Latar Belakang
Kemampuan produksi buah tomat dari tahun ke tahun terus bertambah, hal
ini terlihat dari angka produksi Nasional terus meningkat. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik dan Direktotar Jendral Hortikultura (2012) produksi tomat pada
tahun 2010 secara Nasional produksi sebesar 891.616 ton dengan luas panen
61.154 ha dan produktivitasnya sebesar 14,11 ton ha-1. Kemudian pada tahun 2011
produksi tomat secara Nasional mencapai hasil sebesar 954.046 ton dengan luas
panen 57.302 ha dan produktivitasnya sebesar 16,64 ton ha-1.
Peningkatan produksi tersebut memperlihatkan bahwa peluang bisnis buah
tomat masih terbuka lebar, karena suplainya dari tahun ke tahun masih belum
mencukupi. Di Kalimantan Selatan sendiri berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Kalsel pada tahun 2011 produksi tomat hanya mencapai 5.583 ton dengan luas
panen 685 ha dan hasil produktivitasnya hanya mencapai 8,15 ton ha-1. Potensi
hasil tanaman tomat jenis Tymoti F1 mencapai 50 – 60 ton ha-1, dengan bobot 2 –
3 kg per tanaman. Produksi tomat di Kalimantan Selatan masih sangat rendah jika
dibanding dengan rata-rata produksi Nasional sebesar 16,64 ton ha-1 dan potensi
hasil tomat.
Rendahnya rata-rata produksi di Kalimantan Selatan khususnya
disebabkan karena adanya beberapa faktor pembatas, di antaranya kemampuan
lahan yang sangat rendah, pemilihan varietas yang belum tepat dan adanya
serangan hama dan penyakit (Aberar, 2011). Kemampuan lahan yang rendah
memperbaiki kualitas tanah. Berbagai macam upaya dilakukan para petani untuk
meningkatkan kualitas tanah agar dapat mencapai hasil produksi yang maksimal,
dan salah satunya adalah dengan menggunakan pupuk organik atau pupuk
kompos (Harjowigeno, 1995).
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat baik dari kompos yang
dapat memperbaiki kesuburan tanah karena dapat menyediakan unsur hara seperti
N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro dalam jumlah relatif kecil, membuat
permeabilitas tanah menjadi lebih baik. Kompos dapat dimanfaatkan petani
sayuran sebagai pupuk trichokompos. Trichokompos adalah pupuk kompos yang
diaplikasikan dengan Trichoderma sp.. Trichokompos selain berfungsi sebagai penambah unsur hara juga dapat berperan sebagai antagonisme bagi patogen
tular tanah. Kandungan unsur hara NPK pada pupuk trichokompos cukup
tinggi (lihat pada Tabel 2). Berdasarkan hasil penelitian Muhammad Aberar, dosis
trichokompos yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat di
lahan sulfat masam adalah 600 gram per tanaman setara dengan 20 ton ha-1.
Di Kalimantan Selatan, pada umumnya jenis tanah yang banyak
dijumpai adalah tanah jenis Ultisol. Daerah Sukamara, Kecamatan Landasan
Ulin lahan yang digunakan oleh petani di sana adalah merupakan jenis Ultisol.
Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Kimia, Fisika dan Biologi
Tanah Fakultas Pertanian Unlam, kandungan unsur NPK nya cukup baik, akan
tetapi pH di lahan tesebut masih agak masam untuk tanaman tomat, yaitu 5,25
Tanaman tomat pada umumnya tidak menyukai tanah yang tergenang
dan becek. Tanaman tomat menghendaki tanah yang gembur dengan pH 5,6 – 6,8
(Sunarjono, 1990). Tanaman tomat meupakan tanaman yang memerlukan unsur
hara dalam jumlah yang cukup banyak, terutama unsur NPK (Anonim, 2013).
Menurut IFA World Fertilizer Use Manual (1992) dalam Sutarya dkk 1995, serapan unsur hara makro oleh tanaman tomat antara lain adalah, N = 177 kg/ha,
P2O5 = 46 kg/ha, K2O = 319 kg/ha, CaO = 129 kg/ha, MgO = 43 kg/ha.
Mulsa yang dikenal selama ini adalah mulsa yang dibuat dari jerami
kering atau jenis rumput lainnya yang dikeringkan. Penggunaan jerami secara
tradisional berfungsi untuk menjaga kelembapan tanah. Tomat juga bisa memakai
jerami untuk menjaga kelembapan tanah. Namun, jerami justru kadang
mendatangkan masalah karena jerami yang membusuk (basah) bisa menularkan
penyakit. Keadaan tersebut dapat diantisipasi dengan menggunakan mulsa plastik
hitam perak (silver black). Disebut silver black karena memang mulsa plastik ini terdiri atas dua sisi, yaitu sisi warna hitam dan sisi yang berwarna perak. Lebar
mulsa plastik ini 1,2 m dan biasanya dijual dalam satuan berat. Berat 1 kg
biasanya panjangnya sekitar 25 m (Tim Penulis PS, 2009)
Memperkuat pernyataan di atas, maka dirasakan perlu mengadakan
penelitian tentang Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat terhadap
Pemberian Trichokompos Menggunakan Mulsa Plastik Hitam Perak pada Tanah
Ultisol, agar dapat memperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman tomat yang lebih
Rumusan Masalah
1. Apakah interaksi pemberian trichokomposdengan menggunakan mulsa plastik
hitam perak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat ?
2. Apakah terdapat kombinasi terbaik pemberian trichokompos dengan
menggunakan mulsa hitam perak terhadap pertumbuhan dan hasil pada
tanaman tomat ?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh interaksi pemberiantrichokompos dengan mulsa
plastik hitam perakterhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat .
2. Untuk mengetahui kombinasi terbaikpemberian trichokompos dengan mulsa
plastik hitam perak terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat terbaik.
Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Interaksi pemberian trichokompos dengan mulsa plastik hitam perak
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat .
2. Terdapat kombinasi terbaik dari pemberian dengan mulsa plastik hitam perak
Tomat ditemukan pertama kali di daratan Amerika Latin, lebih tepatnya di
sekitar Peru, Equador. Para ahli taksonomi berbeda pendapat dalam pemberian
nama resmi untuk tanaman ini. Akhirnya pada tahun 1983 badan Internasinal yang
menangani pemberian nama ilmiah memtuskan bahwa nama ilmiah resmi untuk
tomat adalah Lycopersicon lycopersicum (L). Akan tetapi, saat ini nama yang paling popular untuk tanaman tomat adalah Lycopersicum esculentum Mill (Tim Penulis PS, 2009). Secara sistematika menurutTugiono (1989), klasifikasi
tanaman tomat dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Klas : Dycotyledoneae Ordo : Turbiflorae Famili : Solaneceae Genus : Lycopersicum
Spesies : Lycopersicum esculentum Mill
Morfologi Tanaman Tomat
Tomat merupakan tanaman setahun (annual) atau tahunan (parenial) yang berumur pendek, tetapi umumnya tumbuh setahun berbentuk perdu. Tinggi
tanaman dapat mencapai 2 – 3 m atau lebih. Mempunyai bentuk batang bulat dan
lunak. Batang sewaktu masih muda mudah patah, sedangkan setelah tua menjadi
keras hampir berkayu dan seluruh permukaannya berbulu halus, serta mempunyai
cabang yang lebat (Rukmana, 1994).
Daunnya yang berwarna hijau dan berbulu mempunyai panjang sekitar
20-30 cm dan lebar 10-20 cm. Daun tomat ini tumbuh di dekat ujung dahan atau
cm dan ketebalan 0,3-0,5 cm. Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan
tersusun dalam dompolan dengan jumlah 5-10 bunga per dompolan atau
tergantung dari varietasnya. Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun
kelopak dan lima helai mahkota. Pada serbuk sari terdapat kantong yang letaknya
menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik.
Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya
berumah satu. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi
penyerbukan silang (Bernardinus dan Wiryanta, 2002).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman tomat mempunyai daya penyesuaian cukup luas terhadap
lingkungan tumbuhnya. Sebagian besar sentra produsen tomat berada di daerah
dataran tinggi pada ketinggian antara 1000 – 1250 meter dari permukaan laut
(Sunarjono, 1990).
Tanaman tomat dapat tumbuh disemua tempat dari dataran rendah sampai
dataran tinggi. Hanya saja di daerah basah atau curah hujan tinggi
pertumbuhannya kurang baik. Disamping buahnya banyak diserang penyakit,
seperti penyakit cendawan dan sejenisnya, sehingga untuk daerah basah dan
berudara lembab dianjurkan menanam tomat pada musim kemarau. Selanjutnya
selalu berawan. Tanaman tomat menghendaki iklim kering dengan suhu siang 18
-27oC dan malam hari 15 - 20oC (Anonim,2013)
Tanah
Tanaman tomat dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai tanah pasir
sampai tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung bahan
organik serta unsur hara dan mudah merembeskan air. Selain itu akar tanaman
tomat rentan terhadap kekurangan oksigen, oleh karena itu air tidak boleh
tergenang. Tanah dengan derajat keasaman (pH) berkisar 5,5-7,0 sangat cocok
untuk budidaya tomat. Dalam pembudidayaan tanaman tomat, sebaiknya dipilih
lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan
tanggul.Tanaman tomat tidak cocok tumbuh pada tanah yang tergenang air atau
tanah yang becek (Pudjiatmoko, 2008).
Budidaya tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari
untuk produksi yang menguntungkan, tetapi sinar matahari yang terik tidak
disukai. Selanjutnya bahwa sinar matahari yang dikehendaki tanaman tomat
adalah minimal 8 jam per hari (Anonim, 2013).
Khusus untuk tanah yang ada di Desa Sukamara Kecamatan Landasan
Ulin Utara, adalah merupakan jenis tanah Ultisol. Ultisol merupakan tanah yang
telah mengalami proses pelapukan lanjut melalui proses luxiviasi dan podsolisasi.
Ditandai oleh kejenuhan basa rendah (kurang dari 35% pada kedalaman 1,8 m),
kapasitas tukarkation kurang dari 24 me per 100 gram liat, bahan organik rendah
Tabel 1. Kandungan unsur hara pada sampel tanah Desa Sukamara (Hasil Analisis Laboratorium Kimia, Fisika dan Biologi Tanah Fak. Pertanian Unlam).
No Sampel N-total(%) P2O5(mg/100g) K2O(mg/100g) pH
1. Tanah Desa
Sukamara 0,41 60,39 22,73
5,2
5
Berdasarkan nilai analisis dari sifat kimia tanah menurut Harjowigeno
(2007), kandungan %N 0,21 – 0,50 (baik), P2O5 mg/100g >60 (sangat tinggi), K2O
mg/100g 21 – 40 (baik).
Trichokompos
Trichokompos merupakan salah satu bentuk pupuk organik kompos
yangmengandung cendawan antagonis Trichoderma sp.Trichokompos efektif sebagai penggembur tanah, penyubur tanaman, merangsang pertumbuhan anakan,
bunga dan buah. Selain itu, pupuk organik tersebut juga sebagai pengendali
penyakit, seperti penyakit layu, busuk batang dan daun (Prima Tani,2009).
Pembuatan pupuk Trichokompos ini terdiri dari hasil limbah bisa berupa
(jerami padi, eceng gondok, dan serbuk gergaji) yang dicampur dan diproses
dengan kapur pertanian, pupuk kandang, air dan bahan padat Trichoderma spp. Pembuatan trichokompos hanya berlangsung selama kurang lebih 21 (dua puluh
satu) hari sudah bisa digunakan (Agromedia, 2007).
No Bahandasar N(%) P2O5(%) K2O(%) Ca(%) Mg(%) pH
1. Serbuk
gergaji 1,35 1,68 4,21 7,05 0,78 6,97
Pupuk organik seperti pupuk trichokompos mempunyai sifat yang lebih
baik dibandingkan dengan pupuk alam lainnya, walaupun cara kerjanya lambat
jika dibandingkan dengan cara kerja pupuk buatan, karena harus mengalami
proses perubahan terlebih dahulu sebelum diserap tanaman (Agromedia, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Ichwan (2007), dosis trichokompos sebesar
20 ton ha-1 memberikan tinggi tanaman, jumlah buah per tanaman dan berat buah
per tanaman cabe merah tertinggi serta mempercepat waktu berbunga dan waktu
panen tanaman cabe merah. Menurut Subhan (2009), kebutuhan pupuk untuk
tanaman tomat pada tanah Latosol di Sumedang adalah 213,07 kg N/ha, 28,51kg
P/ha, dan 35,69 kg K2O/ha. Pemberian trichokompos jerami padi dengan dosis 20
ton ha-1 memberikan efek terbaik pada pertumbuhan dan hasil tanaman sawi
Bahan dan Alat
Bahan
Tanah . Tanah digunakan sebagai media tanam tomat.
Benih. Benih tomat yang digunakan adalah benih tomat jenis Tymoti
F1.
Pupuk Kandang. Digunakan sebagai pupuk dasar yang berasal dari
kotoran ayam dengan dosis sesuai rekomendasi untuk tanaman tomat adalah
20 t.ha-1.
Trichokompos . Merupakan pupuk kompos yang berbahan dasar kotoran
ayam, serbuk gergaji, kapur, dan air yang diaplikasikan dengan Trichoderma spp.. Digunakan sebagai perlakuan yang diberikan terhadap media tumbuh
tanaman tomat.
Alat
Cangkul dan garu. Digunakan untuk mengolah tanah.
Sekop. Digunakan untuk mencampur tanah dengan trichokompos dan
pupuk kandang.
Gembor. Digunakan untuk menyiram air pada tanaman.
Tugal. Digunakan untuk membuat lubang tanaman.
Timbangan. Digunakan untuk menimbang beberapa komponen penelitian.
Neraca analitik. Digunakan untuk menimbang berat buah dan berat basah
tanaman tomat.
Kamera. Digunakan untuk dokumentasi kegiatan dan hasil penelitian.
Alat Tulis. Digunakan untuk pengumpulan data dan pencatatan yang
berhubungan dengan penelitian.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial berulang 3 (tiga) kali dengan 10
(sepuluh) kombinasi perlakuan sehingga terdapat 30 satuan percobaan, bagan tata
letak percobaan dapat dilhat pada Lampiran 1.
Perlakuan terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama yaitu dosis Trichokompos
(T) dengan 5 taraf, yakni :
t1 = 10 t ha-1
t2 = 15 t ha-1
t3 = 20 t ha-1
t4 = 25 t ha-1
t5 = 30 t ha-1
Faktor kedua adalah pemberian mulsa (m) yang terdiri dari 2 taraf, yaitu :
m0 = tanpa pemberian mulsa m1 = dengan pemberian mulsa
Tabel 3. Kombinasi perlakuan percobaan dua faktor yaitu dosis trichokompos (t) dengan pemberian mulsa (m)
Dosis Trichokompos (t)
Pemberian Mulsa (m)
t1
Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani, di Desa Sukamara Kecamatan
Landasan Ulin, Banjarbaru dari Bulan September sampai dengan Desember 2013
(Lampiran. 6).
Pelaksanaan
1. Teknik Budidaya
Persemaian.Persemaian tomat terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama benih
direndam pada larutan ditane 4 ml/500 ml air selama ± 15 menit. Setelah
direndam benih dikeringanginkan selama 15 menit. Kemudian benih disemai ke
lahan persemaian yang berukuran 2 m x 1 m, media persemaian terdiri dari tanah
halus dan pupuk kandang kering dengan perbandingan 2 : 1. Tahap kedua, setelah
berumur 1 minggu bibit dipindahkan ke polybag kecil (disapih).
Pengolahan tanah. Pertama-tama lahan dibersihkan dari rumput dan
kemudian tanah dibiarkan tujuh hari. Pengolahan tanah kedua dilakukan
sekaligus pembuatan bedengan dengan ukuran 1,5 m x 3 m dan tinggi 20 cm.
Jarak antar bedengan 100 cm dan jarak antar kelompok 75 cm (Lampiran 1).
Masing - masing petakan terdapat 15 lubang tanaman dengan jarak tanam 50 x
60 cm (Lampiran 2).
Pemupukan.Pemberian pupuk kandang (kotoran ayam) dilakukan 2
minggu sebelum tanam dengan cara diratakan di atas permukaan bedengan.
Aplikasi trichokompos dilakukan 2 (dua) kali yaitu, pada saat 1 minggu sebelum
tanam dan pada saat tanaman mulai berbunga dengan dosis sesuai perlakuan
(10 t ha-1, 15 t ha-1, 20 t ha-1, 25 t ha-1, dan 30 t ha-1). Dosis setiap 1 kali
pemupukan adalah 1/2 dari total setiap dosis perlakuan.
Penanaman. Pemindahan bibit ke petakan percobaan saat berumur 21 hari
setelah semai atau bibit sudah memiliki batang yang cukup kuat atau sudah
memiliki daun sebanyak 4 -5 helai. Cara memindah bibit adalah mengangkat bibit
yang ada dalam polybag kecil, kemudian ploybag kecil dibuka dan diletakkan
pada lubang tanam yang telah disiapkan. Setiap tanaman diberi naungan
(sungkup) dari pelepah pisang untuk menghindari sinar matahari yang berlebih.
Pemeliharaan. Meliputi penyiraman, penyulaman, dan pemasangan ajir.
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari dengan volume ± 1
liter per tanaman sampai masa sebelum panen. Penyulaman dilakukan apabila ada
tanaman yang mati atau kurang baik pertumbuhannya. Penyulaman dilakukan
dengan tinggi + 150 cm) dipasang sedini mungkin agar tidak mengganggu
perakaran tanaman dengan cara ditancapkan disamping tanaman.
Panen. Pemanenan dilakukan saat tanaman tomat berumur 65 hari setelah
tanam atau pada saat tanaman tomat sudah menunjukkan ciri-ciri masak fisiologis,
saat masih muda dan daging belum liat, maksudnya daging buahnya masih
kencang berisi.
2. Pengamatan
Variabel pengamatan yang dilakukan terhadap tanaman sampel tomat
(Lycopersicum esculentum Mill) adalah :
1. Tinggi tanaman. Diukur dari pangkal batang di atas permukaan tanah sampai dengan ujung tanaman menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan saat tanaman berumur 10, 20, 30, 40,50, dan 60 hari setelah tanam.
2. Jumlah daun. Dihitung jumlah daun yang sudah terbuka penuh pada tanaman. Pengamatan dilakukan saat tanaman berumur 20, 30, 40, 50, dan 60 hari setelah tanam.
3. Jumlah cabang. Dihitung adalah jumlah cabang primer yang terbentuk pada masing-masing tanaman. Pengamatan dilakukan saat tanaman berumur 10, 30, 40, dan 50 hari setelah tanam.
4. Umur bunga pertama. Pengamatan dilakukan saat tanaman muncul bunga pertama pada tanaman yang diamati secara merata, dilakukan hanya satu kali. Satuan dinyatakan dalam hari setelah tanam.
Dengan satuan hari setelah tanam.
6. Jumlah buah pertanaman. Dihitung sejak panen pertama dengan selang waktu 5 hari setiap kali panen. Satuan dinyatakan dalam buah.
7. Bobot buah per tanaman. Dilakukan dengan menimbang berat buah pertanaman. Satuan perhitungan dalam gram.
8. Berat kering tajuk. Dilakukan dengan menimbang berat kering tajuk. Satuan perhitungan dalam gram.
Analisa Data
Model linier aditif yang digunakan untuk menganalisa setiap peubah yang
diamati adalah :
Yijk = µ + Kk +αi + βj + (αβ)ij +εijk Dimana :
i = 1,2,3,4,5 (dosis trichokompos)
j = 1,2 (pemberian mulsa)
K = kelompok
Yijk = respon satuan percobaan yang menerima perlakuan faktor α ke-i
dan β ke – j pada ulangan ke-k
µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh taraf perlakuan faktor α ke-i
βj = pengaruh taraf perlakuan faktor β ke-j
αβij = pengaruh interaksi faktor α ke-i dengan faktor β ke-j pada
pengamatan ke-k
εijk = pengaruh galat acak percobaan yang menerima pengaruh,
perlakuan faktor α ke-i dan faktor β ke-j pada pengamatan ke-k
Berdasarkan model linier aditif tersebut, maka cara membentuk analisis
ragamnya adalah :
Tabel 4. Daftar Analisis Ragam pengaruh dosis trichokompos (t) dan pemberian mulsa (m) terhadap masing-masing peubah yang diamati menurut
menggunakan uji F, Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dua faktor. Jika
dari hasil analisis ragam terdapat perlakuan interaksi yang berpengaruh maka
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5%
yang berpengaruh, pengujian dilakukan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Hasil
Hasil perhitungan uji kehomogenan terhadap data tinggi tanaman, jumlah
cabang, umur bunga pertama, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman,
dan berat kering tajuk menunjukkan data homogen, sedangkan pada jumlah
daunmenunjukkan data yang tidak homogen, maka selanjutnya data
ditransformasi dengan transformasi log√(x+0,5) sehingga data menjadi homogen
untuk selanjutnya dapat dilakukan analisis ragam (Lampiran 7). Hasil analisa
ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman padi, selanjutnya pengujian
dilakukan kembali dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dan uji
jarak berganda Duncan (DMRT).
Tinggi Tanaman
Pengamatan tinggi tanaman dimulai pada saat tanaman 10 hari setelah
tanam (hst) dan pengamatan dilakukan setiap 10 hari, hingga tanaman berumur 60
hst (Tabel 5).
Dari hasil pengamatan interaksi seluruh perlakuan menunjukkan bahwa
hingga 30 hst tinggi tanaman memberikan respon pertumbuhan yang sama, namun
pada pengamatan yang keempat tinggi tanaman dari masing-masing perlakuan
Tabel 5. Data pengamatan rata-rata tinggi tanaman tomat
berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %
Tinggi tanaman tomat yang diberi perlakuan trichokompos sebanyak 10 t
ha-1 tanpa menggunakan mulsa (t1m0) terlihat lebih bagus dibandingkan dengan
tinggi tanaman tomat pada perlakuan yang lain, namun demikian perlakuan
tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian trichokompos sebanyak
10 t ha-1 dengan menggunakan mulsa (t1m1), perlakuan pemberian trichokompos
sebanyak 20 t ha-1 dengan menggunakan mulsa (t2m1), dan perlakuan pemberian
trichokompos sebanyak 50 t ha-1 dengan menggunakan mulsa (t5m1).
Tabel 6. Pengujian BNT pada perlakuan tanpa pemberian mulsa dan perlakuan dengan pemberian mulsa pada tinggi tanaman 10 hst, 40 hst, 50 hst, dan 60 hst
Perlakuan 10 hst 40 hstHasil Pengujian50 hst 60 hst
m0 16,131 ab 35,467 a 42,468 a 50,2 a
m1 13,534 a 39,8 ab 46,8 ab 54,264 ab
Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata antara
pemberian mulsa pada tinggi tanaman tomat 10 hst, 40 hst, 50 hst, dan 60 hst
(Tabel 6). Dari tabel di atas diketahui bahwa tinggi tanaman pada 10 hst, 40 hst,
50 hst, dan 60 hst yang ditambah dengan perlakuan penggunaan mulsa (m1) lebih
bagus dibandingkan dengan perlakuan tanpa menggunakan mulsa (m0).
Tabel 7. Pengujian BNT pada perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 pada tinggi tanaman
30 hst, 40 hst, 50 hst, dan 60 hst
Perlakuan 30 hst 40 hstHasil Pengujian50 hst 60 hst
t1 31,335 b 44 c 49,835 b 57,83 b
t2 24 a 40,33 bc 45,665 ab 52,67 ab
t3 24,335 ab 30,165 a 38,835 a 46,5 a
t4 26,835 ab 33,665 ab 42,67 ab 50,67 ab
t5 26,5 ab 40 bc 46,165 ab 53,5 ab
Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata antara
perlakuan penanaman tanaman tomat dengan pemberian trichokompos dengan
dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 terhadap tinggi tanaman
yang berumur 30 hst, 50 hst, dan 60 hst. Sedangkan pada tinggi tanaman 40 hst
kelima taraf perlakuan pemberian trichokompos tersebut berbeda sangat nyata.
Pada Tabel 7 dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian trichokompos dengan
dosis 10 t ha-1 (t1) dapat lebih memacu tinggi tanaman tomat daripada pemberian
Tabel 8. Pengujian DMRT pada perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 yang dikombinasikan
dengan perlakuan dengan dan tanpa penggunaan mulsa pada tinggi tanaman berumur 40 hst, 50 hst, dan 60 hst
Perlakuan Hasil Pengujian
40 hst 50 hst 60 hst
t1m0 47 efg 52,67 c 60,33 e
t1m1 41 cde 47,00 bc 55,33 cde
t2m0 34,33 abc 40,00 ab 47 ab
t2m1 46,33 defg 51,33 c 58,33 e
t3m0 31,33 ab 37,00 a 45,67 a
t3m1 29 a 40,67 ab 47,33 abc
t4m0 30,33 ab 41,67 ab 48 abc
t4m1 37 bcd 43,67 abc 53,33 bcde
t5m0 34,33 abc 41,00 ab 50 bcd
t5m1 45,67 defg 51,33 c 57 de
Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata antara
interaksi perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t
ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 dengan perlakuan penggunaan mulsa dan tanpa
penggunaan mulsa terhadap tinggi tanaman 40 hst, 50 hst, dan 60 hst, sehingga
dilakukan uji DMRT. Pada Tabel 8 dapat disimpulkan bahwa kombinasi
pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1 tanpa mulsa (t1m0) dapat
meningkatkan tinggi tanaman tomat lebih baik dibandingkan dengan kombinasi
Jumlah Daun
Pengamatan jumlah daun dimulai pada saat tanaman berumur 20 hari
setelah tanam (hst) dan pengamatan dilakukan setiap 10 hari, hingga tanaman
berumur 60 hst (Tabel 9).
Dari hasil pengamatan interaksi seluruh perlakuan menunjukkan bahwa
jumlah daun selalu meningkat setiap pengamatan, namun hanya pada pengamatan
yang ketiga jumlah daun tanaman tomat berbeda antara satu perlakuan dengan
perlakuan yang lainnya. Pada hasil pengamatan tanaman tomat berumur 40 hst
dilakukan transformasi data menggunakan rumus log√(x+0,5), namun hasil tetap
menunjukkan bahwa seluruh perlakuan tidak berbeda nyata.
Tabel 9. Data pengamatan rata-rata jumlah daun tanaman tomat
Perlakuan Pengamatan
t m 10 hst 20 hst 30 hst 40 hst 50 hst
t1 m0 15,67 ns 21,00 ns 24,33 ab 1,47 ns 31,00 ns t1 m1 16,67 ns 28,67 ns 31,33 bc 1,54 ns 37,00 ns t2 m0 19,67 ns 23,00 ns 23,67 a 1,52 ns 36,33 ns t2 m1 14,67 ns 20,67 ns 21,33 a 1,44 ns 33,33 ns t3 m0 20,67 ns 24,67 ns 28,00 ab 1,55 ns 39,00 ns t3 m1 13,67 ns 29,33 ns 31,33 bc 1,56 ns 39,67 ns t4 m0 25,67 ns 30,00 ns 36,33 c 1,63 ns 45,67 ns t4 m1 19,33 ns 25,00 ns 26,33ab 1,51 ns 34,00 ns t5 m0 21,00 ns 22,33 ns 27,33 ab 1,53 ns 35,00 ns t5 m1 16,00 ns 19,00 ns 24,33 ab 1,50 ns 32,67 ns Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %
Jumlah daun tanaman tomat yang diberi perlakuan trichokompos sebanyak
40 t ha-1 tanpa menggunakan mulsa (t4m0) lebih banyak dibandingkan dengan
Tabel 10. Pengujian BNT pada perlakuan tanpa pemberian mulsa dan perlakuan dengan pemberian mulsa pada jumlah daun tanaman umur 10 hst
Perlakuan Hasil Pengujian
m0 20,54 ab
m1 27,164 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata antara
perlakuan penanaman tanaman tomat tanpa pemberian mulsa dengan perlakuan
pemberian mulsa terhadap jumlah daun tanaman tomat berumur 10 hst (Tabel 10).
Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah daun pada 10 hst tanpa perlakuan mulsa
(m0) lebih bagus dibandingkan dengan perlakuan penggunaan mulsa (m1).
Tabel 11. Pengujian BNT pada perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 terhadap jumlah daun
Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata antara
perlakuan penanaman tanaman tomat dengan pemberian trichokompos dengan
dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 terhadap jumlah daun
tanaman yang berumur 30 hst. Pada Tabel 11 dapat ditarik kesimpulan bahwa
daun tanaman tomat daripada pemberian trikokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t
ha-1, 30 t ha-1, dan 50 t ha-1.
Tabel 12. Pengujian DMRT pada perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 yang
dikombinasikan dengan perlakuan dengan dan tanpa penggunaan mulsa pada tinggi tanaman berumur 30 hst
Perlakuan Hasil Pengujian
t1m0 24,33 ab
t1m1 31,33 bc
t2m0 23,67 a
t2m1 21,33 a
t3m0 28 ab
t3m1 31,33 bc
t4m0 36,33 c
t4m1 26,33 ab
t5m0 27,33 ab
t5m1 24,33 ab
Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata antara
interaksi perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t
ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 dengan perlakuan penggunaan mulsa dan tanpa
penggunaan mulsa terhadap jumlah daun tanaman tomat 30 hst. Pada Tabel 12
dapat disimpulkan bahwa kombinasi pemberian trichokompos dengan dosis 40 t
ha-1 tanpa mulsa (t4m0) dapat memacu perbanyakan daun tanaman tomat lebih baik
dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain. Namun kombinasi
perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi pemberian trichokompos
pemberian trichokompos dengan dosis 30 t ha-1 dengan menggunakan mulsa
(t3m1).
Jumlah Cabang
Pengamatan jumlah cabang dimulai pada saat tanaman berumur 10 hst, 30
hst, 40 hst, dan 50 hst (Tabel 13).
Dari hasil pengamatan interaksi seluruh perlakuan menunjukkan bahwa
jumlah cabang selalu meningkat setiap pengamatan, namun hanya pada
pengamatan pada tinggi tanaman yang berumur 40 hst jumlah cabang tanaman
tomat berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lainnya.
Tabel 13. Data pengamatan rata-rata jumlah cabang tanaman tomat
Perlakuan Pengamatan Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %
Jumlah cabang tanaman tomat yang diberi perlakuan trichokompos
sebanyak 30 t ha-1 dengan menggunakan mulsa (t3m1) lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah cabang tanaman tomat pada perlakuan yang lain, namun pada
tanaman tomat yang berumur 50 hst jumlah cabang pada perlakuan tersebut sama
t ha-1 dengan menggunakan mulsa (t1m1), perlakuan trichokompos sebanyak 40 t
ha-1 tanpa menggunakan mulsa (t4m0), perlakuan trichokompos sebanyak 40 t ha-1
dengan menggunakan mulsa (t4m1), dan perlakuan trichokompos sebanyak 50 t
ha-1 tanpa menggunakan mulsa (t5m0).
Tabel 14. Pengujian BNT pada perlakuan tanpa pemberian mulsa dan perlakuan dengan pemberian mulsa terhadap jumlah cabang tanaman tomat umur 10 hst
Perlakuan Hasil Pengujian
m0 4,734 ab
m1 3,67 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata antara
perlakuan penanaman tanaman tomat tanpa pemberian mulsa dengan perlakuan
pemberian mulsa terhadap jumlah cabang tanaman tomat berumur 10 hst (Tabel
14). Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah cabang pada 10 hst tanpa perlakuan
mulsa (m0) lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan penggunaan mulsa (m1).
Tabel 15. Pengujian DMRT pada perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 yang
dikombinasikan dengan perlakuan dengan dan tanpa penggunaan mulsa terhadap jumlah cabang tanaman berumur 30 hst
Tabel 15. Lanjutan
Perlakuan Hasil Pengujian
t4m1 5,00 ab
t5m0 6,33 ab
t5m1 5,33 ab
Keterangan: Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata antara
interaksi perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t
ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 dengan perlakuan penggunaan mulsa dan tanpa
penggunaan mulsa terhadap jumlah cabang tanaman tomat 30 hst. Pada Tabel 15
dapat disimpulkan bahwa kombinasi pemberian trichokompos dengan dosis 50 t
ha-1 tanpa mulsa (t5m0), pemberian trichokompos dengan dosis 40 t ha-1 tanpa
mulsa (t4m0), pemberian trichokompos dengan dosis 30 t ha-1 dengan mulsa (t3m1),
dan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1 dengan mulsa (t1m1), dapat
memacu perbanyakan cabang tanaman tomat lebih baik dibandingkan dengan
kombinasi perlakuan yang lain.
Umur Bunga Pertama, Umur Panen Pertama, Jumlah Buah Per Tanaman, Bobot Buah Per Tanaman, dan Berat Kering Tajuk
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang
diberikan kepada tanaman tomat memberikan hasil yang berbeda terhadap
variabel pengamatan umur bunga pertama dan bobot buah per tanaman (Tabel
Tabel 16. Pengujian BNT terhadap umur bunga pertama, umur panen pertama, jumlah buah pertanaman, bobot buah per tanaman, dan berat kering tajuk.
Perlakuan Pengamatan
t m Umur bungapertama Umur PanenPertama Jumlah buahper tanaman Bobot buah pertanaman Berat keringtajuk
t1 m0 44,00 ab 65 ns 14,67 ns 146,67 ab 4,00 ns
berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %
Dari hasil pengamatan umur bunga pertama diketahui bahwa perlakuan
pemberian trichokompos sebanyak 20 ton ha-1 dengan menggunakan mulsa (t2m1)
dapat memacu tanaman tomat untuk dapat berbunga lebih awal, namun perlakuan
ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian trichokompos sebanyak 50
ton ha-1 tanpa menggunakan mulsa (t5m0) (Tabel 16).
Tabel 17. Pengujian DMRT pada perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 yang
Tabel 17. Lanjutan
Perlakuan Hasil Pengujian
t5m0 40,67 a
t5m1 48,33 bc
Keterangan: Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata antara
interaksi perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t
ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 dengan perlakuan penggunaan mulsa dan tanpa
penggunaan mulsa terhadap umur bunga pertama tanaman tomat. Pada Tabel 17
dapat disimpulkan bahwa kombinasi pemberian trichokompos dengan dosis 30 t
ha-1 tanpa mulsa (t3m0) dapat memacu umur bunga tomat yang pertama
dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain.
Umur panen pertama pada penelitian ini adalah sama yaitu pada 65 hst
sehingga seluruh perlakuan tidak berbeda nyata (Tabel 16).
Pada Tabel 16 terlihat bahwa hasil pengamatan jumlah buah per tanaman
seluruh perlakuan tidak menunjukkan perbedaan antara satu perlakuan dengan
perlakuan yang lainnya, namun dapat terlihat bahwa jumlah buah per tanaman
pada perlakuan pemberian trichokompos sebanyak 50 ton ha-1 tanpa penggunaan
mulsa (t5m0) lebih baik.
Hasil pengamatan bobot buah per tanaman pada perlakuan pemberian
trichokompos sebanyak 30 ton ha-1 tanpa penggunaan mulsa lebih berat (t3m0)
dibandingkan dengan perlakuan lain, namun perlakuan ini tidak berbeda nyata
penggunaan mulsa (t5m0), perlakuan pemberian trichokompos sebanyak 10 ton
ha-1 dengan penggunaan mulsa (t1m1), perlakuan pemberian trichokompos
sebanyak 20 ton ha-1 dengan penggunaan mulsa (t2m1), perlakuan pemberian
trichokompos sebanyak 30 ton ha-1 dengan penggunaan mulsa (t3m1), perlakuan
pemberian trichokompos sebanyak 40 ton ha-1 tanpa penggunaan mulsa (t4m0),
perlakuan pemberian trichokompos sebanyak 40 ton ha-1 dengan penggunaan
mulsa (t4m1), dan perlakuan pemberian trichokompos sebanyak 50 ton ha-1 dengan
penggunaan mulsa (t5m1) (Tabel 16).
Tabel 18. Pengujian BNT pada perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 terhadap bobot buah
pertanaman
Perlakuan Hasil pengujian
t1 183,335 a
t2 141,67 a
t3 233,335 b
t4 210 ab
t5 216,67 ab
Keterangan : Nilai rata-rata yang mempunyai huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang nyata antara
perlakuan penanaman tanaman tomat dengan pemberian trichokompos dengan
dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 terhadap bobot buah
pertanaman. Pada Tabel 18 dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian
trichokompos dengan dosis 30 t ha-1 (t3) dapat lebih meningkatkan bobot buah
pertanaman daripada pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 40
Tabel 19. Pengujian DMRT pada perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 yang
dikombinasikan dengan perlakuan dengan dan tanpa penggunaan mulsa terhadap bobot buah per tanaman tomat.
Perlakuan Hasil Pengujian menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf nyata 5 %
Pada pengujian analisis ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata antara
interaksi perlakuan pemberian trichokompos dengan dosis 10 t ha-1, 20 t ha-1, 30 t
ha-1, 40 t ha-1, dan 50 t ha-1 dengan perlakuan penggunaan mulsa dan tanpa
penggunaan mulsa terhadap bobot buah per tanaman tomat. Pada Tabel 19 dapat
disimpulkan bahwa kombinasi pemberian trichokompos dengan dosis 30 t ha-1
tanpa mulsa (t3m0) dapat meningkatkan bobot buah pertanaman tomat
dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain.
Pada Tabel 16 terlihat bahwa berat kering tajuk tanaman tomat seluruh
perlakuan tidak menunjukkan perbedaan antara satu perlakuan dengan perlakuan
yang lainnya, namun dapat terlihat bahwa berat kering tajuk tanaman tomat pada
perlakuan pemberian trichokompos sebanyak 10 ton ha-1 dengan penggunaan
mulsa (t1m1) lebih baik.
Pertumbuhan dan hasil yang dinyatakan dalam tinggi tanaman, jumlah
daun, umur bunga pertama, dan bobot buah pertanaman menunjukkan adanya
perbedaan dengan meningkatnya dosis trichokompos serta perlakuan pemberian
mulsa atau tidak. Selain kedua faktor tunggal di atas, ternyata didapatkan hasil
bahwa terdapat interaksi kedua faktor tersebut yang mempengaruhi pertumbuhan
dan hasil tanaman tomat.
Peningkatan trichokompos tidak selalu diiringi dengan peningkatan tinggi
tanaman. Hal ini dikarenakan unsur hara yang terdapat di lahan percobaan sudah
cukup untuk menunjang pertumbuhan dan hasil dari tanaman tomat tersebut. Hal
ini ditunjukkan oleh hasil analisis kandungan unsur hara pada sampel tanah
tersebut di awal penelitian, yaitu N-total 0,41 %, P2O5 60 mg/100g, dan K2O 22,73
mg/100 g, sehingga pada penelitian ini pemberian trichokompos sebanyak 10-30
ton ha-1 sudah cukup untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil dari tanaman
tomat. Menurut Sarief (1985) dalam Aberar et al. (2011), peningkatan unsur hara seperti N, P dan K, dimana unsur N berfungsi untuk pembentukan bagian
vegetatif seperti daun, batang dan akar, juga membuat klorofil yang terbentuk
semakin meningkat dan mempercepat sintesis karbohidrat diubah menjadi protein.
Klorofil sendiri berfungsi penting dalam proses fotosintesis tanaman, bila proses
fotosintesis berlangsung dengan baik maka hasil fotosintesis akan semakin
meningkat yang kemudian ditranslokasikan ke bagian vegetatif tanaman (Aberar,
Namun demikian, terdapat interaksi antara kedua faktor ini terhadap tinggi
tanaman, dan pada penelitian ini perlakuan yang terbaik ditunjukkan oleh
pemberian trichokompos sebanyak 10 ton ha-1 tanpa menggunakan mulsa. Hal ini
disebabkan karena dengan semakin banyaknya trichokompos yang diberikan ke
suatu lahan, maka akan membuat semakin banyaknya pula mikroorganisme
antagonis di lahan tersebut, sehingga kemungkinan terjadinya persaingan
memperebutkan ruang gerak serta nutrisi yang mereka perlukan sangat besar.
Terlebih dengan penggunaan mulsa hitam perak yang membuat pertumbuhan
mikroorganime antagonis tersebut semakin cepat karena tersedianya habitat yang
sesuai dengan mikroorganisme tersebut, sehingga semakin menambah peluang
kompetisi antar mikroorganisme antagonis.
Pada masa generatif ketersediaan dan translokasi fotosintat yang tinggi
sangat diperlukan untuk mendapatkan bunga dan buah yang lebih banyak
(Ichwan, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang diberikan
trichokompos 20 ton ha-1 lebih cepat berbunga. Hal ini menunjukkan bahwa
fotosintat pada tanaman yang diberi trichokompos 20 ton ha-1 lebih tersedia untuk
menunjang pertumbuhan generatifnya, sehingga dapat lebih dahulu memunculkan
bunga. Dalam hal ini, untuk pemberian trichokompos 20 ton ha-1 dengan
menggunakan mulsa plastik hitam perak lebih mempercepat umur bunga pertama
dibandingkan dengan pemberian trichokompos 20 ton ha-1 tanpa menggunakan
mulsa. Hal ini terkait dengan fungsi mulsa hitam perak yang dapat memanfaatkan
sinar matahari tidak hanya secara langsung terkena tanaman tomat, sehingga
Umur panen pertama dilakukan serempak pada semua tanaman tomat. Hal
ini dikarenakan pada saat penelitian berlangsung, terjadi banjir di kawasan lahan
penelitian. Oleh karena itulah, umur panen pertama menghasilkan hasil yang
linier dalam arti tidak ada perbedaan antara satu perlakuan dengan perlakuan yang
lainnya. Pada penelitian Aberar et al. (2011) menunjukkan bahwa umur panen tanaman tomat dengan menggunakan trichokompos adalah 66,94 hari dan
semakin tinggi dosis pupuk trichokompos akan dapat menyebabkan semakin lama
waktu panen. Ini terjadi karena pada dosis yang lebih banyak atau sudah melebihi
kadar batas optimal pemberian pupuk kelebihan dosis tersebut mengakibatkan
proses perbaikan tanah oleh pupuk trichokompos menjadi lebih lama. Sebab
menurut Sarif (1985) dalam Aberar et al. (2011) melalui proses simbiose mikroorganisme dekomposisi fermentatif, mikroba fotosintetik dan mikroba
pengikat N dengan tanaman, sehingga unsur hara seperti N, P, dan K lebih
tersedia bagi tanaman namun pembentukan secara alami memerlukan waktu.
Pada penelitian ini jumlah buah per tanaman masing-masing perlakuan
tidak menunjukkan perbedaan, namun terdapat perbedaan dalam hal bobot buah
per tanaman. Dalam hal ini, pemberian trichokompos 30 ton-1 tanpa menggunakan
mulsa menunjukkan hasil yang lebih baik untuk meningkatkan bobot buah per
tanaman. Namun perlakuan ini tidak berbeda dengan kombinasi perlakuan
pemberian 20 ton ha-1 menggunakan mulsa. Salah satu unsur tanah yang berperan
terhadap produktivitas tanaman tomat adalah fosfor. Menurut Lukman & Brady
(1982) secara umum unsur P berfungsi antara lain untuk memperkuat
Pembentukan unsur fosfor pada tanah dari media penelitian ini disuplai oleh
pemberian pupuk trichokomposunsur fosfor sangat berperan penting dalam
meningkatkan jumlah dan bobot buah segar. Tersedianya fosfor sangat penting
dalam pembentukan ATP (Adenosin Triphoshate), ATP merupakan sumber energi bagi tanaman untuk penyerapan hara mineral. Oleh karena itu, penyerapan P yang
tinggi pada tanaman tomat akan diikuti pula oleh kegiatan fisiologis tanaman yang
tinggi pula, sehingga laju fotosintesis akan besar dan kegiatan translokasi ke
bagian generatif jadi lancar. Akhirnya fotosintat yang merupakan hasil fotosintesis
akan ditranslokasikan ke jaringan penumpukan seperti buah tomat akan semakin
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang dapat
diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat interaksi pemberian trichokompos dengan mulsa plastik hitam perak
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.
2. Kombinasi terbaik untuk memacu pertumbuhan tanaman tomat adalah
pemberian trichokompos 10 ton ha-1 tanpa menggunakan mulsa (t1m0).
Sedangkan kombinasi terbaik untuk memacu hasil tanaman tomat adalah
adalah pemberian trichokompos 20 ton ha-1 dengan menggunakan mulsa
(t2m1).
Saran
Untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat yang lebih
maksimal, maka diperlukan penelitian lebih lanjut terkait bahan dasar selain
Aberar, M., A. Mursyid, G.M.S. Noor. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk Trichokompos dengan Interval Waktu Pemberian Terhadap Pertumbuhan, Serangan Hama Penyakit dan Hasil pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Di Lahan Sulfat Masam. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Anom, E. 2008. Efek Residu Pemberian Trichokompos Jerami Padi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica junsea. L). Sagu. 7 (2) : 12. Diakses tanggal 27 Maret 2013. Banjarbaru.
Anonim. 2011. Pengaruh EM-4 Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat. Makalah Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Cokrominoto Palopo. Diakses tanggal 1 April 2013. Banjarbaru.
Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan. 2011. Kalimantan Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan.
Bernardinus, T., dan W. Wiryanta. 2002. Bertanam Tomat. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Ginting C.E., M.I. Pinem, M.C. Tobing. 2013. Pengaruh penggunaan beberapa mulsa plastic dan varietas terhadap serangan penyakit antraknosa (Colletotrichum capsicii Sydow.) pada tanaman cabai (Capsicum annum L) di lapangan. ISSN No. 2337-6597. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol. 1 No. 4. Diakses tanggal 20 Maret 2014. Banjarbaru.
Harjowigeno. S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Penerbit Akademik Lasindo. Jakarta.
Ichwan, B. 2007. Pengaruh dosis trichokompos terhadap pertumbuhan danhasil tanaman cabe merah(Capsicum annuum L.). Agronomi. 11 (1) : 50. Diakses tanggal 27 Juli 2013. Banjarbaru.
Munir. M.S. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.
Prima Tani. 2009. Pemanfaatan Trichokompos pada Sayuran. Jambi.
Pudjiatmoko. 2008. Budi Daya Tomat.
http://atanitokyo.blogspot.com/budi-daya-tomat-lycopersicon-esculentum.html. Diakses tanggal 23 April 2013.
Banjarbaru.
Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Diakses tanggal 13 Juni 2013. Banjarbaru.
Rukmana, R. 1994. Tomat dan Cherry. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Subhan, N. Nurtika, & N. Gunadi. 2009. Respons Tanaman Tomat terhadap Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 15-15-15 pada Tanah Latosolpada Musim Kemarau. J. Hort. 19 (1) : 46-47. Diakses tanggal 31 Juli 2013. Banjarbaru.
Sunarjono, H. 1990. Budidaya Tomat. PT. Soeroengan. Jakarta.
Sutarya, R., G. Grubben, & H. Sutarno. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tim Penulis PS, 2009. Budidaya Tomat Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Zat Gizi
Nilai Gizi 1. Energi
2. Karbohidrat
3. Gula
4. Diet serat
5. Lemak
6. Protein
7. Air
8. Vitamin C
9. Vitamin A
10. Vitamin B
11. Zat Besi (Fe)
75 kJ (18 kcal)
4,2 g
2.6 g
1 g
0.2 g
1 g
95 g
40 mg
1.500 S.I
60 mg
0,5 mg
Sumber: Direktorat Gizi. Departemen Kesehatan RI (1972) dalam Herry Tugiono, 1989)
Jenisbuah-buahan Panen (ha)Luas Produksi(ton)
Rata-rata
Panjang 1 312 6 592 5,02
Cabe Besar 845 6 692 7,92
Cabe Rawit 659 2 504 3,80
Jamur 1 815 27 403 15,10
Tomat 685 5 583 8,15
Semangka 2 550 44 051 17,28
Blewah - -
-Jumlah /
Total 6 377 1 563 4,08
Lampiran 5. Rekomendasi pupuk
Rekomendasi pupuk kandang = 20 ton ha-1 :
Rekomendasi pupuk trichokompos = 20 ton ha-1 :
Dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah di bawah rekomendasi
Lampiran 6. Hasil Pengujian Barlett
23,69 0,005 < 0,01 Tidak Homogen
No
No
. value (%) n (transf) (transf) (transf)
0,05 Tidak berpengaruh 0,420 > 0,05 Tidak berpengaruh m 0,641 >
0,05 Tidak berpengaruh 0,568 > 0,05 Tidak berpengaruh t x m 0,810 >
0,05 Tidak berpengaruh
0,822 >
Lampiran 8. Foto-foto
No
. Gambar Keterangan
1.
2.
Lampiran 8. Foto-foto
No
. Gambar Keterangan