• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Gambaran Dermatofita dan Nondermatofita pada Kuku Jari Tangan Penjual Minuman dan Buah-Buahan yang Berjualan di Lingkungan Kampus Universitas Sumatra Utara, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Gambaran Dermatofita dan Nondermatofita pada Kuku Jari Tangan Penjual Minuman dan Buah-Buahan yang Berjualan di Lingkungan Kampus Universitas Sumatra Utara, Medan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatofita

2.1.1. Definisi Dermatofita

Dermatofita adalah kelompok jamur yang menginfeksi hanya jaringan keratin superfisial seperti kulit, rambut dan kuku. Oleh karena itu dermatofita disebut sebagai jamur keratinofilik. Jamur dermatofita mempunyai kemampuan unik untuk memanfaatkan dan mencerna keratinin yang berukuran besar dengan kapasitasnya. Dermatofita menghasilkan enzim keratinase. Kebanyakan jamur dermatofita sangat mirip satu sama lain dalam banyak hal, termasuk antigen permukaan. Saat identifikasi terletak terutama pada morfologi konidia, pengaturan dan properti kolonialnya. Jamur dermatofita yang menyebabkan infeksi pada manusia terdiri dari 41 spesies yang termasuk 3 genus jamur yaitu Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum (Kurniati, 2008). Penamaan kelainan akibat jamur memiliki aturan tertentu. Kata pertama biasanya diawali ‘tinea’ dan diikuti oleh kata kedua yang menyatakan lokasi tubuh yang terinfeksi (Kurniati, 2008).

Golongan kelompok jamur dermatofita adalah (Premlatha, 2013):

a)

Trichophyton :

T. ajelloi, T. concentricum, T. equinum, T. fiavescens, T. georgiae, T.

gloriae, T. gourvilii, T. longifusus, T. phaseoliforme, T. rubrum, T.

schoenleinii, T. simii, T.soudanense, T. terrestre, T.tonsurans, T.

verrucosum, T. violaceum, T. yaoundei.

(2)

M. amazonicum, M. audouinii, M. boullardii, M. canis, M. cookie, M.

distortum, M. equinum, M. ferrugineum, M. fulvum, M. gallinae, M.

gypseum, M. nanum, M. persicolor, M. praecox, M. racemosum.

c)

Epidermophyton :

E. floccosum, E. stockdaleae.

2.1.1.1 Trichophyton a. Trichophyton rubrum

Trichophyton rubrum merupakan

Gambar 2.1: A. Gambaran Kultur trichophyton rubrum dan

yang paling umum menyebabkan infeksi jamur kronis pada kulit dan kuku manusia. Pertumbuhan koloninya dari lambat hingga bisa menjadi cepat. Teksturnya yang lunak, dari depan warnanya putih kekuning-kuningan (agak terang) atau bisa juga merah violet. Koloni yang putih bertumpuk di tengah dan maroon pada tepinya berwarna merah cheri pada PDA (potato dextrose agar). Gambaran mikroskopis dengan beberapa mikrokonida berbentuk air mata dan sedikit makrokonida berbentuk pensil (Rebell, 1970).

B. Gambaran Mikroskopis KOH trichophyton rubrum. A. Kultur

(3)

b. Trichophyton Mentagrophytes

Trichophyton mentagrophytes adalah merupakan tenunan lilin, berwarna putih sampai putih kekuningan yang agak terang atau berwarna violet merah. Kadang bahkan berwarna pucat kekuningan dan coklat. Koloninya seperti putih hingga krem dengan permukaan seperti tumpukan kapas pada PDA (tidak berpigmen). Gambaran mikroskopis yaitu mikrokonidia yang bergerombolan, bentuk cerutu yang jarang, terkadang hifa berbentuk spiral. Karakter dari jamur merupakan jamur filamentous yang menyerang kulit yang menggunakan keratin sebagai nutrisinya. Keratin merupakan protein utama dalam kulit, rambut dan kuku (Anonim, 2007).

A . Kultur

B . Mikroskopis kOH

Gambar 2.2: A. Gambaran Kultur Trichophyton Mentagrophytes dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton Mentagrophytes.

c. Trichophyton ajelloi

(4)

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.3: A. Gambaran Kultur

Trichophyton ajelloi

dan

B. Gambaran Mikroskopis KOH

Trichophyton ajelloi.

d

. Trichophyton verrucosum

Pada Sabouraud Dextrose Agar, koloni akan tumbuh lambat, kecil, berbentuk tombol, putih krem, dan pinggiran datar yang pertumbuhan menjorok ke dalam. Hifa yang luas dan tidak teratur mengandung terlalu banyak chlamydospores terminal. Chlamydospores sering dalam rantai. Ujung hifa yang luas dan kadang-kadang dibagi, yang disebut "tanduk", ketika ditanam pada thiamine-enriched media, strain menghasilkan clavate untuk pyriform mikrokonidia sepanjang hifa. Makrokonidia hanya jarang diproduksi, tetapi jika hadir akan memiliki ekor khas atau berbentuk kacang.

A. Kultur

B. Clavate untuk pyriform mikrokonidia

C. Mikroskopis KOH

(5)

e. Trichophyton gourvili

Koloni pada Sabouraud Dextrose Agar menyebar perlahan-lahan, mencapai 20mm diameter. Dalam 14 hari pada 27o C, tidak bergranular sampai bergranular, membrane terlipat. Mikrokonidia dan makrokonidia sangat jarang (Al-Saadon, 2012).

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.5: A. Gambaran Kultur Trichophyton gourvili dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton gourvili.

f. Trichophyton soudanense

(6)

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.6: A. Gambaran Kultur Trichophyton soudanense dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton soudanense.

g. Trichophyton schoenleinii

Koloni pada Sabouraud Dextrose Agar tumbuh lambat. Kultur sulit dipertahankan karena koloninya berbentuk berbelit-belit, dan dengan cepat menjadi datar dan berbulu halus. Tidak ada pigmentasi pada daerah belakangnya. Tidak ada makrokonidia dan mikrokonidia terlihat dalam kultur rutin, namun banyak chlamydoconidia mungkin dapat terlihat pada kultur yang lebih lama (Rippon, 1988).

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

(7)

h. Trichophyton terrestre

Koloni biasanya datar dan berbulu dengan warna permukaan berkisar dari putih menjadi krem. Reaksi pigmentasi biasanya coklat kekuningan. Mikrokonidia besar, clavate biasanya menunjukkan bentuk transisi, biasa lebih kecil atau lebih besar dari makrokonidia. Makrokonidia yang clavate untuk silinder dengan ujung bulat, halus dan berdinding tipis, dan mempunyai sel 2 hingga 6 (Rippon, 1988).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.8: A. Gambaran Kultur Trichophyton terrestre dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Trichophyton terrestre.

2.1.1.2. Microsporum

a. Microsporum canis

(8)

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.9: A. Gambar Kultur Microsporum canis dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Microsporum canis.

b. Microsporum gypseum

Koloni dari M. gypseum tumbuh dengan cepat, menyebar dengan permukaan yang mendatar dan sedikit berserbuk merah coklat hingga kehitam-hitaman (Brooks et al, 2005) terkadang dengan warna ungu. Serbuk yang berada di permukaan koloni mengandung makrokonidia (Rippon, 1974). Makrokonidia dihasilkan dalam jumlah yang besar. Dindingnya tipis dengan ketebalan 8-16 x 20 µm, kasar dan memiliki 4-6 septa, dan berbentuk oval. Makrokonidia terdiri dari 4-6 sel. Mikrokonidia juga dapat nampak, meskipun jarang dihasilkan, terkadang pula mudah tumbuh pada subkultur setelah bebrapa kali berganti media pada laboratorium (Rippon, 1988).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

(9)

c. Microsporum audouinii

Koloni ini tumbuh lambat menyebar dengan permukaan yang mendatar, padat. Warna koloni berubah dari putih keabu-abuan menjadi putih. Microsporum audouinii menghasilkan hifa dan mikrokonidia. Terminal Chlamydoconidia membentuk secara pendek seperti, memberikan penampilan runcing di ujungnya. Makrokonidia yang halus, kurang berkembang, tebal berdinding dan berbentuk tidak teratur spindle jarang dijumpai. Mikrokonidia juga jarang dijumpai dan jika dijumpai, bentuknya adalah bulat telur dan uniselluler (Rippon, 1988).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.11: A. Gambaran Kultur Microsporum audouinii dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Microsporum audouinii.

d Microsporum gallinae

(10)

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.12: A. Gambaran Kultur Microsporum gallinae dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Microsporum gallinae.

2.1.1.3. Epidermatophyton a.Epidermatophyton floccusom

Epidermatophyton floccusom merupakan satu-satunya pathogen pada genus ini yang menghasilkan makrokonidia, berdinding halus, berbentuk gada, bersel dua hingga empat dan tersusun dalam 3 kelompok. Koloni ini biasanya rata dan seperti beludru dengan warna coklat sampai kuning kehijauan. Jamur ini tidak menginfeksi rambut (Rebell, 1970).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

(11)

2.2. Nondermatofita

2.2.1. Definisi Nondermatofita

Nondermatofita hanya bisa menginfeksi sampai lapisan paling luar dari stratum korneum. Karakteristik jenis jamur ini adalah tidak dapat mencerna keratin kuku dan hanya menyerang lapisan yang paling luar (Diagns, 2013). Nondermatofita dibagi lagi menjadi 2 kelompok utama jamur yaitu yeast dan mould (Premlatha, 2013):

a.

YEAST (candida spp)

Candida albicans, Candida Parapsilosis, Candida Tropicalis

b.

Moulds

Aspergillus flavus, Fusarium spp, Hendersonu Latoruloide, Scytalidium

hyalinum, Geotrichum candidum, Scopulariopsis brevicaulis.

2.2.1.1. Candida albicans

Ini adalah ragi oval 2-6 x 3-9 pm di ukuran, yang membagi dengan tunas dan tidak biasanya ditemukan di habitat tidak hidup. Selain dari ragi yang seperti itu adalah bentuknya yang mampu menghasilkan rantai panjang sel memanjang (pseudohyphae) dan kesempatan itu dapat menghasilkan hifa terus menerus dengan dinding silang yaitu, septate benar miselium. Properti ini dikenal sebagai dimorfisme. Isolasi dan identifikasi C. albicans biasanya sederhana. Koloni ini muncul dalam waktu 1-3 hari pada kebanyakan media laboratorium pada suhu 25 sampai 37°C (Premlatha, 2013).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

(12)

2.2.1.2. Aspergillus flavus

Vesikel yang bulat dan phialide diproduksi langsung dari permukaan vesikel atau dari baris utama cabang. Konidia berwarna jingga kekuningan, koloni elips atau spherical, tumbuh cepat iaitu dalam 1 sampai 5 hari, berwarna hijau

kekuningan (Premlatha, 2013).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.15: A. Gambaran Kultur Aspergillus flavus dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Aspergillus flavus.

2.2.1.3. Fusarium spp

(13)

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.16: A. Gambaran Kultur Fusarium spp dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Fusarium spp.

2.2.1.4. Hendersonula toruloidea

Jamur ini sepenuhnya terbatas pada penduduk asli tropis dan subtropis negara. Jamur ini adalah kapang yang berserabut hitam abu-abu dan diakui sebagai penyebab infeksi dari tangan, kaki dan kuku. H. Toruloideasis mampu menyerang kuku jaringan dan kuku diserang oleh jamur ini memiliki perubahan warna kecoklatan dan berbagai tingkat dan distrofi kuku. Hifa tidak dapat dibedakan dari orang-orang dari dermatofit, meskipun mereka mungkin berbeda dalam bentuk dan lebih tidak teratur. Spora berpigmen gelap berwarna coklat gelap dalam pycnidia hitam (Premlatha, 2013).

2.2.1.5. Scytalidium hyalinum

(14)

2.2.1.6. Geotrichum candidum

Jamur ini dapat menyebabkan gangguan pada kondisi kuku seperti infeksi bersama dengan infeksi mulut, paru-paru dan bronkus. Pada kuku itu adalah penyerbu sekunder. Ini adalah jamur oportunistik dan dapat pulih dari kultur saprophytes. Hifa yang benar memecah menjadi arthropores persegi panjang dan bulat telur. tidak ada blastospora yang terhasil. Permukaan koloni yang berwarna krem dan sedikit terangkat dan tumbuh sangat cepat pada agar (Domsch, 1980).

A. Kultur B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.17: A. Gambaran Kultur Geotrichum candidum dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Geotrichum candidum. 2.2.1.7. Scopulariopsis brevicaulis

(15)

A. Kultur

B. Mikroskopis KOH

Gambar 2.18: A. Gambaran Kultur Scopulariopsis brevicaulis dan B. Gambaran Mikroskopis KOH Scopulariopsis brevicaulis.

2.3. Penyakit kuku disebabkan oleh jenis pekerjaan.

Penyakit kuku yang disebabkan jenis pekerjaan adalah abnormalitas satu atau lebih struktur komponen kuku, disebabkan atau diperburuk oleh lingkungan kerja (Baran, 2000). Contohnya:

1.

Luka bakar

2.

Kelembaban

3.

Benda asing

4.

Radiasi yang melibatkan ion

5.

Trauma

6.

Pencuci yang menggunakan sarung tangan karet

7.

Vibrating power tools

(16)

1.

Hairdressing

terapi / kecantikan

2.

Industri makanan

3.

Pelayanan kesehatan termasuk pekerja gigi dan kedokteran hewan

4.

Pertanian termasuk tukang kebun dan toko bunga

5.

Lukisan dan dekorasi

6.

Pekerja pembersihan

7.

Perbaikan kendaraan bermotor

8.

Konstruksi

9.

Pencetakan

2.4. Onikomikosis

2.4.1 Definisi Onikomikosis

Menurut Roberts et al (2003) onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh dermatofita. Smith et al (1986) juga berpendapat onikomikosis adalah penyakit dermatofitosis pada kuku atau dikenali sebagai tinea unguium, ditandai dengan perubahan warna putih kekuningan pada kuku, penebalan lempeng kuku dan akumulasi kotoran subungual. Saat ini, onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur seperti dermatofita, nondermatofita dan ragi (terutama Candida spesies) (Roberts, 2003, Zaias, 2008, Barankin, 2006, Shirwaikar, 2008).

2.4.2. Etiologi

Dermatofita telah dilaporkan sebagai penyebab onikomikosis oleh Universiti Kebangsaan Malaysia Medical Center (UKMMC), (Leelavathi et al, 2012).

1.

Genera Trychophyton

a.

Trichophyton rubrum

b.

Trichophyton mentagrophytes

(17)

d.

Trichophyton schoenieinii

2.

Genera microsporum

a.

Microsporum gypseum

b.

Microsporum audouini

c.

Microsporum canis

3.

Genera epidermophyton

a.

Epidermophyton fluccosum

Nondermatofita yang dianggap agen penyebab adalah :

a.

Candidida albicans

b.

Candidida parapsilosis

Selanjutnya banyak peneliti dapat mengisolasi berbagai spesies dari moulds pada kuku yang menderita kelainan (Baran et al, 1999, Putra, 2008, Ahmadi et al, 2012) :

(18)

2.4.3. Faktor-faktor predisposisi

Faktor-faktor predisposisi untuk pengembangan onikomikosis adalah (Premlatha, 2013)

1.Karakteristik

a) Usia dan jenis kelamin

Onikomikosis dilaporkan lebih umum pada orang yang berusia tua dan tampaknya lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki. Sekitar 20% dari penduduk usia melebihi 60 tahun dan sampai 50% dari subyek berusia melebihi 70 tahun dilaporkan memiliki onikomikosis. Studi Robert (1999) tidak menemukan perbedaan jenis kelamin dalam onychomycosis prevalensi, meskipun data laboratorium menunjukkan bahwa kandida dapat diisolasi dari kuku tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria.

b) Faktor genetik

Beberapa studi terbaru menunjukkan dasar genetik untuk kerentanan terhadap onikomikosis. Karena kebanyakan pasien yang berusia tua mempunyai resiko tinggi untuk menderita penyakit onikomikosis, Zaias (2008) percaya bahwa kecenderungan untuk pelabuhan dermatofit dan mengembangkan onikomikosis mungkin diwariskan sebagai sifat dominan autosomal. Studi di Amerika, Zaias dan rekan melaporkan tanggungjawab kekeluargaan pola batang distal lateral onikomikosisdisebabkan oleh T. rubrum yang infeksinya yang kelihatan tidak berkaitan dengan interfamilial transmision. 2.Faktor sistemik

a) Immune deficiency

(19)

individu dengan kemotaksis polimorfonuklear cacat mungkin menunjukkan sejenis infeksi. Trichophyton rubrum adalah jamur penyebab dalam banyak kasus, kecuali untuk kasus-kasus onikomikosis dangkal putih, biasanya disebabkan oleh T. Mentagrophytes.

b) Penyakit pembuluh darah perifer

Prevalensi onikomikosis dengan penyakit pembuluh darah perifer diperkirakan 36%, dengan T. rubrum sebagai patogen yang paling umum. Peningkatan kecenderungan untuk mengembangkan onikomikosis pada pasien usia lanjut dan diabetes sebagian disebabkan oleh peningkatan prevalensi penyakit pembuluh darah perifer. Gangguan perfusi yang lebih rendah hasil ekstremitas oksigenasi optimal dan mengurangi pertukaran metabolisme nutrisi dan zat lain di kaki. Hal ini dapat mengakibatkan dorongan dan perkembangan onikomikosis, juga menghambat pertumbuhan kuku, menunda / mencegah pemberantasan infeksi dan mengekspos terhadap infeksi ulang, c) Faktor-faktor lingkungan

Masyarakat yang tinggal di perkotaan tampaknya terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dalam gejala onikomikosis. Alasan untuk pengamatan ini cenderung kompleks, sebagai ‘urbanisasi’ mungkin berhubungan dengan begitu banyak faktor predisposisi potensial untuk penyakit jamur, seperti kepadatan penduduk, tempat mandi komunal, dan kebiasaan pakaian, selain itu, etnis, perbedaan geografis dan iklim antara masyarakat di dunia turut menjadi faktor predisposisi. Sering kontak dengan sumber infeksi juga dapat memicu timbulnya penyakit. Sebagai contoh, kasus kuku jari tangan (onikomikosis) dilaporkan pada pemetik daun teh karena geografis dematiaceous non-dermatophytic mould, Scytalidium dimidiatum. Insiden onikomikosis telah terbukti menjadi tiga kali lebih umum pada perenang dibandingkan dengan bukan perenang. d) Aktivitas olahraga

(20)

mempertahankan keringat, olahraga air dan mandi berkelompok merupakan faktor predisposisi.

e) Keseringan trauma kuku

Integritas lapisan kornea kuku merupakan hal mendasar dalam mencegah invasi jamur. Setiap proses yang menyebabkan kerusakan penghalang ini memfasilitasi penetrasi jamur patogen. Faktor fisik pada wanita seperti manicure berlebihan kuku mengakibatkan hilangnya kutikula pelindung, dan eksposur terus air dan deterjen menyebabkan trauma mikro pada lempeng kuku tampak menjadi faktor predisposisi pada perempuan untuk mendapat onikomikosis.

2.4.4. Gejala Klinis Onikomikosis

Gambaran klinis onikomikosis adalah: 1. Onikomikosis Subungual Distal Lateral (OSDL)

(21)

Gambar 2.19 OSDL

dikutip dari (eMedicine Journal :Update on the Management of Onychomycosis)

2. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)

(22)

Gambar 2.20 OSPT

dikutip dari (eMedicine Journal :Update on the Management of Onychomycosis)

3. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)

(23)

Gambar 2.21 OSP

ini dikutip dari (eMedicine Journal :Update on the Management of Onychomycosis)

4. Onikomikosis Kandida (OK)

(24)

Gambar 2.22 OK

dikutip dari (eMedicine Journal : Onikomikosis) 5. Onikomikosis Distrofik Total (ODT)

Jamur menginfeksi lempeng kuku sehingga mengalami kerusakan berat. Infeksi dimulai dengan lateral atau distal onikomikosis dan kemudian menginvasi seluruh kuku secara progresif. Kuku tampak berkerut dan hancur. Fragmen-fragmen lempeng kuku masih tinggal akan merusak dan terlihat sebagai tungkul kayu pada lipatan kuku bagian proksimal. Keluhan dapat dirasakan sebagai nyeri ringan dan yang lebih berat dapat terjadi infeksi sekunder.

Gambaran 2.23 ODT

dikutip dari

(25)

2.4.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anemnese pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium penunjang. Keluhan berupa gejala pada onikomikosis selalu hampir tidak ada atau tidak dirasakan pasien kecuali kalau semua kukunya sudah terkena. Secara umum penderita onikomikosis terutama yang disebabkan jamur dermatofita mengeluh adanya perubahan kuku permukaan kuku yang warnanya sudah menjadi suram tidak berkilat lagi, rapuh disertai hiperkeratosis subungual tanpa adanya keluhan gatal ataupun sakit.

2.4.5.1 Anamnese

Dalam anamnese yang harus ditanyakan:

1.

Keluhan utama

2.

Keluhan tambahan

3.

Riwayat penyakit sekarang

4.

Riwayat penyakit dahulu

5.

Riwayat penyakit keluarga

6.

Riwayat pemakaian obat

2.4.5.2. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis onikomikosis, diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan mikroskopi langsung, kultur jamur dan histopatologi. Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan pemeriksaan. Sebelum bahan diambil, kuku terlebih dahulu dipotong menjadi fragmen-fragmen kecil dan dibagi untuk pemeriksaan mikroskopis langsung, kultur dan histopatologi (Siregar, 2013, Elewski and Hay, 1996).

1.

Mikroskopi langsung

(26)

berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi pada spesimen yang digunakan, tetapi tidak dapat menentukan spesies penyebabnya.

Sebelum diperiksa di bawah mikroskop, spesimen dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30% . Dimetil sulfoksida (DMSO) 40 % juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku. Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan diatasnya. Setelah ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan diatas api Bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati di bawah mikroskop dimulai dengan pembesaran 10 kali dan maka akan terlihat elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora. Gambaran jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru, Chlorazol black E. Tinta parker paling sering digunakan karena mudah didapatkan. Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur, yakni hifa atau arthospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen dalam lempeng kuku, terutama bila berupa arthospora memiliki arti diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai ragi di dalam dasar kuku memberi petunjuk onikomikosis disebabkan oleh Candida sp. Terdapatnya filamen-filamen tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran, bentuk dan arah di dalam dasar kuku yang sama memberi kesan infeksi campuran beberapa jamur patogen.

2.

Kultur

(27)

24°- 28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan non dermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu.

3.

Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopi langsung dan kultur meragukan. Bila ditemukan hifa diagnosis banding dapat disingkirkan. Dengan pemeriksaan histopatologi dapat ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau daerah subungual disamping itu

kedalaman penetrasi jamur dapat dilihat.

Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku yang banyak mengandung debris dan potongan kuku. Bahan pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam parafin, atau terlebih dahulu dalam larutan formalin 10 % semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik. Kemudian blok parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4-10μ dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS), dan dapat dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan mikroskop.

4.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

(28)

Jumlah kopi fragmen DNA target (amplicon) yang dihasilkan pada akhir siklus PCR dapat dihitung secara teoritis menurut rumus:

Y = (2n– 2n)X

Y : jumlah amplicon

n : jumlah siklus

X : jumlah molekul DNA templat semula

Jika X = 1 dan jumlah siklus yang digunakan adalah 30, maka jumlah amplicon yang diperoleh pada akhir proses PCR adalah 1.074 x 109. Dari fenomena ini dapat terlihat bahwa dengan menggunakan teknik PCR dimungkinkan untuk mendapatkan fragmen DNA yang diinginkan (amplicon) secara eksponensial dalam waktu relatif singkat (Handoyo dan Rudiretna, 2000).

Umumnya jumlah siklus yang digunakan pada proses PCR adalah 30 siklus. Penggunaan jumlah siklus lebih dari 30 siklus tidak akan meningkatkan jumlah amplicon secara bermakna dan memungkinkan peningkatan jumlah produk yang non-target. Perlu diingat bahwa di dalam proses PCR effisiensi amplifikasi tidakterjadi 100 %, hal ini disebabkan oleh target templat terlampau banyak, jumlah polimerase DNA terbatas dan kemungkinan terjadinya reannealing untai target (Handoyo dan Rudiretna, 2000).

2.4.6. Penatalaksanaan

(29)

2.4.6.1. Obat Topikal

Obat topikal formulasi khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kuku, yakni (Tosti, 2014) :

1.

Bifonazol-urea : Kombinasi derivate azol, yakni bifonazol 1% dengan urea

40% dalam bentuk salap. Urea bersifat melisiskan kuku yang rusak

sehingga penetrasi obat antijamur meningkat. Kesulitan yang ditimbulkan

adalah dapat terjadi iritasi kulit sekitar kuku oleh urea.

2.

Akamorolfin : Merupakan derivate morfolin yang bersifat tunggal

fungsidal. Digunakan dalam bentuk pewarna kuku konsentrasi 5%.

3.

Siklopiroksolamin : suatu derivate piridon dengan spektrum antijamur

luas, juga digunakan dalam bentuk pewarna kuku.

2.4.6.2. Obat Sistemik

Obat sistemik generasi baru yang dapat digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah flukanazol, itrakonazol, dan terbinafin. Derivat azol bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum antijamur luas, sedangkan terbinafin bersifat fungisidal tetapi efektivitasnya terutama terhadap dermatofita (Elewski dan Hay, 1996, Bramono dan Budimulja, 2005) :

1.

Flukonazol

Penelitian tentang penggunaan pada onikomikosis masih jarang, baik

penggunaan dosis kontinu 100mg perhari atau dosis mingguan 150mg,

dengan hasil bervariasi. Dosis mingguan tampaknya mengharuskan

penggunaan berkesinambungan sampai resolusi lengkap (6-12bulan).

Penggunaan jangka panjang untuk infeksi

Candida

pada penderita AIDS

dikhawatirkan menyebabkan peningkatan resistensi pada

Candida.

2.

Itrakonazol

Berbagai laporan telah menunjukkan bahwa obat ini memberi hasil baik

untuk onikomikosis dengan dosis kontinyu 200mg/hari selama 3 bulan

(30)

dalam 2-3 bulan, baik untuk penyebab dermotifita maupun

kandida.

3.

Terbinafin

Obat ini sangat efektif terhadap dermatofit, tetapi kurang efektif terhadap

kandida, kecuali

C.parapsilosis

. Dosis 250mg/hari secara kontinyu 3 bulan

pada tinea unguium memberi hasil baik.

2.4.7. Prognosis

Gambar

Gambar 2.1: A. Gambaran Kultur trichophyton rubrum dan
Gambar 2.2: A. Gambaran Kultur Trichophyton Mentagrophytes dan
Gambar 2.3: A. Gambaran Kultur Trichophyton ajelloi dan
Gambar 2.5: A. Gambaran Kultur Trichophyton gourvili dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pendidikan tersebut Responden kurang pengetahuan tentang perawatan kaki, jika perawatan kaki tidak dilakukan dengan rutin bisa menyebabkan masalah sensitivitas

Papua adalah salah satu kawasan yang memiliki hutan hujan tropis yang luas di.. Negara Indonesia, secara astronomis papua terletak 4 0 46’LU -137

Berdasarkan dari hasil data berupa dokumentasi perusahaan yang diserahkan ke Bursa Efek Indonesia penelitian yang telah didapatkan bahwa : (1) Tingkat profitabilitas memiliki

(2) Untuk mengatasi sikap pesimis dalam mencapai prestasi belajar melalui layanan konseling kelompok dengan teknik reinforcement pada siswa kelas VIII D SMP N 4 Demak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi (fast food) makanan cepat saji, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di SMA Negeri

Gambar 6 Flow Chart Orangtua serta siswa dalam meminta informasi catatan serta pelanggaran- pelanggaran

NO INDIKATOR TAR(ET SASARAN ANA&ISIS MASA&AH RT& TINDAK

Tampilan menu Alphabet dapat dilihat pada gambar 5 yang didalamnya terdiri dari 6 tombol alphabet yang jika ditekan akan berbunyi sesuai ejaan Bahasa Inggris... Tekan