• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pergeseran Konflik dari Antar Partai Menjadi Konflik Internal Partai di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara Pada Pemilu Legislatif 2014"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan perwujudan demokrasi dalam

upaya melaksanakan kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi pihak yang menentukan

dalam proses politik dengan memberikan suara mereka secara langsung. Di

negara-negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai tolok ukur dari demokrasi

negara tersebut. Dengan adanya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur dan adil, secara tidak langsung rakyat memiliki otoritas dan posisi yang

sangat diutamakan untuk dapat melakukan pertukaran pemerintahan dengan jalan

damai berdasarkan peraturan yang telah disepakati.1

Oleh karena itu rakyat memegang peranan penting dalam pemilihan

umum, maka perlu ada mekanisme yang jelas dalam mengatur kekuasaan

rakyat.Di era reformasi ini, sistem pemilu yang menjadi pilihan adalah sistem

proporsional.Sistem ini telah mengalami pergolakan dan perubahan dari sistem

distrik yang berlaku sebelumnya.

Pemilihan Umum (general election) tidak selalu mampu menghasilkan

perubahan sosial politik yang berartiataupun menghasilkan suatu transisi ke arah

demokrasi. Tetapi lebih merupakan suatu usaha mencari legitimasi baru dan

       1

(2)

mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan “statusquo”.2 Pemilihan

umum sebagai wadah untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk

menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa

yang akan memimpin mereka dalam lembaga eksekutif dan juga untuk menjaring

orang-orang yang benar-benar mampu untuk masuk ke dalam lingkaran elit

politik, baik di tingkat daerah maupun nasional.Dalam sistem demokrasi, partai

politik merupakan instrumen penting sebagai indikator dari pelaksanaan

pemilihan umum.

Sejarah perkembangan partai politik di Indonesia sangat mewarnai

perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal ini sangat mudah dipahami, karena

partai politik merupakan gambaran wajah peran rakyat dalam percaturan politik

nasional atau dengan kata lain merupakan cerminan tingkat partisipasi politik

masyarakat. Reformasi pasca otoritarianisme Orde Baru, telah menghidupkan

kembali demokrasi. Pertumbuhan partai politik pada masa ini tidak terhindarkan

lagi sebab partai politik merupakan pilar dari demokrasi yang harus ada didalam

suatu negara modern. Kehidupan partai politik sejak kemerdekaan, ditandai

dengan bermunculannya banyak partai (multi partai).Semakin banyak partai

politik maka semakin memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi rakyat

untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan

hak-haknya serta menyumbangkan kewajibannya sebagai warga negara.

       2

(3)

Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor

perubahan-perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang

melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru

memungkinkan sistem multi partai kembali bermunculan. Sistem multi partai

disamping mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di dunia politik

Indonesia, juga memicu terjadinya konflik antar partai pada saat itu. Pengaruh

partai politik pada saat itu sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu kabinet

pemerintahan. Konflik-konflik tersebut terjadi karena di dalam menjalankan peran

dan fungsi dari masing-masing partai terjadi benturan-benturan baik dari segi

ideologi maupun pemanfaatan isu nasional.

Setiap partai mempunyai kelompok-kelompok sosial tertentu yang

dijadikan wahana untuk mencari pengaruh dan memperjuangkan ideologi

masing-masing. Selain itu tingkat kompetisi antar partai politik peserta pemilu untuk

mempengaruhi konstituen dan merebut kekuasaan sangat terbuka. Tidak jarang

praktik-praktik politik, penggiringan massa, dan upaya mempengaruhi massa

dilakukan dengan cara-cara yang kurang mengindahkan etika dan sopan satun

politik sehingga menimbulkan konflik antar partai politik.

Konflik antar partai yang didasari oleh perbedaan ideologi, kemungkinan

besar dipengaruhi oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai

dari partai politik masing-masing. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik

bertanggung jawab untuk semaksimal mungkin memberikan pemahaman

(4)

sikap dan orientasi politik yang didasari oleh ideologi tersebut. Setiap partai

politik berusaha untuk mempengaruhi setiap individu agar mau bersikap dan

mempunyai orientasi pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut.

Dalam perjalannya berbagai kajian politik dilaksanakan untuk mencapai

kesempurnaan konseptual dari sistem pemilu agar mencapai sistem demokrasi

yang sesuai. Namun dalam pelaksanaannya, pemilihan umum belum dilaksanakan

secara efektif dan efisien. Sistem Pemilu (electoral system) merupakan salah satu

instrumen kelembagaan penting dalam suatu negara demokrasi dalam

menginterpretasikan jumlah perolehan suara dalam Pemilu ke dalam kursi-kursi

pemerintahan yang telah dimenangkan oleh partai atau calon tertentu. Dari sini

dapat dilihat bahwa melalui sistem seperti ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan

hak-hak politik dalam suatu negara bisa dilihat.

Sistem Pemilu sendiri juga merupakan sebuah metode yang mengatur dan

memungkinkan rakyat dari suatu negara tersebut untuk memilih masing-masing

wakil rakyat mereka. Metode ini berhubungan dengan prosedur dan aturan

merubah (mentransformasi) suara ke kursi di lembaga perwakilan dan suara

rakyat dalam memilih pemimpin dari suatu negara tersebut. Sistem pemilu ini

bertujuan agarpemilu tersebut dapat memberikan hak kepada rakyat dalam

mengeluarkan hak suaranya untuk memilih tiap calon wakil rakyatnya

masing-masing.

Pada Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari

(5)

dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem

daftar calon terbuka sesuai dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Partai politik akan

mendapatkan kursi dari sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini

akan diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila

tidak ada calon yang memenuhi, maka kursi akan diberikan kepada calon

berdasarkan nomor urut.3 Hal ini secara nyata telah mengalami distorsi sistemis

yang dapat berimplikasi secara serius terhadap proses rekrutmen politik dan

kualitas wakil rakyat yang dihasilkannya.

Pada pemilu 2009, ada beberapa hal yang berbeda dari pemilu yang

sebelumnya yaitu terkait dengan penentuan calon di sebuah partai politik yang

memperoleh kursi parlemen adalah didasarkan pada sistem suara terbanyak.

Penempatan wakil rakyat di parlemen tidak lagi menggunakan sistem nomor urut,

sehingga dapat dipastikan nomor urut bukanlah jaminan lolos atau tidaknya caleg

dari sebuah partai. Penggunaan sistem suara terbanyak berdasarkan putusan MK

No. 22-24/PUU-VI/2008 menganulir pasal 214 UU No. 10/2008 tentang Pemilu

Anggota Legislatif yaitu Penentuan calon terpilih tidak lagi didasarkan pada

sistem nomor urut melainkan dengan sistem suara terbanyak.4 Artinya rakyat

diberikan kebebasan dalam memilih calon wakil rakyatnya. Ini dimaksudkan agar

       3

Pasal 107 ayat (2) UU No 12/2003 tentang Pemilu Legislatif

4Junaidi.

(6)

wakil rakyat yang terpilih adalah benar-benar representasi rakyat, yang pada

akhirnya akan lebih bertanggung jawab.

Dominasi nomor urut pada pasal 214 sebelum dianulir oleh MK,

sesungguhnya tak berbeda jauh dengan sistem proporsional terbuka pada Pemilu

2004 lalu. Hanya aspek 30% BPP saja yang menjadi warna baru. Meski demikian,

secara politis, yang diutamakan adalah nomor urut. Sebab perolehan angka 30%

BPP bagi caleg di internal parpol merupakan faktor yang sedemikian sulit setelah

perolehan kursi parpol sebesar 50% BPP. Di satu sisi, banyaknya parpol kontestan

pemilu dan melimpahnya caleg di masing-masing parpol kian membingungkan

masyarakat pemilih. Preverensi pemilih yang diprediksi akan terpecah-belah oleh

kehadiran parpol baru, akan diperparah oleh prediksi besarnya kesalahan memilih

karena kesulitan membedakan kertas suara untuk anggota DPR RI dan DPRD.

Jika pada pemilu-pemilu sebelumnya konflik terjadi antar partai politk

dalam rangka memperebutkan suara, namun pada Pemilu 2009, potensi konflik itu

semakin meluas hingga konflik internal partai. Kondisi ini disebabkan oleh

pertarungan dan perebutan suara antar calon legislatif dalam satu partai. Sebab

mekanisme yang ada ditentukan oleh jumlah suara terbanyak yang diperoleh oleh

masing-masing calon legislatif tanpa melihat nomor urut yang biasanya

mencerminkan kapabilitas dan kapasitas kader parpol.

Pemilu 2009 merupakan sebuah suasana dan arena konflik kepentingan

yang ingin berebut kekuasaan. Masing-masing individu yang bertarung dalam

(7)

sesama partai. Ini mengindikasikan adanya konflik di internal partai itu,

mekanisme pemilihan langsung ini telah menggeser konflik pada ranah internal.

Hasilnya adalah adanya perpecahan partai politik.

Pada pemilu 2014, tidak ada perbedaan antara UU Pemilu No. 10 tahun

2008 dengan Pemilu 2014 dalam hal sistem yang digunakan dalam pemilu, yaitu

Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota

dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak

sedangkan pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem

distrik berwakil banyak.

Menyusutnya jumlah partai politik (parpol) di Pemilu 2014 yang hanya

menjadi 12 parpol plus 3 parpol lokal Aceh, membuat potensi kerawanan konflik

berubah. Jika pada Pemilu sebelumnya potensi kerawanan cenderung terjadi antar

partai, kini kecenderungan konflik justru terjadi antar calon legislatif internal

sesama partai. Dengan diterapkan penentuan calon terpilih berdasarkan suara

terbanyak dan tidak berdasarkan nomor urut, hal ini sangat rentan memicu

timbulnya konflik di internal partai politik antar sesama calon legislatif. Calon

legislatif dengan nomor urut besar tidak perlu khawatir dengan calon nomor urut

kecil, karena peluang untuk menang dalam pemilu legislatif sama dan tidak

ditentukan dari nomor urut.

Anggota DPRD yang dipilih melalui pemilu legislatif, dalam perwakilannya

(8)

dapil.5Pemilu legislatif di Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara, yang terdiri dari 3

kecamatan yaitu Kecamatan Tarutung, Siatasbarita dan Adiankoting, persaingan

antar calon legislatif sangat terbuka dalam untuk mendapatkan jatuh satu kursi

untuk duduk di DPRD. Namun dalam persaingan antar calon legislatif di dapil

tersebut sangat rentan timbulnya konflik, hal ini diakibatkan calon legislatif akan

bersaing dengan calon lainnya dalam satu partai. Tidak adanya penentuan

pemenang berdasarkan nomor urut akan memungkinkan calon untuk

berlomba-lomba terjun ke konstituen dan menghalalkan segala cara dalam menggalang

suara sebanyak-banyaknya.

Selain itu, tidak ada jaminan bahwa calon dengan nomor urut satu yang

mempunyai kemampuan, mutu dan integritas akan menang karena bisa saja

dikalahkan oleh calon yang mempunyai popularitas. Jadi kemenangan ditentukan

oleh kerja keras dan kerja cerdas dari si calon dalam faktor mendekatkan diri

kepada konstituen. Sehingga konflik tidak lagi terjadi antar partai politik namun

telah bergeser menjadi konflik internal parati politik. Melihat rentannya konflik

yang terjadi pada antar partai politik maupun internal partai politik membuat

penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis permasalahan tersebut dan

mengkonsepkanya kedalam judul penelitian yaitu “Pergeseran Konflik dari Antar

Partai Politik menjadi Konflik Antar Internal Partai Politik di Dapil I Kabupaten

Tapanuli Utara pada Pemilu Legislatif 2014”.       

5

(9)

1.2Rumusan Masalah

Berangkat dari dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pergeseran

Konflik dari Antar Partai Politik Menjadi Konflik Internal Partai Politik, apa yang

menyebabkan terjadinya pergeseran konflik menjadi konflik internal parpol?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian pada umumnya dilakukan untuk memecahkan suatu

permasalahan dengan cara ilmiah, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pergeseran konflik dari

antar partai politik menjadi konflik internal partai politik.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan karya ilmiah dalam upaya

mengembangkan kompetensi penulis dalam menuangkan gagasan dan

pikiran yang diperoleh selama mengikuti studi di fakultas Ilmu Sosial Dan

Ilmu Politik.

2. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian

dan menambah referensi bagi para mahasiswa, khususnya Departemen

(10)

3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang

bagaimana pergeseran konflik partai politik menjadi konflik internal partai

politik, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam

membuat penelitian mengenai konflik dalam partai politik.

1.5Kerangka Teori

Kerangka teoritis merupakan faktor pendukung dalam suatu penelitian.

Perumusan kerangka teoritis dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan

mengenai teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian.Semua uraian atau

pembahasan terhadap permasalahan haruslah didukung teori-teori yang kuat,

setidaknya oleh pemikiran para ahli yang kompeten.Untuk dapat membantu

peneliti menentukan arah dalam penelitian ini, maka peneliti terlebih dahulu

mengemukakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.

1.5.1 Teori Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu configere yang berarti saling

memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara

dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha

menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak

berdaya.6

Konflik dalam setiap peristiwa politik berakarpada perebutan kekuasaan,

oleh sebab itu “kuasa”merupakan kata kunci untuk melihat lebih

jauhsumber-      

6

(11)

sumber konflik yang terjadi. Pertarungankekuatan-kekuatan politik merupakan

pencarianakan kekuasaan. Kekuasaan bukanlah suatuwilayah melainkan suatu

bentuk dan kondisiesensial dalam hubungan kemanusiaan. Olehkarena itu cara

memahami kompleksitas kekuasaandalam setiap peristiwa politik harus

jugadilihat dari berbagai macam dimensi, baik material,psikologis, sosial yang

diperebutkan olehmanusia yang terlibat di dalamnya.

Titik tengkar dalam peristiwa politik berawaldari klaim atas dukungan dan

kebenaranyang diyakini oleh masing-masing pihak.Di samping itu, adanya

dominasi suatu kelompok tertentudalam ruang publik, yang dapat mempersempit

ruang pihak lain untuk memberikan artikulasi politik pada khalayak. Hal ini akan

menimbulkan kecemburuan politik sehingga melahirkan pertikaian antar

kelompok maupun individu.7

Konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan, seperti

kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian

“benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara

individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan

antara individu atau kelompok dengan pemerintah. Sehingga, ada konflik yang

berwujud kekerasan dan ada pula konflik yang tak berwujud kekerasan.8Menurut

Coser, konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan

mengenai berkenaan dengan status, kuasa, sumber-sumber kekayaan yang

       7

Deny Rendra dan Hery Suryadi.2012.Dinamika Pergeseran Kekuasaan Politik di DPD Partai Demokrat Provinsi Riau.Jurnal FISIP Universitas Riau.Volume 10, Nomor 2, hal. 67-147

8

(12)

persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya

bermaksud memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan,

merugikan atau bahkan menghancurkan pihak lawan.9Perselisihan atau konflik

dapat berlangsung antar individu-individu, kumpulan-kumpulan atau antar

individu dengan kumpulan.

Setiap sistem politik terutama sistem politik demokrasi penuh kompetisi

dan sangat dimungkinkan adanya perbedaan kepentingan, rivalitas, dan

konflik-konflik. Hal ini merupakan realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat

modern, karena masing-masing mempunyai interest, tujuan yang mungkin saling

bertentangan. Maka konflik dalam ilmu politik sering diterjemahkan sebagai

oposisi, interaksi yang antagonistis atau pertentangan, benturan antar

macam-macam paham, perselisihan kurang mufakat, pergesekan, perkelahian, perlawanan

dengan senjata dan perang.10.

Kepentingan adalah perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya

yang ia inginkan. Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan

tindakan orang, yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat.Ada

beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan

kepentingan.Beberapa kepentingan bersifat universal seperti kebutuhan rasa aman,

identitas, kebahagiaan, dan beberapa harkat kemanusiaan yang bersifat fisik.

       9

Bartens K dan Nugroho.1985. Realita Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka. hal. 211 

10

(13)

Beberapa kepentingan lain bersifat spesifik bagi pelaku-pelaku tertentu dan

beberapa kepentingan bersifat lebih penting daripada yang lain.

Konflik kepentingan dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau

pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok,

organisasi-organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan

perubahan, serta menimbulkan perbedaan pendapat, konflik kepentingan terjadi

oleh adanya berbagai kepentingan dari tiap individu atau kelompok–kelompok

dalam masyarakat dalam upaya memperoleh otoritas atau kekuasaan yang saling

bersinggungan.

Semua konflik kepentingan seringkali dipandang sebagai pencapaian

tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini

karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting,

sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil,

seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar. Salah satu yang menyebabkan

konflik muncul yaitu perebutan sumberdaya. Ini terjadi karena ada

ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang

dikemukan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

Menurut Wallase dan Alison, konflik kepentingan memiliki tiga asumsi

utama yang saling berhubungan yaitu11:

      

11

(14)

1. Manusia memiliki kepentingan-kepentingan yang asasi dan mereka berusaha untuk merealisasikan kepentingan-kepentingannya itu.

2. Power bukanlah sekedar barang langka dan terbagi secara tidak merata

sebagai sumber konflik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat memaksa (coercive). Sebagian menguasai sumber, sedangkan yang lainnya tidak memperoleh sama sekali.

3. Ideologi dan nilai-nilai dipandangnya sebagai senjata yang dipergunakan

oleh berbagai kelompok yang berbeda untuk meraih tujuan dan kepentingan mereka masing-masing.

Oleh sebab itu pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan

sebagai berikut: (a) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (b) langkanya sumber

daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan

(c) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika

sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu

penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul.12

Konflik dapat terjadi pada setiap tingkat dalam struktur organisasi maupun

ditengah masyarakat karena memperebutkan sumber yang sama.Baik mengenai

kekuasaan, kekayaan, kesempatan atau kehormatan sehingga menjadi muncul

disharmonisasi, disintegrasi dan disorganisasi masyarakat yang mengandung

banyak konflik baik secara tertutup maupun terbuka.

Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa konflik terjadi dalam masyarakat

karena adanya distribusi kewenangan yang tak merata sehingga bertambah

kewenangan pada suatu pihak akan dengan sendirinya mengurangi kewenangan

pihak lain. Oleh karena itu para penganut teori konflik ini berkeyakinan bahwa

       12

(15)

konflik merupakan gejala serba hadir, gejala yang melekat pada masyarakat itu

sendiri, karena ia melekat pada masyarakat itu sendiri, maka konflik tidak akan

dapat dilenyapkan. Tetapi yang dapat dilakukan oleh manusia anggota

masyarakatadalah mengatur konflik itu agar konflik yang terjadi antar kekuatan

sosial dan politik tidak berlangsung secara kekerasan.13

Menurut Paul Conn Konflik merupakan gejala serba-hadir dalam

kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara.Konflik pada dasarnya

dibedakan menjadi konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik

menang-menang (non-zerosumconflict).Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang

bersifat antagonistik sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi

diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik

menang-menang adalah situasi konflik dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik

masih mungkin untuk mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua

pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut. Yang dipertaruhkan dalam

situasi konflik biasanya bukan hal-hal yang prinsipil, tetapi bukan pula hal yang

penting.14

Konflik sosial mempunyai sumber struktural yakni hubungan kekuasaan

yang berlaku dalam struktur organisasi sosial. Dengan kata lain konflik antar

kelompok dapat dilihat dari sudut konflik tentang keabsahan hubungan kekuasaan

yang ada. Masing-masing pihak mencoba untuk menggugat kekuasaan yang

       13

Ramlan Surbakti. Op. cit. Hal. 20

14

(16)

ada.Dalam kasus Pemilu, masing-masing kontestan, baik itu partai politik maupun

secara individu berusaha mengkritik penguasa yang saat ini berkuasa.

1.5.1.1 Penyebab Timbulnya Konflik

Timbulnya konflik kepentingan menurut Dahrendorf, berawal dari

orang-orang yang tinggal bersama dan meletakkan dasar-dasar bagi bentuk-bentuk

organisasi sosial, dimana terdapat posisi-posisi dalam hal mana para penghuni

mempunyai kekuasaan memerintah dalam konteks-konteks tertentu dan

menguasai posisi-posisi tertentu, serta terdapat posisi lain dimana para penghuni

menjadi sasaran perintah tersebut.15Dahrendorf melihat ada hubungan yang erat

antara konflik dengan perubahan.Ia juga menjelaskan bahwa konflik sosial

mempunyai sumber struktur, yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam

struktur organisasi sosial. Dengan kata lain, konflik antar kelompok dapat dilihat

dari sudut konflik tentang keabsahan kekuasaan yang ada.

Selain itu, Lewis Coser juga berpendapat bahwa seluruh aktifitas, inovasi

dan perkembangan dalam kehidupan kelompoknya dan masyarakatnya disebabkan

terjadinya konflik antara kelompok dan kelompok, individu dan individu serta

antara emosi dan emosi didalam diri individu.16

Sejalan dengan itu juga, Maurice Duverger17 merinci penyebab terjadinya

konflik sebagai berikut:

       15

Pluit Dean J dan Rubbin Jeffry. 2004. “Teori Konflik Sosial”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 151

16

Ibidhal. 4

17

(17)

1. Sebab-sebab individual yaitu seperti kecendrungan berkompetisi atau selalu tidak puas terhadap pekerjaan orang lain dapat menyebabkan orang yang mempunyai ciri-ciri seperti ini selalu terlibat dalam konflik dengan orang lain dimanapun berada.

2. Sebab-sebab kolektif, penyebab konflik yang terbentuk oleh kelompok

sebagai hasil dari interaksi sosial antara anggota-anggota kelompok. Penyebab konflik ini dihasilkan oleh adanya tantangan dan masalah yang berasal dari luar yang dianggap mengancam kelompoknya.

Maswadi Rauf juga mengemukakan bahwa konflik terjadi karena adannya

keinginan manusia untuk menguasasi sumber-sumber posisi yang langkah

(resource and position scarity).18Konflik terjadi karenaadanya kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh anggota-anggota masyarakat untuk memperebutkan

barang-barang pemenuh kebutuhan yang terbatas.Sama halnya dengan sumber-sumber

posisi atau kedudukan atau jabatan juga langkah dalam masyarakat.Kedudukan

sebagai penguasa negara, merupakan bahan rebutan diantara anggota-anggota

masyarakat yang menghasilkan konflik.

1.5.1.2 Bentuk-bentuk Konflik

       18

(18)

Dalam teori konflik terdapat beberapa bentuk konflik dan tertuju pada

permasalahan konflik, seperti yang dikemukakan oleh Maurice Duverger19, ada

tiga bentuk konflik yang berkaitan dengan kekuasaan atau politik antara lain:

1. Konflik yang sama sekali tidak mempunyai dasar prisipil, bentuk konflik

ini berhubungan langsung dengan masalah praktis bukan dengan masalah ideologi yang dilakukan baik oleh individu maupun golongan atau kelompok.

2. Konflik yang lebih menitik beratkan kepada perbedaan pandangan baik

individual maupun kelompok yang menyangkut dengan masalah partai politik atau yang berhubungan dengan kepentingan partai politik, masyarakat yang dianggap mewakili rakyat.

3. Konflik yang menitik beratkan kepada permasalahan perbedaan ideologi,

masing-masing memperjuangkan ideologi partainya yang semuanya merasa benar.

Sementara bentuk konflik menurut teori Fisher20, konlik dibagi ke dalam

tiga bentuk yaitu:

1. Konflik laten yaitu konflik yang sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan sehingga dapat ditangani secara efektif

2. Konflik manifest atau terbuka yaitu konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan bebagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya

3. Konflik permukaan merupakan konflik yang memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi.

Sedangkan menurut Coser,21ada dua bentuk dasar konflik yaitu:

       19

Arbit Sani. 1982.Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta kekuatan politikdan pembangunan, Jakarta : Rajawali Press. hal.47  

20

(19)

1. Konflik realistis adalah konflik yang mempunyai sumber konkrit atau bersifat material, seperti perebutan wilayah atau kekuasaan, dan konflik ini bisa teratasi kalau diperoleh dengan merebut tanpa perkelahian dan pertikaian.

2. Konflik non-realistis adalah konflik yang didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, seperti konflik antar agama dan organisasi-organisasi masyarakat, dan konflik non-realistis adalah satu cara mempertegas atau menurunkan ketegangan suatu kelompok.

Timbulnya suatu konflikakan menghasilkan dampak negatif seperti

Keretakan hubungan antar individu dan persatuan kelompok, Kerusakan harta

benda bahkan dalam tingkatan konflik yang lebih tinggi dapat mengakibatkan

hilangnya nyawa seseorang, Berubahnya kepribadian para individu atau anggota

kelompok, Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.

Namun dampak konflik tidak selalu dipandang negatif, menurut Fisher

konflik juga mempunyai dampak positif. Dampak positif dari suatu konflik

yaitu22:

1. Konflik dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang masih

belum tuntas.

2. Adanya konflik menimbulkan penyesuaian kembali norma-norma dan

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

3. Konflik dapat meningkatkan solidaritas diantara angota kelompok.

4. Konflik dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau

kelompok.

5. Konflik dapat memunculkan kompromi baru.

1.5.2 Teori Partai Politik

       

21

Lewis Coser. 2009.Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hal.54 

22

(20)

Partai politik merupakan kelompok yang terorganisir yang

anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan

kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan

politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan

kebijakan-kebijakan mereka.

Organisasi yang mempunyai fungsi sebagai penyalur artikulasi dan

agregasi kepentingan publik adalah partai politik.Secara sederhana partai politik

merupakanrepresentatif of ideasyang harus ada dalam kehidupan politik modern

yang demokrasi.Bukanlah usaha yang mudah untuk melakukan pengembangan

pelembagaan partai politik pada masa transisional.Partai politik menjadi

terlegitamasi ketika demokrasi langsung sulit untuk dilakukan di negara modern

saat ini sehingga partai politik merupakan sarana untuk menyalurkan aspirasi

publik yang agak sulit diagregasi dan diartikulasi ketika ruang geografi dan

kuantitas penduduk semakin besar.

Partai politik dapat berarti organisasi yang mempunyai basis ideologi yang

jelas. Setiap anggotanya mempunyai pandangan yang sama dan bertujuan untuk

merebut kekuasaan atau mempengaruhi kebijaksanaan negara baik secara

langsung maupun tidak langsung, karena itu parpol selalu ikut pada sebuah

mekanisme pemilihan umum untuk bersaing secara kompetitif guna mendapatkan

dukungan rakyat. Secara institusional Partai Politik sebagai lembaga yang

(21)

Ada seperangkat cara yang perlu dilakukan oleh partai untuk

melembagakan dirinya agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan peran dan

fungsi yang sejatinya. Sedikitnya terdapat tiga bidang yang perlu diperhitungkan

manakala pelembagaan pengembangan partai poltik hendaknya dikedepankan,

yaitu23:

1. Keutuhan internal

Suatu keutuhan internal partai dapat dilihat dari ada tidaknya

pembelahan dalam partai (faksionalisme internal), adanya dialog

dalam partai memang prasyarat penting bagi tumbuhnya wacana yang

sehat, namun tumbuhnya perdebatan bahkan lahirnya faksionalisme

dalam partai akan dapat merugikan pengembangan partai politik

kedepan.

2. Ketangguhan organisasi

Partai politik memiliki tujuan dan kepentingan untuk meraih

konstituen guna pembangunan legitimasi dirinya, tujuan tersebut dapat

tercapai apabila partai politik berhasil menyebarkan sumber

daya-sumber daya ke level-level yang lebih rendah dari tingkat pusat atau

nasional.

3. Identitas politik partai

Identitas partai menjadi penting ketika ia berupaya mengejar jabatan di

pemerintahan. Karena itu gagasan yang jelas dan konstruktif,

prinsip-       23

(22)

prinsip yang berorientasi publik, pelibatan anggota partai, serta

program-program yang matang menjadi citra yang perlu dibangun

dalam menkonstruksi identitas partai yang kuat.

LaPalombara dan Myron Weiner melihat partai politik sebagai organisasi

untuk mengekspresikan kepentingan ekonomi sekaligus mengapresiasikan dan

mengatur konflik.24Partai politik dilihat sebagai organisasi yang mempunyai

kegiatan yang berkesinambungan serta organisatoris memiliki cabang mulai dari

tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.Carl J. Fiedrich mendefinisikan partai

politik sebagai “Sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan

tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi

pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini kemanfaatan yang bersifat

idiil maupun materil kepada anggotanya”.25

Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik moderen

yang demokratis, pengecualiannya hanya pada masyarakat tradisional yang sistem

politiknya otoritarian yang pemerintahannya bertumpu pada tentara atau

polisi.Sebagai organisasi, parpol secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan

dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan

kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi

kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai.26

       24

Ramlan Surbakti.Op. cit. hal.113

25

Miriam Budiarjo. 2008. “Dasar-Dasar Ilmu Politik”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal.161

26

(23)

Menurut Roy C. Macridis, parpol merupakan suatu asosiasi yang

mengaktifkan, memobilisasi rakyat, dan mewakili kepentingan tertentu,

memberikan jalan kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing, dan

memunculkan kepemimpinan politik. Oleh karena itu, parpol menjadi fenomena

umum dalam kehidupan politik di dalam masyarakat moderen.Parpol adalah alat

untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah.

Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang

anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan

kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan kedudukan politik

(biasanya dengan cara konstitusional) untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan

mereka.Partai politik merupakan satu keharusan dalam kehidupan politik yang

modern dan demokratis.

Berdasarkan defenisi tersebut di atas walaupun sepintas tampak berbeda

antara yang satu dengan yang lainnya, namun secara umum partai politik dapat

diartikan sebagai kelompok orang dalam satu usaha bersama untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu dan biasanya melalui suatu mekanisme politik yang disebut

pemilu.Hal tersebutlah yang membedakan partai politik dengan kelompok

kepentingan lainnya.

Partai politik selalu memperjuangkan suatu kepentingan dalam skala yang

luas melalui mekanisme pemilu, sedangkan kelompok kepentingan atau kelompok

(24)

kemasyarakatan hanya mengejarkepentingan-kepentingan sesaat dalam lingkup

yang lebih kecil serta melewati mekanisme politik formal seperti pemilu.

Tujuan pembentukan suatu Partai politik, disamping yang utama adalah

merebut, mempertahankan ataupun menguasai kekuasaan dalam pemerintahan

suatu negara, juga dapat diperlihatkan dari aktivitas yang dilakukan seperti

berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang

orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil atau

menentukan keputusan politik atau output pada umumnya. Selain itu berperan

untuk dapat memadu tuntutan-tuntutan yang masih mentah, Sehingga Partai

Politik bertindak sebagai penafsir kepentingan dengan mencanangkan isu-isu

politik yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.

1.5.2.1 Fungsi Partai Politik

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan

kekuasaan guna mewujudkan program yang disusun berdasar ideologi yang

mereka anut.Dalam sebuah negara yang demokratis partai politik mempunyai

fungsi sebagai berikut27 :

1. Partai sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Partai politik juga mempunyai peranan sebagai sarana sosialisasi politik

(instrument of political socialization). Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik

diartikan sebagai proses seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap

       27

(25)

phenomena politik yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Proses ini

biasanya berjalan secara berangsur-angsur. Pada Partai Politik, peran sebagai

salah satu alat sosialisasi politik dijalankan dengan melalui penataran-penataran

bagi pengikut atau kader dari partai politik tertentu.

Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana

sosialisasi politik.Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan

dalam pemilihan umum, partai harus memperoleh dukungan seluas

mungkin.Untuk itu partai berusaha menciptakan image dalam memperjuangkan

kepentingan umum. Di samping menanamkan solidaritas dengan partai, partai

politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan

tanggungjawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri

di bawah kepentingan nasional. Di negara-negara baru partai-partai politik juga

berperan untuk memupuk indentitas nasional dan integrasi nasional.

2. Partai Sebagai Sarana Rekruitmen Politik

Rekrutmen politik adalah proses mencari atau mengajak seseorang yang

turut aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota partai. Dalam hal ini partai

politik turut memperluas partisipasi politik masyarakat dengan mengajak

seseorang yang dianggap berbakat dan memiliki kecakapan dalam bidang politik

untuk menjadi anggota partai politik oleh partai dengan harapandapat berprestasi

dalam bidang politik serta mampu mengisi jabatan-jabatan dan sebagai penerus

(26)

diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di

massa mendatang akan .mengganti pimpinan lama (selection of leadership).

3. Partai sebagai Sarana Agregasi Politik

Pada masyarakat yang modern dan kompleks, pendapat seseorang atau

sekelompok orang sangat beranekaragam yang disebabkan banyaknya

kepentingan yang ada didalamnya.Oleh karena itu partai politik berfungsi untuk

menampung dan menggabungkan berbagai pendapat dan aspirasi tersebut menjadi

satu kebijakan umum. Proses penggabungan ini disebut “penggabungan

kepentingan” (interest aggregation).

4. Partai sebagai Sarana Pengatur Konflik

Partai politik sebagai salah satu lembaga demokratis berfungsi untuk

mengendalikan konflik melalui cara dialog dalam pihak-pihak yang berkonflik,

menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak

yang berkonflik dan membawa persoalan ke Badan Perwakilan Rakyat untuk

mendapatkan penyelasaian berupa keputusan poltik, diperlukan kesediaan

berkompromi antara wakil rakyat yang berasal dari partai-partai politik.

1.5.2.2 Tipologi Partai Politik

Tipologi partai politik merupakan sebuah bentuk pengklasifikasian

(27)

komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan. Dibawahini akan diuraikan

sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria tersebut:28

1. Asas dan Orientasi

Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik diklasifikasikan

menjadi tiga tipe, yaitu partai politik pragmatis, partai politik dotriner, dan

partai politik kepentingan.Partai politik pragmatis adalah partai politik

yang memiliki program dan kegiatan yang tidak terikat pada suatu doktrin

atau ideologi tertentu.Yang dimaksud dengan partai politik doktriner ialah

suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan yang

kongkret sebagai wujud dan penjabaran ideologinya.Selanjutnya, partai

politik kepentingan merupakan partai politik yang dibentuk dan dikelola

berdasarkan kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau

lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam

pemerintahan.

2. Komposisi dan Fungsi Anggota

Menurut komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik

digolongkan menjadi dua, yaitu partai massa dan partai kader. Yang

dimaksud dengan partai massa adalah partai politik yang mengandal

kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dan mengandalkan massa

sebanyak-banyaknya. Sedangkan partai kader ialah partai politik yang

       28

(28)

mengandalkan kualitas anggota,keketatan organisasi, dan disiplin anggota

sebagai sumber kekuatan utama partai.

3. Basis Sosial dan Tujuan

Gabriel Almond menggolongkan partai politik menjadi empat tipe,

yaitu:

1. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam

masyarakat, seperti kelas atas, menengah dan bawah.

2. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari kalangan kelompok

kepentingan tertentu, seperti petani, buruh dan pengusaha.

3. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari pemeluk agama

tertentu, seperti Islam, katolik, Protestan, Hindu dan Budha.

4. Partai politik yang keanggotaannya berasal dari kelompok budaya

tertentu, seperti suku bangsa, bahasa, dan dari daerah tertentu.

Tipe-tipe partai politik dari para ahli cukup banyak, Richard S. Katz

membagi tipe partai politik menjadi 4 tipe:29

1. Partai Elit

Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang

menjadi basis kekuatan partai.Dukungan bagi partai elit ini bersumber

pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang duduk di partai

ini.Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai memiliki status

       29

(29)

ekonomi dan jabatan yang terpandang.Partai ini juga didasarkan pada

pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang biasanya terbentuk di

dalam parlemen.

2. Partai Massa

Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang jumlahnya

besar, tetapi kerap tesingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini kerap

memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya,

partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang kecil”, tetapi

juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai lebih didasarkan pada

identitas sosial partai ketimbang ideologi atau kebijakan.

3. Partai Catch-All

Partai jenis ini di permukaan hampir serupa dengan Partai Massa.

Namun, berbeda dengan partai massa yang mendasarkan diri pada kelas

sosial tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya mewakili

kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini berorientasi pada

pemenangan Pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu di setiap

kampanye.Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai

Electoral-Professional atau Partai Rational-Efficient.

4. Partai Kartel

Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih atau

(30)

parlemen.Untuk mengatasi hal tersebut, pimpinan-pimpinan partai saling

berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk bertahan.Dari

sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih hampir sudah tidak

memiliki arti lagi.

5. Partai Integratif

Partai jenis berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba

untuk melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai.Mereka

membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok.Mereka juga berusaha

membangun simpati dari setiap pemilih, dan membuat mereka menjadi

anggota partai.Sumber utama keuangan mereka adalah dari iuran anggota

dan dukungan simpatisannya.Mereka melakukan propaganda yang

dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan

sosial.

1.6Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah sebagaimana ajaran mengenai cara-cara yang

digunakan dalam memproses penelitian.30 Metode penelitian pada dasarnya

merupakan cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang

dilakukan.

       30

(31)

1.6.1 Jenis Peneltian

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat

analisis terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan

teori yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai

pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari

yang diamati.31 Dengan demikian penelitian ini bermaksud memberikan analisa

mengenai pergeseran konflik dari antar partai politik menjadi konflik internal

partai politik.

1.6.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang diambil pada penelitian ini bertempat di Dapil I Kabupaten

Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 3 Kecamatan yaitu

Kecamatan Tarutung, Kecamatan Siatasbarita dan Kecamatan Adiankoting.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan

untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal

ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer

dan data sekunder.32

       31

Hadari Nawawi. 2006. Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gajah Mada University press. hal.63

32

Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.Yogyakarta: Erlangga..Hlm 105.

(32)

Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data tersebut :

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara

(interview). Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan

ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta

melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti

kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini,

peneliti mengambil informan yaitu Partai Politik atau calon legislatif yang sedang

berkompetisi dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Tapanuli Utara yang

akan menjadi wakil rakyat pada daerah tersebut, selain itu wawancara juga

dilakukan kepada lembaga pemilihan seperti KPU.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan

informasi melalui buku, internet, jurnal, majalah, artikel, Koran dan lainnya yang

berkaitan dengan masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan

untuk penulis memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam

penelitian ilmiah ini.

1.6.4 Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi

(33)

menggunakan metode kualitatif, maka penelitian ini menggunakan beberapa

tahapan sebagai proses analisis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Tahapan pertama adalah data-data dikumpulkan dari lembaga terkait baik itu yang

masih mentah ataupun sudah disusun secara formal. Kemudian data-data tersebut

dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ingin dianalisis oleh peneliti. Selain

itu, data yang didapat berdasarkan metode wawancara akan sangat membantu

peneliti untuk menganalisis yang akan dilakukan perbandingan terhadap konsep

yang ada pada data tertulis yang didapatkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk

menguatkan argumen dari hasil analisisnya.

1.7Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka

penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat

penelitian ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA

Bab ini menguraikan profil secara deskriptif Dapil I Kabupaten

(34)

calon-calon legislatif yang bersaing di Dapil I Kabupaten

Tapanuli Utara.

BAB III : PERGESERAN KONFLIK DARI ANTAR

PARTAIPOLITIK MENJADI KONFLIK INTERNAL POLITIK DALAM PILEG 2014 DI DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA

Bab ini akan dilakukan analisis bagaimana Pergeseran Konflik

dari antar parpol menjadi konflik internal parpol.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang

Referensi

Dokumen terkait

Kuncoro dalam jurnal (Agustina, Zakiah, dan Julaini 2015 : 68) mengatakan jumlah tenaga kerja yang diminta akan turun sebagai akibat dari kenaikan tingkat upah.

Sedangkan pada perlakuan sampah yang menunjukkan nilai tertinggi adalah pada perlakuan tidak cacah tidak peram (Ps) dan yang memberikan nilai. ierendah terhadap

Form ini di desain untuk memuat data saldo awal semua produk

Evaluasi administrasi hanya dilakukan pada hal-hal yang tidak dinilai pada penilaian kualifikasi. Unsur-unsur yang dievaluasi meliputi kelengkapan persyaratan yang

Menurut Ardi Winoto (2008:3) dalam bukunya “ Mikrokontroler adalah Sebuah sistem microprocessor dimana didalamnya sudah terdapat CPU, ROM, RAM, I/0, clock dan

Morphology key terms Word Lexical items Syntactic words Phonological words Inflectional morphology Derivational morphology Affixation Compounding Reduplication Phonological

Setelah ListView tersebut muncul user harus memilih perangkat Bluetooth yang akan dilakukan pairing, dalam hal ini koneksi Bluetooth yang dipilih adalah HC-05 sesuai yang

Berdasarkan bunyi Pasal 2 ayat 1, yang menyatakan bahwa “debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat