• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSENTASE SISA PAKAN PROTEIN TINGGI DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERSENTASE SISA PAKAN PROTEIN TINGGI DAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERSENTASE SISA PAKAN PROTEIN TINGGI DAN RENDAH DI ANCO (

FEEDING TRAY

)

PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (

Litopenaeus vannamei

) INTENSIF DENGAN

TEKNIK PERGILIRAN PAKAN

Muhammad Nur Syafaat, Abdul Mansyur, Syarifuddin Tonnek, dan Muhammad Chaidir Undu Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:muhammad.nursyafaat@kkp.go.id

ABSTRAK

Pemanfaatan anco pada budidaya udang vaname intensif diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara sisa pakan protein tinggi dan protein rendah di anco pada budidaya udang vaname intensif dengan teknik pergiliran pakan. Penelitian ini menggunakan satu petak tambak tanah dengan luas 3500 m2. Benur yang ditebar

ukuran PL-8 dengan kepadatan 150 ekor/m2. Pemberian pakan pada bulan pertama menggunakan pakan

berprotein tinggi sampai hari ke-30. Memasuki bulan kedua sampai masa akhir pemeliharaan, dilakukan pergiliran pakan antara pakan berprotein tinggi (28-30%) dengan pakan berprotein rendah (26-28%) dengan waktu pemberian yang berbeda yaitu dua hari protein rendah dan satu hari protein tinggi. Aplikasi anco dimulai pada hari ke-33 sampai masa akhir pemeliharaan dan pengamatan sisa pakan di anco dilakukan setiap dua jam setelah pemberian pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase sisa pakan di anco untuk pakan protein tinggi lebih rendah dibandingkan pakan protein rendah dengan rata-rata persentase sisa pakan masing-masing yaitu 6,03%(SD+7.89) dan 10,55% (SD+11.8) tapi tidak berbeda nyata secara statistik (P>0.05). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap persentase sisa pakan di anco untuk kedua jenis pakan namun pengaruhnya lebih besar pada pakan protein rendah dengan nilai r masing-masing yaitu 0,35 dan 0,67. Dari hasil penelitian ini direkomendasikan untuk mengurangi jumlah pakan dan menggunakan pakan protein tinggi pada malam hari dan pada kondisi suhu rendah (<27oC), memberikan pakan lebih banyak pada waktu siang dibandingkan malam hari dan pemberian

pakan pada malam hari untuk fase bulan terang lebih banyak dibandingkan fase bulan gelap.

KATA KUNCI: sisa pakan; protein tinggi; protein rendah; anco; vaname; pergiliran pakan

PENDAHULUAN

Produksi yang tinggi akan berdampak kepada beban limbah yang dihasilkan baik berasal dari sisa pakan maupun dari kotoran udang. Di samping itu, produksi yang tinggi ini kadang tidak diikuti dengan keuntungan yang tinggi pula (Syafaat et al., 2012). Epaet al.(2005) mengemukakan perlunya standarisasi dari berbagai parameter untuk mendapatkan penggunaan pakan yang optimum. Disebabkan karena pakan yang terbuang adalah sesuatu yang mahal dan dapat mengurangi kualitas air, maka pengoptimalan praktik pemberian pakan merupakan hal penting dalam masalah manajemen budidaya udang (Nunes & Shuresh, 2001). Tugas menentukan diet yang tepat adalah salah satu hal yang sangat penting dan mungkin memerlukan banyak percobaan empiris atau melakukan eksperimen menurut statistik yang terkontrol (Valdes et al., 2012).

(2)

konsumsi pakan yang sebenarnya, terutama di kolam besar. Ada banyak variasi dari hari ke hari yang mempengaruhi dalam konsumsi pakan misalnya fluktuasi kualitas air, langit mendung, siklus lunar, aktivitasmolting, dan ketersediaan makanan alami. Di Brazil, petani udang telah berhasil mengadaptasi penggunaan anco untuk mendistribusikan semua pakan di tambak sehingga mendapatkan perkiraan yang lebih akurat dari konsumsi dan penyesuain pakan.

Peningkatan produksi udang berkorelasi dengan meningkatnya penggunaan pakan sebagai salah satu faktor produksi utama dalam kegiatan budidaya secara semi intensif dan intensif. Alokasi biaya pakan pada budidaya udang dapat menyerap 60-70% dari total biaya produksi udang (Palinggi & Atmomarsono, 1988; Padda & Mangampa, 1993), oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang dapat meminimalisasi biaya dalam penggunaan pakan. Menurut Velascoet al. (2000), protein biasanya merupakan makronutrien yang memiliki biaya paling tinggi dalam pakan udang, maka penentuan level protein optimal adalah penting untuk formulasi dari biaya pakan yang efektif. Strategi pengelolaan pakan (feeding program) melalui teknik pergiliran pakan (Mansyur & Suwoyo, 2012; Mansyuret al., 2013) merupakan salah satu upaya untuk penghematan biaya pakan. Pergiliran pakan yang dimaksud yaitu pakan berprotein tinggi digilir dengan pakan berprotein rendah karena adanya selisih harga di antara kedua jenis pakan didasarkan pada selisih kandungan proteinnya. Pengurangan proporsi protein pada pakan tanpa mengurangi laju pertumbuhan pada spesies yang dibudidayakan dapat berpengaruh pada efisiensi biaya produksi sehingga pendapatan akan semakin tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara sisa pakan protein tinggi dan protein rendah di anco pada budidaya udang vaname intensif dengan teknik pergiliran pakan BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Instalasi tambak percobaan, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) di Takalar. Penelitian ini menggunakan satu petak tambak tanah dengan luas 3.500 m2 yang dipagari dengan waring hitam sekelilingnya. Sebelum penebaran, dilakukan kegiatan

persiapan lahan meliputi: pengeringan, pengapuran (250 kg/ha), pengisian air, klorinasi (10 ppm) dan pemupukan (dosis 75 kg/ha) dengan perbandingan Urea dan TSP (1:1). Benur diperoleh dari hatcheri di daerah Jawa Timur, ukuran PL-8 dan ditebar dengan kepadatan 150 ekor/m2. Pemberian

pakan pada bulan pertama menggunakan pakan berprotein tinggi dengan dosis mengacu pada feeding tabel yaitu 1 kg/100.000 benur/hari yang selanjutnya dinaikkan dosisnya sebanyak 20% setiap harinya sampai hari ke-30. Memasuki bulan kedua sampai masa akhir pemeliharaan, dilakukan pergiliran pakan antara pakan berprotein tinggi (28-30%) dengan pakan berprotein rendah (26-28%) dengan waktu pemberian yang berbeda yaitu satu hari protein tinggi dan dua hari protein rendah. Dosis pemberian pakan berdasarkan bobot rata-rata udang mengacu pada Sutanto (2005) (Tabel 1) dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4-5 kali sehari.

Tabel 1. Dosis pakan berdasarkan bobot rata-rata udang (g)

Bobot

(g) Dosis pakan (%dari biomassa) Bobot(g) Dosis pakan (%dari biomassa)

(3)

Aplikasi anco dimulai pada hari ke-33 dengan dosis pakan di anco mengacu pada Anonim (2013) dan Sutanto (2005) yang dimodifikasi. Dosis awal untuk pakan di anco adalah 0,5%/anco dari total pakan yang diberikan selanjutnya dinaikkan menjadi 1%/anco pada hari ke-42 dan dinaikkan lagi menjadi 2%/anco pada hari ke-60 sampai masa akhir pemeliharaan. Dosis pakan di anco selanjutnya dibagi sesuai dengan frekuensi pemberian pakan harian. Pengamatan sisa pakan di anco dilakukan setiap dua jam setelah pemberian pakan. Anco yang digunakan terdiri dari dua buah dengan luasan 0,36 m2 yang dipasang pada bagian ujung jembatan anco dengan jarak sekitar dua meter dari

pinggir pematang (Gambar 1). Hasil pengamatan sisa pakan di anco selanjutnya di pisah antara pakan protein tinggi dan rendah dan dirinci berdasarkan periode waktu (siang dan malam) dan siklus bulan (fase bulan gelap dan bulan terang) (Tabel 1). Persentase sisa pakan di anco dihitung berdasarkan persamaan: (SP/JP) x 100%, dimana SP adalah sisa pakan dianco setelah dikeringkan atau diestimasi ke bobot kering (g) dan JP adalah jumlah pakan (kering) yang dimasukkan ke anco (g).

Aplikasi Probiotik dan Penambahan Molase

Probiotik dengan kandungan koloni bakteri Bacillus sp., Pseudomonas sp., Nitrosomonas sp., Aero-bacter sp., dan Nitrobacter sp. dikultur melalui proses fermentasi selama tiga hari dengan media tepung ikan, dedak halus, yeast, molase serta air tambak. Proses fermentasi sesuai dengan pedoman dari Atmomarsono et al. (2011), yaitu: Merebus air tambak sebanyak 20 liter dalam panci stainless sampai mendidih; masukkan dedak sebanyak 1 kg, tepung ikan 400 g, ragi 100 g, dan molase sebanyak 500 g kemudian diaduk merata dan selanjutnya adonan didinginkan. Sebaiknya wadah tetap dalam keadaan tertutup rapat supaya tidak terkontaminasi bakteri dari udara. Proses pendinginan biasanya selama satu malam dan setelah dingin, dibagi ke dalam dua ember dan masukkan probiotik sebanyak 0,1 liter/ember. Wadah penampungan harus dalam keadaan tertutup dan selanjutnya diaerasi selama tiga hari dan biasanya populasi bakteri probiotik dapat mencapai sekitar 1010 - 1012cfu/ml). Probiotik hasil kultur selanjutnya ditebar tiap tiga hari ke tiap petakan

dengan dosis 5-10 ppm.

Penambahan molase diberikan pada saat memasuki bulan kedua pemeliharaan dengan waktu pemberian setiap tiga hari. Perhitungan dosis molase yang diberikan mengacu kepada Gunarto et al. (2011) yaitu berdasarkan rasio C/N yang diinginkan. Pada penelitian ini rasio C/N yang digunakan adalah 10-12. Perhitungan rasio C/N umumnya didasarkan atas rasio C/N pakan dan sumber C-organik yg digunakan. Misal: Pakan yg digunakan mengandung protein 35%, maka; N pakan = (35/16)/100 = 5,6%. C organik = 50%. Berarti rasio C/N pakan = 50 / 5,6 = 8,92. Jika rasio C/N yg dikehendaki adalah 10, maka seharusnya kandungan C organiknya = 10 x 5,6 = 56%. maka jumlah C yg ditambahkan = 56 50 = 6%. Jika kandungan C organik molase = 45%, maka jumlah kebutuhan molase untuk mencapai rasio C/N = 10 adalah = (6 / 45) x 100 = 13,3 %. Artinya jika kita menggunakan pakan yang mengandung protein 35% sebanyak 50 kg, maka diperlukan molase sebanyak 0,133 x 50 = 6,65 kg molase

(4)

Sampling Pertumbuhan dan Pengamatan Kualitas Air

Sampling pertumbuhan dilakukan tiap dua pekan yang bersamaan dengan pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas air di laboratorium berupa: nitrat, nitrit, ammoniak, fosfat dan BOT. Parameter kualitas air untuk kecerahan, suhu, salinitas, dan pH dilakukan setiap hari sedangkan oksigen diukur 1-2 kali sepekan.

Analisis Data

Perbandingan sisa pakan antara pakan protein tinggi dan protein rendah dan hasil pengamatan parameter kualitas air di analisis secara deskriptif dengan bantuan tabel dan grafik. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui korelasi antara persentase sisa pakan dan suhu berdasarkan jenis pakan. Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan antara sisa pakan protein tinggi dan rendah di anco, sisa pakan berdasarkan periode waktu (siang dan malam) dan siklus bulan (periode bulan gelap dan terang) dilakukan analisis statistik menggunakan uji-t.

HASIL DAN BAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase sisa pakan di anco untuk pakan protein tinggi lebih rendah dibandingkan pakan protein rendah dengan rata-rata persentase sisa pakan masing-masing yaitu 6,03% dan 10,55% (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan pakan pada pakan protein tinggi lebih baik dibandigkan pakan protein rendah tapi tidak berbeda nyata secara statistik (P>0.05). Meskipun udang vaname dapat diberi pakan dengan pakan protein rendah namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa udang vaname tetap memiliki kecenderungan untuk mengomsumsi pakan protein tinggi yang lebih besar dibandingkan pakan protein rendah.

Banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan pada udang vaname namun dari Gambar 2 memberikan informasi bahwasanya kandungan protein pakan menjadi salah satu faktor tersebut. Kadar protein tinggi pada pakan biasanya diperoleh dari komposisi pakan yang mengandung bahan baku berkadar protein lebih tinggi misanya tepung ikan dan tepung kepala udang. Selain kadar protein yang tinggi, pakan dengan kadar protein tinggi memiliki aroma yang lebih tajam dibanding pakan protein rendah sehingga menjadi atraktan (daya tarik) bagi organisme yang dibudidayakan. Nur (2011) mengemukakan bahwa seberapa besar jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis pakan, ukuran udang, suhu air, padat tebar, cuaca, kualitas air dan status kesehatan udang itu sendiri. Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan guna memaksimalkan penggunaan pakan bagi kultivan. Menurut Nunes & Suresh (2001), ada banyak variasi dari hari ke hari yang mempengaruhi dalam konsumsi pakan misalnya fluktuasi kualitas air,

(5)

langit mendung, siklus lunar (bulan), aktivitas molting, dan ketersediaan makanan alami. Selain itu, probiotik berkontribusi dalam mengurangi konsumsi pakan ketika probiotik ditambahkan pada air media pemeliharaan, tanpa mempengaruhi laju pertumbuhan dari L.vannamei (Da Silva et al., 2009). Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwasanya periode waktu (siang dan malam) dan siklus bulan (bulan terang dan bulan gelap) cenderung berpengaruh terhadap persentase sisa pakan di anco untuk kedua jenis pakan namun tidak berbeda nyata (P>0.05). Secara umum, persentase sisa pakan lebih rendah pada waktu siang dibanding malam hari dan lebih rendah pada periode bulan terang dibanding bulan gelap. Jika dirinci berdasarkan jenis pakan maka ada perbedaan nilai yang diperoleh pada kedua perlakuan dimana persentase sisa pakan lebih rendah pada waktu siang dibanding malam hari untuk pakan protein rendah, sedangkan persentase sisa pakan untuk pakan protein tinggi lebih tinggi pada waktu siang namun nilainya hampir sama antara siang dan malam. Persentase sisa pakan yang cenderung lebih rendah pada siang hari mengindikasikan bahwa pakan yang diberikan lebih banyak dimanfaatkan oleh udang vaname pada siang hari dibandingkan pada malam hari. McNeil (2001) mengemukakan bahwa, udang kemungkinan memanfaatkan pakan yang lebih kecil di malam hari sehingga pemberian pakan tidak lebih dari sepertiga atau seperempat dari total ransum di malam hari. Pada penelitian ini juga diperoleh persentase sisa pakan di anco pada waktu siang dan malam hari lebih rendah untuk pakan protein tinggi dibandingkan pakan protein rendah dimana pada waktu malam menunjukkan adanya perbedaan secara nyata (P<0.05) sedangkan pada waktu siang tidak berbeda nyata (Tabel 2). Persentase sisa pakan yang lebih rendah untuk pakan protein tinggi pada waktu malam kemungkinan dipengaruhi oleh aroma dari pakan protein tinggi yang lebih tajam dari pakan protein rendah sehingga udang lebih senang untuk memakannya. Mudjiman (2007) mengemukakan bahwa daya tarik (ed dari pakan) tersebut dipengaruhi oleh bau, rasa dan warna. Oleh sebab itu, pada budidaya udang vaname, selain disarankan untuk memberikan dosis pakan yang lebih rendah pada malam hari di banding siang hari seperti yang dikemukakan

Pakan protein

tinggi(*) Pakan proteinrendah(*) Pakan proteintinggi dan rendah(**)

rata pada waktu siang 6,47 + 11,40

a 8,51 + 12,60a 7,81 + 12,12a

Persentase sisa pakan

rata-rata pada waktu malam 5,07 + 7,61

a 14,40 + 15,80b 11,23 + 14,24a

(*) huruf yang sama dalam satu baris pada kolom (2) dan (3) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) untuk parameter A, B dan C

(* *) huruf yang sama dalam satu kolom pada kolom (4) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) untuk parameter B dan C

-1

(6)

oleh McNeil (2001), juga disarankan untuk memberikan pakan dengan aroma yang lebih tajam pada malam hari. Mudjiman (2007) menjelaskan bahwa bau dan rasa pakan buatan sebaiknya mendekati bau dan rasa pakan alami yang biasa dimakan oleh ikan dengan menambahkan zat atau bahan perangsang nafsu makan (feeding stimulant) seperti: tepung cumi-cumi, tepung udang, daging kerang-kerangan, hipoksantin, inosin, asam amino, arginin, asam glutamat, glisin, betain, 5-IMP (inosine monophosphate), ADP (adenosine diphosphate), dan taurin.

Persentase sisa pakan berdasarkan fase bulan menunjukkan bahwa sisa pakan di anco lebih rendah pada fase bulan terang dibandingkan pada fase bulan gelap untuk pakan protein rendah sedangkan untuk pakan protein tinggi sisa pakannya lebih banyak pada periode bulan terang dibandingkan periode bulan gelap (Tabel 2). Persentase sisa pakan yang cenderung lebih rendah pada periode bulan terang kemungkinan berhubungan dengan adanya sumber cahaya bulan pada malam hari sehingga berdampak pada keaktifan dari udang untuk mencari makan.

Pengamatan secara umum tentang pengaruh suhu terhadap sisa pakan di anco selama penelitian menunjukkan adanya pengaruh meskipun persentase sisa pakan cenderung fluktuatif namun penurunan suhu rata-rata harian cenderung diikuti dengan peningkatan persentase sisa pakan di anco. Udang vaname adalah jenis udang yang cukup adaftif terhadap kondisi suhu dan salinitas sehingga lebih tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan selama kondisinya tidak ekstrim. Wainberg & Camara (1998 dalam De Lima et al., 2009) menyatakan bahwa udang vaname memiliki adaptasi yang sempurna untuk berbagai macam kondisi budidaya, khususnya suhu dan salinitas.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap persentase sisa pakan di anco untuk pakan protein tinggi dan rendah dan menunjukkan adanya korelasi positif dengan nilai r = 0.53 (Gambar 3a). Pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwasanya persentase sisa pakan di anco untuk pakan protein rendah memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan protein tinggi dengan nilai r = 0.67 (Gambar 3b) sedangkan nilai r untuk pakan protein tinggi sebesar 0.35 (Gambar 3c). Adanya perbedaan nilai r ini menunjukkan bahwasanya persentase sisa pakan di anco untuk pakan protein rendah lebih dipengaruhi oleh suhu dibandingkan pakan protein tinggi. Hasil ini bisa menjadi pertimbangan bagi pembudidaya untuk memberikan pakan protein tinggi pada kondisi suhu yang rendah dengan tetap mengurangi dosis pakan yang diberikan untuk mengurangi risiko pencemaran air akibat sisa pakan yang tinggi. Nur (2011) menjelaskan bahwa suhu mempunyai efek nyata terhadap konsumsi pakan dan pertumbuhan. Pada udang vannamei, konsumsi pakan mencapai optimal pada suhu 27-31oC. Suhu di atas atau di bawah

kisaran tersebut menyebabkan konsumsi pakan menurun. Kualitas Air

Hasil pengamatan kualitas air menunjukkan bahwasanya parameter kualitas air yang diamati masih dapat ditolerir oleh udang vaname yang dipelihara meskipun ada beberapa parameter yang memiliki nilai yang melewati ambang batas yang direkomendasikan yaitu nitrit, posfat, BOT, salinitas dan kecerahan.

(7)

Pertumbuhan, Sintasan, Produksi dan Nilai Konversi Pakan

Nilai bobot akhir rata-rata, sintasan, dan RKP yang diperoleh pada penelitian ini cukup baik namun masih bisa ditingkatkan jika beberapa faktor pendukung seperti kualitas air dapat dikontrol secara maksimal. Salah satu kendala yang dihadapi pada penelitian ini adalah kondisi kekeruhan yang tinggi akibat partikel lumpur yang teraduk oleh putaran kincir, diperparah lagi tambak tanah yang digunakan hanya mampu menampung ketinggian air berkisar 100-120 cm.

Mansyur et al.(2013) mengemukakan bahwa bobot akhir rata-rata yang didapatkan sampai akhir penelitian selama 90 hari adalah 12,25 g/ekor. Hasil penelitian ini berbeda dengan Tahe (2013) yang mendapatkan bobot akhir 15,15 g/ekor walaupun menggunakan sumber benih yang sama. Hal ini diduga bahwa pengelolaan teknik budidaya yang berbeda, seperti konstruksi tambak beton, kedalaman air yang tinggi, sistem pembuangan air menggunakan central drain dan dilengkapi biosekuritas sedangkan pada penelitian ini masih menggunakan tambak tanah, tidak menggunakan central drain dan rata-rata tinggi air berkisar 1,0 m-1,2 m.

(8)

Parameter Nilai (rata-rata + SD) Nilai yang direkomendasikan(nilai toleransi) - (referensi) Tabel 3. Nilai kisaran (rata-rata + SD) parameter kualitas air yang diukur selama penelitian

Perlakuan Bobotawal

pakan 0,0001 12,25 0,14 57,25 1,8 3750

* rasio konversi pakan

Tabel 4. Nilai pertumbuhan, sintasan, RKP dan produksi yang dihitung pada akhir penelitian

KESIMPULAN

Persentase sisa pakan di anco untuk pakan protein tinggi lebih rendah dibandingkan pakan pro-tein rendah dengan rata-rata persentase sisa pakan masing-masing yaitu 6,03% dan 10,55%. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan pakan pada pakan protein tinggi lebih tinggi dibandingkan pakan protein rendah tapi tidak berbeda nyata secara statistik (P>0.05). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap persentase sisa pakan di anco untuk pakan protein tinggi dan rendah namun pengaruhnya lebih besar pada pakan protein rendah dengan nilai r masing-masing yaitu 0,35 dan 0,67. Selain itu, periode waktu (siang dan malam) dan siklus bulan juga berpengaruh terhadap persentase sisa pakan di anco dimana persentase sisa pakan secara umum lebih rendah pada waktu siang dibanding malam hari dan persentase sisa pakan di malam hari berdasarkan fase bulan menunjukkan bahwa secara umum sisa pakan lebih rendah pada fase bulan terang dibandingkan pada fase bulan gelap namun keduanya (berdasarkan periode waktu dan fase bulan) tidak berbeda nyata (P>0.05).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis pakan, suhu, periode waktu dan siklus bulan berpengaruh terhadap persentase sisa pakan di anco sehingga direkomendasikan untuk mengurangi jumlah pakan dan menggunakan pakan protein tinggi pada kondisi suhu rendah (<27oC), memberikan

pakan lebih banyak pada waktu siang dibandingkan malam hari dan pemberian pakan pada malam hari untuk periode bulan terang lebih banyak dibandingkan pada periode bulan gelap.

UCAPAN TERIMA KASIH

(9)

kegiatan riset pemantapan teknik pergiliran pakan pada budidaya udang vaname intensif di bawah tanggungjawab Bapak Ir.Abdul Mansyur,MP dan dibiayai oleh APBN KKP tahun 2013.

DAFTAR ACUAN

Adiwijaya, D., Sapto, P.R., Sutikno, E., Sugeng, & Subiyanto. (2003). Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 29 hal.

Anonim. (2013). Shrimp culture recommendation. PT.Grobest indomakmur, 10 hal.

Atmomarsono, M., Muliani, Nurbaya, Susianingsih, E., Nurhidayah, & Rachmansyah. (2011). Petunjuk teknis Aplikasi bakteri probiotik RICA pada budidaya udang windu di tambak. dalamParenrengi, A. dan Susianingsih, E. Petunjuk teknis Balai penelitian dan pengembangan budidaya air payau,Maros. 20 hal

Boyd, C.E. (2001). Soil and water quality consideration in shrimp farming. UCA University press, Managua-Nicaragua. 30 hal

Ching, C.A., & Limsuwan, C. (2012). Feed trays or broadcasting?.Global aquaculture advocate, September/ Oktober 2012. pp. 44-45.

Da Silva, E.F.B., De Souza Junior, E.A., Soares, R.B., Galves, A.O., & Peixoto, S.R.M. (2009). Food consumption of marine shrimpLitopennaeus vannameiin closed system with the use of probiotics. Agraria-Revista Brasileira de Ciências Agrárias, v.4, n.3, p.349-352, jul.- set., 2009.

De Lima, P.P., Pontes, C.S., & Arruda, M.D.F. (2009). Activity pattern of the marine shrimp Litopenaeus vannamei (Boone 1931) in laboratory as a function of different feeding frequencies. Aquaculture research, 2009:1-8.

Epa, U.P.K., Wijeyaratne, M.J.S., & De Silva, S.S. (2005). Evaluation of feed management strategies in shrimp culture ponds in Sri Lanka (abstract). 10th International conference on Sri Lanka Studies.

University of Kelaniya, Srilanka.

Ferreira, N.C., Bonetti, C., & Seiffert, W.Q. (2011). Hydrological and Water Quality Indices as management tools in marine shrimp culture. Aquaculture318 (425-433)

Gunarto, Usman, Mansyur, A., & Nur Ansari, R. (2011). Budidaya Udang Vaname Intensif Sistim Bioflok. dalam Parenrengi,A dan Susianingsih,E. Petunjuk Teknis Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. 23 hal

Mansyur, A., & Suwoyo, H.S. (2012). Pengaruh pergiliran pakan kandungan protein berbeda terhadap pertumbuhan, sintasan dan produksi udang vaname (litopenaeus vannamei) semi-intensif. Proceeding IndoAqua-Forum Inovasi Teknologi Akuakultur, 2012. (461-468)

Mansyur, A., Pantjara, B., & Suwoyo, H.S. (2013). Pengembangan Budidaya Udang Vaname, Litopenaeus vannamei Intensif Melalui Teknik Aplikasi Pergiliran Pakan. Laporan kegiatan penelitian di Instalasi tambak percobaan, Punaga. BPPBAP. 13 hal

McNeil, R. (2001). Shrimp behaviour 101. Source: Rod Mc Neil. Interview by Bob Rosenberry, Shrimp News International, January 2001. https://www.shrimpnews.com/FreeReportsFolder/ PondEcologyFolder/ShrimpBehaviorMcNeil.html (diakses 13/3/2015).

Mudjiman, A. (2007). Makanan ikan (pengetahuan lengkap tentang jenis-jenis makanan ikan, cara memproduksi, dan aplikasinya) - edisi revisi. Penebar swadaya. Jakarta. 191 hal.

Nunes, A.J.P., & Suresh, A.V. (2001). Feeding tray technique - Improves shrimp feed management in Brazil. The Advocate, Feb 2001 (page 25-26) - Global Aquaculture Alliance.

Nunes, A.J.P. (2004). Use of feeding trays in Brazilian shrimp farming. Aquafeeds : Formulation and Beyond. Volume 1 Issue 3. pp.14-18.

Nur, A. (2011). Manajemen pemeliharaan udang vaname. Dirjen perikanan budidaya-Balai besar budidaya air payau, Jepara. 35 hal

(10)

Palinggi, N.N., & Atmomarsono, M. (1988). Pengaruh beberapa jenis bahan baku pakan terhadap pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon Fabr.) Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. Vol 1 (4) : 21 28.

Suprapto. (2005). Petunjuk teknis budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei). CV Biotirta. Bandar Lampung. 25 hal.

Sutanto, I. (2005). Petunjuk praktis budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) ala lampung (file ppt). CV.Biotirta. Bandar Lampung. 105 slide

Syafaat, M.N., Mansyur, A., & Tonnek, S. (2012). Dinamika kualitas air pada budidaya udang vaname (Litopennaeus vannamei) semi intensif dengan teknik pergiliran pakan. Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur, Makassar 2012. Hal.487-493

Tahe, S. (2013). Kinerja budidaya udang vaname supra intensif dan analisis usaha. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Maros. 12 hal.

Valdes, R.C., Arjona ,E., & Bueno, G. (2012). Feeding rate and stocking density in semi-intensive Litopenaeus vannamei culture with moderate periodic fertilization. ARPN Journal of Agricultural and Biological Science, VOL. 7, NO. 11:899-904.

Velasco, M., Lawrence, A.L., Castille, F.L., & Obaldo, L.G. (2000). Dietary protein requirement for Litopenaeus vannamei. In: Cruz -Suárez, L.E., Ricque-Marie, D., Tapia-Salazar, M., Olvera-Novoa, M.A. y Civera-Cerecedo, R., (Eds.). Avances en Nutrición Acuícola V. Memorias del V Simposium Internacional de Nutrición Acuícola. 19-22 Noviembre, 2000. Mérida, Yucatán, México

Gambar

Tabel 1. Dosis pakan berdasarkan bobot rata-rata udang (g)
Gambar 1.Jenis anco yang digunakan dan posisi penempatan anco
Gambar 2.Persentase sisa pakan protein tinggi dan rendah di ancoselama penelitian
Tabel 2. Persentase sisa pakan rata-rata di anco selama penelitian dan persentase sisa pakanberdasarkan periode waktu (siang dan malam) dan berdasarkan siklus bulan (fasebulan gelap dan bulan terang)
+4

Referensi

Dokumen terkait

52 Ennek ellenére történt olyan eset, hogy egy magyar katona képtelen volt vezetni az ENSZ által adott terepjárót, mivel itthon csak Trabant gépjármûvet vezetett és mivel nem

Wavelength Assignment merupakan pembagian hubungan pada panjang gelombang yang berbeda tanpa adanya hubungan yang saling tumpang tindih, ketika dalam serat optik digunakan

Kutan Aysen pada tahun 2009 di Istanbul Turki dengan hasil bayi pada ibu yang merokok lebih dari sepuluh batang perhari mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) 11 .Penelitian

Epäpätevä tulkki vaikeutti haastateltavien työtä monella tavalla, ja kaikki haastateltavat olivat sitä mieltä, että oikeudessa tulkkaavan tulkin tulisi olla pätevä

Oleh karena kondisi permukiman sangat berdekatan dengan TPA dan tempat penimbunan hasil memulung tersebar diantara perumahan warga maka upaya yang harus dilakukan

Sesuai dengan data yang ada, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan, sikap, tindakan dan penyuluhan petugas kesehatan

Kemahiran insaniah (KI) atau Soft skills di Universiti Malaysia Pahang (UMP), dahulunya dikenali sebagai Kole} Universiti Kejuruteraan &amp; Teknologi Malaysia (KUKTEM)

In that case, motive can be interpreted as strength inside indidual which encourages or become the force for someone to do something (Bimo Walgito, 2005: 240).