengadilan.1 Menurut George Whitecross Patton alat bukti dapat

berupa oral (words spoken by a witness in court) dan documentary (the production of a

admissible documents) atau material (the production of a physical res other than a document).2

Alat bukti adalah bahan-bahan yang dipakai untuk pembuktian dalam suatu perkara

di depan persidangan pengadilan.3 Dalam Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUHPerdata) menyebutkan alat-alat bukti terdiri dari :

George Whitecross Patton, A Text-Book of Jurisprudence, Oxford at the Clarendon Press, second edition, 1953, hal. 481.

3

(2)

1. Bukti Tulisan;

2. Bukti dengan saksi-saksi;

3. Persangkaan-persangkaan;

4. Pengakuan;

5. Sumpah.

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan

tulisan-tulisan dibawah tangan.4 Baik akta otentik maupun akta dibawah tangan dibuat

dengan tujuan sebagai alat bukti. Perbedaan yang penting antara kedua jenis bukti tulisan

tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang

sempurna. Dengan kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus

dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta

tersebut. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak

mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. Jika ada salah satu pihak

tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal tersebut

dan penilaian atas penyangkalan bukti tersebut diserahkan kepada hakim. Baik alat bukti

akta dibawah tangan maupun akta otentik harus memenuhi rumusan mengenai sahnya

suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan secara materil mengikat para

pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu perjanjian yang harus

ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda).

4

(3)

Menurut Subekti yang dimaksud dengan akta adalah suatu tulisan yang memang

dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani.5

Suatu akta dalam kedudukannya dapat menjadi akta otentik apabila memenuhi persyaratan

yang ditentukan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu :

1. Akta harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seseorang pejabat

umum.

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

3. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai

kewenangan untuk membuat akta itu.

Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktiknya disebut Akta Relaas atau

Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris

sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan

dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan)

Notaris, dalam praktik Notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan,

pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak

berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.6

Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yaitu

Undang-undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Ketentuan-ketentuan

akta Notaris dalam UUJN dapat dilihat pada Pasal 38 yang berbunyi :

1. Setiap akta Notaris terdiri atas :

5

Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta : PT. Pradnya Paramitha, 2005), hal. 25. 6

(4)

a. awal akta atau kepala akta; b. badan akta; dan

c. akhir atau penutup akta.

2. Awal akta atau kepala akta memuat : a. judul akta;

b. nomor akta;

c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. 3. Badan akta memuat :

a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;

b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan

d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,

kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 4. Akhir atau penutup akta memuat:

a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada;

c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.

5. Akta Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.

Kewenangan Pejabat untuk membuat akta diatur pada Pasal 15 UUJN yang berbunyi:

Ayat (1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang

(5)

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat Akta risalah lelang.

Ayat (3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 1888 KUHPerdata, kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan

adalah pada akta aslinya, apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta

ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya sekadar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar-ikhtisar-ikhtisar itu sesuai

dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukannya. Kekuatan

pembuktian akta otentik akan ada selama minuta akta aslinya masih menjadi bagian prokol

Notaris. Apabila Notaris tersebut pensiun maka protokol Notaris pensiun tersebut

diteruskan oleh Notaris lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang

berkepentingan tanpa bantuan pejabat umum.7 Akta otentik diatur dalam HIR dan

KUHPerdata, namun akta dibawah tangan ini tidak diatur dalam HIR untuk Jawa dan

Madura. Akta dibawah tangan ini diatur dalam ordonansi Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 karena

pada waktu HIR dibuat (sebelum tahun 1848) akta dibawah tangan tersebut diatur khusus

dalam Staatsblad 1867 Nomor 29 tentang kekuatan pembuktian tulisan-tulisan dibawah

7

(6)

tangan. Untuk daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam RBg Pasal 286 sampai dengan

Pasal 305. Selain itu, akta dibawah tangan dapat juga dilihat dalam Pasal 1874 sampai

Pasal 1880 KUHPerdata. Perbedaan antara HIR dan RBg adalah didalam HIR hanya

mengatur mengenai akta otentik saja, maka RBg selain mengatur mengenai akta otentik

juga mengatur mengenai akta dibawah tangan.

Adapun isi dari Pasal-pasal S. 1867 No. 29 adalah sebagai berikut:8

Pasal 1 “Sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat rumah tangga, dan lain-lain tulisan yang ditandatangani, yang dibuat tanpa bantuan seorang pejabat umum. Dengan penandatanganan sebuah tulisan dibawah tangan dipersoalkan cap jari yang dibutuhkan dibawahnya, disahkan dengan suatu keterangan yang tertinggal dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dari mana ternyata bahwa ia mengenai di pembubuh cap jari tersebut dibubuhkan dihadapan pejabat tersebut.”

Pasal 2 “Barang siapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan dibawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau menyangkal tanda tangannya, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya cukuplah jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili.”

Pasal 3 “Jika seseorang menyangkal tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya, menerangkan tidak mengakuinya, maka hakim harus memerintahkan supaya keaslian daripada tulisan atau tanda tangan tersebut.

Selain dari ketentuan Pasal 1869 KUHPerdata mengenai kekuatan pembuktian akta,

didalam UUJN juga mengatur ketentuan pembuktian akta tersebut, yaitu pada Pasal 41,

Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51. Beberapa Pasal tersebut mengatur

terperincinya terhadap bentuk akta, dengan tidak terpenuhinya ketentuan yang ada

pasal-pasal tersebut maka menyebabkan turunnya (degradasi) kekuatan pembuktian akta otentik.

Istilah degradasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti penurunan,

8

(7)

tentang pangkat, mutu, moral dan sebagainya, kemunduran, kemerosotan atau dapat juga

menempatkan ditingkat atau posisi yang lebih rendah.9 Dalam pengertian yang

berhubungan dengan kekuatan bukti, akta notaris sebagai akta otentik memiliki kekuatan

bukti yang lengkap atau sempurna dan memiliki kekuatan mengikat, serta telah mencukupi

batas minimal alat bukti yang sah tanpa lagi diperlukan alat bukti lain dalam suatu

sengketa hukum perdata,10 namun demikian akta tersebut dapat mengalami penurunan

mutu atau kemunduran atau kemerosotan status, dalam arti posisinya lebih rendah dalam

kekuatan sebagai alat bukti, dari kekuatan bukti lengkap dan sempurna menjadi permulaan

pembuktian seperti akta dibawah tangan dan dapat memiliki cacat hukum yang

menyebabkan kebatalan atau ketidakabsahannya akta tersebut.11

Notaris sebagai pejabat umum tentunya dalam membuat suatu akta, tidak dapat

diberlakukan serta merta terhadap akta yang dibuatnya mengalami turunnya kekuatan

pembuktian dari akta otentik menjadi akta dibawah tangan, seharusnya melalui prosedur

pembuktian di pengadilan dan mendapatkan keputusan pengadilan yang inkrah terlebih

dahulu. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya celah hukum bagi oknum yang tidak

beritikad baik.

9

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi ke empat, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 304.

10

Menurut Pasal 1870 KUHPerdata suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau orang yang mendapatkan haknya dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Akta otentik merupakan suatu bukti yang mengikat dalam arti bahwa apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar, selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Dan akta tersebut memberikan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa akta tersebut sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Akta otentik itu tidak hanya membuktikan bahwa para pihak sudah menerangkan apa yang dituliskan, tetapi juga bahwa apa yang diterangkan tadi adalah benar.

R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2008), hal. 27. 11

(8)

Pelaksanaan turunnya kekuatan pembuktian akta hanya karena kurang paraf (yang

diatur pada Pasal 50 ayat (2)) yang salah satu akibatnya berpengaruh pada perjanjian kredit

apabila debitur wanprestasi, kemudian Notaris harus mengganti kerugian berikut bunga

dan biaya-biaya yang timbul. Apabila ada pihak debitur yang beritikad tidak baik hal-hal

tersebut dapat menjadi celah hukum untuk menjatuhkan Notaris tanpa dibuktikan terlebih

dahulu. Pasal-pasal tersebut sudah serta merta memberikan vonis Notaris bersalah tanpa

melalui pembuktian di pengadilan (mengenyampingkan asas praduga tidak bersalah).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas ,maka perlu kiranya dilakukan penelitian

dengan judul “Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris

Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.”

B. Perumusan Masalah

Ada beberapa pokok permasalahan hukum yang akan dibahas dalam penyusunan

penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan pembuktian akta

Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014?

2. Bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya

kekuatan pembuktian akta Notaris?

3. Bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris terhadap turunnya kekuatan

pembuktian akta Notaris?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan Penelitian ini

(9)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kedudukan hukum atas batasan

turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014.

2. Untuk mengetahui dan mengalisis bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap

Notaris dalam terjadinya turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris.

3. Untuk mengetahui dan mengalisis bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris

terhadap turunnyakekuatan pembuktian akta Notaris.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis, yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum khususnya di

Kenotariatan;

b. Bagi para akademis dan dunia pendidikan hasil penelitian ini juga diharapkan

menambah khasanah keilmuan dan pengembangan ilmu hukum.

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi praktisi yang terlibat langsung mengenai akta

otentik;

b. Sebagai bahan masukan untuk pembuat undang-undang (legislatif) tentang

(10)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan Penelitian dan Penelusuran yang telah dilakukan baik terhadap

hasil-hasil yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan khususnya pada perpustakaan

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, mengenai penelitian dengan judul

“Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut

Undang-Undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris” belum pernah

dilakukan.

Menurut hasil penelusuran di perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara pernah ada penelitian yang juga membahas mengenai pembatalanakta Notaris, nama

penulis Zuliana Maro Batubara, Nomor Induk Mahasiswa 087011134, Magister

Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, dengan Judul “Analisis Yuridis Terhadap

Pembatalan Akta Notaris (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan”. Di dalam hasil

penelitian tersebut membahas mengenai :

1. Bagaimana suatu akta Notaris dapat menjadi batal oleh suatu putusan Pengadilan?

2. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap akta yang menjadi batal demi hukum

oleh suatu putusan Pengadilan ?

3. Bagaimana pandangan badan peradilan khususnya Pengadilan Negeri Medan dalam

pertimbangannya dalam membatalkan akta Notaris ?

Dalam penelitian ini yang berjudul “Analisis Yuridis Turunnya Kekuatan

Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014

(11)

1. Bagaimana kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan pembuktian akta

Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014?

2. Bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya

kekuatan pembuktian akta Notaris?

3. Bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris terhadap turunnya kekuatan

pembuktian akta Notaris?

Dari beberapa permasalahan yang diteliti, maka penelitian yang dilakukan ini

sangatlah berbeda dan penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari segi

permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan

sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih

baik. Hal-hal yang semula tampak dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan

kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori, dengan demikian memberikan penjelasan

dengan cara mengorganisasi dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.12

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

membangun dan memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.13 Kerangka

teori juga dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis

si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang menjadi bahan

12

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2012), hal. 269. 13

(12)

perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,14 yang nantinya

merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai

beberapa kegunaan sebagai berikut :15

a. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang

hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina

struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui

serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada

pengetahuan peneliti.

Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUH Perdata sebagai

konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan dan hukum

perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu

teori hukum positif dari Jhon Austin, yang mengartikan:

Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk

undang-undang atau penguasa), yaitu Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan

keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.16

Penelitian ini berusaha untuk menganalisis kedudukan hukum atas batasan turunnya

kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014, bagaimana

mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya kekuatan

14

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal. 80.

15

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 121. 16

(13)

pembuktian akta Notaris dan bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris atas

turunnyakekuatan pembuktian akta Notaris.

Menurut R. Subekti dan Tjitrosudibio, bahwa kata “acta” merupakan bentuk jamak dari kata “actum” yang merupakan bahasa Latin yang mempunyai arti perbuatan

-perbuatan.17 Kata “akta” dalam pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut

bukanlah berarti surat atau tulisan, melainkan “perbuatan hukum”, yang berasal dari

bahasa Perancis yaitu “acte” yang artinya perbuatan.18 Menurut Soedikno Mertukusumo,

akta adalah surat yang diberi tanda tangan memuat peristiwa-peristiwa, yang menjadi dasar

dari suatu hak atau perikatan-perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk

pembuktian.19

Ketentuan turunnya kekuatan pembuktian dalam UUJN diatur pada Pasal 41, Pasal

44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan yang

diatur dalam Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 akan

mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan

(degradasi).

Pada Pasal 40 menjelaskan tentang saksi dalam akta, yaitu paling sedikit 2 (dua)

orang saksi dengan kriteria paling rendah berumur 18 tahun atau sebelumnya telah

menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam

akta, dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf. Pada Pasal 44 mengenai tanda tangan,

17

R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, ( Penerbit Pradnya, Jakarta, 1980 ), hal. 9. 18

R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, ( PT. Intermasa, Jakarta, 1985 ), hal. 29.

19

(14)

dimana setelah akta dibacakan oleh Notaris, akta tersebut ditandatangani oleh setiap

penghadap, saksi dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat

membubuhkan tanda tangan. Pasal 48 menyebutkan akta dilarang untuk diubah dengan

diganti, ditambah, dicoret, disisipkan, dihapus, ditulis tindih. Perubahan tersebut dapat

dilakukan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh

penghadap, saksi, dan Notaris. Pada Pasal 49 mengatur tentang perubahan atas akta yang

dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dibuat disis kiri akta apabila karena hal suatu perubahan

tidak dapat dibuat disisi kiri, perubahan tersebut dapat dibuat pada akhir akta, sebelum

penutup akta dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar

tambahan. Pada Pasal 50 mengatur tentang pencoretan kata, huruf, atau angka, pencoretan

dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum

semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi kiri akta.

Pencoretan tersebut sah setelah diberi paraf atau tanda pengesahan lain dari para

penghadap, saksi, dan Notaris.

Beberapa ketentuan inilah yang apabila tidak dipenuhi, akta tersebut hanya

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan

bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan

bunga kepada Notaris.

Hal ini sebenarnya memberatkan Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai

pejabat umum pembuat akta otentik. Tidak mengenyampingkan kehati-hatian dalam

membuat akta, namun turunnya akta seharusnya melalui mekanisme pembuktian

(15)

2. Konsepsi

Dalam pemberian suatu konsep atau pengertian merupakan salah satu unsur pokok

yang penting dalam suatu penelitian, pentingnya konsepsional untuk menghindari

perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang digunakan. Maka perlu

diuraikan beberapa konsep yang menjadi pegangan dalam proses penelitian yaitu :

a. Pejabat umum

Pejabat umum adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh kekuasaan

umum ( pemerintah ), dan diberi wewenang serta kewajiban untuk melayani publik

dalam hal-hal tertentu, karena itu ia ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah.20

b. Notaris

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris,

notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Menurut

Sutrisno, Pasal 1 angka 1 UUJN tersebut merupakan pengertian mengenai notaris

secara umum, untuk definisi apa itu notaris, diuraikan lebih lanjut di dalam Pasal 15

ayat (1) UUJN. Jadi, bila digabung Pasal 1 angka 1 dengan Pasal 15 ayat (1),

terciptalah definisi notaris, yaitu :21

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

20

Sutrisno, Diktat Kuliah tentang Komentar atas Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I, Medan, 2007, hal. 119.

21Ibid

(16)

kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

c. Akta

Suatu tulisan yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti tentang sesuatu

peristiwa dan ditandatangani oleh pembuatnya.22

d. Akta Otentik

Akta yang dibuat oleh/dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh

penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan atau

tanpa bantuan yang berkepentingan untuk dicatat didalamnya.23

e. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik

Kekuatan pembuktian akta otentik itu adalah sebagai berikut :

1). Kekuatan pembuktian lahir.

Bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi

syarat –syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat diangap

sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Hal ini berarti bahwa tanda

tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada pembuktian sebaliknya.

2). Kekuatan pembuktian formil.

Dalam arti formil akta otentik membuktikan kebenaran dari pada apa yang

dilihat, didengar dan dilakukan pejabat. Ini adalah pembuktian tentang

kebenaran daripada keterangan pejabat sepanjang mengenai apa yang

22

Rocky Marbun, CS, Kamus HukumLengkap, (Jakarta : Visimedia 2012), hal. 12. 23

(17)

dilakukan dan dilihatnya. Dalam hal ini yang pasti adalah tanggal dan tempat

akta otentik itu dibuat serta keaslian tanda tangannya.

3). Kekuatan pembuktian materiil.

Pada umumnya akta pejabat tidak mempunyai kekuatan materiil, karena akta

pejabat tidak lain hanyalah untuk membuktikan kebenaran apa yang dilihat dan

dilakukan oleh pejabat. Akta pejabat yang mempunyai kekuatan pembuktian

materil adalah akta yang dilakukan atau dikeluarkan kantor pencatatan sipil.

G. Metode Penelitian

Meneliti pada hakekatnya berarti mencari, yang dicari dalam penelitian hukum

adalah kaedah, norma atau das sollen, bukan peristiwa, perilaku dalam arti fakta atau das

sein.24 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data hingga analisis data yang dilakukan dengan memperhatikan

kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan deskriptif analitis, yaitu

memaparkan dan menganalisis data secara sistematis dengan maksud untuk memberikan

data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya. Deskriptif

mengandung arti, bahwa penulis ingin menggambarkan dan memberikan data yang seteliti

mungkin, sistematis dan menyeluruh. Analisis mengandung makna, mengelompokkan,

24

(18)

menghubungkan dan membandingkan aspek yang berkaitan dengan masalah secara teori

dan praktek.

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative

yang merupakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan historis dan

perundang-undangan (statute approach) serta sinkronisasi vertical dan horizontal dalam hukum positif

di Indonesia. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan menurut Soerjono Soekamto

mencakup :25

a. penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. penelitian terhadap sistematik hukum;

c. penelitian terhadap sinkronisasi vertical dan horizontal;

d. perbandingan hukum;

e. sejarah hukum.

2. Sumber Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian

lapangan, sebagai berikut:

a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan

melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.26

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

25

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 7.

26

(19)

b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN).

c) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari

kalangan hukum yang berkaitan dengan Akta Notaris.

3) Bahan Hukum tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti

kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Akta Notaris.

b. Penelitian Lapangan (field research) untuk mendapatkan data yang terkait dengan

penelitian ini, yaitu melakukan wawancara kepada 2 (dua) orang dari praktisi Pejabat

Notaris, dan 1 (satu) orang dari Ikatan Notaris Indonesia Wilayah Sumatera Utara.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan

pengumpulan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan hukum tertier.

Bahan Hukum primer berupa dokumen-dokumen maupun peraturan-peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan akta otentik yang mengandung

konflik yang dapat menyebabkan notaris menjadi tersangka. Bahan hukum sekunder

adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu

pandangan para ahli hukum. Selanjutnya bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan dokumen yang terkait selanjutnya

(20)

Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan dua metode pengumpulan data,

yaitu studi pustaka/studi dokumen (documentary study) dan penelitian lapangan (Field

Research).

Studi kepustakaan/studi dokumen (documentary study) ini dimaksudkan untuk

memperoleh data, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan

hukum tertier, dengan memperhatikan beberapa karakteristik, yaitu mempunyai relevansi

dengan penelitian yang akan dilakukan, akurasi datanya serta aktualitas.

Untuk melengkapi data sekunder, maka penelitian ini juga didukung oleh data primer

yang diperoleh melalui Penelitian lapangan (Field Research). Penelitian ini dilakukan

dengan wawancara mendalam yang menggunakan pedoman interview kepada 2 (dua)

orang dari praktisi Pejabat Notaris Kota Medan, dan 1 (satu) orang dari Majelis

Kehormatan Wilayah.

4. Alat Pengumpul Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu:

a. Studi Dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan

permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian

dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan

untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

b. Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur

(21)

5. Analisis Data

Dalam suatu penelitian diperlukan adanya analisis terhadap data yang ditemukan

yang gunanya akan memberikan jawaban terhadap permasalahan dari penelitian yang

dilakukan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data

kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan

atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat

menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh kemudian dikelompokkan atas data yang sejenis untuk

kepentingan analisis, dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik

kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah

merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman komposisi dan struktur secara ekologi berbeda yang ditunjukkan dengan nilai indeks kesamaan jenis yang

Hasil pengukuran harus sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berlainan, dan tempat yang

Lem ikan dengan bahan baku sisik ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer ), ikan Bandeng ( Chanos chanos Forks), dan ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) berpengaruh

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan pengaruh penggunaan media internal berbasis aplikasi PJB mOffice terhadap kinerja karyawan PT PJB kantor

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah kekuatan yang mengikat karyawan pada organisasi, meliputi keinginan karyawan untuk terlibat

Dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dilaksanakan

Tesis Pengaturan wilayah provinsi kepulauan .... Jemmy

Iringan Playon slendro pathet manyura Dasamuka Tampil dari gawang kiri lalu entas ke gawang kanan. Peperangan antara Rama dan Dasamuka iringan Ganjur