Pembelajaran PKn SD i
Diktat
P
P
e
e
m
m
b
b
e
e
l
l
a
a
j
j
a
a
r
r
a
a
n
n
P
P
e
e
n
n
d
d
i
i
d
d
i
i
k
k
a
a
n
n
K
K
e
e
w
w
a
a
r
r
g
g
a
a
n
n
e
e
g
g
a
a
r
r
a
a
a
a
n
n
S
S
D
D
(Untuk kalangan sendiri)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG
Pembelajaran PKn SD ii
Diktat
P
P
e
e
m
m
b
b
e
e
l
l
a
a
j
j
a
a
r
r
a
a
n
n
P
P
e
e
n
n
d
d
i
i
d
d
i
i
k
k
a
a
n
n
K
K
e
e
w
w
a
a
r
r
g
g
a
a
n
n
e
e
g
g
a
a
r
r
a
a
a
a
n
n
S
S
D
D
(Untuk kalangan sendiri)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG
Pembelajaran PKn SD iii
Daftar Isi
DAFTAR ISI iii
KATA PENGANTAR vi
Bab 1 Selayang Pandang Pendidikan Kewarganegaraan 1
a. Pengertian 1
b. Pengembangan Konsep, Nilai, Moral dan Norma Dalam PKn 5 c. Dimensi Pembelajaran PKn 9
Bab II Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 14
a. Karakteristik Materi PKn 14
b. Pengembangan Materi Pembelajaran PKn 20
Bab III Desain dan Model Pembelajaran PKn 24
a. Desain Pembelajaran PKn 24 b. Model Pembelajaran PKn 25
Bab IV Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 30
a. Strategi dan Metode Pembelajaran PKn 30 b. Metode Pembelajaran Afektif Dalam PKn 39
Bab V Media dan Sumber Pembelajaran Pendidikan Kewargaanegaraan 43
a. Media Pembelajaran PKn 43
b. Kedudukan Media Dalam Proses Pembelajaran 44 c. Kriteria Pemilihan Media 44
d. Klasifikasi Media Pembelajaran 46 e. Sumber Pembelajaran PKn 54
Bab VI Penilaian Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 56
a. Prinsip Penilaian 56
b. Teknik dan Instrumen Penilaian 57 c. Fokus Penilaian PKn 59
d. Penilaian Hasil Belajar 60 e. Prosedur Penilaian 61
f. Pelaporan Hasil Penilaian Pembelajaran 63
Bab VII Pengembangan Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan SD 66
a. Pengembangan Kurikulum 66
b. Materi Kurikuluer Pendidikan Kewarganegaraan 67 c. Pengembangan Silabus dan RPP Pembelajaran PKn 70
Bab VIII Penutup 77
Pembelajaran PKn SD iv
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga Bahan Ajar ini ini dapat diselesaikan dengan baik. Bahan ajar ini terkait dengan mata kuliah Pembelajaran PKn SD. Bahan ajar ini hadir sebagai salah satu upaya untuk berpartisipasi memperkaya khazanah literatur yang terasa begitu minim di bidang Pendidikan Kewarganegaraan. Diktat ini disusun secara sederhana berdasarkan silabus Mata Kuliah Pembelajaran PKn SD, selain itu mata kuliah ini sebagai mata kuliah yang memiliki peran penting dalam mendukung kelancaran proses pembelajaran pada Program Studi PGSD STKIP HAMZANWADI Selong.
Diktat ini disusun secara sederhana, dengan harapan agar mahasiswa dapat memahami strategi Pembelajaran PKn SD. Harapan ini dapat tercapai jika mahasiswa mempunyai kemampuan berfikir kritis-analitis-sistematis dalam menghadapi setiap permasalahan yang diketengahkan kepada mereka, sehingga mampu mengembangkan permasalahan, aktif menyelami seluk-beluk dan landasan permasalahan dalam dunia pendidikan; khususnya pada materi Pembelajaran PKn SD, kemudian mencari dan menemukan hubungan antara permasalahan dengan landasan pemecahan, menarik dan memaparkan hasil-hasil penghubungan itu ke dalam bentuk rumusan-rumusan yang logis dan membuktikan kebenarannya dengan jalan menghadapkannya kepada fakta-fakta sosial yang telah ada.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam bahan ajar mata kuliah Pembelajaran PKn SD ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu saran-saran perbaikan yang membangun sangat diharapkan dari mahasiswa untuk kesempurnaan diktat ini.
Semoga diktat yang sangat sederhana ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengkaji dan menganalisis persoalan kewarganegaraan maupun fenomena masyarakat sipil. Akhirnya kepada Allah Swt jua penulis memohon ampun, sekiranya terdapat kesalahan dalam penyusunan diktat Mata Kuliah Pembelajaran PKn SD ini. ***
Pembelajaran PKn SD 1
BAB I
SELAYANG PANDANG
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A.Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang studi
yang bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang
keilmuan, namun secara filsafat keilmuan ia memiliki
ontology pokok ilmu politik, khususnya konsep “political
democracy” untuk aspek “duties and rights of citizen” (Chreshore:1886). Dari ontologi pokok inilah berkembang konsep “civics”, yang secara harfiah diambil dari bahasa
Latin “civicus” yang artinya warga negara pada jaman
Yunani kuno, yang kemudian diakui secara akademis sebagai
embrionya “civic education”, yang selanjutnya di Indonesia
diadaptasi menjadi “pendidikan kewarganegaraan” (PKn).
Secara epistemologis, PKn sebagai suatu bidang keilmuan merupakan pengembangan dari salah satu dari lima
tradisi “social studies” yakni “citizenship transmission”
(Barr, Barrt, dan Shermis:1978). Saat ini tradisi itu sudah
berkembang pesat menjadi suatu “body of knowledge” yang
dikenal dan memiliki paradigma sistemik yang didalamnya
terdapat tiga domain “citizenship education” yakni: domain
akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural”
(Winataputra:2003). Ketiga domain itu satu sama lain memiliki saling keterkaitan struktural dan fungsional yang
diikat oleh konsepsi “civic virtue and culture” yang
mencakup “civic knowledge, civic disposition, civic skills,
civic confidence, civic commitment, dan civic competence”
(CCE:1998).
Pembelajaran PKn SD 2 pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak azasi manusia,
dan pendidikan demokrasi. Bagi negara kita, Indonesia, arah
pengembangan PKn tidak boleh keluar dari landasan ideologis Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan operasional Undang-undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, yakni UU Nomor 20 tahun 2003. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bentuk dari domain kurikuler PKn. Sesuai dengan namanya, PKn merupakan mata pelajaran dalam kurikulum SD, sebagai mata kuliah dalam program pendidikan tenaga kependidikan, PKn mempunyai misi sebagai pendidikan nilai Pancasila dan
pendidikan kewarganegaraan dan sebagai “subject-specific
pedagogy” atau pembelajaran materi subjek untuk guru PKn, sebagai mata pelajaran di SD, PKn mempunyai misi sebagai pendidikan nilai Pancasila dan kewarganegaraan untuk warga negara muda usia SD.
Pembelajaran PKn di SD adalah pengembangan kualitas warga negara secara utuh, dalam aspek-aspek:
o Kemelek-wacanaan kewarganegaraan (civic literacy),
yakni pemahaman peserta didik sebagai warga negara tentang hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan demokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan perilakunya dengan pemahaman dan kesadaran itu;
o Komunikasi sosiokultural kewarganegaraan (civic
engagement), yakni kemauan dan kemampuan peserta
didik sebagai warga negara untuk melibatkan diri dalam komunikasi sosial-kultural sesuai dengan hak dan kewajibannya.
o Pemecahan masalah kewarganegaraan (civic skill and
participation), yakni kemauan, kemampuan, dan
Pembelajaran PKn SD 3
o Penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), yakni
kemampuan peserta didik sebagai warga negara untuk berpikir secara kritis dan bertanggungjawab tentang ide, instrumentasi, dan praksis demokrasi konstitusional Indonesia.
o Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab
(civic participation and civic responsibility), yakni
kesadaran dan kesiapan peserta didik sebagai warga
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, terdapat pasal yang mengatur tentang Pendidikan Kewarganegaraan untuk tingkat satuan pendidikan. Negara untuk berpartisipasi aktif dan penuh tanggung jawab dalam berkehidupan demokrasi konstitusional. PKn untuk sekolah sangat erat kaitannya dengan dua disiplin ilmu yang erat dengan kenegaraan, yakni Ilmu Politik dan Hukum yang terintegrasi dengan humaniora dan dimensi keilmuan lainnya yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, PKn di tingkat persekolahan bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang cerdas dan baik (to be smart dan good citizen). Warga negara yang dimaksud adalah warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan rasa kebsangsaan dan cinta tanah air.
Pembelajaran PKn di SD lebih dititikberatkan pada penghayatan dan pembiasaan diri untuk berperan sebagai warga negara yang demokratis dalam konteks Indonesia. Untuk itu guru PKn harus menjadi model warga negara yang demokratis sehingga menjadi teladan bagi peserta didiknya.
Bertolak dari berbagai pertimbangan, maka untuk
pembelajaran PKn di SD tersebut seyogianya diorganisasikan sebagai berikut.
o Pada jenjang SD kelas rendah (lower primary), yakni
Pembelajaran PKn SD 4
(integrated) dengan fokus model pembelajaran yang
berorientasi pada pengalaman (experience oriented)
dengan memanfaatkan pola pengorganisasian
lingkungan yang meluas (expanding environment/ community approach). Tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan di kelas rendah ini adalah untuk menumbuh kembangkan kesadaran dan pengertian awal tentang pentingnya kehidupan bermasyarakat secara tertib dan damai. Melalui pembiasaan para peserta didik dikondisikan untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai anggota keluarga, warga sekolah, dan warga masyarakat di lingkungannya secara cerdas dan baik (good and smart citizen). Proses pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil bermain
(learning through gaming), belajar sambil berbuat
(learning by doing), dan belajar melalui interaksi
sosial-kultural di lingkungannya (enculturation and
socialization).
o Pada jenjang SD kelas tinggi (upper primary) (4-6)
pengorganisasian materi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sama dengan jenjang kelas 1-3 yakni
menerapkan pendekatan terpadu (integrated) dengan
model pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman
(experience oriented) dengan pola pengorganisasian
lingkungan meluas (expanding environment/community
approach) dengan visi utama sebagai pendidikan nilai
dan moral demokrasi (democracy value and moral
education). Perbedaannya, pada jenjang SD kelas
Pembelajaran PKn SD 5 substansi pendidikan kewarganegaraan di kelas tinggi
dipilih dan diorganisasikan secara terorkestrasi
(orchestrated) dengan menekankan pada
tumbuh-kembangnya lebih lanjut kesadaran, pengertian, tentang pentingnya kehidupan bermasyarakat secara tertib dan
damai dan mulai tumbuhnya tanggungjawab
kewarganegaraan (civic responsibility). Para peserta didik dikondisikan, difasilitasi, dan ditantang untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai anggota keluarga, warga sekolah, dan warga masyarakat di
lingkungannya yang cerdas dan baik. Proses
pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar
sambil bermain (learning through gaming), belajar
sambil berbuat (learning by doing), dan belajar melalui
pembiasaan serta interaksi sosial-kultural di
lingkungannya (enculturation and socialization)
termasuk di lingkungan bermain.
Tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan di SD adalah menumbuh kembangkan kepekaan, ketanggapan, kritisasi, dan kreativitas sosial dalam konteks kehidupan bermasyarakat secara tertib, damai, dan kreatif. Para peserta didik dikondisikan untuk selalu bersikap kritis dan berperilaku kreatif sebagai anggota keluarga, warga sekolah, anggota masyarakat, warga negara, dan ummat manusia di lingkungannya yang cerdas dan baik. Proses pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil berbuat
(learning by doing), belajar memecahkan masalah sosial
(social problem solving learning), belajar melalui perlibatan
sosial (socioparticipatory learning), dan belajar melalui
interaksi sosial-kultural sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat.
Pembelajaran PKn SD 6 untuk satu tujuan. Winataputra (2003) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi PKn, yakni: (1) PKn sebagai program kurikuler; (2) PKn sebagai program akademik; dan (3) PKn sebagai program sosial kultural. Dalam pelaksanaan program, tiga dimensi ini dapat saja terjadi secara simultan atau secara bersamaan (overlaping), khususnya dalam mencapai tujuan umum, yakni membentuk warga negara yang cerdas dan baik. Khusus untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tujuan PKn dapat dilihat dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bagian Penjelasan
Pasal 37 ayat (1) bahwa “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.”
Domain yang dikembangkan dalam pembelajaran PKn dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Domain PKn sebagai program kurikuler merupakan
program PKn yang dirancang dan dibelajarkan kepada peserta didik pada jenjang satuan pendidikan tertentu. Melalui domain ini, proses penilaian dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap program pembelajaran dan program pembangunan karakter. Namun diakui oleh para pakar bahwa pencapaian program PKn dalam domain kurikuler belumlah optimal karena masih adanya kelemahan dalam dimensi kurikuler, seperti masalah landasan, pengorganisasian kurikulum, buku pelajaran, metodologi, dan kompetensi guru.
2. Domain PKn sebagai program akademik merupakan
program kajian ilmiah yang dilakukan oleh komunitas akademik PKn menggunakan pendekatan dan metode penelitian ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah
konseptual dan operasional guna menghasilkan
Pembelajaran PKn SD 7
semua community of scholars mengemban amanat
(missions) bukan hanya di bidang telaah instrumental, praksis-operasional dan aplikatif melainkan dalam bidang
kajian teoritis-konseptual yang terkait dengan
pengembangan struktur ilmu pengetahuan dan body of
knowledge.
3. Domain PKn sebagai program sosiokultural pada
hakikatnya tidak banyak perbedaan dengan program kurikuler dilihat dari aspek tujuan, pengorganisasian kurikulum dan materi pembelajaran. Perbedaan terutama pada aspek sasaran, kondisi, dan karakteristik peserta didik. Program PKn ini dikembangkan dalam konteks kehidupan masyarakat dengan sasaran semua anggota masyarakat. Tujuannya lebih pada upaya pembinaan warga masyarakat agar menjadi warga Negara yang baik dalam berbagai situasi dan perkembangan zaman yang
senantiasa berubah. Bangsa Indonesia pernah
menyelenggarakan PKn melalui program sosial kultural pada masa pemerintahan Orde Baru, yakni melalui berbagai program penataran P4. Program ini sekarang sudah tidak ada lagi karena dipandang telah menyimpang dari tujuan, sehingga tidak efektif lagi, sedangkan kalau dipandang dari sudut kepentingan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pembangunan karakter bangsa, PKn melalui program sosial kultural ini sangat penting. Oleh karena itu, program PKn dalam dimensi sosiokultural pada pasca dibubarkannya BP7 dan penghentian program penataran P4 perlu direvitalisasi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pembangunan karakter warga negara Indonesia yang baik.
B. Pengembangan Konsep, Nilai, Moral dan Norma Dalam PKn
1. Konsep
Pembelajaran PKn SD 8 benda, peristiwa, atau pemikiran (ide). Lahirnya konsep disebabkan oleh adanya kesadaran atas atribut kelas yang
ditunjukkan oleh simbol. Konsep “rakyat” merupakan
sebutan umum untuk sekelompok penghuni wilayah suatu negara yang ada dalam pemerintahan negara tertentu.
Konsep “demokrasi” merupakan sebutan abstrak tentang sistem kekuasaan pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Contohnya, tampak bahwa konsep bersifat abstrak dalam pengertian yang berkaitan bukan hanya dengan contoh tertentu melainkan dengan konteks. Konsep dapat dianggap sebagai suatu model
kelompok benda yang terpikirkan. Konsep “buruh”,
misalnya, dapat dipandang sebagai kesan mental tentang semua yang memiliki ciri umum pekerja.
Konsep bukanlah verbalisasi melainkan kesadaran yang bersifat abstrak tentang atribut umum dari suatu kelas. Konsep merupakan kesadaran mental internal yang mempengaruhi perilaku yang tampak. Konsep-konsep yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat diperoleh dari konsep disiplin ilmu atau dari konsep yang telah biasa digunakan di lingkungan kehidupan siswa atau masyarakat setempat. Namun, sebagai ilustrasi dan contoh, sejumlah konsep dasar yang sering digunakan dalam pembelajaran PKn dapat diidentifikasi sebagai berikut: pemerintah, negara, bangsa, negeri, wilayah, pembangunan, negara berkembang, negara sedang berkembang, negara tertinggal, pengambilan keputusan, moral, nilai, karakter, perasaan, sikap, solidaritas, kekuasaan, kekuatan rakyat, kelas penguasa, kelompok penekan, nasionalisme, moral, perilaku, tindakan moral, kata hati, empati, kekuasaan, wewenang, politik, partai politik, pemilu, konstitusi.
2. Nilai
Pembelajaran PKn SD 9 diamati melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat diartikan kualitas dari sesuatu atau harga dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia. Nilai dapat dibagi atas dua bidang, yakni nilai estetika dan nilai etika. Estetika terkait dengan masalah keindahan atau apa yang dipandang indah (beautiful) atau apa yang dapat dinikmati
oleh seseorang. Sedangkan etika terkait dengan
tindakan/perilaku/ akhlak (conduct) atau bagaimana seseorang harus berperilaku. Etika terkait dengan masalah moral, yakni pertimbangan reflektif tentang mana yang benar (right) dan mana yang salah (wrong). Nilai bukanlah benda atau materi. Nilai adalah standar atau kriteria bertindak, kriteria keindahan, kriteria manfaat, atau disebut pula harga yang diakui oleh seseorang dan oleh karena itu
orang berupaya untuk menjunjung tinggi dan
memeliharanya. Nilai tidak dapat dilihat secara konkrit melainkan tercermin alam pertimbangan harga yang khusus yang diakui oleh individu. Raths (dalam Fraenkel, 1978) mengidentifikasi tiga aspek kriteria untuk melakukan penilaian, yakni perlu ada pilihan (chooses), penghargaan (prizes), dan tindakan (acts); Pertama, tindakan memilih hendaknya dilakukan secara bebas dan memilih dari sejumlah alternatif dan melakukan memilih hendaknya dilandasi oleh hasil pemikiran yang mendalam, artinya setelah memperhitungkan berbagai akibat dari alternatif
tersebut; Kedua, ada penghargaan atas apa yang telah
dipilih dan dikenal oleh masyarakat; Ketiga, melakukan
tindakan sesuai dengan pilihannya dan dimanfaatkan dalam kehidupan secara terus menerus. Selain dengan kriteria di atas, ada sejumlah indikator untuk menentukan nilai, yakni dilihat dari tujuan, maksud, sikap, kepentingan, perasaan, keyakinan, aktivitas, dan keraguan.
Pembelajaran PKn SD 10 baik terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan (motivasi) melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga
bagian, yaitu: (1) Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi unsur jasmani manusia; (2) Nilai Vital, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
melaksanakan kegiatan atau aktivitas; (3) Nilai
Kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Sesuatu yang dianggap benar disebut nilai kebenaran. Sesuatu yang dianggap indah disebut nilai estetika. Sesuatu yang dianggap baik disebut nilai moral/etika. Sesuatu yang dianggap berpahala dan berdosa bila dilakukan disebut nilai religius, sedangkan Rokeah (dalam Kosasih Djahiri, 1985:20) mengatakan bahwa
“Nilai adalah suatu kepercayaan/keyakinan (belief) yang bersumber pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang patut atau tidak patut dilakukan seseorang atau mengenai
apa yang berharga dan apa yang tidak berharga”.
3. Norma
Pembelajaran PKn SD 11 kebersihan hati nurani serta ahklak. Sanksinya berupa sanksi moral yang berasal dari hati nurani manusia itu sendiri; (3) Norma Agama atau disebut pula norma religius. Norma ini dimaksudkan untuk mencapai kesucian hidup beriman dan sanksinya berasal dari Tuhan; (4) Norma
hukum adalah norma yang dimaksudkan untuk
menciptakan kedamaian hidup bersama dan sanksinya berupa sanksi hukum yang berasal dari Negara atau aparatur Negara. Ada beberapa ciri norma hukum yang berbeda dari tiga norma lainnya, misalnya: (1) Adanya paksaan dari luar yang berwujud ancaman hukum bagi mereka yang melanggarnya. Ancaman hukum tersebut pada umumnya berupa sanksi fisik yang dapat dipaksakan oleh aparatur Negara; (2) Bersifat umum, yaitu berlaku bagi semua orang.
Pembelajaran PKn SD 12 aparatur Negara, melainkan hanya berupa dorongan dari diri pribadi manusia bahkan tidak tegas.
4. Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin, mores, yaitu adat kebiasaan. Istilah ini erat dengan proses pembentukan kata, ialah: mos, moris, manner, manners, morals. Dalam
bahasa Indonesia kata moral hampir sama dengan akhlak
atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau hati nurani yang dapat menjadi pembimbing tingkah laku lahir dan batin manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, moral erat kaitannya dengan ajaran tentang sesuatu yang baik dan buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Dalam konteks etika, setiap orang akan memiliki perasaan apakah yang dilakukan itu benar atau salah, baik atau jelek? Pertimbangan ini dinamakan pertimbangan nilai moral (moral values). Pertimbangan nilai moral merupakan aspek yang sangat penting khususnya dalam pembentukan warga
negara yang baik sebagai tujuan pendidikan
kewarganegaraan.
Tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang dianut dan ditampilkan secara sukarela diharapkan dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Hal ini dilakukan sebagai transisi dari pengaruh lingkungan masyarakat hingga menjadi otoritas di dalam dirinya dan dilakukan berdasarkan dorongan dari dalam dirinya. Tindakan yang baik yang dilandasi oleh dorongan dari dalam diri inilah yang diharapkan sebagai hasil pendidikan nilai dalam
pendidikan kewarganegaraan. Secara yuridis-formal,
Pembelajaran PKn SD 13 landasan operasional, dan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai landasan kurikuler. Sejalan dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), maka kurikulum pendidikan
kewarganegaraan untuk lingkungan lembaga pendidikan formal dilaksanakan dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
UUD 1945 sebagai landasan konstitusional pada bagian Pembukaan alinea keempat memberikan dasar pemikiran tentang tujuan negara. Salah satu tujuan negara tersebut
dapat dikemukakan dari pernyataan “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Apabila dikaji, maka tiga kata ini
mengandung makna yang cukup dalam. Mencerdaskan
kehidupan bangsa mengandung pesan pentingnya
pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Dalam kehidupan berkewarganegaraan, pernyataan ini memberikan pesan kepada para penyelenggara negara dan segenap rakyat agar memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku secara cerdas baik dalam proses pemecahan
masalah maupun dalam pengambilan keputusan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan.
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas sebagai landasan operasional penuh dengan pesan yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Pada Pasal 3 ayat (2) tentang fungsi dan tujuan negara dikemukakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
Pembelajaran PKn SD 14
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: “... b.
pendidikan kewarganegaraan; ...” dan pada ayat (2) dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat: “... b. pendidikan kewarganegaraan; ...”.
Sedangkan pada bagian penjelasan Pasal 37 dikemukakan
bahwa “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.”
Adanya ketentuan tentang pendidikan kewarganegaraan dalam UU Sisdiknas sebagai mata pelajaran wajib di
jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi
menunjukkan bahwa mata pelajaran ini menempati kedudukan yang strategis dalam mencapai tujuan pendidikan nasional di negara ini. Adapun arah
pengembangannya hendaknya difokuskan pada
pembentukan peserta didik agar menjadi manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Arah pengembangan pendidikan nasional pada era
reformasi mengacu pada UU Sisdiknas yang
dioperasionalkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sejalan dengan kebijakan otonomi pendidikan, maka pengembangan kurikulum sekolah tidak lagi
dibebankan kepada pemerintah pusat sebagaimana
terdahulu melainkan diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan. Pemerintah pusat melalui Departemen Pendidikan Nasional hanya menyediakan standar nasional yakni berupa standar isi dan standar kompetensi lulusan
sementara pelaksanaan pengembangan kurikulum
dilaksnakan oleh setiap satuan pendidikan sesuai dengan jenjang dan jenisnya. Sebagai landasan kurikulernya, pendidikan kewarganegaraan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006 masing-masing tentang SI dan SKL.
Pembelajaran PKn SD 15 termasuk implikasi dalam pengembangan kurikulum. Bahwa mereka memiliki kewenangan yang lebih besar
dalam pengembangan kurikulum bahkan dalam
pengelolaan bidang lainnya, namun di pihak lain mereka pun dituntut agar selalu meningkatkan kualitas satuan pendidikan yang sesuai dengan standar nasional terkait.
C. Dimensi Pembelajaran PKn
Dimensi pembelajaran yang diperlukan adalah
pembelajaran yang dapat mempersiapkan warga negara yang mampu hidup dalam masyarakat demokratis. Dengan kata lain, perlu ada sejumlah alternatif model pembelajaran PKn yang mampu mengantarkan dan mengisi masyarakat demokratis. Dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat madani (civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dan mata kuliah di perguruan tinggi perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang berubah. Tuntutan dan tantangan masyarakat yang selalu berubah ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lingkungan sekitar yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap kehidupan bangsa dalam konteks yang lebih luas.
Proses pembangunan karakter bangsa (national character building) yang sejak proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat prioritas tidak steril pula dari pengaruh perubahan ini sehingga perlu direvitalisasi agar sesuai dengan arah dan pesan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada hakekatnya proses pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah, pembangunan karakter
Pembelajaran PKn SD 16 dijawab oleh pendidikan kewarganegaraan dengan paradigma barunya.
Tugas PKn dengan paradigma yang direvitalisasi adalah mengembangkan pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara (civic intelligence), membina tanggung jawab warganegara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warganegara (civic participation). Kecerdasan warganegara yang dikembangkan untuk membentuk warganegara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional dan intelektual semata melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional dan sosial sehingga paradigma baru PKn bercirikan multidimensional. Untuk mengembangkan masyarakat yang demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran khusus yang sesuai dengan paradigma PKn yang baru. Sebelum mengembangkan model pembelajaran yang dimaksud, terlebih dahulu perlu dikemukakan dahulu tentang konsep warga negara yang demokratis. Oleh karena itu, bab ini akan membahas secara berturut-turut dua topik utama, yakni: (1) Warga negara demokratis dan (2) Pembelajaran PKn untuk warga negara demokratis Dengan menganalisis kehidupan warga negara yang demokratis dan bagaimana pembelajaran untuk membentuk warga negara yang demokratis dalam paradigm PKn yang baru, para pembaca diharapkan memiliki kemampuan : (1) memahami kebutuhan kualitas WNI yang
demokratis; dan (2) membelajarkan PKn untuk
Pembelajaran PKn SD 17 Khusus bagi calon guru dan guru pemula diharapkan agar sedapat mungkin memperbanyak latihan dalam menerapkan model pembelajaran PKn dengan paradigma baru. Dengan memahami dan menguasai materi ini diharapkan anda akan terbantu dan tidak mengalami kesulitan lagi dalam menguasai materi dan membelajarkan PKn yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat saat ini. Dengan demikian, kemampuan anda dalam menerapkan model pembelajaran PKn menjadi semakin kaya dan implikasi lebih lanjut, para siswa akan semakin
menyenangi belajar PKn karena gurunya memiliki
kemampuan yang memadai. Pada bagian pendahuluan telah dikemukakan bahwa kebutuhan akan adanya revitalisasi paradigma PKn saat ini sudah mendesak. Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan ke arah terbentuknya masyarakat demokratis yang sesungguhnya sesuai dengan pesan dan misi gerakan reformasi dalam segala bidang terutama bidang politik dan hukum. Namun, pembentukan masyarakat demokratis tidaklah mudah terutama bagi masyarakat yang memiliki pengalaman pada masa lampau yang hidup dalam lingkungan masyarakat yang tidak
demokratis atau undemocratic democracy. Dapat dikatakan
bahwa membentuk masyarakat demokratis itu perlu direncanakan. Artinya masyarakat demokratis tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu dipersiapkan karena demokrasi adalah karakter atau watak yang dapat terbentuk melalui suatu proses. Alexis de Toqueville, negarawan
Perancis yang hijrah ke Amerika Serikat, menyatakan “The
habits of the mind, as well as „habits of the heart‟, the dispositions that inform the democratic ethos, are not inherited.” (Branson, 1999:2) Artinya, kebiasaan pikiran dan
Pembelajaran PKn SD 18
pembelajaran. Demokrasi sering dikatakan sistem
pemerintahan yang cerdas dan rasional. Suatu negara tidak dapat hidup secara demokratis apabila masyarakatnya dalam keadaan miskin, bodoh, dan tidak terdidik. Dengan kata lain, masyarakat demokratis baru dapat terwujud apabila masyarakatnya berpendidikan, cerdas, memiliki tingkat penghidupan yang cukup (layak), dan mereka punya
keinginan berpartisipasi aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena
persyaratannya begitu tinggi maka sering dikatakan pula bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang mahal.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung
jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu
pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Menimbang dasar pikiran dan tujuan PKn di atas, selayaknya pembelajaran PKn
dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan
keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas dalam berpartisipasi.
Pembelajaran PKn SD 19 based learning) merupakan alternatif utama guna mencapai tujuan PKn tersebut. Namun, sebelum membahas lebih jauh tentang model pembelajaran PKn yang berbasis portofolio Anda perlu pula mengenali materi pembelajarannya. Materi PKn dengan revitalisasi paradigmanya dikembangkan dalam bentuk standar nasional PKn, yakni standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang pelaksanaannya berprinsip pada implementasi kurikulum terdesentralisasi. PKn dengan revitalisasi paradigma bertumpu pada kemampuan dasar kewarganegaraan (civic competence) untuk semua jenjang SD/MI; SMP/MTs; dan SMA/MA. Kemampuan dasar tersebut selanjutnya diuraikan atau dirinci dalam bentuk sejumlah kemampuan disesuaikan dengan tingkat/jenjang sekolah sejalan dengan tingkat perkembangan para siswa. Kemampuan diuraikan dalam bentuk butiran standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri nomor 22 tentang Standar Isi (SI) dan 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Portofolio adalah suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Panduan-panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio. Portofolio dalam pembelajaran PKn merupakan kumpulan informasi/data yang tersusun dengan baik yang menggambarkan rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu isu kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji oleh mereka, baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahanbahan seperti pernyataan-pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan ini menggambarkan:
1. Hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan
suatu masalah yang telah mereka pilih.
2. Hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan
alternatif-alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut.
3. Kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat oleh siswa
Pembelajaran PKn SD 20
4. Rencana tindakan yang telah dibuat siswa untuk
digunakan dalam mengusahakan agar pemerintah
menerima kebijakan yang mereka usulkan.
Dengan demikian, portofolio merupakan karya terpilih kelas siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan. Dalam
menilai portofolio, “karya terpilih” merupakan istilah yang sangat penting. Bahan penilaian harus menjadi akumulasi dari segala sesuatu yang dapat ditemukan para siswa pada topik mereka bukan hanya seksi penayangan dan bukan pula seksi pendokumentasian. Portofolio harus memuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan mana yang paling penting. Pembelajaran PKn yang berbasis portofolio memperkenalkan kepada para siswa dan mendidik mereka dengan beberapa metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik atau kebijakan publik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membina komitmen aktif para siswa terhadap kewarganegaraan dan pemerintahannya dengan cara: membekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif; membekali pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi dan efektivitas partisipasi, dan mengembangkan pemahaman akan pentingnya partisipasi wargan negara.
Pembelajaran PKn SD 21 pemerintahan tersebut. Pembelajaran ini mengajak para siswa untuk bekerjasama dengan teman-temannya di kelas dan dengan bantuan guru serta para relawan agar tercapai tugas-tugas pembelajaran berikut: mengidentifikasi masalah yang akan dikaji; mengumpulkan dan menilai informasi dari berbagai sumber berkenaan dengan masalah yang dikaji; mengkaji pemecahan masalah; membuat kebijakan publik, dan membuat rencana tindakan.
Dalam usaha mencapai tugas-tugas pembelajaran ini ditempuh melalui enam tahap kegiatan sebagai berikut:
• Tahap I : Mengidentifikasi masalah kebijakan publik di
masyarakat.
• Tahap II : Memilih satu masalah untuk kajian kelas
• Tahap III : Mengumpulkan informasi masalah yang
akan dikaji oleh kelas
• Tahap IV : Membuat portofolio kelas
• Tahap V : Menyajikan portofolio
• Tahap VI : Refleksi terhadap pengalaman belajar
Dalam pembelajaran PKn yang berbasis portofolio, kelas dibagi ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok bertanggung jawab untuk membuat satu bagian portofolio kelas. Setiap kelompok memiliki tugas yang berbeda namun mulai kelompok pertama sampai keempat harus saling terkait (sekuensial) dan merupakan satu kesatuan. Adapun tugas mereka dapat diuraikan sebagai berikut:
o Kelompok portofolio Satu: Menjelaskan Masalah.
Kelompok portofolio satu ini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah dipilih untuk dikaji oleh kelas. Kelompok ini pun harus menjelaskan mengapa
masalah tersebut penting dan mengapa lembaga
pemerintahan tersebut harus menangani masalah tersebut.
o Kelompok Portofolio Dua: Menilai kebijakan alternatif
Pembelajaran PKn SD 22
o Kelompok Portofolio Tiga: Membuat satu kebijakan publik
yang akan didukung oleh kelas. Kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta melakukan justifikasi terhadap kebijakan tersebut.
o Kelompok Portofolio Empat: Membuat suatu rencana
tindakan agar pemerintah mau menerima kebijakan kelas. Kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menunjukkan bagaimana warga Negara dapat mempengaruhi pemerintah untuk menerima kebijakan yang didukung oleh kelas. Bahan-bahan dalam portofolio memuat dokumentasi terbaik yang telah dikumpulkan oleh kelas dan kelompok dalam meneliti masalah. Bahan-bahan dalam portofolio itu pun hendaknya memuat bahan-bahan tulis tangan asli dan/atau karya seni asli para siswa.
Dengan demikian, model pembelajaran PKn yang berbasis portofolio yang diharapkan dapat menjadi wahana dalam mengantarkan pelaksanaan kehidupan berdemokrasi. Namun untuk penerapan di SD, guru perlu melakukan proses
penyederhanaan lagi, disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak usia SD.***
Pembelajaran PKn SD 23
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Karakteristik Materi PKn
Hanna dan Lee (1962) pernah mengemukakan bahwa
“content” untuk program pembelajaran Social Studies
termasuk PKn yang dapat diadopsi dari berbagai sumber. Sedikitnya ada tiga sumber yang mudah diidentifikasi, yakni:
1.Informal content” yang dapat ditemukan dalam kegiatan
masyarakat tempat para siswa berada, seperti kegiatan anggota pemadam kebakaran, ekspedisi pendaki gunung, kegiatan anggota DPR dalam membuat dan mengesahkan undangundang, dan lain-lain.
2.The formal disciplines of the pure or semisocial sciences, meliputi geografi penduduk, sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, jurisprudensi, filsafat dan etika serta bahasa. Menurut Hanna dan Lee, tiga disiplin pertama, geografi penduduk, sejarah, dan ilmu
politik, “… have traditionally been the major reservoir for social studies content”. Namun, secara umum, formal
content yang diadopsi dari ilmu-ilmu sosial utamanya
terjadi pada awal abad ke-20. Pada masa itu, belum ada pemikiran orientasi “content” selain yang bersifat formal
content. Baru pada pertengahan abad ke-20, “social studies
content” banyak tergantung pada peristiwa terkini (current
events) dan hal yang penting menurut siswa (pupil interest).
3.Ketiga, the responses of pupils ialah tanggapan-tanggapan
siswa baik yang berasal dari “informal content” (events)
maupun dari “formal disciplines” (studies). Gagasan Hanna and Lee akan menjadi bahan yang berharga bagi
pengembangan “content” PKn dengan catatan perlu ada seleksi disesuaikan dengan visi, misi dan karakteristik PKn.
Misalnya, tiga disiplin ilmu sosial utama dalam social
Pembelajaran PKn SD 24 dalam PKn yang lebih dominan adalah ilmu politik dan hukum.
Furman (1962:89) mengingatkan guru, bahwa dalam mengembangkan program PKn hendaknya mengacu pada tiga sasaran, yakni: (1) to serve the needs of children (melayani kebutuhan siswa); (2) to serve the needs of society (melayani kebutuhan masyarakat); and (3) to understand and utilize the intellectual discipline called the social sciences (memahami dan memanfaatkan disiplin ilmu yakni disiplin ilmu-ilmu sosial). Saran dari Furman ini pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan gagasan dari Hanna dan Lee di
atas, bahwa “content” untuk PKn hendaknya memperhatikan kebutuhan siswa, masyarakat dan disiplin ilmu-ilmu sosial. Hanya saja gagasan Furman lebih spesifik dan operasional yang diarahkan kepada tugas guru untuk mengembangkan program pembelajaran di kelas. Furman menjelaskan lebih lanjut bahwa guru harus mengetahui dan mengerti betul tentang siswa di kelas, baik kecakapannya, kebutuhannya,
kepentingannya, masalah yang dihadapi maupun
pertumbuhan dan perkembangan serta latar belakang keluarganya. Guru pun perlu memahami kebutuhan dan harapan masyarakat sekitar tempat siswa tinggal. Masyarakat mungkin mengharapkan agar anak-anak belajar menjadi warga negara yang baik, yakni anggota masyarakat di tingkat lokal, nasional dan global. Para siswa hendaknya belajar menjadi warga negara yang produktif di daerahnya, berguna (useful) bagi bangsanya, dan berpikir kewarganegaraan (civicminded) ketika hidup dalam konteks global.
Meskipun demikian, kecenderungan yang telah
mendorong pada pemikiran orientasi siswa dan masyarakat
sebagai trend baru hendaknya tidak meninggalkan sasaran
pokok, yakni disiplin ilmu sosial dan kondisi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, guru pun perlu memahami dan memanfaatkan disiplin ilmu-ilmu sosial
Pembelajaran PKn SD 25 pembelajaran hendaknya berbasis konteks kehidupan siswa dimana mereka berada. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan hendaknya pendekatan kontekstual. Dari dua konsepsi atau gagasan dari Hanna dan Lee dan Furman ini
dapat disimpulkan bahwa materi “content” PKn, dengan
merujuk pada gagasan “content” dan sasaran dalam social studies, hendaknya mempertimbangkan hal-hal yang bersifat informal content (the need of society), formal disciplines (social sciences), dan (the responses of pupils/the needs of
children) dengan mempertimbangkan pula kebutuhan siswa,
masyarakat, dasar negara, cita-cita, dan tujuan nasional sebagaimana yang dinyatakan dalam UUD 1945. Selain itu, Kosasih Djahiri (1979) pernah menegaskan bahwa materi PKn hendaknya lebih menitikberatkan pada pembinaan watak, pemahaman dan penghayatan nilai dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah dasar dan pandangan hidup bangsa, pembinaan siswa untuk melihat kenyataan, fokus belajar pada konsep yang benar menurut dan sesuai dengan Pancasila.
Untuk mendefinisikan “fakta” sesungguhnya tidaklah
semudah yang sering kita bayangkan. Masih terdapat berbagai pendapat dan tafsiran yang cukup beragam. Namun, beberapa ahli Social Studies (Michaelis, 1980; Banks, 1984; Sunal and Haas, 1993; Jarolimek and Parker, 1993) mendefiniskan fakta dengan indikator yang tidak banyak perbedaan. Michaelis (1980) mengartikan sebagai berikut:
“Facts are statements of information that include concepts, but they apply only to a specific situation.” Banks (1984) mendefinisikan fakta dalam konteks kajian etnis, bahwa
“Facts are low-level, specific empirical statement about
limited phenomena. Facts may be considered the lowest level of knowledge and have the least predictive capacity of all the
knowledge forms.”, sedangkan menurut Sunal and Haas
Pembelajaran PKn SD 26 suatu peristiwa atau suatu tindakan. Namun, dengan melihat dari aspek perannya, Jarolimek dan Parker (1993) menyatakan bahwa informasi faktual sangat penting untuk memahami konsep dan generalisasi karena fakta akan memberikan rincian informasi yang mendukung dan elaborasi yang menjadikan konsep dan generalisasi itu bermakna.
Suatu hal yang menarik dan perlu digarisbawahi dari pernyataan para pakar Social Studies di atas bahwa fakta itu sifatnya khusus ataupun terbatas, tidak bersifat general atau umum yang tidak terbatas dan posisinya berada pada tingkatan paling rendah dalam struktur ilmu pengetahuan. Peran dan fungsinya sangat penting karena dapat berkontribusi terhadap kebermaknaan suatu konsep dan generalisasi. Selain itu, fakta dapat menunjukkan suatu sifat yang nyata, yang ditampilkan dengan benar-benar ada, terjadi, karena mempunyai realitas objektif. Dengan demikian, hal ini sangat sesuai dengan pernyataan Bachtiar
(1997:112-13) bahwa “fakta” merupakan abstraksi dari
kenyataan yang diamati yang sifatnya terbatas dan dapat diuji kebenarannya secara empiris. Fakta juga merupakan building
blocks of knowledge yang digunakan untuk mengembangkan
konsep (Fraenkel, 1980:94). Begitu juga menurut Sjamsuddin (1996:5), bahwa fakta umumnya erat hubungannya dengan jawaban atas apa, siapa, kapan, di mana, dan juga bisa berupa benda-benda (things) yang benar-benar ada atau peristiwa apa yang pernah terjadi pada masa lalu. Fakta harus dirumuskan atas dasar sistem kerangka berpikir tertentu. Fenomena yang sama akan menghasilkan fakta yang berbeda, apabila kerangka berpikir yang dipergunakan berbeda. Oleh karena itu, dalam konteks proses inkuiri, Banks menyatakan
“Facts are the particular instances of events or things that in turn become the raw data or the observations of the social scientist” (Banks, 1977:84).
Pembelajaran PKn SD 27 dan kasus aktual yang terkait dengan kewarganegaraan, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sangat penting. Bahkan materi pembelajaran PKn hendaknya dipersiapkan dan dikemas oleh para guru dengan mengadopsi dari kehidupan nyata (real life) masyarakat terutama para siswa pada tataran lokal, nasional, dan global. Beberapa contoh fakta yang dapat dimanfaatkan untuk materi dan proses pembelajaran antara lain:
o Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta oleh Soekarno dan Hatta.
o UUD 1945 disahkan pertama kali oleh PPKI dalam
sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945.
o Pemilu di Indonesia pertama kali diselenggarakan pada
tahun 1955.
o Memasuki era reformasi, UUD 1945 telah mengalami
perubahan sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
o Sejumlah anggota organisasi masyarakat turun memenuhi
jalan-jalan di ibu kota melakukan unjuk rasa menentang penyerangan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Istilah “konsep” yang berkembang di masyarakat
hampir selalu dikaitkan dengan “rancangan” atau “draf” atau
sesuatu yang belum selesai. Konotasi yang demikian sebetulnya tidak terlalu salah manakala kita melihatnya dari sisi teoretik yang bersifat abstrak. Namun, ruang lingkup
“konsep” menyangkut juga hal-hal yang bersifat riil ataupun konkret. Nama-nama seperti gunung, danau, kursi, meja, pohon, mobil, kambing, ketimun, dan garam merupakan
“konsep”. Di dunia ini, banyak jenis konsep baik yang
Pembelajaran PKn SD 28 dan pengalaman-pengalaman kompleks. Pendapat Schwab tersebut sejalan dengan pendapat Banks (1977: 85) yang
menyatakan bahwa “A concept is an abstract word or phrase that is useful for classifying or categorizing a group of things, ideas, or events”.
Pengertian konsep menunjuk suatu abstraksi,
penggambaran dari sesuatu baik yang konkret maupun abstrak (tampak atau tidak tampak) atau dapat juga berbentuk pengertian/definisi ataupun gambaran mental, atribut esensial dari suatu kategori yang memiliki ciri-ciri esensial yang
relatif sama. Sebagai contoh konsep “demokrasi”. Jika
dilihat dari jenis dan bentuknya demokrasi itu sangat beragam. Demokrasi Barat di Eropa Barat dan Amerika Serikat akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan demokrasi di Cuba atau RRC. Tetapi apa yang membuat
mereka berbeda-beda itu disebut “demokrasi”? Tentu saja
karena mereka memiliki persamaan sebagai ciri esensialnya,
yaitu “kekuasaan ada di tangan rakyat”. Itulah ciri-ciri
esensial demokrasi. Dalam hal ini, kita dapat
mengidentifikasi tentang nama-nama lain, seperti presiden, negara, pemerintahan, DPR dan sebagainya, yang dapat diketahui ciri-ciri esensialnya yang relatif sama.
Berbeda dengan fakta yang menekankan pada kekhususan, maka konsep memiliki ciri-ciri umum (common characteristics) yang sudah tentu pengertian konsep lebih luas daripada fakta. Fraenkel (1980:94-95) mengemukakan
“Whereas facts refer to a single object, event, or individual, concepts represent something common to several events, objects, or individual.” Lebih lanjut Fraenkel menyatakan
Pembelajaran PKn SD 29 simbol-simbol (label kata-kata) berdasarkan persamaan-persamaan esensial tersebut.
Menurut Kagan (dalam Fraenkel, 1980:99-100), ada empat kualifikasi yang dapat diterapkan untuk menguji apakah suatu konsep telah memenuhi persyaratan. Keempat kualifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tingkat keabstrakan (degree of abstraction) dari konsep tersebut. Ada konsep yang memiliki tingkat keabstrakan
rendah (“low-level” abstraction), misalnya bunga,
kambing, dan pabrik, sehingga konsep-konsep ini telah mendekati tingkatan konkret. Namun ada konsep yang
memiliki tingkat keabstrakan tinggi (“higher-level”
abstraction), misalnya kebebasan, penghargaan, dan
kecerdasan, yang hanya dapat dipahami oleh kemampuan tertentu, seperti kemampuan bahasa, ketajaman rasa, penyesuaian diri, dan kemampuan belajar;
2. Kompleksitas (complexity). Konsep memiliki perbedaan
dalam jumlah atribut (ciri-ciri, indikator) yang diperlukan untuk menjelaskan konsep tersebut. Semakin banyak atribut yang diperlukan untuk menjelaskan konsep, semakin kompleks konsep tersebut. Misalnya, konsep
“kucing”, mungkin dapat didentifikasi dari beberapa atribut, seperti berkaki empat, berbulu lembut, bercakar,
suara mengeong, dsb), tetapi untuk konsep “kebudayaan”
tentunya memerlukan banyak sekali atribut sehingga
konsep “kebudayaan, patriotisme, demokrasi, keadilan “termasuk konsep-konsep yang kompleks. “The more complex a concept is, the greater its capacity to organize and synthesize large numbers of simpler concepts and specific facts. (1980:100);
3. Pembedaan (differentiation). Konsep juga berbeda dalam
ciri dasar yang dapat ditafsirkan berbeda-beda sehingga
masih perlu dijelaskan lagi. Misalnya, konsep “kekayaan”
Pembelajaran PKn SD 30 dan sebagainya. Bandingkan dengan konsep obeng, tentu konsep ini akan mudah diidentifikasi;
4. Pemusatan dimensi (centrality of dimensions). Makna
sebuah konsep diperoleh dari satu atau dua atribut penting yang merujuk pada ciri utama dari ide yang diwakili oleh
konsep. Misalnya, konsep “wisatawan” akan terkait
dengan atribut kunci “travel”, “bersenang-senang”, dan
“hotel”.
Fraenkel (1980:101-104) telah mengidentikasi
kegunaan konsep bagi kehidupan manusia sebagai berikut:
1. Konsep itu berguna untuk membantu mengatasi kerumitan
lingkungan dan melakukan efisiensi dan efektivitas bagi manusia. Hal ini bisa kita fahami karena informasi-informasi itu kian terus bertambah banyak dan semuanya harus diidentifikasi dalam simbol-simbol yang dapat
disepakati. Fraenkel (1980:101) menyatakan “Through
concepts, we simplify and order the varying perceptions
that we receive through our senses.” Konsep-konsep dapat
disusun dengan cara mereduksi informasi-informasi tersebut menurut proporsi-proporsi yang dapat ditangani. Konsep dapat meliputi kelompok objek tertentu, peristiwa-peristiwa, individu-individu, atau ide-ide;
2. Konsep membantu mengenali dan memahami
bermacam-macam objek yang ada di sekitar kita. Fraenkel (1980:102)
menyatakan “When an individual identifies an object, he
places it into a class.” Sehingga dalam klasifikasi
(kategorisasi) tersebut begitu nampak persamaan dan perbedaannya. Misalnya, ketika orang lain mengatakan panitia ad hoc atau rapat komisi, maka ia akan langsung melakukan identifikasi, klasifikasi, dan menghubungkan
istilah tersebut dengan lembaga negara “Dewan
Perwakilan Rakyat” (DPR). Dengan mengenal konsep,
seseorang akan terhindar dari salah identifikasi atau
miskonsep yang dapat menimbulkan persepsi yang keliru
Pembelajaran PKn SD 31
3. Konsep dapat berfungsi untuk mereduksi keperluan yang
sering dikatakan berulang-ulang terhadap sesuatu kajian yang serupa dan sudah diketahui. Misalnya, ketika orang
sudah mengetahui konsep “legislatif”, maka ia akan
menggunakan konsep tersebut untuk DPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota;
4. Konsep dapat membantu untuk memecahkan masalah.
Dengan menempatkan objek-objek, individu-individu, peristiwa-peristiwa, ataupun ide-ide kedalam kategori-kategori yang benar, kita dapat memperoleh beberapa wawasan bagaimana menangani sesuatu masalah tertentu yang dihadapi. Misalnya, seseorang yang mengetahui bahwa ia seorang ahli hukum, maka ia akan hati-hati dalam berbicara dan tidak mudah sembarang menuduh
atau tindakan serupa lainnya yang berargumen
berdasarkan hukum;
5. Konsep juga berguna untuk menjelaskan (eksplanasi)
sesuatu yang dianggap rumit ataupun memerlukan keterangan yang cukup panjang dan rinci. Banyak konsep-konsep yang kita ketahui sekarang diperoleh melalui proses pembelajaran ataupun pengenalan dari konsep-konsep sebelumnya yang dianggap baru. Dengan demikian konsep bisa dijadikan alat (tools) yang mengandung
karakteristik-karakteristik umum untuk dianalisis
sekalipun rumit. Misalnya, konsep “negara”, tentu
memerlukan penjelasan yang memadai, karena kriteria
untuk konsep “negara” tidaklah cukup hanya dengan
kriteria “wilayah” dan “penduduk” belaka, melainkan harus disertai syarat-syarat lainnya;
6. Konsep sebagai stereotipe (stereotypes), artinya bahwa
mungkin konsep itu memberikan konotasi negatif. Hal ini terjadi ketika antara dua atau lebih kelompok manusia baik etnis, suku, atau bangsa saling berinteraksi dengan
memberikan “label” tertentu kepada etnis, suku, atau
ungkapan-Pembelajaran PKn SD 32
ungkapan yang bernada stereotipe. Contohnya: “Jawa
koek”, “Cina licik”, “Padang bengkok”, “Orang Batak si tukang copet”, dan sebagainya. Bahkan dikalangan orang
Barat-pun stereotipe dan etnosentrisme pernah hidup dan berkembang sebagaimana yang disebut Huntington (1998: 66) bahwa “In the nineteenth century the idea of “the white man‟s burden” helped justify the extension of Western political and economic domination over non-Western societies” yang pada gilirannya melahirkan imperialisme dan kolonialisme terhadap bangsa-bangsa kulit berwarna;
7. Konsep mewakili gambaran kepada kita tentang “realitas” dan dunia kita sendiri. Menurut Fraenkel, kita sulit berpikir atau bahkan berpendapat tanpa konsep. Lebih
lanjut dinyatakan “We could not communicate, create a society, or carry out anything but the simplest and most
animalistic behavior without them.” (Fraenkel, 1980: 103).
Tujuh manfaat konsep ini tidak diragukan lagi kontribusinya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan komunikasi dalam berbagai konteks kehidupan warga negara dan manusia umumnya.
Konsep kewarganegaraan yang berasal dari kata “warga negara” pada hakikatnya, membahas tentang hubungan warga
Pembelajaran PKn SD 33 masyarakat. Norma-norma tersebut antara lain meliputi norma kesopanan, adat-istiadat, kebiasaan, kesusilaan, dan norma agama.
Kesadaran akan adanya norma yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting untuk ditanamkan kepada setiap individu sejak usia dini. Oleh sebab itu, pendidikan hukum sebagai salah satu bentuk upaya penanaman kesadaran akan norma tingkah laku dalam masyarakat, dipandang sangat strategis untuk diberikan pada seluruh jenis dan jenjang pendidikan persekolahan. Tidak mungkin kita dapat mengharapkan tumbuhnya kesadaran dan kepatuhan hukum dari setiap individu warga negara tanpa upaya yang sadar dan terencana melalui proses pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.
Penanaman nilai-nilai dan norma-norma sosial
kemasyarakatan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses sosialisasi anak menuju realita kehidupan yang sesungguhnya di masyarakat.
Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara efektif dalam lembagalembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan hukum, seperti dikemukakan oleh Bank (1977: 258-259), adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya secara maksimum dalam masyarakat. Di samping itu, setiap warga negara memikul tanggung jawab atas terciptanya sistem hukum yang bekerja secara efektif dan adil. Para siswa hendaknya dibelajarkan untuk memperoleh kemampuan mengkaji persoalanpersoalan yang berkaitan dengan kesenjangan-kesenjangan yang acapkali terjadi antara
cita-cita hukum dengan kenyataan, dan bagaimana
kesenjangan tersebut dapat diatasi.
Pembelajaran PKn SD 34
merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan dapat berfungsi pula sebagai pendidikan hukum. Menurut Bank (1977: 259), pendidikan hukum memuat tujuan pendidikan hukum, siswa diharapkan dapat:
1. Mengembangkan pemahaman tentang hak-hak dan
tanggung jawabnya yang ditegaskan dalam konstitusi.
2. Memahami tuntutan masyarakat akan peraturan dan
hukum, sumber-sumber hukum, perubahan hukum, dan sanksi hukum.
3. Memahami berbagai aspek hukum sipil yang
mempengaruhi kehidupannya-hukum perkawinan dan perceraian, perjanjian/kontrak, asuransi, kesejahteraan sosial, pajak, dan lembaga bantuan hukum.
4. Memahami sistem peradilan, struktur organisasi dan
fungsi lembaga penegak hukum.
5. Mengembangkan pengetahuan dan sikapnya berkenaan
dengan hukum dan sistem peradilan pidana-jadi mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam sistem hukum masyarakat kontemporer.
B. Pengembangan Materi Pembelajaran PKn
Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang kajian yang bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan
yang bersifat interdisipliner/
multidisipliner/multidimensional. Namun secara filsafat keilmuan bidang studi ini memiliki objek kajian pokok ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik (political democracy) untuk aspek hak dan kewajiban (duties and rights of citizen). Dari objek kajian pokok inilah berkembang konsep civics yang secara harfiah diambil dari bahasa latin civicus, yang artinya warga negara pada jaman Yunani kuno.
Kemudian secara akademis diakui sebagai embrionya civic
education. Selanjutnya di Indonesia hal ini diadaptasi
Pembelajaran PKn SD 35 Secara metodologis PKn sebagai suatu bidang keilmuan merupakan pengembangan salah satu dari lima tradisi social
studies yakni transmisi kewarganegaraan (citizenship
transmission). Numan Somantri (2001) menyatakan bahwa obyek studi civics dan civic education adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Kata kunci dari pengertian ini adalah warga negara dalam hubungannya dengan pihak lain yang dimaksud adalah negara. Hal ini sejalan dengan kajian yang telah dilakukan terdahulu bahwa pada hakikatnya objek kajian PKn adalah perilaku warga negara (Sapriya, 2007).
Pembelajaran PKn SD 36 mungkin hanya ada nusantara, sedangkan penduduk atau penghuni umumnya adalah pendatang dari wilayah lain. Secara kultural, kekayaan budaya dan adat istiadat merupakan bagian utuh dari penduduk Asia dan bagian umat manusia. Kemudian, adanya negara Indonesia karena ada proklamasi. Sebelum proklamasi, di wilayah nusantara pernah ada kerajaan-kerajaan, kemudian kerajaan dijajah Belanda pada abad ke-16. Lalu ada aksi berjuang, lalu ada
merdeka 17 Agustus 1945. Konsep “ada” itu adalah
prosesnya. Oleh karena itu, keberadaan bangsa dan negara merdeka, kondisi manusia Asia yang bersifat multietnis dan
multikarakter merupakan aspek sosiologis dan
psikologis-historis sebagai kajian ontologi PKn yang dapat dijadikan untuk pembentukan pengetahuan, sikap dan perilaku warga negara yang mendukung bagi pembangunan bangsa. Aspek emosional seperti rasa kebangsaan (nationalism) dan cinta tanah air (patriotism) bahkan dengan mengetahui dan memahami diri secara sosiologis dan historis akan dapat membangun kesadaran diri sebagai warga negara.
Sebagai standar nasional dalam aspek isi atau ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimana termuat dalam standar isi (Permendiknas Nomor 22/2005) meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun
dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam
pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam