• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Pr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Pr"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

A.Ruang Lingkup Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Hukum Perjanjian diatur dalam bab II dan bab V sampai dengan Bab XVIII buku III

KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para

pihak dengan beberapa syarat yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum,

kesusilaan dan undang-undang. Hal ini memiliki makna bahwa buku III KUH Perdata

dapat diikuti oleh para pihak atau dapat juga para pihak menentukan

lain/menyimpanginya namun hanya bersifat pelengkap saja dan mengikuti beberapa

syarat, karena di dalam ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap dan pemaksa (yang

bersifat pemaksa, misalnya Pasal 1320 KUH Perdata).

Dikatakan bersifat pelengkap berarti bahwa pasal-pasal dalam perjanjian itu dapat

disingkirkan manakala dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian, mereka

diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka

adakan dan diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari

pasal-pasal hukum perjanjian. Jika para pihak tidak mengatur sendiri sesuatu soal, maka

dapat dikatakan mereka tunduk kepada undang-undang. Hal ini dapat disimpulkan dari

ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi :

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

(2)

Definisi perjanjian dalam KUH Perdata dalam Pasal 1313 mengatakan suatu

persetujuan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Definisi perjanjian yang terdapat

dalam ketentuan KUH Perdata ini terlalu luas dan tidak lengkap, dikatakan tidak lengkap

karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja.9

Yahya Harahap mengatakan perjanjian atau Verbitensis mengandung pengertian

suatau hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang

memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus

mewqjibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

Dikatakan terlalu luas karena dapat sampai mencakup hal-hal janji kawin yaitu

perbuatan didalam hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga. Namun,

istimewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri. Sehingga buku ke

III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku juga mencakup perbuatan melawan

hukum, sedangkan didalam perbuatan melawan hukum ini tidak unsur persetujuan.

Adanya ketidaksempurnaan definisi perjanjian yang berada dalam KUH Perdata

ini membuat para sarjana dan ahli hukum membuat definisi atau melengkapi definisi

perjanjian yang ada menuru pendapat mereka masing-masing.

10

9

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis,PT Alumni,Bandung,2005,hal.18 10

(3)

R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih.11

Penyempurnaan definisi perjanjian Pasal 1313 menurut Handri Raharjo, “suatu

hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek

hukum yang satu dengan yang lain, dan di antara mereka (parapihak/subjek hukum)

saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang berhak atas prestasi dan begitu

juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestastinya sesuai

dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut menimbulkan akibat

hukum.”

12

Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.13

Dari peristiwa ini ditimbulkan suatu hubungan antara dua orang yang

dinamakan “perikatan”. Perjanjian tersebut menimbulkan suatu perikatan antara dua

orang yang membuatnya. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian Subekti mengatakan bahwa perjanjian mempunyai suatu

hubungan yang khusus dengan perikatan. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum

antara dua orang atau dua “pihak”, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut

suatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

11

R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal.49. 12

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal.42. 13

(4)

adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.14

14

Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional ,Alumni,Bandung,1976,hal.13

Perjanjian adalah sumber

perikatan, walaupun perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi

ada juga sumber lain yang melahirkan perikatan. Subekti menyimpulkan bahwa apabila

orang-orang yang mengadakan suatu perjanjian, maka maksud mereka adalah agar

antara mereka itu berlaku suatu perikatan hukum.

Perjanjian dalam pembicaraan umum dan buku-buku hukum adalah menunjuk

kepada perjanjian yang mengikat, dan juga dalam buku ini bila tidak dinyatakan lain

maka yang dimaksudkan dengan perjanjian adalah perjanjian yang mengikat (perikatan)

Perikatan-perikatan yang dimaksudkan diatas adalah merupakan suatu peristiwa

dimana dua orang atau pihak saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa ini paling tepat

dinamakan “perjanjian” yaitu suatu peristiwayang berupa rangkaian janji-janji. Dapat

dikatakan bahwa “perjanjian sudah sangat populer dikalangan rakyat.

Ada juga beberapa penulis yang memakai perkataan “persetujuan” , yang tentu

saja tidak salah, karena peristiwa yang dimaksud juga merupakan suatu kesepakatan atau

pertemuan kehendak dua orang atau pihak untuk melaksanakan sesuatu dan perkataan

“persetujuan” kalau dilihat dari segi terjemahan memang lebih sesuai dengan perkataan

Belanda “overeenkomst” yang dipakai oleh KUH Perdata tetapi karena perjanjian oleh

masyarakat sudah dirasakan sebagai suatu istilah yang mantap untuk menggambarkan

rangkaian janji-janji yang pemenuhannya dijamin oleh Hukum, maka banyak para

(5)

Perjanjian menurut Wirjono Prodjodikoro adalah suatu perhubungan hukum

mengenai harta benda antara dua pihak, dari mana suatu pihak berjanji atau dianggap

berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang

pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.15

a. Asas kebebasan berkontrak

Secara umum pengertian-pengertian yang diungkapkan oleh para sarjana adalah

merupakan memenuhi ketidaklengkapan definisi perjanjian yang terdapat dalam Pasal

1313 KUH Perdata saja, dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum

dimana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap yang satu dengan

yang lain.

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas, namun secara umum asas

perjanjian hanya terdapat lima, yaitu:

Asas ini mempunyai makna setiap orang bebas membuat perjanjian dengan

siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar

undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Asas ini bersifat relatif (kebebasan

kontrak yang bertanggungjawab) dan asas inilah yang menyebabkan hukum

perjanjian bersifat terbuka.

b. Asas konsensualisme

Yang dimaksud dengan asas konsensualisme adalah jika perjanjian tersebut

telah dibuat, maka telah sah perjanjian tersebut mengikat secara penuh. Asas ini

15

(6)

dapat ditemukan dalam pasal 1320 yang ditemukan istilah “semua”. Kata-kata

“semua” menunjukkan bahwa setiaporang diberi kesempatan untuk menyatakan

keinginannya (wil), yang rasanya baik untuk menciptakan perjanjian.16

c. Asas pacta sunt servanda

Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata bahwa perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

Dimana perjanjian tersebur mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai

dengan isi perjanjian.

d. Asas itikad baik

Adanya perjanjian dilakukan berdasarkan itikad baik, asas ini terdapat dalam

Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata. Itikad baik ada dua yaitu pertama, bersifat

objektif artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Kedua, bersifat subjektif

artinya ditentukan oleh sikap batin seseorang.

e. Asas kepribadian (personalitas)

Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali

untuk dirinya sendiri. Pengecualian tersebut terdapat dalam Pasal 1317 KUH

Perdata tentang janji untuk pihak ketiga.

Menurut Asser dalam perjanjian terdiri dari bagian inti (essensialia) dan

bukan bagian inti (Naturalia dan Accidentalia)17

16

(7)

a. Bagian inti (Essensialia)

Merupakan unsur yang mutlak harus ada. Merupakan sifat yang harus ada

didalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.

Contoh: Kesepakatan

b. Bukan bagian inti (Naturalia dan Accidentalia)

Merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam

melekat pada perjanjian, misalnya: Menjamin terhadap cacat tersembunyi.

Sedangkan, Accidentalia merupakan sifat yang melekat pada suatu perjanjian yang

secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Misalnya: Pemilihan tempat

kedudukan.

2. Jenis-jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan dengan berbagai cara,yaitu18

a. Perjanjian menurut sumbernya :

:

1) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, misalnya: perkawinan.

2) Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian yang

berhubungan dengan peralihan hukum benda.

3) Perjanjian obligator, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban.

17

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPERDATA Buku III, PT Alumni, Bandung, 1996, hal.99 18

(8)

4) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara.

5) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.

b. Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi19

1) Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban

pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada 2 macam, yaitu timbal

balik sempuran dan tidak sempurna. Misalnya, perjanjian jual beli :

2) Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada

satu pihak saja, sedangkan pada pihak lain hanya ada hak. Contoh: hibah

(Pasal 1666 KUH Perdata) dan perjanjian pemberi kuasa (Pasal 1792 KUH

Perdata)

c. Perjanjian menurut namanya, dibedakan menjadi perjanjian

khusus/bernama/nominaat dan perjanjian umum/tidak

bernama/innominaat/perjanjian jenis baru (Pasal 1319 KUH Perdata).20

1) Perjanjian khusus/bernama/nominaat, adalah perjanjian yang memiliki nama

dan diatur dalam KUH Perdata. Contoh, perjanjian-perjanjian yang terdapat

dalam buku III Bab V-XVIII KUH Perdata. Contoh : perjanjian jual beli,

perjanjian tukar menukar, perjanjian sewa menyewa, perjanjian untuk

melakukan perkerjaan, perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam

meminjam dan sebagainya.

19

Salim HS,Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,Sinar Grafika,2003,hal.9 20

(9)

2) Perjanjian umum/tidak bernama/innominat/perjanjian jenis baru, adalah

perjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat karena asas

kebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal pada saat KUH

Perdata diundangkan.21

d. Perjanjian menurut bentuknya ada 2 macam, yaitu perjanjian lisan/tidak tertulis

dan perjanjian tertulis, termasuk perjanjian lisan adalah Perjanjian konsensual

dan perjanjian riil. Perjanjian konsesual adalah perjanjian diantara kedua belah

pihak yang telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.

Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah memiliki kekuatan mengikat (Pasal

1338 KUH Perdata).

Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang dimana berlaku setelah

terjadi penyerahan barang. Misalnya, perjanjian penitipan barang (pasal 1692

KUH Perdata), pinjam pakai (pasal 1740 KUH Perdata).22

Perjanjian yang termasuk dengan perjanjian tertulis, adalah perjanjian

standar dan perjanjian formal. Perjanjian standar atau baku perjanjian tertulis

berbentuk tertulis berupa formulir yang isinya telah dibakukan terlebih dahulua

secara sepihak olehprodusen, bersifat massal, tanpa mempertimbangkan

perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen. Sedangkan,perjanjian formal adalah

perjanjian yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu. Misalnya, perjanjian

perdamaian yang harus secara tertulis (pasal 1851 KUH Perdata)

21

Ibid hal. 4 dan 17 22

(10)

e. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya menurut Mariam Darus

Badrulzaman23

1) Perjanjian liberator, yaitu perjanjian yang para pihak yang membebaskan

diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijschelding)

pasal 1438 KUH Perdata. , yaitu:

2) Perjanjian pembuktian (beweijsovereenkomst), yaitu perjanjian antara pihak

untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

3) Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi pasal 1774 KUH

Perdata.

4) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai

oleh hukum publik karena salah sau pihak bertindak sebagai penguasa

(pemerintahan), misalnya perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan

barang pemerintah (keppres No.29/84)

f. Perjanjian campuran/contractus sui generis, perjanjian ini terdapat unsur-unsur

dari beberapa perjanjian bernama yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa

sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri.

Contoh perjanjian pemilik hotel dengan tamunya.

g. Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUH Perdata) dan Derden Beding (Pasal 1317

KUH Perdata), perjanjian garansi adalah suatu perjanjian dimana seorang

menjamin pihak lain (lawan janjinya) bahwa seorang pihak ketiga yang ada

23

(11)

diluar perjanjian (bukan pihakdalam perjanjian yang bersangkutan) akan

melakukan sesuatu dan kalau sampai terjadi pihak ketiga tidak memenuhi

kewjajibannya, maka ia akan bertanggung jawab untuk itu.

Derden Bending (janji pihak ketiga) berdasarkan asas pribadi suatu perjanjian

berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian sendiri dan para pihak tidak

dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa

yang disebut dengan janji guna pihak ketiga (pasal 1317 KUH Perdata).

B. Subjek dan Syarat Sahnya Perjanjian

1. Subjek perjanjian

Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau

meminta ditetapkan suatu janji, selain untuk dirinya sendiri. Perjanjian timbul

disebabkan oleh dua orang atau lebih, masing-masing orang itu menduduki tempat

yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur, dan yang seorang lagi menjadi

pihak debitur.kreditur dan debitur tersebutlah yang menjadi subjek perjanjian.24

Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak-pihak yang terikat dengan

suatu perjanjian. Subjek hukum dalam perjanjian dibagi atas manusia dan badan

hukum, yang kedua-duanya merupakan penunjang hak dan kewajiban. Namun

memiliki perbedaan yaitu manusia menjadi subjek hukum sejak dia dilahirkan,

sedangkan badan hukum menjadi subjek hukum pada saat benda itu telah

didaftarkan dan benda tersebut tidak bernyawa seperti manusia.

24

(12)

Subjek perjanjian diatur dalam pasal 1315, 1317, 1318 dan 1340 KUH Perdata.

Ketentuan-ketentuan dalam pasal tersebut dikenal dengan asas pribadi. KUH

Perdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada perjanjian25

a) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri

, yaitu:

b) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya

c) Pihak ketiga.

Pada dasarnya suatu perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian

itu (Pasal 1315 KUH Perdata). Para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang

mengikat pihak ketiga (Pasal 1317 KUH Perdata).

Beralihnya hak kepada ahli waris adalah akibat peralihan dengan alas hak

umum yang terjadi pada ahli warisnya. Beralihnya perjanjian kepada orang-orang

yang memperoleh hak berdasarkan atas alas hak khusus, misalnya orang yang

menggantikan pembeli mendapat haknya sebagai pemilik. Hak terikat kepada

sesuatu kualitas itu dinamakan hak kualitatif.

Dalam kaitannya dengan janji guna pihak ketiga, maka siapa saja yang telah

menjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menarik kembali apabila pihak ketiga

telah menyatakan kehendaknya untuk mempergunakannya.26

25

Maria Darus Badrulzaman,1996, Op.cit.,hal.22 26

(13)

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Agar suatu perjanjian dianggap sah oleh hukum, maka haruslah memenuhi

beberapa persyaratan sahnya perjanjian. Persyaratan ini harus dipenuhi agara

perjanjian tersebut mempunyai kekuatan mengikat.

Syarat sahnya perjanjian tersebut sudag ditentukan oleh KUH Perdata, karena

perjanjian dianggap sah jika memenuhi 4 (empat) persyaratan yang berada dalam

KUH Perdata yaitu dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Keempat syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam KUH Perdata adalah

sebagai berikut:

a) Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri;

b) Cakap untuk membuat suatu perikatan;

c) Suatu hal tertentu;

d) Suatu sebab yang halal;

Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif dikarenakan kedua

syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Bila syarat ini tidak dipenuhi maka

perjanjian dapat dibatalkan (untuk membatalkan perjanjian itu harus ada inisiatif

minimal dari pihak yang merasa dirugikan).27

27

R. Subekti,Hukum Perjanjian, Op.cit. hal 20

Dengan batas waktu membatalkannya

5 tahun (Pasal 1454 KUH Perdata) Sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan

(14)

dipenuhi maka perjanjian dianggap batal demi hukum (sejak semula dianggap tidak

pernah ada perjanjian sehingga tidak perlu pembatalan).28

a) Sepakat

Keempat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata tersebut akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut.

Kesepakatan para pihak merupakan insir mutlak untuk terjadinya suatu

perjanjian. Kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan

perjanjian atau pernyataan kehendak disetujui antara pihak-pihak.29

Kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya

perjanjian. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam

teori/ajaran, yaitu

Pernyataan

pihak yang menwarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang

menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

30

a) Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat

kehendak penerima dinyatakan, misalnya dengan melukiskan surat. :

b) Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada

saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

28

Ibid. 29

Maria Darus Badrulzaman,1996,Op.cit., hal.98 30

(15)

c) Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang

menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima.

d) Teori kepercayaan (vertrowenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu

terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang

menawarkan.

Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUH Perdata, kata sepakat harus diberikan

secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah lain

yang dikenal dalam KUH Perdata yakni disebut dengan cacat kehendak (kehendak

yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga unsur cacat kehendak (Pasal

1321 KUH Perdata) :

a) Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan/dwaling (1321 KUH Perdata)

b) Paksaan /dwang (Pasal 1323-1327 KUH Perdata)

c) Penipuan/bedraq (Pasal 1328 KUH Perdata)

Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan,

namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru. Undang undang

membedakan dua jenis kekhilafan, yaitu mengenai orang (error inpersonal) dan

kekhilafan mengenai barang yang menjadi pokok perjanjian (error insubtantia).

Paksaan merupakan bukan karena kehendaknya sendiri, namun karena

dipengaruhi oleh orang lain. Paksaan dapat terjadi jika perbuatan tersebut dapat

(16)

menimbulkan ketakutan bahwa dirinya diancam atau kekayaan dengan suatu

kerugian (Pasal 1324 s.d 1327 KUH Perdata). Dengan demikian maka pengertian

paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan

sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang

sehingga ia membuat perjanjian.31

Perjanjian dapat dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal yang sudah dijelaskan

diatas. Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak diluar KUH Perdata,

yaitu penyalahgunaan keadaan. Dalam hal ini tidak adanya ancaman fisik hanya

terkadang salah satu pihak punya rasa ketergantungan, suatu hal darurat, tidak

berpengalaman, atau tidak tahu.

Sedangkan, Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif memngaruhi

pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan

sesuatu. Pihak tersebut menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran

yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk

menyepakati.

32

b) Kecakapan

Setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perikatan kecuali jika

undang-undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap. Orang-orang yang

tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka

31

Maria Darus Badrulzaman,1996,Op.cit., hal 101 32

(17)

yang berada dibawah pengampuan. Dalam hal kecakapan ini diatur dalam KUH

Perdata Pasal 1329 sampai dengan 1328.

Dulu orang-orang perempuan yang telah bersuami termasuk orang yang tidak

cakap berbuat (Pasal 108 KUH Perdat), tetapi hal ini sudah dicabut dengan SEMA

No.3 Tahun 1963 tentang kedudukan seorang wanita diangkat derajatnya sama

dengan laki-laki sehingga untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap

pengadilan ia tidak memerlukan bantuan suaminya lagi.33

Kedua,mereka yang diletakkan dibawah pengampuan. Hal ini diatur dalam

Pasal 433-462 KUH Perdata tentang pengampuan. Pengampuan adalah dimana

keadaan seseorang tidak dapat cakap bertindak karena sifat-sifat pribadinya ataupun

tidak dalam segala cakap untuk bertindak dalam lalu lintas hukum, karena orang

tersebut oleh putusan hakim dimasukkan kedalam golongan orang yang tidak cakap

bertindak dan diberi wakil menurut undang-undang sebagai pengampu.

Dengan demikian maka orang yang tidak cakap, yaitu pertama, mereka yang

belum cukup umur. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah mereka yang belum

genap berusia 21 tahun dan belum menikah. Agar mereka yang belum dewasa dapat

melakukan perbuatan hukum maka harus diwakilkan oleh wali/perwalian (Pasal

33-414 KUH Perdata).

34

33

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17319,diakses tanggal 1 April 2013 jam 15.30 wib 34

Ibid, hal.54

Tidak

cakap tersebut seperti dalam Pasal 433 KUH Perdata, yaitu keadaan dungu, sakit

(18)

kewajibannya) dan Pemboros/pemabuk (ketidakcakapan bertindak terbatas pada

perbuatan-perbuatan dalam bidang hukum harta kekayaan saja).

Akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap

berbuat hukum adalah dapat dimintakan pembatalannya (Pasal 1331 ayat 1 KUH

Perdata).35

c) Suatu hal tertentu

Undang-undang menetukan benda-benda yang dapat dijadikan obek perjanjian.

Benda-benda itu adalah yang dipergunakan untuk kepentingan umum. Suatu

perjanjian harus mempunyai objek tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan

(Pasal 1332 sampai dengan 1335 KUH Perdata). Objek perjanjian dapat

dikategorikan dalam pasal tersebut36

1) Objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat

dihitung.

:

2) Objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk

kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).

d) Suatu sebab yang halal

Untuk sahnya suatu perjanjian, undang-undang mensyaratkan adanya kausa.

Undang-undang tidak memberikan pengertian kausa. Kausa yang dimaksudkan

35

Ibid 36

(19)

bukanlah hubungan sebab akibat, melainkan isi atau maksud dari perjanjian itu

sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian.

Melalui syarat ini, didalam praktik maka hakim dapat mengawasi perjanjian

tersebut. Hakim dapat menilai apakah isi perjanjian tidak bertentangan dengan

undang-undang ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1335 s.d 1337 KUH

Perdata).37

C. Berakhirnya Perjanjian

Berdasarkan rumusan di atas, dapat diambil beberapa ketentuan yang penting

dalam hukum perjanjian, dan hal inilah yang merupakan akibat dari perjanjian yang

terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yaitu undang-undang menentukan bahwa

perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang. Semua persetujuan yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

Persetujuan-persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain kesepakatan

kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan

cukup untuk itu (Pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata). Persetujuan-persetujuan itu

haruslah dilakukan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata).

Melaksanakan apa yang menjadi hak disatu pihak dan kewajiban dipihak lain dari

yang membuat perjanjian.

Mengenai berakhirya perjanjian diatur dalam Bab ke empat Buku ke III KUH

Perdata tentang hapusnya perikatan. Masalah “hapusnya perjanjian” (tenietgaart van

37

(20)

verbintenis) bisa juga disebut dengan “hapusnya persetujuan” (tenietgaan van

overeenkosmt). Berarti, menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan

dalam persetujuan bersama antara pihak kreditur dan debitur.38

1. Pembayaran (Pasal 1382-1403 KUH Perdata)

Banyak cara dan macam dapat menghapuskan perjanjian. Misalnya dengan cara

membayar harga yang dibelinya atau dengan jalan mengembalikan barang yang dipinjam.

Bisa juga dengan pembebasan hutang dan sebagainya.

Adapun cara-cara penghapusan perjanjian telah diatur dalam Pasal 1381 KUH

Perdata. Dalam pasal ini telah disebut satu persatu cara dan jenis penghapusan perjanjian.

Cara penghapusan yang disebut Pasal 1381 KUH Perdata adalah:

Pembayaran adalah pelunasan utang (uang,jasa,barang) atau tindakan pemenuhan

prestasi oleh debitur kepada kreditur.39 Pihak-pihak yang wajib melaksanakan

pembayaran selain debitur. Berdasarkan Pasal 1382 KUH Perdata mengatur tentang

orang-orang selain debitur sendiri yang dapat melaksanakan perikatan, yaitu40

a) Mereka yang mempunyai kepentingan, misalnya kawan terhutang dan seorang

penanggung.

:

38

M Yahya Harahap, Op.cit.,hal.106 39

Handri Raharjo, Op.cit.,hal.96 40

(21)

b) Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak

ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya debitur atau pihak

ketiga itu bertindak atas namanya sendiri, asal tidak menggantikan hak-hak tertentu.

Berdasarkan Pasal 1385 KUH Perdata pihak-pihak yang berhak menerima

pembayaran:

a) Kreditur sendiri

b) Seseorang yang diberi kuasa oleh kreditur

c) Seseorang yang diberi kuasa oleh hakim atau undang-undang

Undang-undang telah menentukan pihak-pihak yang berhak menerima pembayaran

meskipun begitu penentuan tersebut tidak bersifat mutlak. Tidak bersifat mutlak

dikarenakan masih diberikan kemungkinan bagi debitur untuk membayarkan prestasi pada

“orang yang tidak menerima pembayaran” dengan syarat, yaitu kreditur membenarkan

pembayaran tersebut atau nyata-nyata telah mendapat manfaat daripadanya. Bila debitur

melakukan pembayaran kepada kreditur yang tidak cakap maka pembayaran itu tidak sah,

hal ini terdapat didalam Pasal 1387 KUH Perdata.

Pada dasarnya pembayaran dilakukan ditempat yang diperjanjikan namun bila didalam

perjanjian itu tidak ditentukan tempat pembayaran, maka hal itu diatur di dalam Pasal 1393

KUH Perdata. Subrogasi adalah penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga,

(22)

diperjanjikan ataupun ditetapkan oleh undang-undang. Subrogasi ini dibedakan menjadi

dua, yaitu:

a) Subrogasi karena perjanjian. Diatur dalam Pasal 1401 KUH Perdata

b) Subrogasi karena undang-undang. Diatur dalam Pasal 1401 KUH Perdata.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/penitipan (konsinya)

Penawaran pembayaran tunai terjadi apabila dalam suatu perjanjian debitur hendak

membayar utangnya tetapi pembayaran ini ditolak oleh kreditur, maka debitur dapat

menitipkan pembayaran melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Perihal

tentang konsinya diatur dalam Pasal 1404-1412 KUH Perdata.

3. Novasi/pembaharuan hutang (Pasal 1413-1424 KUH Perdata)

Merupakan perjanjian antara debitur dengan kreditur dimana perikatan yang sudah ada

dihapuskan dan kemudian dibuat suatu perikatan yang baru. Novasi berdasarkan Pasal

1413 KUH Perdata terdiri dari 3 bentuk, yaitu41

a) Debitur dan kredditur mengadakan perjanjian baru, dengan mana perjanjian lama

dihapuskan.

:

b) Apabila terjadi penggantian debitur, dengan penggantian nama debitur lama

dibebaskan dari perikatannya.

41

(23)

c) Apabila terjadi penggantian kreditur, dengan mana kreditur lama dibebaskan dari

perikatannya.

Bentuk pertama dinamakan novasi objektif, bentuk kedua dinamakan novasi subjektif

yang pasif, bentuk ketiga dinamakan novasi subjektif yang aktif.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1415 KUH Perdata tentang kesepakatan antara mereka

yang mengadakan pembaharuan utang, Gunawan Widjaja mengatakan berarti suatu

pembaharuan utang harus dengan tegas menyatakan bahwa utang lama atau perikatan

lama yang ada diantara debitur dan kreditur menjadi hapus demi hukum, dan sebagai

penggantinya dibuat dengan segala ketentuan dan syarat-syarat yang baru, yang berlaku

bagi debitur dan kreditur dalam perikatan yang baru tersebut.42

4. Perjumpaan hutang/kompensasi (Pasal 1425-1435 KUH Perdata)

Merupakan penghapusan masing-masing hutang dengan jalan saling memperhitungkan

hutang yang sudah dapat ditagih secara timbal balik antara debitur dengan kreditur.

Berdasarkan Pasal 1426 KUH Perdata kompensasi terjadi demi hukum. Pasal 1427

KUH Perdata menentukan syarat terjadinya kompensasi, yaitu:

a) Kedua-kedua berpokok sejumlah uang.

b) Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan (dalam arti diganti)

c) Kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.

42

(24)

Undang-undang menjelaskan bahwa kompensasi terjadi demi hukum, akan tetapi

apabila dibaca melalui ketentuan Pasal 1430, 1432, 1435 KUH Perdata, maka

kompensasi tersebut menghendakinya adanya aktivitas dari pihak-pihak yang

berkepentingan untuk mengemukakan hutang masing-masing dan pelaksanaan dari

perhitungan atau kompensasinya. Pelarangan dilakukannya kompensasi diatur di dalam

Pasal 1429 KUH Perdata.

5. Konfisio/pencampuran hutang (Pasal 1436-1437 KUH Perdata)

Merupakan pencampuran kedudukan (kualitas) dari pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian. Sebagai orang yang berutang (debitur) dengan kedudukan sebagai kreditur

menjadi satu dalam hal ini hapuslah perjanjian tersebut. Konfisio dapat terjadi

berdasarkan :

a) Alas hak hukum

b) Alas hak khusus, misalnya jual beli atau legaat

6. Pembebasan utang (Pasal 1438-1443 KUH Perdata)

Undang-undang tidak memberikan definisi apa yang disebutkqn dengan pembebasan

utang. Namun, menurut Mariam Darus Badrulzaman pembebasan utang adalah

pembuatan atau pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur

perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur.43

43

Mariam Darus Badrulzaman, 1996, Op.cit.,hal 187

Menurut Pasal

(25)

dibuktikan. Misalnya, pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh

kreditur, merupakan bukti tentang pembebasan hutangnya.

7. Musnahnya barang yang terutang (Pasal 1444-1445 KUH Perdata)

Perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi pokok

prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada debitur.

8. Kebatalan dan pembatalan perjanjian (Pasal 1446-1456 KUH Perdata)

Dalam Pasal 1446 KUH Perdata terdapat perkataan “batal demi hukum” yang dimana

maksudnya adalah “dapat dibatalkan”. Undang-undang menentukan jangka waktu suatu

tuntutan pembatalan itu harus diajukan yaitu, lima tahun, yang mulai berlaku :

a) Dalam hal kebelumdewasaan, sejak hari kedewasaan.

b) Dalam hal pengampuan sejak hari pencabutan pengampuan.

c) Dalam hal paksaan sejak hari paksaan itu telah terhenti.

d) Dalam hal kekhilafan atau penipuan sejak hari itu diketahuinya kekhilafan atau

penipuan itu.

e) Dalam hal kebatalan tersebut dalam Pasal 1341 KUH Perdata, sejak hari

diketahuinya bahwa kesadaran yang diperlukan untuk pembatalan itu ada.

9. Berlakunya syarat batal (Pasal 1265 KUH Perdata)

Memiliki pengertian suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan

(26)

perjanjian (Pasal 1253 dan 1266 KUH Perdata). Berlakunya syarat ini diatur dalam

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji One way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna diameter zona hambat pelapik GIC yang ditambahkan CPC dengan tanpa penambahan CPC terhadap pertumbuhan

Segala Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini guna memenuhi

Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken

Sedangkan dalam masyarakat modern pendidikan memisahkan anak dari orang tuanya untuk memperoleh keterampilan (ilmu pengetahuan dan teknologi) serta akan membutuhkan

Single mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih Single mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan multi mode fiber

Agar masalah ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan yang semula direncanakan sehingga mempermudah mendapatkan data dan informasi yang diperlukan,

diri dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial dengan.. individu lain dalam sebuah struktur

cukup lama, jauh sebelum menjadi Presiden di negeri ini, saya berpikir dan bahkan bertanya, "apakah konflik di Aceh tidak dapat kita selesaikan?" Apakah bangsa yang besar