BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab nonifeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan, selain itu pneumonia juga seringkali disebabkan oleh virus dan bakteri. Pneumonia bacterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat, dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Pneumonia akibat virus kebanyakan didahului gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk.
Pneumonia merupakan infeksi saluran nafas bawah yang masih menjadi masalah kesehatan di Negara berkembang maupun Negara maju. menurut survey demografi kesehatan Indonesia, angka kematian balita pada tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup. Menurut Riskesdas, penyebab kematian balita karena pneumonia adalah nomer 2 dari seluruh kasus kematian balita (15,5%). Sehingga jumlah kematian balita akibat pneumonia tahun 2007 adalah 30.470 balita, atau rata-rata 83 balita meninggal setiap hari akibat pneumonia. Prevalensi pneumonia pada balita usia kurang dari 1 tahun di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2007 adalah 0,2%, sedangkan untuk usia 1-4 tahu mencapai 0,7%. Dari hasil pencatatan dan pelaporan tahun 2012, cakupan penemuan penderita pneumonia balita di Jawa Timur sebesar 27,08% dengan jumlah penderita yang dilaporakan oleh kabupaten/kota adalah 84.392 orang. Target cakupan penemuan penderita pneumonia balita pada than 2012 adalah sebesar 80% dari 38 kabupaten/kota yang mencapai target tersebut hanyalah 3 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bojonegoro, Kota Pasuruan dan Kabupaten Gresik. Rendahnya capaian target penemuan penderita pneumonia karena masih ada petugas puskesmas yang kurang memahami pengklasifikasian pneumonia pada balita, kurang aktifnya deteksi dini pneumonia atau masih belum optimalnya dalam tatalaksana penderita pneumonia dan rendahnya kelengkapan laporan dari puskesmas yang ada di kabupaten/kota.
Mengingat pneumonia merupakan salah satu penyakit berat yang dapat mengancam jiwa, termasuk di dalamnya adalah balita maka diperlukan penanganan yang serius agar kasus pneumonia dapat menurun presentasi kejadiannya. Jika tidak maka akan dapat menimbulkan komplikasi pada sistem tubuh.
respirasi, dan memberikan insformasi tentang proses penyakit/prognosis dan treatment.
1.2 Tujuan
a) Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan, khususnya pneumonia.
b) Tujuan khusus 1) Konsep teori
a) Menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem pernapasan b) Mengetahui definisi pneumonia
c) Mengetahui etiologi pneumonia
d) Mengetahui patofisiologi dan WOC pneumonia e) Mengetahui manifestasi klinis pneumonia f) Mengetahui penatalaksanaan pneumonia g) Mengetahui komplikasi pneumonia h) Mengetahui prognosis pneumonia
i) Dapat menjelaskan proses keperawatan pada klien pneumonia j) Dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien pneumonia
2) Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pneumonia a) Menjelaskan tentang pengkajian klien dengan pneumonia
b) Menjelaskan tentang diagnosis keperawatan klien dengan pneumonia
c) Menjelaskan intervensi dan rasional tindakan kepada klien dengan pneumonia
1.3 Manfaat
a) Untuk memermudah mahasiswa dalam mencari sumber informasi mengenai pneumonia
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan A) Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
1) Organ-organ pernapasan atas a) Hidung
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang, dipisahkan oleh sekat hidung (septum oil) di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Hidung terdiri dari hidung luar dan nasi di belakang hidung luar.
b) Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan napas dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian: (1) Bagian atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut nasofaring. Terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di depan vertebrae cervicalis I dan II.
(2) Bagian tengah yag sama tingginya dengan ismus fausium disebut orofaring. Orofaring berhubungan ke bawah dengan laringofaring, merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang laring, dan dengan ujung atas esophagus.
(3) Bagian abawah sekat, dinamakan langiofaring. c) Laring
Merupakan saluran pendek yang menghubungkan faring dan trakea dan bertindak sebagai pembentuk suara.
2) Organ saluran pernapasan bawah
a) Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh oto polos.
b) Bronkhial dan alveoli
Ujung distal trakea membagi menjadi bronki primer kanan dan kiri yang terletak di dalam rongga dada. Fungsi percabangan bronkial untuk memberikan saluran bagi udara antara trakea dan alveoli.
Alveoli berjumlah 300-500 juta di dalam paru-paru, fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran darah.
c) Paru-paru
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru kanan dan kiri. Kapasitas paru-paru:
(1) Kapasitas total
Jumla udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya.
(2) Kapasitas vital
Jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal Bagian-bagian paru:
a) Pleura adalah bagian terluar dri paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin atau pleura.
b) Mediastinum adalah bagian dinding yang membagi rongga toraks menjadi 2 bagian.
c) Lobus adalah bagian paru-paru dibagi menjadi lobus kiri terdiri atas lobus bawah dan atas tengah dan bawah.
d) Bronkus dan bronkiolus terdapat beberapa divisi bronkus di dalam setiap lobus paru. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus.
e) Alveoli paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli yang tersusun dalam kloster antara 15-20 alveoli.
d) Toraks
Rongga toraks terdiri dari rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut mediastinum. Toraks mempunyai peranan penting dalam pernapasan, karena bentuk elips dari tulang rusuk dan sudut perlekatannya tulang belakang. Perubahan dalam ukuran toraks inilah yang memungkinkan terjadinya proses inspirasi dan ekspirasi.
B) Fisiologi pernapasan
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Pernapsan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, O2 menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Guna pernapasan:
1) Mengambil O2 yang kemudian di bawa oleh darah ke seluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran.
2) Mengeluarkan CO2 yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh).
Pernapasan dalam keadaan normal Orang dewasa : 16-24 kali/menit Anak-anak kira-kira : 24 kali/menit Bayi kira-kira : 30 kali/menit
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Inspirasi adalah ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea. Ekspirasi adalah ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukuran semula.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat terjadi berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hiposekmia dapat terjadi tergantung banyaknya jumlah alveoli yang rusak.
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Dengan pria menduduki peringkat ke-empat pria dan wanita menempati peringkat ke-lima sebagai akibat hospitalisasi.
Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab nonifeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.
2.2.2 Etiologi
Jenis Etiologi Gejala Sindroma
tipikal
Streptococcus pneumonia jenis pneumonia tidak penyulut
Streptococcus pneumonia dengan penyulut
Onset mendadak dingin, menggigil, dan demam (39-40 °C)
Nyeri pada pleuritis Batuk produktif, sputum hijau, purulent, dan mungkin mengandung bercak darah, serta hidung kemerahan Refraksi intercostal, penggunaan otot aksesorius, dan bisa timbul sianosis. Sindrom
atipikal Haemophilus influenzaStaphylococcus aureus Onset bertahap dalam 3-5hari Malaise, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, dan batuk kering
Nyeri dada karena batuk Mycoplasma pneumonia
Virus pathogen
Aspirasi Aspirasi basil gram negative: Klebsiela, Pseudomonas,
Enterobacter, Escherichia proteus, dan basil garam positif: Staphyloccus Aspirasi asam lambung
Anaerobic campuran: mulanya onset perlahan Demam rendah, dan batuk
Produksi sputum/bau busuk
Foto dada: jaringan interstitial yang terkena di paru-parunya.
Infeksi gram negative atau positif
Gambaran klinik mungkin sama dengan pneumonia klasik Distress respirasi
mendadak, dyspnea berat, sianosis, batuk,
hiposekmia, dan diikuti tanda infeksi sekunder Hematogen Terjadi bila kuman
pathogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah: Staphyloccus, E. coli, dan anaerob enteric
Gejala pulmonal timul minimal dibanding gejala septicemia
Berikut merupakan tabel penyebab pneumonia pada anak berdasarkan usia:
Umur Kuman Penyebab
Lahir – 3 minggu Group B Streptococcus
Kuman gram negative (misalnya E.Coli)
3 minggu – 3 bulan Virus (RSV, parainfluenza virus, Influenza A dan B, adenovirus) Chlamydia trachomatis
Sterptococcus pneumonia 4 bulan – 4 tahun Streptococcus pneumonia
Virus
Haemophilus influenza Group A streptococcus (streptococcus pyogenes) Streptococcus aureus Mycoplasma pnaumoniae Spesies streptococcus lainnya
Lebih 5 tahun Mycoplasma pneumonia
Chlamydia pneumonia Streptococcus pneumonia
2.2.3 Patofisiologi
Inhalasi mikroba dengan jalan Melalui udara
Aspirasi organisme dari nasofaring
Hematogen
Reaksi inflamasi hebat
Nyeri dada Panas dan demam
Anoreksia pausea vomit
Mk: Nyeri
pleuritis Membran paru-paru meradang dan berlubang
Red blood Count (RBC), white Blood Count (WBC), dan cairan keluar masuk ke alveoli
Sekresi, edema, dan prochopasme
Dispanea Sianosis Batuk Etiologi: Jamur, Bakteri, Virus
Mk: Bersihan jalan napas tidak efektif dan pola napas tidak
teratur
Akumulasi sputum di jalan napas
Suplai O2 menurun
Mk: Toleransi Aktivitas
Tertelan di labung
Keseimbangan asam basa terganggu
Mual dan muntah
Mk: kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme: filtrasi di partikel hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag elveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun local dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia: aspirasi, gangguan imun, septisema, malnutrisi, campak, pertussis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuscular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mucus atau sekresi seperti pada fibrosis kistik, benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatur. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan pertambahan umur. Pada pneumonia berat bisa terjadi hiposekmia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal napas.
2.2.4 Manifestasi klinis
Klasifikasi pneumonia berdasarkan penyebabnya: a) Pneumonia Bacterial,
b) Pneumonia Atipikal, c) Pneumonia akibat virus.
Pneumonia bacterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5°C sampai 40,5°C [101°F sampai 105°F], dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapassan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.
Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, myalgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambung (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relative untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi Micoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. Influenzae biasanya berwarna hijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi seperti kanker, atau pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap pathogen serius. Pasien demikian menunjukkan deman, krekles, dan temuan fisik yang menandai area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditranmisikan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan normal.
Pada pasien lansia atau mereka yang menderita PPOM, gejala –gejala dapat berkembang secara tersembunyi. Sputum purulent mungkin menjadi satu-satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena telah mengalami gangguan fungsi paru yang serius.
Pneumonia akibat virus. Kebanyakan virus pneumonia didahului gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk. Seringkali anggota keluarga yang lain sakit. Walaupun biasanya ada demam, suhu biasanya lebih rendah daripada pneumonia bakteri. Takipnea, yang disertai dengan retraksi intercostal, subcostal, dan suprasentral; pelebaran cuping hidung; dan penggunaan otot tambahan sering ada. Infeksi berat dapat disertai dengan sianosis dan kelelahan pernapasan. Auskultasi dada dapat menampakkan ronki dan mengi yang luas, tetapi ronki dan mengi ini sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan ini pada anak yang amat muda dengan dada hipersonor. Pneumonia virus tidak dapat secara tepat dibedakan dari penyakit mikoplasma atas dasar klinis murni dan kadang-kadang mungkin sukar dibedakan dari pneumonia bakteri. Lagipula, bukti adanya infeksi virus ada pada banyak penderita yang telah konfirmasi pneumonia bakteri.
2.2.5 Penatalaksanaan
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak pada rontgen dada mencakup area berbecak atau keseluruhan lobus (pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan akan beragam tergantung pada keparahan pneumonia. Temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, krekles, peningkatan fremitus, egofoni positif, dan pekak pada perkusi.
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromasin, tetrasiklin, dan derivate tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respon terhadap antimicrobial. Pneumocystis carinii memberikan respon terhadap pentamidin dan trimethoprim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkial. Asuhan keperawatan dan pengobatan ( dengan pengecualian terapi antimkrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami pneumonia akibat bakteri.
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Jika dirawat di rumah sakit, pasien diamati dengan cermat dan secara kontinu sampai kondisi klinis membaik.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisa gas darah arteri dilakukan untuk menentukan kebutuhan oksigen dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan dukungan pernapasan seperti intibasi endotrakeal, inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.
2.2.6 Komplikasi
Potensial komplikasi pneumonia yang mungkin terjadi : 1) Hipotensi dan syok
Syok dan gagal pernapasan. Pasien biasanya memberikan respos terhadap pengobatan dalam 24 sampai 48 jam setelah terapi antibiotic diberikan. Komplikasi pneumonia mencakup hipertensi dan syok serta gagal pernapasan (terutama pada penyakit baksteri gram negative yang menyerang lansia).
Komplikasi ini ditemukan terutama pada pasien yang tidak mendapat pengobatan spesifik, mendapat pengobatan yang tidak mencukupi atau menunda pengobatan atau terapi antimikroba dimana oragnisme penginfeksinya resisten, atau pada mereka dengan penyakit sebelumnya yang menyulitkan pneumonia.
2) Gagal pernapasan
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia sering kesulitan bernafas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif, dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut respiratory distress.
3) Atelectasis
Atelectasis adalah suatu kondisi dimana paru-paru tidak dapat mengebang secara sempurna. Atelectasis (akibat obstruksi bronkus oleh penumpukan sekresi) dapat terjadi pada sembarang fase dari pneumonia akut.
4) Efusi pleural
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudate atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleural, dimana cairan terkumpul dalam rongga pleural cukup umum terjadi dan dapat menandakan dimulainya epiema (cairan purulent di dalam ruang pleura). Torasentesis diagnostic biasanya perlu dilakukan untuk menegakkan efusi pleura. Setelah efusi pleura terlihat dala gambaran rontgen dada, mungkin dipasang selang dada untuk mengatasi infeksi pleura dengan membuat drainase yang tepat dari empyema.
5) Delirium
Delirium adalah kemungkinan komplikasi lain dan dianggap sebagai kedaruratan medis ketika hal ini terjadi. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh hipoksia, meningitis, atau sindrom putus zat alcohol. Pasien dengan delirium dberikan oksigen, hidrasi yang adekuat, dan sediasi riangan sesuai yang diresepkan dan diobservasi dengan konstan.
6) Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis antibiotic yang sangat besar, seperti penisilin, atau dengan penggunaan kombinasi antibiotic. Jika pasien membaik dan demam menghilang setelah diberikan terapi antibiotic, tetapi selanjutnya terjadi peningkatan suhu tubuh disertai dengan batuk dan adanya bukti penyesuaian pneumonia, kemungkinannya adalah superinfeksi. Antibiotic diganti dengan penyesuaian atau dihentikan sama sekali pada beberapa kasus.
2.2.7 Prognosis
berakhir lama, pneumonia karena mycoplasma memerlukan empat sampai lima minggu untuk memutuskan sama sekali.
Pada umumnya prognosis, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Dengan pengobatan, kebanyakan jenis pneumonia bakteri akan stabil dalam waktu 3–6 hari. Kadang-kadang memakan waktu beberapa minggu sebelum kebanyakan gejala diatasi. Hasil rontgen biasanya bersih dalam waktu empat minggu dan mortalitas rendah (kurang dari 1%). Di kalangan lansia atau orang yang memiliki masalah paru-paru lain penyembuhan mungkin memakan waktu lebih dari 12 minggu. Di kalangan orang yang memerlukan perawatan di rumah sakit, mortalitas mungkin hingga 10% dan di kalangan mereka yang memerlukan perawatan intensif (ICU) mortalitas bisa mencapai 30–50%.
Pneumonia adalah infeksi yang diperoleh di rumah sakit paling umum yang menyebabkan kematian. Sebelum adanya antibiotik, mortalitas biasanya 30% di kalangan mereka yang dirawat di rumah sakit. Komplikasi bisa muncul terutama di kalangan lansia dan mereka yang memiliki masalah kesehatan dasar. Ini bisa termasuk, antara lain: empiema, abses paru-paru, bronkiolitis obliteran, sindrom kesulitan pernafasan akut, sepsis, dan memburuknya masalah kesehatan dasar.
2.3 Proses Keperawatan 2.3.1 Pengkajian
Sebagian besar pasien dengan pneumonia tidak dirawat di rumah sakit. Namun demikian, karena banyak pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami pneumonia, pengkajian yang cermat oleh perawat merupakan hal penting untuk mendeteksi masalah ini. Adanya demam pada setiap pasien yang dirawat harus mewaspadakan perwat terhadap kemungkinan pneumonia bakterialis.
Pengkajian keperawatan lebih jauh mengidentifikasi manifestasi klinis pneumonia; nyeri, takipnea; penggunaan otot-otot aksesori pernapasan untuk bernapas; nadi cepat,bounding atau bradikardia relative; batuk; dan sputum purulent. Keparahan, letak, dan penyebab nyeri dada harus diidentifikasi juga hal apa yang dapat menghilangkannya. Segala perubahan dalam suhu dan nadi, jumlah, bau, dan warna sekresi, frekuensi dan keparahan batuk, dan tingkat takipnea atau sesak napas juga dipantau. Konsolidasi pada paru-paru dikaji dengan mengevaluasi bunyi napas (pernapasan bronkial, ronki bronkovesikular, atau krekles), fremitus, egofoni, pektoriloquy berbisik, dan hasil perkusi ( pekak pada bagian dada yang sakit).
Pasien dikaji terhadap perilaku yang tidak biasa, perubahan status mental, prostrasi, dan gagal jantung kongestif. Mungkin tampak gelisah, delirium, terutama pada pasien dengan pecandu alcohol.
1) Anamnesis
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan di sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala nonspesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis atau ileus.
2) Pemeriksaan fisik
A) B1-B6
a) B1 (Breating)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan fokus dan berurutan. Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
b) B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi: 1) Inspeksi :
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum 2) Palpasi :
Denyut nadi perifer melemah 3) Perkusi :
Batas jantung tidak mengalami pergeseran 4) Auskultasi :
Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan
c) B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, mengerang, dan menggeliat.
d) B4 (Bladder)
Pengukuran volume urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut tanda awal dari syok.
e) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan napsu makan, dan penurunan berat badan.
f) B6 (bone)
Kelemahan dan keletihan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas sehati-hari
B) Heat to Toe
a) Inspeksi
(2) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding).
(3) Penggunaan otot bantu napas. (4) Hipertropi otot bantu napas. (5) Pelebaran sela iga.
(6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai.
b) Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
c) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
d) Auskultasi
(1) Suara napas vesikuler normal, atau melemah.
(2) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa.
(3) Ekspirasi memanjang.
(4) Bunyi jantung terdengar jauh.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang nonspesifik yang seringkali dilakukan diantaranya :
a) Hitung leukosit: dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri
b) Laju endap darah: meningkat pada infeksi bacterial namun banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.
c) C Reactive Protein (CRP): meningkat pada infeksi bacterial d) Procalcitonin: dianggap lebih baik disbanding CRP
Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hiposekmia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolic, dan gagal napas. Pemeriksaan kultur darah jarang menunjukkan respons terhadap penanganan awal.
Luas kelainan pada gambaran radiologis biasa sebanding dengan derajat klinis penyakit, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologis lebih berat daripada keadaan klinis. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
(1) Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris. (2) Penebalan pleura pada pleuritis.
(3) Komplikasi pneumonia seperti atelectasis, efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel.
2.3.2 Intervensi
a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor penumpukan sputum pada jalan napas.
Tujuan : Anak dapat bernapas dengan baik dan efektif.
Kriteria hasil : Rasa sesak napas menghilang dan frekuensi napas dapat kembali normal sesuai dengan usia
Intervensi dan rasional :
1) Memperbaiki Potensi Jalan Napas. Membuang sekresi adalah penting karena sekresi yang tertahan akan mengganggu pertukaran gas dan dapat memperlambat pemulihan. Perbanyak masukan cairan (2-3 L/ hari), karena hidrasi yang adekuat mengencerkan dan membebaskan sekresi paru dan juga mengganti cairan yang diakibatkan oleh demam, diaphoresis, dehidrasi, dan frekuensi pernapasan cepat. Udara yang dilembabkan untuk melepaskan sekresi yang memperbaiki ventilasi. Masker wajah dengan kelembaban tinggi (menggunakan baik udara yang dikompres atau oksigen) memberikan udara yang hangat, dilembabkan pada percabangan bronkial dan mengencerkan cairan. Pasien didorong untuk batuk dengan cara yang diuraikan bagi pasien pascaoperatif.
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan persediaan dan kebutuhan oksigen dalam tubuh manusia
Tujuan : Anak dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan. Kriteria hasil : Dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan dan tidak meraskaan sesak napas.
Intervensi dan rasional :
1) Peningkatan istirahat dan penghematan energi. Pasien yang lemah didorong untuk istirahat dan tetap ditempat tidur untuk menghindari terlalu banyak gerakan dan kemungkinan memperburuk gejala. Posisi yang nyaman untuk meningkatkan istirahat dan pernapasan (misalnya posisi semi Fowler) dilakukan dan diubah dengan teratur. Pasien rawat jalan untuk tidak terlalu bekerja berat dan hanya melakukan aktivitas sedang – sedang saja. Jika diresepkan sedatif atau transkuiliser, status mental pasien (sensorium) dievaluasi sebelum obat – obat diberikan. Gelisah, konfusi, dan agresi mungkin timbul karena hipoksia serebral, dalam kasus ini pemberian sedatif merupakan kontraindikasi.
2) Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan di Rumah. Setelah demam menghilang, pasien secara bertahap dapat meningkatkan aktivitas. Keletihan dan kelemahan dapat berkepanjangan setelah pneumonia. Dorong latihan pernapasan untuk membersihkan paru – paru dan meningkatkan ekspansi penuh paru. Pasien diinstruksikan untuk kembali ke klinik atau ke dokter untuk pemeriksaan rontgen dada tindak lanjut dan pemeriksaan lengkap. Pasien yang sangat lemah dapat membutuhkan kunjungan rumah oleh perawat untuk memantau status, mencegah komplikasi lebih lanjut, dan memberikan penyuluhan pasien yang berkepanjangan.
3) Dorong pasien untuk berhenti merokok. Karena merokok akan merusak aktivitas siliaris trakeobronkial, yang merupakan pertahanan garis depan paru – paru. Merokok juga mengiritasi sel – sel mukosa bronki dan menghambat fungsi sel – sel makrofag (pemangsa). Pasien diinstruksikan untuk menghindari keletihan, perubahan suhu mendadak, dan masukan alkohol yang berlebihan, yang menurunkan daya tahan terhadap pneumonia. Perawat bersama pasien meninjau prinsip –prinsip nutrisi dan istirahat yang adekuat, karen satu episode pneumonia dapat membuat pasien retan terhadap kambuhan infeksi saluran pernapasan. Pasien didorong untuk mendapatkan vaksinn influenza pada waktu yang diharuskan, karena influenza meningkatkan kerentanan terhadap pneumonia bakterialis sekunder, terutama yang disebabkan oleh Staphylococcus, H. Influenzae, dan S. Pneumoniae. Pasien juga didorong untuk mendapatkan nasihat medis mengenai penerimaan vaksin (Pneumovax) untuk s. Pneumoniae.
c) Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan.
Tujuan : memperbaiki nafsu makan anak
Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi tubuh dapat terpenuhi dan nafsu makan dapat kembali membaik
Intervensi dan rasional :
frekuensi pernapasan mengarah pada peningkatan kehilangan cairan tidak kasat mata selama ekhalasi. Pasien dapat dengan cepat menjadi dehidrasi. Oleh karenanya, perbanyak pemberian cairan (sedikitnya 2 L/hari). Seringkali, pasien yang mengalami kesulitan bernapas kehilangan napsu makan mereka dan hanya akan minum cairan. Cairan, selanjutnya akan bermanfaat untuk penggantian kehilangan volume. Nutrien juga dapat diberikan melalui IV.
2) Pantau jumlah makanan yang dikonsumsi. Penurunan nafsu makan pada pasien dapat mengakibatkan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, oleh karena itu dengan pemantauan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh klien dapat mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan sasaran yang diharapkan.
3) Jaga kebersihan mulut. Bau yang kurang menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan klien. Seringkali klien yang merasa tidak enak makan karena bau mulutnya yang dianggap mengganggu lebih memilih untuk tidak makan. Oleh karea itu menjaga dan mempertahankan bau kesegaran mulut dan ruangan sangat perlu dilakukan.
2.3.3 Evaluasi
1) Menunjukkan perbaikan patensi jalan napas seperti yang ditunjukkan dengan gas darah adekuat, suhu tubuh normal, bunyi napas normal, dan batuk dengan efektif.
2) Istirahat dan menghemat energy dengan tetap berada di tempat tidur ketika menunjukkan gejala.
3) Memperhatikan masukan cairan yang adekuat seperti yang dibuktikan dengan meminum sejumlah cairan yang dianjurkan dan mempunyai turgor kulit yang baik.
4) Mematuhi protocol pengobatan dan strategi pencegahan. 5) Bebas dari komplikasi
a) Tanda-tanda vital dan gas darah arteri normal b) Batuk produktif
c) Menunjukkan tidak adanya gejala-gejala syok, gagal pernapasan, atau efusi pleural.
d) Terorientasi dan waspada terhadap lingkungan sekitar.
2.4 Asuhan Keperawatan 2.4.1 Kasus
An.A (4 tahun) datang ke rumah sakit dengan ibunya dan mengeluhkan pilek, batuk berdahak dan kadang disertai dengan sesak napas. Berat badannya menurun 2kg dari berat badan awalnya yaitu dari 16kg menjadi 14kg karena penurunan nafsu makan yang dialami oleh klien. TD 130/90 mmHg; HR 90x/menit; RR 45x/menit.
2.4.2 Pengkajian
Nama : An. A
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Masuk rumah sakit : 24 Mei 2015 Tanggal pengkajian : 24 Mei 2015
2.4.3 Keluhan utama
Pilek, batuk berdahak dan kadang disertai sesak napas.
2.4.4 Riwayat penyakit sekarang
Saat ini Nn. A mengalami pilek, batuk berdahak dan kadang disertai dengan sesak napas. Nafsu makannya menurun semenjak 3 hari yang lalu sehingga berat badannya juga menurun.
2.4.5 Riwayat penyakit dahulu Tidak ditemukan.
2.4.6 Riwayat penyakit keluarga Tidak ditemukan.
2.4.7 Pemeriksaan fisik a) B1 (breathing) :
Pola napas : Irama Teratur √ Tidak Teratur Jenis √ Dispneu Kusmaul
Ceyne Stokes Lain-lain : …. Bunyi napas : Vesikuler Kanan Kiri
√ Ronchi Kanan Kiri Melemah Kanan Kiri Menghilang Kanan Kiri Sesak napas : √ Ya Tidak
Otot bantu napas : Ya, sebutkan….. √ Tidak Batuk : √ Ya Tidak
Produksi sputum : √ Ya, warna kuning kecoklatan Tidak Pergerakan dada : √ Simetris Asimetris
Alat bantu napas : Ya √ Tidak
Masalah Keperawatan : Gangguan bersihan jalan napas & Intoleransi Aktivitas
b) B2 (blood)
Irama jantung : √ Reguler Irreguler
Nyeri Dada : √ Ya Tidak
Cyanosis : Ya √ Tidak Lain – lain : ...
Diagnosis Keperawatan :
Penurunan curah jantung
Ketidakefektifan perfusi jaringan : kardiopulmonal Ketidakefektifan perfusi jaringan : perifer
Nyeri akut Lain – lain : ...
c) B3 (brain)
i) Reflek fisiologi :
√ Patella √ Triceps √ Biceps lain – lain :... ii) Reflek patologis :
Babinsky Brudzinky Kernig lain – lain :... iii) Keluhan pusing : Ya √ Tidak
iv) Lain – lain : ... v) Penglihatan (mata) :
1) Sclera
Anemis Ikterus lain – lain : ... 2) Penglihatan
√ Normal Kabur Kacamata Lensa Kontak Lain – lain : ...
vi) Gangguan pendengaran : Ya √ Tidak Jelaskan : ... vii) Penciuman (hidung) :
√ Tidak Bermasalah Tersumbat Sekret Epistaksis Gangguan Penciuman : Ya, jelaskan : ...
viii) Pola Tidur : Normal √ Sulit Tidur Sering Bangun ix) Istirahat / tidur : 8 jam / hari
x) Insomnia : Ya √ Tidak xi) Somnambulisme : Ya √ Tidak xii) Lain – lain : ...
Pengkajian Nyeri
Pencetus Kualitas Lokasi/ Radiasi
Skala (1-10)
Waktu Penyebab nyeri hilang/berkurang
h
Nyeri mempengaruhi :
Aktivitas Fisik Nafsu Makan Lain – lain : ...
Diagnosis Keperawatan :
Gangguan sensori / persepsi : penglihatan Gangguan sensori / persepsi : pendengaran Gangguan sensori / persepsi : penciuman Insomnia
Deprivasi tidur √ Nyeri akut
Nyeri kronik Resiko jatuh
Resiko disfungsi nerovaskuler perifer Lain – lain :...
d) B4 (bladder)
i) Kebersihan : √ Bersih Kotor ii) Urin : Jumlah : - cc/ hr Warna : ... iii) Kateter : Jenis : - Mulai : ... iv) Kendung kencing
Membesar : Ya √ Tidak Nyeri tekan : Ya √ Tidak
v) Gangguan :
√ Normal Anuria Oliguri
Retensi Nokturia Inkontinensia Hematuri lain – lain : ...
vi) Intake cairan total : 600 cc/hr vii) IWL : ... cc/ hr viii) Lain – lain : ...
Diagnosis Keperawatan :
Gangguan eliminasi urine Retensi urin
Inkontinensia urine total Inkontensia urine fungsional Inkontensia urine overflow Resiko infeksi
Lain – lain : ...
e) B5 (bowel) i) Nafsu makan :
Baik √ Menurun frekuensi : 3 x/hari Mual Muntah
ii) Porsi makan :
Habis √ Tidak Ket : ... iii) Diet saat ini : Bebas iv) Makanan kesukaan :... v) Perubahan BB:
√ Tidak Ya, kira – kira ... kg/bulan/minggu vi) Alat bantu makan
a) Mulut : √ Bersih Kotor Berbau
b) Mukosa : √ Lembab Kering Stomatitis c) Tenggorokan :
Nyeri telan Kesulitan menelan Pembesaran tonsil Lain – lain :.. d) Abdomen
√ Normal Tegang Kembung Ascites Nyeri tekan, lokasi ...
ix) Peristaltik : 11 x/menit
x) Pembesaran hepar : Ya √ Tidak xi) Pembesaran lien : Ya √ tidak
BAB : 1 x/ hari
Teratur : √ Ya Tidak Terakhir tanggal : ... Hemoroid Menela
Konsistensi : ... Bau : ... Warna : ... xii) Lain – lain :....
Diagnosis Keperawatan :
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Ketidakseimbangan nutrisi : labuh dari kebutuhan tubuh Gangguan menelan
Inkontenensia alvi Diare
Konstipasi Resiko konstipasi Lain – lain : ...
f) B6 (bone) i) Kekuatan otot :
5 5
5 5 ii) Fraktur : Ya √ Tidak
iii) Dikubitus : √ Tidak ada Ada, lokasi : ..., derajat iv) Luka : √ Tidak Ya, lokasi ... plus : Ya Tidak
v) Kulit : √ Normal Luka Memar
Kering gatal – gatal Bersisik vi) Warna kulit : Ikterus Sianotik Kemerahan
Pucat Hiperpigmentasi Ptechie vii) Akral : √ Hangat Dingin √ Merah
√ Kering Lembab/ basah Pucat viii) Turgor : √ Baik Sedang Jelek
ix) Odema : Tidak ada Ada, lokasi ...
x) Pemakaian alat bantu : Traksi Gips Lokasi : ... xi) Lokasi : ...
xii) Lain – lain : ...
Diagnosis Keperawatan :
Hambatan mobilitas fisik Keletihan Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur
Kelambatan pemulihan pasca bedah Intoleransi aktivitas Kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas jaringan
Resiko kekurangan volume cairan Resiko infeksi Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Resiko cidera
anaknya batuk berdahak dan sesak napas.
Ibu klien
mengatakan
anaknya batuk dengan dahak
Klien kesulitan bernapas
Terjadi infeksi dan kerja sel goblet meningkat
Produksi sputum meningkat di jalan napas
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Gangguan bersihan jalan napas tidak efektif dan pola napas tidak efektif.
2. DS:
Ibu klien
mengatakan
anaknya mudah
lelah saat
beraktivitas.
Ibu klien
mengatakan
anaknya sering sesak napas
Eksudat+serous masuk alveoli sehingga terjadi
lelah, dan dan suplai O2 turun
Intoleransi aktivitas
3. DS:
Ibu klien
mengatakan nafsu makan anaknya berkurang, hanya mampu
menghabiskan ½ porsi.
Ibu klien
mengatakan berat badan anaknya turun 2kg dari 16kg menjadi 14kg. dihindari penderita adalah minuman beralkohol, dan asap rokok.
Terjadi infeksi dan kerja sel goblet meningkat
Produksi sputum meningkat di jalan napas
Sputum tertelan di
Keperawatan Tujuan/KriteriaHasil Intervensi Rasional 1. Bersihan jalan
napas tidak efektif
berhubungan
Tujuan Umum : Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam sputum
dengan faktor penumpukan sputum pada jalan nafas.
dapat dikeluarkan sehingga jalan napas menjadi bersih dan kembali efektif.
Tujuan Khusus : a) Jalan napas sehingga naas klien dapa kembali
normal yaitu 19-23
kali/menit
Kriteria hasil :
a) Klien dapat
inspirasi klien akan sesuai dengan anjuran dan sesuai dengan anjuran. sekali dengan menggunakan 2) Posisi tegak lurus
memungkinkan ekspansi paru lebih penuh sekresi sehingga secret dapat keluar pada saat batuk.
5) Pemberian oksigen
tambahan dapat menurunkan kerja pernapasan dengan
menyediakan lebih banyak oksigen untuk dikirim ke sel. insentif dapat membantu
objektif terhadap
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 klien dapat melakukan aktivitas normal sehari-hari.
pertukaran gas dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a) Klien dapat melakukan ADL,
b) Klien dapat berjalan jauh tanpa frekuensi nadi dan frekuensi napas sebelum dan sesudah aktivitas. 2) Tunda
aktivitas jika frekuensi nadi dan frekuensi napas
istirahat tanpa diganggu diantara berbagai aktivitas. 4) Pertahankan
terapi oksigen selama kemajuan yang dicapai atau
meningkat jika aktivitas
meningkat, daya tahan dapat lebih lama, jika ada waktu istirahat diantara
aktivitas. 3) Untuk
menyimpan energi.
4) Aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan
oksigen dan sistem tubuh akan berusaha menyesuaikanny a. Keseluruhan sistem
imobilisasi. 3. Perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor peningkatan
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 kebutuhan b) Menaikkan nafsu
makan,
c) Meningkatkan metabolisme tubuh.
Kriteria Hasil :
a) Nafsu makan klien dapat meningkat, b) Berat badan
klien kembali seperti semula dan
timbang berat badan setiap hari. Hasil pemeriksaan: protein total, albumin, dan tinggi kalori tinggi protein.
dikunyah jika ada sesak napas berat.
1) Untuk
mengidentifikasi
kemajuan-kemajuan atau penyimpangan lebih sedikit energi.
2.4.10 Evaluasi Tindakan
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Organ pernapasan dalam tubuh dibedakan menjadi organ pernapasan atas dan organ pernapasan bawah. Organ pernapasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan untuk organ pernapasan bawah terdiri dari trakea, bronchial, paru-paru, toraks.
Pneumonia merupakan suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab nonifeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial pernapasan (respiratory syncytial virus VRS), parainfluenzae, influenza, dan adenovirus. Jenis dan keparahan penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan penduduk. Anak laki-laki terkena sedikit lebih sering daripada anak perempuan. Tidak seperti bronkiolitis, dimana angka serangan puncak adalah dalam tahun pertama, angka serangan puncak untuk pneumonia virus adalah antara umur 2 dan 3 tahun dan sedikit demi sedikit menurun sesudahnya.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatur. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan pertambahan umur. Pada pneumonia berat bisa terjadi hiposekmia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal napas.
Pneumonia bacterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5°C sampai 40,5°C [ 101°F sampai 105°F ], dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Pneumonia akibat virus kebanyakan didahului gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk.
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotic yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotic pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromasin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan trimethoprim sulfametoksazol (Bactrim).
antimkrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami pneumonia akibat bakteri.
Potensial komplikasi pneumonia yang mungkin terjadi antara kain hipotensi dan syok, gagal pernapasan, atelectasis, efusi pleural, delirium, dan super infeksi.
Pada umumnya prognosis, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Dengan pengobatan, kebanyakan jenis pneumonia bakteri akan stabil dalam waktu 3–6 hari. Kadang-kadang memakan waktu beberapa minggu sebelum kebanyakan gejala diatasi. Hasil rontgen biasanya bersih dalam waktu empat minggu dan mortalitas rendah (kurang dari 1%). Di kalangan lansia atau orang yang memiliki masalah paru-paru lain penyembuhan mungkin memakan waktu lebih dari 12 minggu. Di kalangan orang yang memerlukan perawatan di rumah sakit, mortalitas mungkin hingga 10% dan di kalangan mereka yang memerlukan perawatan intensif (ICU) mortalitas bisa mencapai 30–50%.
3.2 Saran
WOC (Web Of Caution)
DAFTAR PUSTAKA Etiologi : jamur, bakteri,
virus
Terhirup/ teraspirasi
Masuk ke alveoli
Proses peradangan
PNEUMONIA
Peningkatan
suhu tubuh Eksudat+serous masuk alveoli
Peningkatan konsentrasi
protein, cairan alveoli Infeksi
Kerja sel
goblet Akumulasisekret
Hiperter mi
Tekanan osmotik dan Mk: Resiko tinggi
kekurangan volume cairan Produksi
Sputum
Konsolidasi di alveoli
Difusi turun Akumulasi
sputum di Komplience parumenurun
Tertelan di lambung
Akumulasi cairan di Akumulasi
sputum Suplai O
2
turun Mk: Bersihan
jalan napas tidak efektif dan pola napas tidak
Keseimbangan asam basa dilambung
terganggu
Cairan menekan Sesak napas
Perubahan
asam-basa Mk: Nyeri
Pleuritik Mk: Toleransi
aktivitas Mual, muntah
Dewanto, George, Wita J. Suwono, Budi Riyanto, dan Yuda Taruna. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2012. Surabaya
Engram, Barbara.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.1.Jakarta: EGC
Gibson, John.2003.Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2.Jakarta:EGC
Kemenkes RI.2010.Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita.Jakarta
Muttaqin, Arif.Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika.
Soemyarso, Ninik Asmaningsih, Darto Saharso, dan Sjamsul Arief.2014.Modul Pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak.Surabaya:Airlangga University Press (AUP)