• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.2. Toksonomi Duku - Efektifitas EkstrakKulit Duku ( Lansiumdomesticum) Sebagai Insektisida Nabati Dalam Membunuh Nyamuk Aedesspp Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2.1.2. Toksonomi Duku - Efektifitas EkstrakKulit Duku ( Lansiumdomesticum) Sebagai Insektisida Nabati Dalam Membunuh Nyamuk Aedesspp Tahun 2014"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Duku

2.1.1. Karakteristik Duku

Duku (L. domesticum) merupakan tanaman buah tropis bertipe iklim basah yang berasal dari Malaysia dan Indonesia (Kalimantan Timur).Dari negara asalnya, duku menyebar ke Vietnam,Myanmar, dan India. Nama lain yang sering digunakan untuk duku L. domesticum adalah Aglaila dooko atau Aglala domesticum (Corr). Duku merupakan tanaman hutan yang pohonnya menjulang tinggi hingga 30m.Tanaman ini tidak besar dan berkayu keras.( Sunarjono.2002)

Gambar 2.1 : Duku (L.domesticum)

2.1.2. Toksonomi Duku

Sistematika tumbuhan Duku adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

(2)

Species :L.domesticum Corr var. ( widyastuti, 2000)

2.1.3. Sifat dan Khasiat Tumbuhan Duku (L. domesticum )

Duku (L.domesticum) selain buahnya dapat dimakan, masyarakat juga menggunakan biji duku sebagai obat tradisional misalnya sebagai obat cacing dan demam yaitu dengan cara menumbuknya dan mencampurnya dengan air. Kayu pohom duku cukup keras untuk bahan bangunan.Kulit duku dikeringkan untuk obat nyamuk atau setanggi.Sementara babakan (kulit batang) dapat digunakan sebagai obat tradisional yaitu penyakit demam.( Sunarjono. 2002)

2.1.4.Kandungan Kimia Kulit Buah Duku

Kulit buah Duku banyak mengandung triterpenoid (asam lansat dan asam lansiolat), Flavonoid, dan saponin.

A. Triterpenoid

Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2==C(CH3)─CH==CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa itu dipilah-pilah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut, 2 (C10), 3 (C15), 4 (C20), 6 (C30) atau 8 (C40).

(3)

Secara struktur kimia terenoid merupakan penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya.

b. Terpenoid merupakan komponen penyusun minyak atsiri. Minyak atsiri berasal dari tumbuhan yang pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hydrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa teresbut adalah golongan terpenoid. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa organic yang kadangkala terdiri dari lebih dari 25 senyawa atau komponen yang berlainan. Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang hanya mengandung karbon dan hydrogen atau karbon, hydrogen dan oksigen. Minyak atsiri adalah bahan yang mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan. Salah satu cara yang paling banyak digunakan adalah memisahkan minyak atsiri dari jaringan tumbuhan adalah destilasi. Dimana, uap air dialirkan kedalam tumpukan jaringan tumbuhan sehingga minyak atsiri tersuling bersama-sama dengan uap air. Setelah pengembunan, minyak atsiri akan membentuk lapisan yang terpisah dari air yang selanjutnya dapat dikumpulkan. Minyak atsiri terdiri dari golongan terpenoid berupa monoterpenoid (atom C 10) dan seskuiterpenoid (atom C 15)

(4)

1. Sifat fisika dari terpenoid adalah :

2. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi warna akan berubah menjadi gelap

3. Mempunyai bau yang khas 4. Indeks bias tinggi

5. Kebanyakan optik aktif 6. Kerapatan lebih kecil dari air

7. Larut dalam pelarut organik: eter dan alcohol Sifat Kimia 2. Sifat kimia

1.Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)

2.Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk enantiomer.

Gambar 2.2. Struktur Kimia Triterpenoid

B. Flavonoid

(5)

bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru . Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar. Flavnoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpn divakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola.

Flavonoid merupakan salah satu jenis golongan fenol dan banyak ditemukan di dalam tumbuhan. Secara biologis flavonoid memainkan peran penting dalam penyerbukan tanaman pada serangga. Namun, ada sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak serangga. Bila senyawa flavonoid masuk ke mulut serangga dapat mengakibatkan kelemahan pada saraf dan kerusakan pada spirakel sehingga serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Selain itu, sekolompok flavonoid yang berupa isoflavon juga memiliki efek pada reproduksi serangga, yakni menghambat proses pertumbuhan serangga. (Mirnawaty.2012).

Gambar 2.3. Struktur Kimia Flavonoid (Sastrohamidjojo. 1996)

C. Saponin

(6)

dalam kelimpahan khusus dalam berbagai jenis tumbuhan. Khususnya, mereka glikosida amphipathic dikelompokkan fenomenologis oleh sabun-seperti berbusa yang mereka hasilkan ketika terguncang dalam larutan air, dan secara struktural oleh komposisi mereka satu atau lebih gugus hidrofilik glikosida dikombinasikan dengan triterpen lipofilik derivatif. contoh yang relevan adalah agen digoksin cardio-aktif, dari foxglove umum.

Saponin secara historis dipahami sebagai tanaman yang diturunkan, tetapi mereka juga telah diisolasi dari organisme laut. Saponin memiliki sifat seperti detergen sehingga dinilai mampu meningkatkan penetrasi zat toksin karena dapat melarutkan bahan lipofilik dalam air. Saponin juga dapat mengiritasi mukosa saluran pencernaan. Selain itu, saponin juga memiliki rasa pahit sehingga menurunkan nafsu makan larva kemudian larva akan mati kelaparan(Gunawan, 2004).

Saponin mempunyai efek yang kuat jika digunakan sebagai insektisida karena sifatnya yang sitotoksik dan hemolitik (Chaieb, 2010). Saponin juga dapat menaikkan pemeabilitas kertas saring. Dengan adanya saponin, filter yang cukup kecil untuk menahan partikel yang berukuran tertentu dapat meloloskan partikel tersebut. Saponin juga dapat digunakan sebagai pengemulsi bagi cairan yang tidak saling campur seperti minyak dan air (Mulyani dan Gunawan, 2010).

(7)

serangga atau menimbulkan efek toksisitas. Rasa pahit dari saponin membuat serangga ini menjadi tidak menyukai makanannya (Geyter, dkk, 2007).

Gambar 2.4. Struktur Kimia Saponin (Wikipedia,2014)

2.2. Vektor Penyakit

Salah satu cara mekanisme penularanatau transmisi agen infeksius adalah melalui vektor antropoda.Antropodborne disease/vektorbornedisease adalah penyakit yang ditularkan kepada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga. Vektor adalah antropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia (Kemenkes,2010). Di Indonesia, beberapa penyakit yang ditularkan melalui serangga antara lain, demam berdarah dengue (DBD), malaria, kaki gajah dan kemudian muncul chikungunya serta penyakit saluran pencernaan seperti kolera, disentri, demam tifoid, dan demam paratifoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah (Chandra, 2007).

(8)

1. Kontak langsung

Agen penyakit dipindahkan oleh anthropoda dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung.

2. Transmisi secara mekanis

Anthropoda hanya bertindak sebagai pembawa mikroorganisme penyebab penyakit yang berasal dari penderita (berupa tinja, muntahan atau bahan-bahan infektif lainnya) ke makanan atau minuman orang yang sehat. Dengan cara hanya melekat pada permukaan tubuh arthropoda, agen masuk ke mulut anthropoda dan kemudian dimuntahkan atau melalui kotoran anthropoda itu sendri. Di dalam tubuh anthropoda

mikroorganisme penyebab penyakit tidak mengalami perubahan apapun, baik jumlah, bentuk maupun sifatnya. Sebagai contoh, peranan lalat rumah dalam penularan penyakit amubiasis dan disentri basiler (Soedarto, 1990). 3. Transmisi secara biologi

Agen penyakit akan mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa multiplikasi di dalam tubuh anthropoda. Transmisi secara biologi dibagi 3 cara, yaitu :

a. Cyclo Propogative

Agen penyakit mengalami multiplikasi dan perubahan siklus di dalam tubuh anthropoda. Misalnya, penularan plasmodium penyebab penyakit malaria pada tubuh nyamuk Anopheles.

b. Cyclo Developmental

(9)

cacing Wuchereria bancrofti penyebab filariaris yang ditularkan oleh nyamuk Culex fatigans.

c. Propogative

Agen penyakit mengalami multiplikasi tetapi tidak mengalami perubahan bentuk/morfologi di dalam anthropoda. Misalnya, pada penularan penyakit pes, maka kuman pasteurella pestis akan memperbanyak diri dalam tubuh pinjal tikus, dengan bentuh tubuh yang sama dengan morfologi kuman pada saat dihisap dari tubuh penderita. Penularan virus dengue pada nyamuk Ae.aegypti juga merupakan propogative transmission.

Gambar 1. Diagram Propogative (Chandra, 2007)

Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada telurnya, sedangkan nyamuk jantan akan menyimpan virus tersebut pada nyamuk betina saat melakukan kontak seksual. Nyamuk betina akan menularkan virus tersebut ke manusia melalui gigitannya. Nyamuk mengambil virus dengue dari manusia yang mempunyai virus tersebut. Virus akan masuk ke dalam lambung nyamuk,kemudian virus akan memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh nyamuk termasuk kelenjar air liurnya. Jika

Defenitive Host Manusia

Intermediate Host

Aedes Aegypti

(10)

nyamuk yang telah mengandung virus ini menggigit orang sehat maka akan mengeluarkan air liurnya agar darah tidak beku. Bersamaan dengan air liur tersebut virus akan ditularkan. Siklus ini layaknya lingkaran setan yang sulit ditemukan ujung pangkalnya (Satari dan Meiliasari, 2004).

Selain tiga penularan biologik tersebut diatas, penularan mikroorganisme penyebab penyakit juga dapat terjadi secara transovarial. Pada keadaan ini mikroorganisme penyebab penyakit sudah masuk ke dalam tubuh serangga (vektor) akan mengadakan multiplikasi didalam tubuh anthropoda tersebut, kemudian mikroorganisme penyebab penyakit akan menginfeksi ovarium dan sel telur dari anthropoda. Anthropoda generasi berikutnya akan mengalami penularan. Penularan yang seperti ini adalah Srub typhus yang disebabkan oleh

Rickettesia tsutsugamushi dan Trombicula akamushi (Soedarto, 1990). 2.3. Nyamuk Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Di Indonesia nyamuk Aedes yang paling penting adalah nyamuk Ae. aegypti dan nyamuk Ae. albopictus, keduanya merupakan vektor penyakit demam berdarah (Soedarto, 1990).

(11)

Dalam penularan DBD di Indonesia, nyamuk Ae.aegypti di perkotaan merupakan vektor endemik yang paling penting. Di daerah perkotaan nyamuk

Ae.aegypti selalu menggigit di dalam rumah sedangkan nyamuk Ae.albopictus

menggigit di luar rumah karena perindukan nyamuk ini berada di kebun dan pohon-pohon (Soedarmo, 2009). Ae. aegypti juga dikenal sebagai vektor penular penyakit demam kuning (yellow fever), sehingga sering disebut yellow fever mosquito.

2.4. Gambaran Umum mengenai Nyamuk Aedes spp 2.4.1 Asal Mula Nyamuk Aedes, spp

Nyamuk Ae.aegypti pada awalnya berasal dari Mesir dan menyebar ke seluruh dunia melalui kapal laut dan kapal udara. Ae.aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan, biasanya berada diantara 40 LU dan 40 LS seperti Asia, Afrika, Australia, dan Amerika (Hadinegoro dan Satari, 2004). Distribusi Aedes juga dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk aedes ini biasanya tidak ditemukan diatas 1000 m.

Nyamuk Ae. albopictus adalah spesies hutan yang beradaptasi dengan lingkungan hidup manusia di pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan. Di laboratorium, nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dapat menularkan virus dengue secara vertikal melalui nyamuk betina ke telur sampai keturunannya, walaupun albopictus lebih cepat melakukannya (WHO, 2004).

2.4.2. Klasifikasi Nyamuk Aedes spp

(12)

utama nyamuk Ae. aegypti adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan dikedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam sehingga sering disebut black white mosquito (Soegijanto, 2006). Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu nyamuk rumah.

Aedes spp pengebarannya sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vektor) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan di kota. Mengingat keganasan penyakit DBD masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara – cara mengendalikan jenis nyamuk ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit DBD (Wikipedia, 2014).

Kedudukan nyamuk Aedes spp dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:

Filum: Arthropoda Kelas: Insecta Ordo: Diptera Famili: Culicidae Genus: Aedes

Spesies: Aedes spp (Sembel, 2009).

2.4.3. Morfologi Nyamuk Aedes spp

(13)

mempunyai dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Sedangkan larva Aedes spp Nyamuk Aedes spp dewasa memiliki ukuran sedang, dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan.

Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari Spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk ini sering kali berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Gandahusada, ilahude dan Pribadi, 1998).

2.4.4. Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp

Gambar 2.5. Siklus hidup Nyamuk Aedes spp.

(14)

1. Telur

Telur biasanya diletakkan diatas permukaan air satu persatu atau dalam kelompok.Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama ditempat yang kering tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 2 0 C-420C Namun bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan. Telur Nyamuk Aedes spp berwarna gelap, berbentuk oval biasanya telur diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya.( Sembel . 2009 ).

2. Larva

Telur menetes menjadi larva atau sering disebut jentik.Perkembangan berlangsung 5-7 hari, perkembangan larva tergantung pada temperatur air, kepadatan larva, dan tersedianya makanan, larva nyamuk hidup dengan memakan organisme-organisme kecil. Larva akan mati pada suhu dibawah 100C dan diatas suhu 360C Larva Aedes spp memiliki kepala yang cukup besar serta torak dan abdomen yang cukup jelas. Untuk mendapatkan oksigen biasanya larva menggantungkan dirinya agak tegak lurus pada permukaan air. (Sembel, 2009).

3. Pupa

(15)

4. Nyamuk Dewasa

Pada stadium dewasa nyamuk yang keluar dari pupa menjadi nyamuk jantan dan nyamuk betina dengan perbandingan 1 : 1. Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak diatas permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa akan segera kawin dan nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari makan dalamwaktu 24-36 jam kemudian. Darah merupakan sumber protein terpenting untuk mematang kan telurnya. Umur nyamuk dewasa dipengaruhi aktifitas produksi dan jumlah makanan. Nyamuk Aedes spp dewasa rata-rata dapat hidup selama 10 hari sedangkan di laboratorium mencapai umur 2 bulan, Aedes spp mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya pendek yaitu kurang lebih 40 meter dan maksimal 100 meter.( Sembel, 2009 ).

2.4.5. Perilaku Nyamuk Aedes spp

(16)

2.4.6. Tempat Perkembangbiakan

Nyamuk-nyamuk Aedes yang aktif pada waktu sianghari seperti Ae, aegypti

dan Ae, albopictus biasanya meletakkan telur dan berbiak pada tempat-tempat penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air, vas bunga (dirumah, sekolah, kantor atau dipekuburan), kaleng-kaleng atau kantung-kantung plastic bekas, diatas lantai gedung terbuka, talang rumah, bamboo pagar, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambuatan, tempurung kelapa, ban-ban bekas, dan semua bentuk container yang dapat menampung air bersih. Jentik-jentik nyamuk (nyamuk muda) dapat terlihat berenang naik turun ditempat-tempat penampungan air tersebut. Kedua jenis nyamuk Aedes tersebut merupakan vektor utama penyakit demam berdarah.( Sembel, 2009)

2.5. Insektida

(17)

Insektida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanan (tanaman) dan dengan langsung meracuni serangga tersebut.

2.5.1 Pembagian Insektisida

Menurut cara masuknya insektida ke dalam tubuh serangga dibedakan menjadi 5 kelompok sebagai berikut :

1. Racun Lambung

Racun lambung adalah insektida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektida. Beberapa tempat sasaran itu seperti : menuju ke pusat saraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Dalam hal ini serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh.

2. Racun Kontak

(18)

3. Racun Pernapasan

Racun pernapasan adalah insektida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk pertikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernapasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektida cair.

4. Racun Metabolisme

Racun ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses metabolismenya.contoh insekrestisida dengan mode ofaction ini yaitu

deafentiuron yang mengganggu respirasi sel dan bekerja di mitokondria. 5. Racun Fisik (Racun Non Spesifik)

Racun fisik membunuh serangga dengan sasaran yang tidak spesifik sebagai contohnya debu inert yang bisa menutupi lubang-lubang pernapasan serangga sehingga serangga mati lepas karena kekurangan oksigen. Debu yang hygrokopis (misalnya bubuk karbon atau tanah diatom) bisa membunuh serangga karena debu yang menempel dikulit serangga menyerap cairan tubuh berlebihan.

Tabel 2.1. Insektisida ditinjau dari mekanisme terjadinya efek.

Kelas Sub-Golongan Mekanisme terjadinya efek

Organoklor Tipe DDT Siklodin, Derivative, sikloheksan

(19)

transport klorida, menghasilkan ikatan pola

Sama dengan piretroid buatan dibawah, tetapi juga menyebabkan reaksi alergi

Menghasilkan potensial negatif lebih lama, sebagian dari sistem prifer syaraf, hampir sama dengan inhibisi transport, menyebabkan ikatan polar yang persisten, juga mengihibisi GABA disebabkan transport klorida.

Perbedaan antara tipe I dan tipe II ester adalah pada kekuatan dan durasi inhibisi enzim.

Anti

kolinesterase

Organofosfat

Karbamat

Inhibisi jaringan syarafasetilkolinesterase (Ache) terjadi, pada keadaan asetilkolin yang tinggi yang tidak dapat didegradasi dengan rangsangan berlebihan.

Berbeda sedikit dalam gejala, karbamat menginhibisi Ache secara reversible, organofosfat menginhibisi menjadi persisten.

(20)

2.5.1.1 Insektisida Nabati

Penggunaan insektisida kimia sintetis merupakan masalah yang sangat perlu dipertimbangkan terutama dampak residu terhadap lingkungan, kesehatan manusia, dan terhadap makhluk hidup lainnya serta satwa-satwa liar. Salah satu komponen dalam budi daya organik adalah pemanfaatan pestisida nonkimiawi sintetis baik merupakan insektisida hayati maupun nabati untuk mengendalikan serangga. (sarjan, 2007)

Insektisida nabati atau insektisida botani adalah bahan alami berasal dari tumbuhan yang mempunyai kelompok metabolit skunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, dan zat kimia sekunder lainnya. Senyawan bio aktif yang terdapat pada tanaman dapat dimanfaatkan seperti layaknya insektisida sintetik. perbedaannya adalah bahan aktif pada insektisida nabati disintesa dari tumbuhan dan jenisnya bisa lebih dari satu macam (campuran).

Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit dan batang dan sebagiannya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk, ataupun ekstraksi (dengan air ataupun pelarut organik). Insektisida nabati merupakan bahan alami bersifat mudah terurai di alam (bio dgredable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang (Naria.2005).

2.5.1.2 Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati

(21)

I. Keunggulan

1. Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap lebih aman dari pada insektisida sintetis/kimia.

2. Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran.

3. Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana.

4. Bahan membuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar rumah.

5. Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida. (Naria, 2005)

II. Kelemahan

Selain keunggulan insektisida nabati, tentunya kita tidak dapat mengesampingkan beberapa kelemahan pemakaian insektisida nabati tersebut kelemahanya antara lain :

1. Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi di banding kan dengan insektisida sintesis. Tingginya frekuensi penggunaan insektisida nabati adalah karena sifatnya yang mudah terurai di lingkungan sehingga harus lebih sering di aplikasikan.

2. Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple activeingredient ) dan kadang kala tidak dapat di deteksi.

(22)

2.5.1.3 Larvasida

Pemberantasan Aedes spp dapat dilakukan dengam memberantas nyamuk dewasa dan memberantas larvanya. Pemberantasan larva dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : (Nurcahyo, 1996)

1. Meniadakan tempat perindukannya, yang dikenal dengan gerakan 3M (menguras dan menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang bekas yang bisa menampung air hujan), dan

2. Menggunakan larvasida untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras menurut Gafur (2006) mengutip dari penelitian ponlawat, dkk, saat ini larvasida yang paling luas digunakan untuk mengendalikan larva

Ae. Aegypty adalah temefos. Di Indonesia temefos 1% (Abate 1 SG) telah digunakan sejak 1976, dan sejak 1980 abate telah dipakai secara massal untuk program Ae. Aegypti di Indonesia. Namun cara ini tidak menjamin terbasminya tempat perindukan nyamuk secara permanen, karena masyarakat pada umumnya tidak begitu senang dengan bau yang ditimbulkan larvasida selain itu pula dibutuhkan abate secara rutin untuk keperluan pelaksanaanya (cahaya, 2003)

(23)

perlakuan terletak pada 1669,1678 ppm penelitian mengenai uji toksisitas jamur

Metarhizu anisoppliae terhadap larva nyamuk Ae. Aegypty yang memberi hasil M. anisoplia membunuh 50% (LC5o) dan membunuh 90%(LC9o) larva nyamuk III

Ae. Aegypty asal Denpasar pada kondisi laboratorium (Widianti. 2004)

2.5.1.4Repellent

Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untukmenjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau gangguan oleh serangga trhadap manusia. DEET (N,N-diethyl-m-tolaumide) adalah salah satu contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi repellent ini menimbulkan rasa terbakar bila mengenai mata, luka dan jaringan membran (Soedarto,1992).

Penyakit demam berdarah yangditularkan oleh nyamuk Aedes spp

(24)

2.6.Kerangka konsep

Jumlah Nyamuk

Aedes spp

Jumlah Nyamuk

Aedes spp yang mati

Ekstrak kulit duku yaitu : konsentrasi 0%, konsentrasi 0,5%,

konsentrasi 1% dan konsentrasi 1,5% diamati selama 30 menit

- Suhu

Gambar

Gambar 2.1 : Duku (L.domesticum)
Gambar 2.2. Struktur Kimia Triterpenoid
Gambar 2.4. Struktur Kimia Saponin                                              (Wikipedia,2014)
Gambar 1. Diagram Propogative  (Chandra, 2007)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan dan ana- lisis data yang telah diperoleh, dapat dinyata- kan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia me- lalui penggunaan media kartu magic

ANTM : Cheers Soaring Sales and Productions CMNP : Constructs 4 Toll Roads in 2019 ACST : Aggressively Targets Toll - Road Projects.. ASRI : Targets Revenues of

sema-oama merupokan organisaai pemerintahan terendah yang langsung berada di bawah Carnet* Ktcuali itu nampak pula perbedaan antara Kepala Desa dan Kepala Kelurahan, di mana

Penyaringan, Equalisasi, Penggumpalan dan Pengendapan, Biodetox, Pengendapan Terakhir, Klorinisasi.

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B4, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague, Czech

Pengaruh pH dalam proses koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut : penurunan kekeruhan yang terjadi pada rentang pH optimum terutama disebabkan oleh kehadiran

Maka dari itu pihak koperasi memiliki sebuah program terbaru untuk menjadi salah satu sarana untuk mengendalikan risiko pembiayaanyaitu dengan menggunakan “Kotak

Beda halnya dengan risiko yang ada pada pembiayaan yang menggunakan akad murabahah dimana pada prakteknya akad ini menjadi akad yang paling dominan digunakan