BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan perwujudan demokrasi dalam
upaya melaksanakan kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi pihak yang menentukan
dalam proses politik dengan memberikan suara mereka secara langsung. Di
negara-negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai tolok ukur dari demokrasi
negara tersebut. Dengan adanya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil, secara tidak langsung rakyat memiliki otoritas dan posisi yang
sangat diutamakan untuk dapat melakukan pertukaran pemerintahan dengan jalan
damai berdasarkan peraturan yang telah disepakati.1
Oleh karena itu rakyat memegang peranan penting dalam pemilihan
umum, maka perlu ada mekanisme yang jelas dalam mengatur kekuasaan
rakyat.Di era reformasi ini, sistem pemilu yang menjadi pilihan adalah sistem
proporsional.Sistem ini telah mengalami pergolakan dan perubahan dari sistem
distrik yang berlaku sebelumnya.
Pemilihan Umum (general election) tidak selalu mampu menghasilkan
perubahan sosial politik yang berartiataupun menghasilkan suatu transisi ke arah
demokrasi. Tetapi lebih merupakan suatu usaha mencari legitimasi baru dan
1
mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan “statusquo”.2 Pemilihan
umum sebagai wadah untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk
menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa
yang akan memimpin mereka dalam lembaga eksekutif dan juga untuk menjaring
orang-orang yang benar-benar mampu untuk masuk ke dalam lingkaran elit
politik, baik di tingkat daerah maupun nasional.Dalam sistem demokrasi, partai
politik merupakan instrumen penting sebagai indikator dari pelaksanaan
pemilihan umum.
Sejarah perkembangan partai politik di Indonesia sangat mewarnai
perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal ini sangat mudah dipahami, karena
partai politik merupakan gambaran wajah peran rakyat dalam percaturan politik
nasional atau dengan kata lain merupakan cerminan tingkat partisipasi politik
masyarakat. Reformasi pasca otoritarianisme Orde Baru, telah menghidupkan
kembali demokrasi. Pertumbuhan partai politik pada masa ini tidak terhindarkan
lagi sebab partai politik merupakan pilar dari demokrasi yang harus ada didalam
suatu negara modern. Kehidupan partai politik sejak kemerdekaan, ditandai
dengan bermunculannya banyak partai (multi partai).Semakin banyak partai
politik maka semakin memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi rakyat
untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan
hak-haknya serta menyumbangkan kewajibannya sebagai warga negara.
2
Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor
perubahan-perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang
melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru
memungkinkan sistem multi partai kembali bermunculan. Sistem multi partai
disamping mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di dunia politik
Indonesia, juga memicu terjadinya konflik antar partai pada saat itu. Pengaruh
partai politik pada saat itu sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu kabinet
pemerintahan. Konflik-konflik tersebut terjadi karena di dalam menjalankan peran
dan fungsi dari masing-masing partai terjadi benturan-benturan baik dari segi
ideologi maupun pemanfaatan isu nasional.
Setiap partai mempunyai kelompok-kelompok sosial tertentu yang
dijadikan wahana untuk mencari pengaruh dan memperjuangkan ideologi
masing-masing. Selain itu tingkat kompetisi antar partai politik peserta pemilu untuk
mempengaruhi konstituen dan merebut kekuasaan sangat terbuka. Tidak jarang
praktik-praktik politik, penggiringan massa, dan upaya mempengaruhi massa
dilakukan dengan cara-cara yang kurang mengindahkan etika dan sopan satun
politik sehingga menimbulkan konflik antar partai politik.
Konflik antar partai yang didasari oleh perbedaan ideologi, kemungkinan
besar dipengaruhi oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai
dari partai politik masing-masing. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
bertanggung jawab untuk semaksimal mungkin memberikan pemahaman
sikap dan orientasi politik yang didasari oleh ideologi tersebut. Setiap partai
politik berusaha untuk mempengaruhi setiap individu agar mau bersikap dan
mempunyai orientasi pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut.
Dalam perjalannya berbagai kajian politik dilaksanakan untuk mencapai
kesempurnaan konseptual dari sistem pemilu agar mencapai sistem demokrasi
yang sesuai. Namun dalam pelaksanaannya, pemilihan umum belum dilaksanakan
secara efektif dan efisien. Sistem Pemilu (electoral system) merupakan salah satu
instrumen kelembagaan penting dalam suatu negara demokrasi dalam
menginterpretasikan jumlah perolehan suara dalam Pemilu ke dalam kursi-kursi
pemerintahan yang telah dimenangkan oleh partai atau calon tertentu. Dari sini
dapat dilihat bahwa melalui sistem seperti ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan
hak-hak politik dalam suatu negara bisa dilihat.
Sistem Pemilu sendiri juga merupakan sebuah metode yang mengatur dan
memungkinkan rakyat dari suatu negara tersebut untuk memilih masing-masing
wakil rakyat mereka. Metode ini berhubungan dengan prosedur dan aturan
merubah (mentransformasi) suara ke kursi di lembaga perwakilan dan suara
rakyat dalam memilih pemimpin dari suatu negara tersebut. Sistem pemilu ini
bertujuan agarpemilu tersebut dapat memberikan hak kepada rakyat dalam
mengeluarkan hak suaranya untuk memilih tiap calon wakil rakyatnya
masing-masing.
Pada Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari
dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem
daftar calon terbuka sesuai dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Partai politik akan
mendapatkan kursi dari sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini
akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila
tidak ada calon yang memenuhi, maka kursi akan diberikan kepada calon
berdasarkan nomor urut.3 Hal ini secara nyata telah mengalami distorsi sistemis
yang dapat berimplikasi secara serius terhadap proses rekrutmen politik dan
kualitas wakil rakyat yang dihasilkannya.
Pada pemilu 2009, ada beberapa hal yang berbeda dari pemilu yang
sebelumnya yaitu terkait dengan penentuan calon di sebuah partai politik yang
memperoleh kursi parlemen adalah didasarkan pada sistem suara terbanyak.
Penempatan wakil rakyat di parlemen tidak lagi menggunakan sistem nomor urut,
sehingga dapat dipastikan nomor urut bukanlah jaminan lolos atau tidaknya caleg
dari sebuah partai. Penggunaan sistem suara terbanyak berdasarkan putusan MK
No. 22-24/PUU-VI/2008 menganulir pasal 214 UU No. 10/2008 tentang Pemilu
Anggota Legislatif yaitu Penentuan calon terpilih tidak lagi didasarkan pada
sistem nomor urut melainkan dengan sistem suara terbanyak.4 Artinya rakyat
diberikan kebebasan dalam memilih calon wakil rakyatnya. Ini dimaksudkan agar
3
Pasal 107 ayat (2) UU No 12/2003 tentang Pemilu Legislatif
4Junaidi.
wakil rakyat yang terpilih adalah benar-benar representasi rakyat, yang pada
akhirnya akan lebih bertanggung jawab.
Dominasi nomor urut pada pasal 214 sebelum dianulir oleh MK,
sesungguhnya tak berbeda jauh dengan sistem proporsional terbuka pada Pemilu
2004 lalu. Hanya aspek 30% BPP saja yang menjadi warna baru. Meski demikian,
secara politis, yang diutamakan adalah nomor urut. Sebab perolehan angka 30%
BPP bagi caleg di internal parpol merupakan faktor yang sedemikian sulit setelah
perolehan kursi parpol sebesar 50% BPP. Di satu sisi, banyaknya parpol kontestan
pemilu dan melimpahnya caleg di masing-masing parpol kian membingungkan
masyarakat pemilih. Preverensi pemilih yang diprediksi akan terpecah-belah oleh
kehadiran parpol baru, akan diperparah oleh prediksi besarnya kesalahan memilih
karena kesulitan membedakan kertas suara untuk anggota DPR RI dan DPRD.
Jika pada pemilu-pemilu sebelumnya konflik terjadi antar partai politk
dalam rangka memperebutkan suara, namun pada Pemilu 2009, potensi konflik itu
semakin meluas hingga konflik internal partai. Kondisi ini disebabkan oleh
pertarungan dan perebutan suara antar calon legislatif dalam satu partai. Sebab
mekanisme yang ada ditentukan oleh jumlah suara terbanyak yang diperoleh oleh
masing-masing calon legislatif tanpa melihat nomor urut yang biasanya
mencerminkan kapabilitas dan kapasitas kader parpol.
Pemilu 2009 merupakan sebuah suasana dan arena konflik kepentingan
yang ingin berebut kekuasaan. Masing-masing individu yang bertarung dalam
sesama partai. Ini mengindikasikan adanya konflik di internal partai itu,
mekanisme pemilihan langsung ini telah menggeser konflik pada ranah internal.
Hasilnya adalah adanya perpecahan partai politik.
Pada pemilu 2014, tidak ada perbedaan antara UU Pemilu No. 10 tahun
2008 dengan Pemilu 2014 dalam hal sistem yang digunakan dalam pemilu, yaitu
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak
sedangkan pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem
distrik berwakil banyak.
Menyusutnya jumlah partai politik (parpol) di Pemilu 2014 yang hanya
menjadi 12 parpol plus 3 parpol lokal Aceh, membuat potensi kerawanan konflik
berubah. Jika pada Pemilu sebelumnya potensi kerawanan cenderung terjadi antar
partai, kini kecenderungan konflik justru terjadi antar calon legislatif internal
sesama partai. Dengan diterapkan penentuan calon terpilih berdasarkan suara
terbanyak dan tidak berdasarkan nomor urut, hal ini sangat rentan memicu
timbulnya konflik di internal partai politik antar sesama calon legislatif. Calon
legislatif dengan nomor urut besar tidak perlu khawatir dengan calon nomor urut
kecil, karena peluang untuk menang dalam pemilu legislatif sama dan tidak
ditentukan dari nomor urut.
Anggota DPRD yang dipilih melalui pemilu legislatif, dalam perwakilannya
dapil.5Pemilu legislatif di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara, yang terdiri dari 3
kecamatan yaitu Kecamatan Tarutung, Siatasbarita dan Adiankoting, persaingan
antar calon legislatif sangat terbuka dalam untuk mendapatkan jatuh satu kursi
untuk duduk di DPRD. Namun dalam persaingan antar calon legislatif di dapil
tersebut sangat rentan timbulnya konflik, hal ini diakibatkan calon legislatif akan
bersaing dengan calon lainnya dalam satu partai. Tidak adanya penentuan
pemenang berdasarkan nomor urut akan memungkinkan calon untuk
berlomba-lomba terjun ke konstituen dan menghalalkan segala cara dalam menggalang
suara sebanyak-banyaknya.
Selain itu, tidak ada jaminan bahwa calon dengan nomor urut satu yang
mempunyai kemampuan, mutu dan integritas akan menang karena bisa saja
dikalahkan oleh calon yang mempunyai popularitas. Jadi kemenangan ditentukan
oleh kerja keras dan kerja cerdas dari si calon dalam faktor mendekatkan diri
kepada konstituen. Sehingga konflik tidak lagi terjadi antar partai politik namun
telah bergeser menjadi konflik internal parati politik. Melihat rentannya konflik
yang terjadi pada antar partai politik maupun internal partai politik membuat
penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis permasalahan tersebut dan
mengkonsepkanya kedalam judul penelitian yaitu “Pergeseran Konflik dari Antar
Partai Politik menjadi Konflik Antar Internal Partai Politik di Dapil I Kabupaten
Tapanuli Utara pada Pemilu Legislatif 2014”.
5
1.2Rumusan Masalah
Berangkat dari dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pergeseran
Konflik dari Antar Partai Politik Menjadi Konflik Internal Partai Politik, apa yang
menyebabkan terjadinya pergeseran konflik menjadi konflik internal parpol?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian pada umumnya dilakukan untuk memecahkan suatu
permasalahan dengan cara ilmiah, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pergeseran konflik dari
antar partai politik menjadi konflik internal partai politik.
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan karya ilmiah dalam upaya
mengembangkan kompetensi penulis dalam menuangkan gagasan dan
pikiran yang diperoleh selama mengikuti studi di fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik.
2. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian
dan menambah referensi bagi para mahasiswa, khususnya Departemen
3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang
bagaimana pergeseran konflik partai politik menjadi konflik internal partai
politik, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam
membuat penelitian mengenai konflik dalam partai politik.
1.5Kerangka Teori
Kerangka teoritis merupakan faktor pendukung dalam suatu penelitian.
Perumusan kerangka teoritis dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan
mengenai teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian.Semua uraian atau
pembahasan terhadap permasalahan haruslah didukung teori-teori yang kuat,
setidaknya oleh pemikiran para ahli yang kompeten.Untuk dapat membantu
peneliti menentukan arah dalam penelitian ini, maka peneliti terlebih dahulu
mengemukakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.
1.5.1 Teori Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara
dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.6
Konflik dalam setiap peristiwa politik berakarpada perebutan kekuasaan,
oleh sebab itu “kuasa”merupakan kata kunci untuk melihat lebih
jauhsumber-
6
sumber konflik yang terjadi. Pertarungankekuatan-kekuatan politik merupakan
pencarianakan kekuasaan. Kekuasaan bukanlah suatuwilayah melainkan suatu
bentuk dan kondisiesensial dalam hubungan kemanusiaan. Olehkarena itu cara
memahami kompleksitas kekuasaandalam setiap peristiwa politik harus
jugadilihat dari berbagai macam dimensi, baik material,psikologis, sosial yang
diperebutkan olehmanusia yang terlibat di dalamnya.
Titik tengkar dalam peristiwa politik berawaldari klaim atas dukungan dan
kebenaranyang diyakini oleh masing-masing pihak.Di samping itu, adanya
dominasi suatu kelompok tertentudalam ruang publik, yang dapat mempersempit
ruang pihak lain untuk memberikan artikulasi politik pada khalayak. Hal ini akan
menimbulkan kecemburuan politik sehingga melahirkan pertikaian antar
kelompok maupun individu.7
Konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan, seperti
kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian
“benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara
individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan
antara individu atau kelompok dengan pemerintah. Sehingga, ada konflik yang
berwujud kekerasan dan ada pula konflik yang tak berwujud kekerasan.8Menurut
Coser, konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan
mengenai berkenaan dengan status, kuasa, sumber-sumber kekayaan yang
7
Deny Rendra dan Hery Suryadi.2012.Dinamika Pergeseran Kekuasaan Politik di DPD Partai Demokrat Provinsi Riau.Jurnal FISIP Universitas Riau.Volume 10, Nomor 2, hal. 67-147
8
persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya
bermaksud memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan,
merugikan atau bahkan menghancurkan pihak lawan.9Perselisihan atau konflik
dapat berlangsung antar individu-individu, kumpulan-kumpulan atau antar
individu dengan kumpulan.
Setiap sistem politik terutama sistem politik demokrasi penuh kompetisi
dan sangat dimungkinkan adanya perbedaan kepentingan, rivalitas, dan
konflik-konflik. Hal ini merupakan realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat
modern, karena masing-masing mempunyai interest, tujuan yang mungkin saling
bertentangan. Maka konflik dalam ilmu politik sering diterjemahkan sebagai
oposisi, interaksi yang antagonistis atau pertentangan, benturan antar
macam-macam paham, perselisihan kurang mufakat, pergesekan, perkelahian, perlawanan
dengan senjata dan perang.10.
Kepentingan adalah perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya
yang ia inginkan. Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan
tindakan orang, yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat.Ada
beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan
kepentingan.Beberapa kepentingan bersifat universal seperti kebutuhan rasa aman,
identitas, kebahagiaan, dan beberapa harkat kemanusiaan yang bersifat fisik.
9
Bartens K dan Nugroho.1985. Realita Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka. hal. 211
10
Beberapa kepentingan lain bersifat spesifik bagi pelaku-pelaku tertentu dan
beberapa kepentingan bersifat lebih penting daripada yang lain.
Konflik kepentingan dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau
pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok,
organisasi-organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan
perubahan, serta menimbulkan perbedaan pendapat, konflik kepentingan terjadi
oleh adanya berbagai kepentingan dari tiap individu atau kelompok–kelompok
dalam masyarakat dalam upaya memperoleh otoritas atau kekuasaan yang saling
bersinggungan.
Semua konflik kepentingan seringkali dipandang sebagai pencapaian
tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini
karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting,
sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil,
seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar. Salah satu yang menyebabkan
konflik muncul yaitu perebutan sumberdaya. Ini terjadi karena ada
ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang
dikemukan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.
Menurut Wallase dan Alison, konflik kepentingan memiliki tiga asumsi
utama yang saling berhubungan yaitu11:
11
1. Manusia memiliki kepentingan-kepentingan yang asasi dan mereka berusaha untuk merealisasikan kepentingan-kepentingannya itu.
2. Power bukanlah sekedar barang langka dan terbagi secara tidak merata
sebagai sumber konflik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat memaksa (coercive). Sebagian menguasai sumber, sedangkan yang lainnya tidak memperoleh sama sekali.
3. Ideologi dan nilai-nilai dipandangnya sebagai senjata yang dipergunakan
oleh berbagai kelompok yang berbeda untuk meraih tujuan dan kepentingan mereka masing-masing.
Oleh sebab itu pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan
sebagai berikut: (a) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (b) langkanya sumber
daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan
(c) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika
sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu
penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul.12
Konflik dapat terjadi pada setiap tingkat dalam struktur organisasi maupun
ditengah masyarakat karena memperebutkan sumber yang sama.Baik mengenai
kekuasaan, kekayaan, kesempatan atau kehormatan sehingga menjadi muncul
disharmonisasi, disintegrasi dan disorganisasi masyarakat yang mengandung
banyak konflik baik secara tertutup maupun terbuka.
Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa konflik terjadi dalam masyarakat
karena adanya distribusi kewenangan yang tak merata sehingga bertambah
kewenangan pada suatu pihak akan dengan sendirinya mengurangi kewenangan
pihak lain. Oleh karena itu para penganut teori konflik ini berkeyakinan bahwa
12
konflik merupakan gejala serba hadir, gejala yang melekat pada masyarakat itu
sendiri, karena ia melekat pada masyarakat itu sendiri, maka konflik tidak akan
dapat dilenyapkan. Tetapi yang dapat dilakukan oleh manusia anggota
masyarakatadalah mengatur konflik itu agar konflik yang terjadi antar kekuatan
sosial dan politik tidak berlangsung secara kekerasan.13
Menurut Paul Conn Konflik merupakan gejala serba-hadir dalam
kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara.Konflik pada dasarnya
dibedakan menjadi konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik
menang-menang (non-zerosumconflict).Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang
bersifat antagonistik sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi
diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik
menang-menang adalah situasi konflik dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik
masih mungkin untuk mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua
pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut. Yang dipertaruhkan dalam
situasi konflik biasanya bukan hal-hal yang prinsipil, tetapi bukan pula hal yang
penting.14
Konflik sosial mempunyai sumber struktural yakni hubungan kekuasaan
yang berlaku dalam struktur organisasi sosial. Dengan kata lain konflik antar
kelompok dapat dilihat dari sudut konflik tentang keabsahan hubungan kekuasaan
yang ada. Masing-masing pihak mencoba untuk menggugat kekuasaan yang
13
Ramlan Surbakti. Op. cit. Hal. 20
14
ada.Dalam kasus Pemilu, masing-masing kontestan, baik itu partai politik maupun
secara individu berusaha mengkritik penguasa yang saat ini berkuasa.
1.5.1.1 Penyebab Timbulnya Konflik
Timbulnya konflik kepentingan menurut Dahrendorf, berawal dari
orang-orang yang tinggal bersama dan meletakkan dasar-dasar bagi bentuk-bentuk
organisasi sosial, dimana terdapat posisi-posisi dalam hal mana para penghuni
mempunyai kekuasaan memerintah dalam konteks-konteks tertentu dan
menguasai posisi-posisi tertentu, serta terdapat posisi lain dimana para penghuni
menjadi sasaran perintah tersebut.15Dahrendorf melihat ada hubungan yang erat
antara konflik dengan perubahan.Ia juga menjelaskan bahwa konflik sosial
mempunyai sumber struktur, yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam
struktur organisasi sosial. Dengan kata lain, konflik antar kelompok dapat dilihat
dari sudut konflik tentang keabsahan kekuasaan yang ada.
Selain itu, Lewis Coser juga berpendapat bahwa seluruh aktifitas, inovasi
dan perkembangan dalam kehidupan kelompoknya dan masyarakatnya disebabkan
terjadinya konflik antara kelompok dan kelompok, individu dan individu serta
antara emosi dan emosi didalam diri individu.16
Sejalan dengan itu juga, Maurice Duverger17 merinci penyebab terjadinya
konflik sebagai berikut:
15
Pluit Dean J dan Rubbin Jeffry. 2004. “Teori Konflik Sosial”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 151
16
Ibidhal. 4
17
1. Sebab-sebab individual yaitu seperti kecendrungan berkompetisi atau selalu tidak puas terhadap pekerjaan orang lain dapat menyebabkan orang yang mempunyai ciri-ciri seperti ini selalu terlibat dalam konflik dengan orang lain dimanapun berada.
2. Sebab-sebab kolektif, penyebab konflik yang terbentuk oleh kelompok
sebagai hasil dari interaksi sosial antara anggota-anggota kelompok. Penyebab konflik ini dihasilkan oleh adanya tantangan dan masalah yang berasal dari luar yang dianggap mengancam kelompoknya.
Maswadi Rauf juga mengemukakan bahwa konflik terjadi karena adannya
keinginan manusia untuk menguasasi sumber-sumber posisi yang langkah
(resource and position scarity).18Konflik terjadi karenaadanya kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh anggota-anggota masyarakat untuk memperebutkan
barang-barang pemenuh kebutuhan yang terbatas.Sama halnya dengan sumber-sumber
posisi atau kedudukan atau jabatan juga langkah dalam masyarakat.Kedudukan
sebagai penguasa negara, merupakan bahan rebutan diantara anggota-anggota
masyarakat yang menghasilkan konflik.
1.5.1.2 Bentuk-bentuk Konflik
18
Dalam teori konflik terdapat beberapa bentuk konflik dan tertuju pada
permasalahan konflik, seperti yang dikemukakan oleh Maurice Duverger19, ada
tiga bentuk konflik yang berkaitan dengan kekuasaan atau politik antara lain:
1. Konflik yang sama sekali tidak mempunyai dasar prisipil, bentuk konflik
ini berhubungan langsung dengan masalah praktis bukan dengan masalah ideologi yang dilakukan baik oleh individu maupun golongan atau kelompok.
2. Konflik yang lebih menitik beratkan kepada perbedaan pandangan baik
individual maupun kelompok yang menyangkut dengan masalah partai politik atau yang berhubungan dengan kepentingan partai politik, masyarakat yang dianggap mewakili rakyat.
3. Konflik yang menitik beratkan kepada permasalahan perbedaan ideologi,
masing-masing memperjuangkan ideologi partainya yang semuanya merasa benar.
Sementara bentuk konflik menurut teori Fisher20, konlik dibagi ke dalam
tiga bentuk yaitu:
1. Konflik laten yaitu konflik yang sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan sehingga dapat ditangani secara efektif
2. Konflik manifest atau terbuka yaitu konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan bebagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya
3. Konflik permukaan merupakan konflik yang memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi.
Sedangkan menurut Coser,21ada dua bentuk dasar konflik yaitu:
19
Arbit Sani. 1982.Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta kekuatan politikdan pembangunan, Jakarta : Rajawali Press. hal.47
20
1. Konflik realistis adalah konflik yang mempunyai sumber konkrit atau bersifat material, seperti perebutan wilayah atau kekuasaan, dan konflik ini bisa teratasi kalau diperoleh dengan merebut tanpa perkelahian dan pertikaian.
2. Konflik non-realistis adalah konflik yang didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, seperti konflik antar agama dan organisasi-organisasi masyarakat, dan konflik non-realistis adalah satu cara mempertegas atau menurunkan ketegangan suatu kelompok.
Timbulnya suatu konflikakan menghasilkan dampak negatif seperti
Keretakan hubungan antar individu dan persatuan kelompok, Kerusakan harta
benda bahkan dalam tingkatan konflik yang lebih tinggi dapat mengakibatkan
hilangnya nyawa seseorang, Berubahnya kepribadian para individu atau anggota
kelompok, Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.
Namun dampak konflik tidak selalu dipandang negatif, menurut Fisher
konflik juga mempunyai dampak positif. Dampak positif dari suatu konflik
yaitu22:
1. Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih
belum tuntas.
2. Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
3. Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok.
4. Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau
kelompok.
5. Konflik dapat memunculkan kompromi baru.
1.5.2 Teori Partai Politik
21
Lewis Coser. 2009.Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hal.54
22
Partai politik merupakan kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka.
Organisasi yang mempunyai fungsi sebagai penyalur artikulasi dan
agregasi kepentingan publik adalah partai politik.Secara sederhana partai politik
merupakanrepresentatif of ideasyang harus ada dalam kehidupan politik modern
yang demokrasi.Bukanlah usaha yang mudah untuk melakukan pengembangan
pelembagaan partai politik pada masa transisional.Partai politik menjadi
terlegitamasi ketika demokrasi langsung sulit untuk dilakukan di negara modern
saat ini sehingga partai politik merupakan sarana untuk menyalurkan aspirasi
publik yang agak sulit diagregasi dan diartikulasi ketika ruang geografi dan
kuantitas penduduk semakin besar.
Partai politik dapat berarti organisasi yang mempunyai basis ideologi yang
jelas. Setiap anggotanya mempunyai pandangan yang sama dan bertujuan untuk
merebut kekuasaan atau mempengaruhi kebijaksanaan negara baik secara
langsung maupun tidak langsung, karena itu parpol selalu ikut pada sebuah
mekanisme pemilihan umum untuk bersaing secara kompetitif guna mendapatkan
dukungan rakyat. Secara institusional Partai Politik sebagai lembaga yang
Ada seperangkat cara yang perlu dilakukan oleh partai untuk
melembagakan dirinya agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan peran dan
fungsi yang sejatinya. Sedikitnya terdapat tiga bidang yang perlu diperhitungkan
manakala pelembagaan pengembangan partai poltik hendaknya dikedepankan,
yaitu23:
1. Keutuhan internal
Suatu keutuhan internal partai dapat dilihat dari ada tidaknya
pembelahan dalam partai (faksionalisme internal), adanya dialog
dalam partai memang prasyarat penting bagi tumbuhnya wacana yang
sehat, namun tumbuhnya perdebatan bahkan lahirnya faksionalisme
dalam partai akan dapat merugikan pengembangan partai politik
kedepan.
2. Ketangguhan organisasi
Partai politik memiliki tujuan dan kepentingan untuk meraih
konstituen guna pembangunan legitimasi dirinya, tujuan tersebut dapat
tercapai apabila partai politik berhasil menyebarkan sumber
daya-sumber daya ke level-level yang lebih rendah dari tingkat pusat atau
nasional.
3. Identitas politik partai
Identitas partai menjadi penting ketika ia berupaya mengejar jabatan di
pemerintahan. Karena itu gagasan yang jelas dan konstruktif,
prinsip- 23
prinsip yang berorientasi publik, pelibatan anggota partai, serta
program-program yang matang menjadi citra yang perlu dibangun
dalam menkonstruksi identitas partai yang kuat.
LaPalombara dan Myron Weiner melihat partai politik sebagai organisasi
untuk mengekspresikan kepentingan ekonomi sekaligus mengapresiasikan dan
mengatur konflik.24Partai politik dilihat sebagai organisasi yang mempunyai
kegiatan yang berkesinambungan serta organisatoris memiliki cabang mulai dari
tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.Carl J. Fiedrich mendefinisikan partai
politik sebagai “Sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi
pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini kemanfaatan yang bersifat
idiil maupun materil kepada anggotanya”.25
Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik moderen
yang demokratis, pengecualiannya hanya pada masyarakat tradisional yang sistem
politiknya otoritarian yang pemerintahannya bertumpu pada tentara atau
polisi.Sebagai organisasi, parpol secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan
dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan
kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi
kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai.26
24
Ramlan Surbakti.Op. cit. hal.113
25
Miriam Budiarjo. 2008. “Dasar-Dasar Ilmu Politik”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal.161
26
Menurut Roy C. Macridis, parpol merupakan suatu asosiasi yang
mengaktifkan, memobilisasi rakyat, dan mewakili kepentingan tertentu,
memberikan jalan kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing, dan
memunculkan kepemimpinan politik. Oleh karena itu, parpol menjadi fenomena
umum dalam kehidupan politik di dalam masyarakat moderen.Parpol adalah alat
untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah.
Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan kedudukan politik
(biasanya dengan cara konstitusional) untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan
mereka.Partai politik merupakan satu keharusan dalam kehidupan politik yang
modern dan demokratis.
Berdasarkan defenisi tersebut di atas walaupun sepintas tampak berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya, namun secara umum partai politik dapat
diartikan sebagai kelompok orang dalam satu usaha bersama untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu dan biasanya melalui suatu mekanisme politik yang disebut
pemilu.Hal tersebutlah yang membedakan partai politik dengan kelompok
kepentingan lainnya.
Partai politik selalu memperjuangkan suatu kepentingan dalam skala yang
luas melalui mekanisme pemilu, sedangkan kelompok kepentingan atau kelompok
kemasyarakatan hanya mengejarkepentingan-kepentingan sesaat dalam lingkup
yang lebih kecil serta melewati mekanisme politik formal seperti pemilu.
Tujuan pembentukan suatu Partai politik, disamping yang utama adalah
merebut, mempertahankan ataupun menguasai kekuasaan dalam pemerintahan
suatu negara, juga dapat diperlihatkan dari aktivitas yang dilakukan seperti
berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang
orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil atau
menentukan keputusan politik atau output pada umumnya. Selain itu berperan
untuk dapat memadu tuntutan-tuntutan yang masih mentah, Sehingga Partai
Politik bertindak sebagai penafsir kepentingan dengan mencanangkan isu-isu
politik yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.
1.5.2.1 Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan
kekuasaan guna mewujudkan program yang disusun berdasar ideologi yang
mereka anut.Dalam sebuah negara yang demokratis partai politik mempunyai
fungsi sebagai berikut27 :
1. Partai sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Partai politik juga mempunyai peranan sebagai sarana sosialisasi politik
(instrument of political socialization). Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik
diartikan sebagai proses seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap
27
phenomena politik yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Proses ini
biasanya berjalan secara berangsur-angsur. Pada Partai Politik, peran sebagai
salah satu alat sosialisasi politik dijalankan dengan melalui penataran-penataran
bagi pengikut atau kader dari partai politik tertentu.
Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana
sosialisasi politik.Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan
dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas
mungkin.Untuk itu partai berusaha menciptakan image dalam memperjuangkan
kepentingan umum. Di samping menanamkan solidaritas dengan partai, partai
politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan
tanggungjawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri
di bawah kepentingan nasional. Di negara-negara baru partai-partai politik juga
berperan untuk memupuk indentitas nasional dan integrasi nasional.
2. Partai Sebagai Sarana Rekruitmen Politik
Rekrutmen politik adalah proses mencari atau mengajak seseorang yang
turut aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota partai. Dalam hal ini partai
politik turut memperluas partisipasi politik masyarakat dengan mengajak
seseorang yang dianggap berbakat dan memiliki kecakapan dalam bidang politik
untuk menjadi anggota partai politik oleh partai dengan harapandapat berprestasi
dalam bidang politik serta mampu mengisi jabatan-jabatan dan sebagai penerus
diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di
massa mendatang akan .mengganti pimpinan lama (selection of leadership).
3. Partai sebagai Sarana Agregasi Politik
Pada masyarakat yang modern dan kompleks, pendapat seseorang atau
sekelompok orang sangat beranekaragam yang disebabkan banyaknya
kepentingan yang ada didalamnya.Oleh karena itu partai politik berfungsi untuk
menampung dan menggabungkan berbagai pendapat dan aspirasi tersebut menjadi
satu kebijakan umum. Proses penggabungan ini disebut “penggabungan
kepentingan” (interest aggregation).
4. Partai sebagai Sarana Pengatur Konflik
Partai politik sebagai salah satu lembaga demokratis berfungsi untuk
mengendalikan konflik melalui cara dialog dalam pihak-pihak yang berkonflik,
menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak
yang berkonflik dan membawa persoalan ke Badan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan penyelasaian berupa keputusan poltik, diperlukan kesediaan
berkompromi antara wakil rakyat yang berasal dari partai-partai politik.
1.5.2.2 Tipologi Partai Politik
Tipologi partai politik merupakan sebuah bentuk pengklasifikasian
komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan. Dibawahini akan diuraikan
sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria tersebut:28
1. Asas dan Orientasi
Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik diklasifikasikan
menjadi tiga tipe, yaitu partai politik pragmatis, partai politik dotriner, dan
partai politik kepentingan.Partai politik pragmatis adalah partai politik
yang memiliki program dan kegiatan yang tidak terikat pada suatu doktrin
atau ideologi tertentu.Yang dimaksud dengan partai politik doktriner ialah
suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan yang
kongkret sebagai wujud dan penjabaran ideologinya.Selanjutnya, partai
politik kepentingan merupakan partai politik yang dibentuk dan dikelola
berdasarkan kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau
lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam
pemerintahan.
2. Komposisi dan Fungsi Anggota
Menurut komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik
digolongkan menjadi dua, yaitu partai massa dan partai kader. Yang
dimaksud dengan partai massa adalah partai politik yang mengandal
kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dan mengandalkan massa
sebanyak-banyaknya. Sedangkan partai kader ialah partai politik yang
28
mengandalkan kualitas anggota,keketatan organisasi, dan disiplin anggota
sebagai sumber kekuatan utama partai.
3. Basis Sosial dan Tujuan
Gabriel Almond menggolongkan partai politik menjadi empat tipe,
yaitu:
1. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam
masyarakat, seperti kelas atas, menengah dan bawah.
2. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari kalangan kelompok
kepentingan tertentu, seperti petani, buruh dan pengusaha.
3. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari pemeluk agama
tertentu, seperti Islam, katolik, Protestan, Hindu dan Budha.
4. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari kelompok budaya
tertentu, seperti suku bangsa, bahasa, dan dari daerah tertentu.
Tipe-tipe partai politik dari para ahli cukup banyak, Richard S. Katz
membagi tipe partai politik menjadi 4 tipe:29
1. Partai Elit
Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang
menjadi basis kekuatan partai.Dukungan bagi partai elit ini bersumber
pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang duduk di partai
ini.Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai memiliki status
29
ekonomi dan jabatan yang terpandang.Partai ini juga didasarkan pada
pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang biasanya terbentuk di
dalam parlemen.
2. Partai Massa
Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang jumlahnya
besar, tetapi kerap tesingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini kerap
memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya,
partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang kecil”, tetapi
juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai lebih didasarkan pada
identitas sosial partai ketimbang ideologi atau kebijakan.
3. Partai Catch-All
Partai jenis ini di permukaan hampir serupa dengan Partai Massa.
Namun, berbeda dengan partai massa yang mendasarkan diri pada kelas
sosial tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya mewakili
kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini berorientasi pada
pemenangan Pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu di setiap
kampanye.Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai
Electoral-Professional atau Partai Rational-Efficient.
4. Partai Kartel
Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih atau
parlemen.Untuk mengatasi hal tersebut, pimpinan-pimpinan partai saling
berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk bertahan.Dari
sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih hampir sudah tidak
memiliki arti lagi.
5. Partai Integratif
Partai jenis berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba
untuk melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai.Mereka
membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok.Mereka juga berusaha
membangun simpati dari setiap pemilih, dan membuat mereka menjadi
anggota partai.Sumber utama keuangan mereka adalah dari iuran anggota
dan dukungan simpatisannya.Mereka melakukan propaganda yang
dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan
sosial.
1.6Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah sebagaimana ajaran mengenai cara-cara yang
digunakan dalam memproses penelitian.30 Metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang
dilakukan.
30
1.6.1 Jenis Peneltian
Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat
analisis terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan
teori yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai
pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari
yang diamati.31 Dengan demikian penelitian ini bermaksud memberikan analisa
mengenai pergeseran konflik dari antar partai politik menjadi konflik internal
partai politik.
1.6.2 Lokasi Penelitian
Lokasi yang diambil pada penelitian ini bertempat di Dapil I Kabupaten
Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 3 Kecamatan yaitu
Kecamatan Tarutung, Kecamatan Siatasbarita dan Kecamatan Adiankoting.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan
untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal
ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer
dan data sekunder.32
31
Hadari Nawawi. 2006. Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gajah Mada University press. hal.63
32
Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.Yogyakarta: Erlangga..Hlm 105.
Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data tersebut :
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara
(interview). Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan
ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta
melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti
kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini,
peneliti mengambil informan yaitu Partai Politik atau calon legislatif yang sedang
berkompetisi dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Tapanuli Utara yang
akan menjadi wakil rakyat pada daerah tersebut, selain itu wawancara juga
dilakukan kepada lembaga pemilihan seperti KPU.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan
informasi melalui buku, internet, jurnal, majalah, artikel, Koran dan lainnya yang
berkaitan dengan masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan
untuk penulis memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam
penelitian ilmiah ini.
1.6.4 Teknik Analisa Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi
menggunakan metode kualitatif, maka penelitian ini menggunakan beberapa
tahapan sebagai proses analisis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Tahapan pertama adalah data-data dikumpulkan dari lembaga terkait baik itu yang
masih mentah ataupun sudah disusun secara formal. Kemudian data-data tersebut
dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ingin dianalisis oleh peneliti. Selain
itu, data yang didapat berdasarkan metode wawancara akan sangat membantu
peneliti untuk menganalisis yang akan dilakukan perbandingan terhadap konsep
yang ada pada data tertulis yang didapatkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
menguatkan argumen dari hasil analisisnya.
1.7Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka
penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat
penelitian ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : PROFIL DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA
Bab ini menguraikan profil secara deskriptif Dapil I Kabupaten
calon-calon legislatif yang bersaing di Dapil I Kabupaten
Tapanuli Utara.
BAB III : PERGESERAN KONFLIK DARI ANTAR
PARTAIPOLITIK MENJADI KONFLIK INTERNAL POLITIK DALAM PILEG 2014 DI DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA
Bab ini akan dilakukan analisis bagaimana Pergeseran Konflik
dari antar parpol menjadi konflik internal parpol.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang