Peran media massa dalam hal ini media
sosial di Pilkada DKI
Masa akhir kampanye Pilkada DKI Jakarta putaran kedua dimanfaatkan oleh masing masing pasangan calon untuk habishabisan berkampanye guna merebut hati pemilih. Salah satu cara adalah memaksimalkan peran media massa yakni lewat media sosial sebagai instrumen kampanye.
Tim Pemenangan pasangan Anies BaswedanSandiaga Uno menyadari peran penting media sosial dalam menjaring dukungan.
Koordinator INSIDER (Anies Sandi Digital Volunteer), Anthony Leong mengimbau kepada seluruh relawan untuk semakin gencar berkampanye di media sosial yang ia anggap sebagai ujung tombak kemenangan.
“Media sosial dewasa ini memiliki peran yang sangat krusial untuk memenangkan pasangan Anies Sandi. Karena lewat medsos kami bisa menyampaikan pesan yang lebih mendalam ke masyarakat,” kata Anthony di TB Simatupang.
Anthony menyebut INSIDER dihuni oleh anak muda yang pandai membuat konten kreatif. Mereka, para relawan digital, diberikan kebebasan untuk berkreasi di dunia maya. Satusatunya yang harus dihindari adalah menyinggung atau menggunakan isu SARA.
"Kita jual value yang positif tentang AniesSandi di media sosial,” kata Anthony.
Hal serupa juga dijalankan kubu Basuki Tjahaja PurnamaDjarot Saiful Hidayat. Mereka bahkan menerapkan strategi berbeda menjelang masa akhir kampanye.
Kepada CNNIndonesia.com, Ketua Tim Media Martin Manurung mengatakan timnya saat ini lebih memperbanyak konten yang menampilkan sisi lain AhokDjarot di media sosial.
Tim medsos AhokDjarot juga berusaha menyebar dan memperkenalkan istri Ahok, Veronica Tan dan istri Djarot, Happy Farida.
"Ada Ahok Show, Bu Vero (Veronica) yang bisa main cello, ada pertandingan basket di antara mereka (AhokDjarot)," kata Martin.
Kampanye di media sosial memiliki tantangan tersendiri. Meski samasama menjauhi isu SARA, kedua pihak mengaku kerap berhadapan dengan para buzzer politik.
Buzzer bisa juga disebut sebagai aktor, baik secara individu maupun kelompok, yang menjalankan fungsi pemasaran untuk 'menjual' produk mereka.
"Di Jakarta pengaruh (kampanye pada) media sosial sangat tinggi karena pengguna Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya itu sangat tinggi," ujar Karyono.
Selain berpengaruh, kampanye di media sosial juga relatif lebih murah dibandingkan kampanye tatap muka langsung di kampungkampung.
Halhal itu, kata Karyono, menjadikan media sosial memiliki peran cukup strategis.
Karyono melanjutkan, media sosial bisa menguntungkan jika pasangan calon memanfaatkan itu untuk menyampaikan visi, misi, program, atau menampilkan kelebihan tanpa harus mencaci maki atau mencari kelemahan kompetitor. Pendapat berbeda diutarakan pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati. Menurutnya, pengguna media sosial didominasi oleh kelas
menengah sehingga tidak mencerminkan pemilih Jakarta secara keseluruhan.
"Tidak bisa mengekspresikan keseluruhan, hanya kelas menengah, terutama yang terdidik. Mereka yang tingkat ekonomi bagus yang bisa mengakses media sosial," kata Mada.
Perang kampanye di media sosial, kata Mada, biasanya diwarnai oleh pertarungan wacana. Namun, dia menyebut bahwa perang wacana atau gagasan itu tidak bisa dijadikan indikator untuk melihat pasangan mana yang lebih unggul dari segi kampanye di media sosial.
"Wacana yang dominan (di media sosial) juga tidak berarti dia menunjukkan mayoritas," ujarnya. Media sosial diyakini Mada tak memberikan dampak signifikan. Sebab, menurut dia, pengguna media sosial di Jakarta telah memiliki pilihan jelas yang sulit untuk berubah.