• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jenis Burung di Taman Hut (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keanekaragaman Jenis Burung di Taman Hut (1)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan potensi sumberdaya alam, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang dapat dioptimalkan sebagai daya tarik pariwisata dunia. Luas daratan Indonesia 1,32 persen dari seluruh luas daratan dunia; Indonesia ialah habitat bagi 10 persen jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12 persen binatang menyusui, 15 persen serangga, 16 persen reptilia dan amphibia, 17 persen burung, 25 persen ikan (BAPPENAS, 1993). Supriatna (1996) menjelaskan Indonesia memiliki kedudukan yang istimewa di dunia karena memiliki 500 - 600 jenis mamalia besar (36 persen endemik), 35 jenis primata (25 persen endemik), 78 jenis paruh bengkok (40 persen endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44 persen endemik). Daratan Indonesia menurut Stone (1994), 59 persen berupa hutan hujan tropis setara dengan 10 persen luas hutan dunia. Hutan hujan tropis Indonesia diperuntukkan hutan lindung seluas 100 juta hektar dan kawasan konservasi seluas 18,7 hektar. Indonesia seperti yang dijelaskan Prawiladilaga (2002) memiliki sekitar 1.539 jenis burung dan 488 jenis menghuni Pulau Jawa dan Pulau Bali.

(2)

individu. Burung merupakan salah satu komponen dalam ekosistem hutan, kehadirannya dalam ekosistem hutan memiliki arti penting bagi kelangsungan siklus kehidupan. Satwa liar termasuk burung memunyai peranan penting dalam membantu regenerasi hutan secara alami seperti penyebar biji, penyerbuk bunga dan pengontrol serangga hama. Arumsari (1989) menyatakan burung ialah bagian dari komponen ekosistem yang mempunyai interaksi dan saling tergantung dengan lingkungan, sehingga keberadaan burung dalam ekosistem perlu dipertahankan.

Keanekaragaman jenis burung di Indonesia mulai terancam punah akibat tindakan – tindakan negatif yang dilakukan manusia, seperti perburuan liar dan perusakan hutan yang menyebabkan habitat dan kehidupan burung terganggu dan akhirnya punah. Jenis burung yang terancam punah di Indonesia sebesar 126 jenis burung yang menduduki peringkat pertama di dunia dalam hal kepunahan jenis burung.

(3)

Informasi keanekaragaman jenis burung di kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar sangat diperlukan karena dapat membantu pengelola mengetahui tingginya keanekaragaman hayati hidupan liar lainnya sebab burung dapat dijadikan sebagai indikator kualitas hutan. Shannaz, Jepson dan Rudyanto (1995) menjelaskan bahwa akibat penurunan kualitas, modifikasi dan hilangnya habitat merupakan ancaman yang berarti bagi jenis-jenis burung, karena kehadiran suatu jenis burung tertentu pada umumnya disesuaikan dengan kesukaaannya terhadap habitat tertentu. Hutan yang rusak akan mengurangi fasilitas bagi burung sebagai tempat bersarang, istirahat, berbiak dan mencari makan.

(4)

Penelitian mengenai keanekaragaman jenis burung masih sedikit dilakukan terutama di kawasan TAHURA R. Soerjo Cangar. Mengingat pentingnya peranan jenis-jenis burung dan dalam menjaga keseimbangan ekosistem maka penulis perlu melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat keanekaragaman jenis burung di kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar.

2. Tujuan Penelitian

Mengetahui keanekaragaman jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar.

3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan informasi karakteristik jenis burung yang ada bersama ekosistem didalamnya sebagai bahan rekomendasi pengelolaan Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar ke arah yang lebih baik lagi.

Bagi kalangan akademisi khususnya Program Studi Kehutanan, hasil penelitian dapat dipergunakan bagi studi lanjutan mengenai konservasi.

4. Hipotesis

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Burung (Aves)

MacKinnon (1990) menjelaskan bahwa burung merupakan salah satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak dikenal, dan diperkirakan sekitar 8.600 jenis tersebar di dunia. Burung ialah burung yang berdarah panas seperti binatang menyusui, tetapi lebih berkerabat dekat dengan reptil yang mulai berevolusi sekitar 135 juta tahun. Jenis burung dianggap berasal dari sesuatu yang mirip dengan fosil burung pertama, yaitu Archaepteryx. Rombang dan Rudyanto (1999) menjelaskan bahwa burung adalah salah satu makhluk yang mengagumkan, terbukti telah berabad-abad burung menjadi sumber inspirasi dan memberikan kesenangan kepada masyarakat Indonesia karena keindahan suara dan bulunya. Burung juga merupakan indikator yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nilai keanekaragaman hayati lain.

(6)

memelihara suhu badan. Modifikasi bulu burung masa kini merubah fungsi menjadi lapisan kedap air, alat perasa, berwarna cerah atau berburik-burik untuk memikat dan menyamar. Manfaat sayap yang dipergunakan untuk terbang, membuat burung kehilangan fungsi tangan dan menjadi makhluk kaki dua. Tulang burung berevolusi menjadi berongga berisi udara dan lebih ringan, tulang punggung menjadi lebih pendek dan menyatu, paruh berbentuk dari zat tanduk yang ringan dan tidak bergigi, apabila dibandingkan dengan nenek moyang yang memiliki rahang dan tidak bergigi dari tulang yang berat pada reptil.

Bentuk tubuh yang dimiliki burung membuat penyebaran habitat di seluruh muka bumi, menempati setiap tipe habitat dari tiap khatulistiwa sampai daerah kutub seperti jenis burung hutan, burung padang terbuka, dan burung air. Burung yang menjelajahi samudera terbuka dan burung yang hidup di dalam gua dapat menemukan arah dalam kegelapan. Lokasi yang memiliki pertumbuhan pohon atau terdapat habitat ikan, serangga dan averteberata, maka akan ditemukan habitat burung yang mencari kehidupan sebagai pemakan biji-bijian, buah atau nektar, memakan serangga, ikan dan sebagai pemangsa atau pemakan bangkai.

2. Keanekaragaman Jenis

(7)

komunitas memunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies sama atau hampir sama. Komunitas yang disusun oleh sedikit spesies, dan jika hanya sedikit spesies dominan, maka keragaman jenisnya rendah.

Kekayaan spesies dan struktur komunitas burung berbeda dari satu wilayah dengan wilayah yang lain seperti yang disampaikan oleh Karr (1976) dalam Johnsingh dan Joshua (1994). Odum (1994) menjelaskan bahwa keanekaan spesies di suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor dan memunyai sejumlah komponen yang dapat memberi reaksi berbeda-beda terhadap faktor geografi, perkembangan dan fisik. Keanekaragaman spesies kecil ditemukan pada komunitas daerah dengan lingkungan ekstrim seperti daerah kering, tanah miskin apalagi bekas kebakaran atau letusan gunung berapi, sedangkan keanekaragaman tinggi terdapat pada lingkungan yang optimum.

Keanekaan jenis burung di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a. Ukuran luas habitat, semakin luas habitat, cenderung semakin tinggi keanekaan jenis burung.

(8)

c. Keanekaan dan tingkat kualitas habitat secara umum di suatu lokasi menurut Gonzales (1993), semakin majemuk habitatnya cenderung semakin tinggi keanekaan jenis burungnya.

d. Pengendali ekosistem yang dominan, menurut Fachrul (2007) ialah keanekaan jenis burung cenderung rendah dalam ekosistem yang terkendali secara fisik dan cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi.

Tabel 1. Jenis Burung di Seluruh Kawasan Jawa

N

o Keterangan Jumlah (Jenis)

1 Jenis Penetap 368

207 Penyebaran ke Barat sampai Daratan Asia

119 batas Selatan Jawa dan Bali

50 Bali sampai Nusa Tenggara

38 mencapai Australia 2 Jenis Pengembara /

Pengunjung 126

Jumlah 494

Sumber Data : MacKinnon (1990)

Selama proses evolusi dan perkembangan kehidupan berlangsung, burung selalu beradaptasi dengan berbagai faktor baik fisik (abiotik) maupun biotik. Hasil adaptasi ini mengakibatkan burung hadir atau menetap di suatu tempat untuk kehidupannya tersebut secara keseluruhan disebut sebagai habitat.

(9)

pengembara oseanik; hanya 8 adalah pengunjung dari Selatan yaitu Australia, sedangkan 102 jenis datang dari daratan Asia.

3. Aktivitas Burung

Aktivitas burung sehari-hari ialah makan, gerak atau pindah, vokal, istirahat, dan sosial, sebagai berikut:

A. Aktivitas Makan

Makan merupakan rangkaian gerak dalam mencari dan memilih pakan dan suatu pola yang tetap seperti yang disampaikan oleh Alikodra (1980). Aktivitas harian dari perilaku makan menurut Van Tyne dan Barger (1976) sama karena burung jantan dan burung betina membutuhkan jumlah pakan yang sama banyak. Burung jantan memerlukan pakan karena dipergunakan mendapatkan energi untuk melakukan aktivitas (terbang, mencari pakan, dan bersuara pada burung betina berhubungan dengan musim berkembang biak, seperti dapat menghasilkan telur yang baik).

Pakan yang dibutuhkan burung dapat terlihat dari habitat dimana burung itu berada seperti penjelasan Whitten (1996) sebagai berikut : 1. Burung-burung yang terdapat di hutan dapat mencari pakan pada

(10)

2. Burung-burung yang habitatnya terdapat di padang rumput, pakannya berupa biji rumput.

3. Burung-burung yang berada di sekitar perairan sungai dan danau, memeroleh pakan berupa serangga, air, ikan, dan kepiting.

B. Aktivitas Vokal dan Bersuara

Burung seperti yang disampaikan oleh Mock (1991) menghasilkan suara (vokal) berupa nyayian dan variasi non-vokal atau bunyi yang dikeluarkan. Suara berupa variasi non vokal dapat terlihat misalnya pada burung pelatuk yang menghasilkan suara seperti drum. Suara seperti drum berasal dari paruh yang melubangi pohon pada saat mencari pakan. Burung gagak menghasilkan suara yang berasal dari kepakan sayapnya pada saat terbang. Van Tyne dan Biger (1975), memberikan penjelasan bahwa suara yang dihasilkan oleh burung dapat berfungsi sebagai tanda atau nyanyian panggilan (call notes) dan nyanyian (song).

1. Nyanyian Panggilan

Merupakan suara yang menandakan perilaku hubungan pada setiap anggota jenis (anak, betina atau kelompok). Nyanyian panggilan bukan hal yang utama pada perilaku seksual, pada nyanyian panggilan terdapat sembilan jenis tipe, antara lain pada saat mencari makan, perilaku senang, perilaku stress, memertahankan daerah teritori saat diserang, melakukan penyerangan, berkelompok pada saat migrasi, merespon adanya predator atau pendatang.

(11)

Merupakan rangkaian dari nyanyian panggilan. Nyanyian dibunyikan untuk keturunannya dan sangat berhubungan untuk membentuk suatu rangkaian dari nyanyian yang dapat dikenal oleh keturunannya. Dua tipe nyanyian yang dikenal ialah:

a) Nyanyian primer (primary song)

1) Advertising atau territorial song, merupakan suara yang keras diberikan oleh salah satu jenis kelamin pada burung khususnya pada saat permulaan periode reproduksi, selain untuk menarik pasangan juga memberikan peringatan pada jantan lain. Tipe nyanyian ini dipergunakan untuk memertahankan daerah teritori pada burung.

2) Signal song, dipergunakan untuk menyatakan kegiatan atau aktivitas dari burung yang dipergunakan untuk memberikan tanda ancaman untuk jantan lain.

3) Emotional song, meliputi berbagai suara yang secara tidak langsung memberikan ancaman kepada jantan lain. Terutama dalam memertahankan daerah teritori.

b) Nyanyian sekunder (secondary Song)

Merupakan suara kedua, lebih lembut atau lemah. Suara ini tidak dipergunakan dalam memertahankan daerah teritori tetapi dinyanyikan oleh jenis kelamin yang berbeda dan lebih bervariasi dari pada primer song ialah:

1) Whisper song, merupakan suara yang cepat dan terdengar tidak lebih dari 20 km.

2) Subsong, merupakan suara yang sangat cepat.

(12)

4) Female song, merupakan suara yang dinyanyikan oleh betina. C. Aktivitas Sosial

Perilaku sosial burung menurut Alikodra (1989) pada umumnya dijumpai terutama dalam upaya untuk memanfaatkan sumberdaya dihabitatnya, selain itu juga untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan melepaskan diri dari serangan pemangsa.

Soeratmo (1979) memberi penjelasan bahwa satwa yang hidup bersama di suatu tempat akan mengadakan interaksi satu sama lain melalui komunikasi dan hubungan sosial. Hubungan diantara individu satwa dibedakan menjadi dua sebagai berikut:

1) Hubungan intra-spesifik, yaitu hubungan pada jenis yang sama; 2) Hubungan inter-spesifik, yaitu hubungan pada jenis yang berbeda.

Berdasarkan hubungan sosial, interaksi dibedakan dalam tiga bentuk ialah:

1) Kompetisi, terjadi apabila dua satwa mencari kebutuhan yang sama terhadap suatu komponen dalam lingkungan hidupnya, sementara ketersediaan komponen tersebut sangat terbatas.

2) Kerjasama, terjadi apabila salah satu atau kedua individu yang lain dalam satwa membutuhkan individu lain untuk memenuhi kebutuhannya.

3) Netral, apabila tidak terdapat kontak atau saling memengaruhi antara kedua satwa.

(13)

D. Aktivitas Pindah atau Bergerak

Pergerakan menurut Soeratmo (1979) dan Alikodra (1989) adalah strategi dari individu atau populasi untuk menyesuaikan dan memanfaatkan keadaan lingkungan agar dapat hidup dan berkembang-biak secara normal. Pergerakan juga berfungsi untuk mencari pakan, sumber air untuk berkembang biak atau untuk menghindar dari pemangsaan dan gangguan lain Pergerakan satwa liar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya. Alikodra (1990) menjelaskan bahwa pergerakan burung berhubungan erat dengan sifat individu dan kondisi lingkungan seperti ketersediaan makanan, fasilitas untuk berkembang biak, pemangsaan kondisi cuaca, sumber air dan adanya perusakan lingkungan.

Aktivitas pindah atau bergerak pada burung merupakan pindahnya suatu jenis dari suatu tempat ke tempat yang lain. Perpindahan burung terjadi setiap waktu seperti pada saat makan atau saat menjaga teritori. Aktivitas pindah jelas Hernowo (1989) yang dilakukan oleh burung saat mencari makan merupakan hal yang mutualistik, dalam membantu terbentuknya regenerasi suatu habitat terutama pada saat proses penyebaran biji dan penyerbukan bunga, burung memiliki andil yang cukup besar.

4. Habitat

(14)

berlindung, berkembang biak dan tempat untuk mengasuh anak-anak. Kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun abiotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwa liar disebut habitat. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya.

Menurut Howes, Akewell dan Noor (2003), kehadiran suatu jenis burung pada umumnya disesuaikan dengan kesukaan terhadap habitat tertentu. Secara umum, habitat burung dapat dibedakan atas habitat di darat, air tawar dan laut, serta dapat dibagi lagi menurut tanaman seperti hutan lebat, semak maupun rerumputan. Shannaz, Jepson dan Rudyanto (1995) menjelaskan bahwa akibat penurunan kualitas, modifikasi dan hilangnya habitat merupakan ancaman yang berarti bagi jenis-jenis burung. Saat ini diketahui sekitar 50 persen burung di dunia terancam punah karena menurunnya kualitas dan hilangnya habitat.

5. Taman Hutan Raya (TAHURA)

(15)

1) Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah;

2) Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam; dan

3) Mempunyai luas yang cukup, yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli.

Kawasan Taman Hutan Raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman hutan raya sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.

Upaya pengawetan kawasan taman hutan raya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:

1) perlindungan dan pengamanan; 2) inventarisasi potensi kawasan;

3) penelitian dan pengembangan yang menunjang pengelolaan;

(16)

Pembinaan dan pengembangan bertujuan untuk koleksi. Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman hutan raya adalah:

1). merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem; 2). merusak keindahan dan gejala alam;

3). mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan;

4). melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

Sesuatu kegiatan yang dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan fungsi kawasan adalah:

1). memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan;

2). membawa alat yang lazim dipergunakan untuk mengambil, menangkap, berburu, menebang, merusak, memusnahkan dan mengangkut sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan.

Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk:

1). Penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut);

(17)

3). Pendidikan;

4). Kegiatan penunjang budidaya; 5). Pariwisata alam dan rekreasi; 6). Pelestarian budaya.

(18)

atau satwa yang alami atau buatan jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya pariwisata dan rekreasi.

Pemanfaatan Hutan Raya secara optimal akan memberikan pengaruh yang positif terhadap perlindungan plasma nutfah, pengembangan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan.

Dasar Pemilihan Lokasi penelitian di Kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo, antara lain :

1). Hutan di lokasi Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup tinggi, baik berupa flora, fauna keunikan alam, keindahan alam maupun peninggalan budaya dari masa lampau. 2). Hutan dimaksud masih mengalami banyak gangguan berupa pencurian hasil hutan, perburuan, vandalisme dan pencemaran lingkungan hidup, serta sering terjadinya kebakaran hutan.

3). Adanya Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar diharapkan keamanan kawasan terjaga disamping itu mampu meningkatkan fungsi hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berada di sekitar hutan.

(19)

III. MATERI DAN METODE

1. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar - Batu Malang yang merupakan salah satu kawasan pelestarian alam dan kawasan konservasi keanekaragaman hayati. Taman Hutan Raya R. Soerjo memunyai letak geografis 7º 40’ 10” - 7º 49’ 31” LS dan 112º 22’ 13”-112º 46’ 30” BT dan seluas 27.868,30 hektar yang merupakan salah satu Tahura terluas di Indonesia dan memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi baik flora maupun fauna, berdasarkan wilayah administrasi terbagi dalam lima kabupaten/kota yaitu: Kabupaten Malang 4.287,00 hektar, Kabupaten Pasuruan 5.894,30 hektar, Kabupaten Mojokerto 10.181,10 hektar, Kabupaten Jombang 2.864,70 hektar dan Kota Batu 4.641, 20 ha.

(20)

selama dua bulan yang dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan bulan Desember 2012.

2. Alat dan Obyek

Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ialah:

1). Teropong Binokuler dengan ukuran lensa yang ideal 10 x 50 mm yang pergunakan untuk mengamati jenis burung yang dijumpai pada saat pengamatan.

2). Kamera digital, untuk pendokumentasian jenis burung dan merupakan bukti dari perjumpaan jenis burung di suatu lokasi sekaligus untuk mendokumentasikan kegiatan peneliti.

3). Meter-roll, untuk mengukur luasan areal pengamatan.

4). Tali rafia, untuk memberi tanda jalur garis transek pengamatan.

5). Tallysheet, tabel pengamatan burung.

6). Stopwatch, untuk mengukur waktu pengamatan.

7). Buku panduan jenis burung MacKinnon (1990) di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan yang dilengkapi dengan gambar untuk identifikasi jenis burung yang diamati.

8). Panduan wawancara / kuisioner, dipergunakan dalam kegiatan wawancara dengan petugas dan masyarakat sekitar hutan. 9). Kompas, dipergunakan untuk menentukan arah jalur.

(21)

Obyek yang diteliti adalah jenis burung yang diamati di enam jalur transek yang dibuat.

3. Rancangan

Pengamatan pendahuluan/observasi dilakukan untuk (1) Mengenal lokasi/habitat yang akan menjadi tempat pengamatan; (2) Penelusuran jalur dan penentuan titik pengamatan; (3) Mengenal jenis-jenis burung yang umum dijumpai di lokasi. Pengamatan dilakukan menggunakan metode point count (titik hitung) dengan jalur transek dengan mengikuti jalur yang telah ada. Pada metode ini pengamat berjalan sepanjang jalur/jalan disertai dengan titik pengamatan yang telah ditentukan, di setiap titik, pengamatan dilakukan selama 15 menit dengan jarak pengamatan ke kiri dan kanan sejauh 50 meter dan jarak antar titik sejauh 33 meter, agar tidak terjadi pengulangan pencatatan. Parameter yang diamati adalah jumlah jenis dan jumlah individu di enam jalur transek pengamatan. Metode survei dan metode observasi dipergunakan untuk menentukan lokasi pengamatan dan obyek pengamatan. Wawancara tidak terstruktur dilakukan kepada petugas dan masyarakat sekitar kawasan hutan untuk memeroleh gambaran secara umum tentang lokasi pengamatan dan jenis burung yang terdapat pada lokasi penelitian pada umumnya.

(22)

transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dengan pencatat.

Metode pengamatan langsung dan identifikasi dalam setiap titik pengamatan untuk memermudah pengamatan jenis burung yang dijumpai dan selanjutnya diidentifikasi berdasarkan buku seri panduan lapangan burung – burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan yang dilengkapi dengan gambar.

4. Pelaksanaan

Survei awal dilakukan untuk mengenal lokasi/habitat yang akan menjadi tempat pengamatan, penelusuran jalur dan penentuan titik pengamatan, mengenal jenis-jenis burung yang umum dijumpai di 6 jalur yang telah ada, dan ketinggian rata-rata kanopi di sepanjang jalur. Penentuan jalur dilakukan secara purposive sampling berupa jalur yang ada. Lokasi sampel pengamatan seluas 5 ha, memiliki 6 jalur garis transek (mengikuti jalur yang telah ada) dengan panjang jarak tiap jalur 1 km. Garis transek pada wilayah sensus dipetakan dalam peta topografi berskala 1 : 50.000. Garis transek merupakan suatu petak contoh dimana pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dengan pencatat.

Keterangan : :

:

Jalur transek Kolam pemandian

. . . . : :

(23)

: Kawasan TAHURA Cangar pengamatan

Gambar 3. Denah penentuan sampel lokasi pengamatan dengan jalur transek

Keterangan:

* : Posisi pencatat  : Satwa yang terlihat

α : Sudut pandang, sudut yang terbentuk antara arah transek dengan posisi satwa

Gambar 4. Metode Garis Transek

(24)

jenis kelamin dan perilakunya. Peneliti melakukan pengamatan pada setiap titik pengamatan selama 15 menit dengan interval waktu lima menit untuk setiap pengamatan, dengan jarak pengamatan ke kiri dan kanan sejauh 50 meter dan jarak antar titik sejauh 33 meter, agar tidak terjadi pengulangan pencatatan. Hasil yang diperoleh dicatat dalam Tallysheet sehingga dapat dibuat peta persebarannya.

Tabel 2. Tallysheet Estimasi Kepadatan Populasi Satwa Metode Transek Garis (Line Transect)

Tallysheet

Estimasi Kepadatan Populasi Satwa Metode Transek Garis (Line Transect)

Tanggal :

Lokasi/Nomor Jalur :

Ketinggian :

Cuaca :

No

Titik pengamatan

Nama Lokal

Jumlah Individu (ekor)

Jarak dari pengamat

Jarak dari garis

transek

Pengamatan dilakukan dua kali dalam sehari pada waktu tingkat aktivitas burung sangat tinggi yaitu pada pagi hari mulai pukul 06.00 - 10.00 WIB dan pada sore hari mulai pukul 15.00 - 18.00 WIB dalam cuaca cerah.

(25)

Parameter yang diamati ialah populasi jenis burung pada jalur yang ditentukan untuk mengetahui jenis burung, ciri-ciri burung dengan menggunakan Teropong Binokuler dan perhitungan jumlah burung. Secara teknis yang dipergunakan untuk mengidentifikasi jenis burung adalah dengan cara membuat gambar sketsa burung, mencatat waktu pengamatan, lokasi dan perilaku burung yang teramati. Morfologi burung untuk mengidentifikasi spesies seperti bentuk paruh, sayap, warna bulu, ukuran, dan suara serta ciri-ciri khas.

6. Analisis Data

Tingkat keanekaragaman jenis burung menurut Soegianto (1994) dalam Wibowo, (2006) diperoleh dengan rumus:

1) Indeks Keanekaragaman Jenis Simpson (DS ):

δ=

¿(¿−1)

N(N−1) DS = 1- δ

Dimana:

δ=¿ Indeks dominasi ni = Jumlah individu ke – i N = Jumlah total individu

Kriteria keanekaragaman jenis:

 Mendekati 0 berarti keanekaragaman rendah  Mendekati 1 berarti keanekaragaman tinggi

(26)

Dmask={(s−1)/s¿[N/(N−1)]

1 - Ds/Dmask

Dimana :

S = Jumlah spesies

Kriteria keseragaman jenis yaitu:

 Mendekati 0 berarti keseragaman rendah  Mendekati 1 berarti keseragaman rendah 3) Indeks Kelimpahan Jorgensen (Di) yaitu:

Untuk mengetahui spesies yang mendominasi digunakan rumus Di= ¿

100

Kriteria Indeks Kelimpahan Jorgensen: a. Jika Di > 5 persen berarti dominan

(27)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Flora dan Fauna

Kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo mempunyai tipe ekosistem hutan cemara, hutan hujan pegunungan dan padang rumput. Jenis vegetasi yang mendominasi kawasan ini beraneka ragam, di antaranya Cemara gunung (Causuarina junghuhniana) yang membentuk tegakan homogen dengan tumbuhan bawah berupa rumput dan semak belukar, Pasang (Litocarpus sundaicus), Nyampo (Litsea sp), Kukrup (Engelhardiaspicata), Dampul (Ficus sp), Kelis (acmena acuminatissima), Endos endogan (Macropanax dispermum) dan Triwulan (Eupathorium), Kukrup (Engelhardia spicata), Pasang (Litocarpus sundaicus), Anggrung (Theorema orientalis), Pinus (Pinus mercusii), Tutup (Malotus sp).Kayu putih (Eucalyptus alba), Akasia (Acasia decuren), Cemara angin (Casuarina equisetifolia),dan bunga ungu (Valerina adriana).

(28)

insignis)). Vegetasi hutan diduga juga menunjang berbagai macam burung. Jenis-jenis burung dapat dijumpai pada tumbuhan perdu atau semak-semak maupun terbang bebas angkasa.

2. Jenis dan Jumlah Burung

Berdasarkan hasil penelitian spesies burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar diperoleh jumlah dan jenis burung seperti terdapat pada tabel 3.

Tabel 3. Jenis dan Jumlah burung di TAHURA

(29)

24 25 26 27 28 29

Myiophoneus glaucinus Dicaeum trochileum Ketupa ketupu Macropygia emiliana Erythrura hyperytha Harpactes oreskios

Ciung-batu kecil Cabai Jawa Beluk ketupa Uncal buau

Bondol-hijau dada-merah Luntur harimau

14 36 6 12 20 9

JUMLAH 438

Sumber : Data primer Terolah, 2013

(30)

Gambar 5. Spesies Cabai Jawa Yang Paling Banyak Ditemukan di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar sebanyak 29 jenis. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa hutan di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar merupakan areal penting bagi burung karena hutan di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar mampu menyediakan makanan yang cukup dan tempat berlindung bagi burung.

(31)

selalu basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis khatulistiwa. Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia,

Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko dan Kepulauan Pasifik. Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar dijadikan sebagai tempat tinggal dan berbiak bagi jenis Cabai Jawa karena di daerah tersebut merupakan tempat yang ideal bagi Cabai Jawa untuk mencari makan, beristirahat dan membuat sarang. Berdasarkan Elang Jawa, sedikitnya jumlah Elang Jawa disebabkan oleh perburuan liar dan kerusakan habitat, akibatnya Elang Jawa yang membutuhkan makanan, beristirahat dan membuat sarang menjadi terganggu reproduksinya.

(32)

Gambar 6. Spesies Elang Jawa Yang Paling Banyak Ditemukan di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar

3. Keanekaragaman Jenis Burung

Soegianto (1994) menjelaskan keanekaragaman jenis adalah berbagai jenis organisme yang tersusun dari bermacam-macam jenis. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Tetapi jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies yang dominan maka keanekaragamanya rendah.

(33)

Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Burung Di Taman Hutan Raya R. Soerjo

(34)

Data lapangan dari hasil perjumpaan dengan spesies burung ditabulasikan untuk mendapatkan nilai keanekaragaman jenis. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung dilakukan perhitungan sebagai berikut :

δ=

¿(¿−1)

N(N−1)

¿ 7464

438(437)

¿ 7464

191406

¿0,038

Ds=1−δ = 0,962

(35)

Proses tingginya keanekaragaman jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar telah terjadi selama ribuan tahun secara bertahap dimana jenis burung yang ketergantungnya tehadap lahan utama sangat tinggi untuk mencari makanan dan beristrahat, sehingga keanekragamannya meningkat dengan terjadinya perkawinan.

Kanekaragaman jenis burung yang tinggi juga di dukung oleh tipe vegetasi hutan hujan tropis yang merupakan tipe vegetasi penunjang keanekaragaman hayati yang paling luas dengan memiliki keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi sehingga ketersediaan makanan dan tempat berbiak bagi burung-burung dapat terpenuhi. Selain itu faktor ketinggian tempat dan topografi yang juga sangat mendukung sehingga gangguan dari luar kawasan sangat kecil.

(36)

4. Keseragaman Jenis Burung

Berdasarkan hasil pengamatan yang tersaji pada tabel 3, diperloeh keanekaragaman jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar sangat tinggi, maka dominasi atau keseragaman rendah. Hasil keseragaman jenis burung tercantum dalam Tabel 5.

Tabel 5. Keseragaman Jenis Burung

S (S-1)/S N/N-1 [(S-1)/S] [N/(N-1)] Ds Ds/Dmaks

(Dmaks)

29 0,96 1,022 0,966 0,962 0,995

Sumber : Data primer terolah 2013

Keseragaman jenis simpson (Evannes Simpson/ES) = 1 – Ds/Dmaks = 1 – 0,995 = 0,045

Soegianto (1994) menjelaskan dominasi adalah banyaknya peranan spesies dalam suatu komunitas. Keseragaman jenis adalah membandingkan kesamaan spesies yang ditemukan pada suatu habitat dengan habitat lain. Bila suatu komunitas mempunyai keanekaragaman jenis tinggi maka akan mempunyai keseragaman jenis yang rendah.

(37)

Simpson (Evennes Simpson) bila mendekati 1, keseragaman jenis tinggi dan bila mendekati 0, keseragamn jenis rendah. Hasil pengamatan menunjukan bahwa keseragaman jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar rendah. Hasil yang didapat yaitu tidak ada spesies yang sama atau seragam dimana Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar terdapat 29 jenis burung. Hal tersebut dapat terjadi karena di Taman Hutan Rakyat R. Soerjo Cangar setiap spesies burung mampu berkompotisi baik dalam memperoleh makanan di sekitar hutan ataupun mencari tempat untuk beristrahat dan berbiak dengan membuat sarang pada saat musim kawin (breeding).

Rombang dan Rudyanto (1999) mengatakan burung layak dijadikan indikator karena kelompok satwa ini memiliki atribut yang mendukung yaitu hidup diseluruh habitat dan dunia, relatif mudah diidentifikasi, peka terhadap perubahan lingkungan, data penyebarannya relatif telah cukup diketahui dan terdokumentasi dengan baik dan taksonomi burung bisa dikatakan sudah mantap. Sampai saat ini tidak ada kelompok kehidupan liar lainnya yang memiliki atribut tersebut.

5. Komposisi Jenis Burung

(38)

Berdasarkan hasil pengamatan, jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar yang mendominasi tersaji pada tabel 4.

Tabel 4 Komposisi Jenis Burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar

No. Spesies Ni N Ni/N x 100%

Sumber : Data Primer Terolah, 2013

(39)

8,2% dan 5,9%. Menurut kriteria kelimpahan jenis apabila Di < 5% berarti tidak dominanan sehingga diperoleh hasil yaitu jenis Cabai Jawa dan burung Burung Gereja Erasia dalam kriteria dominan. Dominasi pada jenis Cabai Jawa dan Burung Gereja Erasia terjadi karena jenis Cabai Jawa dan dan Burung Gereja Erasia mudah beradaptasi dengan lingkungan yang ada, dimana lingkungan tersebut merupakan habitat yang cocok dengan ketersediaan makanan yang cukup. Selain itu Cabai Jawa dan Burung Gereja Erasia tidak pernah di buru oleh manusia karena selain sulit untuk ditangkap harga jualnya juga rendah, tidak seperti Elang jawa yang harga jualnya tinggi karena keunikan dan kelangkaannya.

Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar merupakan tempat tinggal yang tepat bagi jenis Cabai Jawa dan Burung Gereja Erasia dengan sering ditemukannya kedua jenis ini hampir pada setiap jalur sensus. Disamping itu, kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar merupakan lahan utama untuk mencari makanan dan beristirahat bagi Cabai Jawa dan Burung Gereja Erasia.

(40)

6. Kondisi Habitat

Kondisi habitat sangat mempengaruhi keberadaan burung pada suatu daerah dimana habitat merupakan daerah yang sangat penting bagi populasi satwa terutama jenis burung agar dapat berkembang secara optimal untuk mendapatkan makanan, air, dan cover. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi satu jenis satwa tentu tidak sesuai untuk jenis lainnya, karena setiap satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Untuk jenis burung, habitat yang dimaksud penekanannya adalah pada struktur dan komposisi vegetasi sekitar habitat, jenis pohon sarang dan pakan. Cabai Jawa sering terlihat pada pohon yang banyak buahnya dan memiliki tajuk yang baik seperti Carsen (Muntingia sp.), Kapilit (Ficus spotical), Kanjilu (Ficus fariagata) dan Kukrup (Engelhardia spicata). Sedangkan Elang Jawa sudah jarang dijumpai karena keberadannya nyaris punah disebabkan perburuan liar dan kerusakan habitat aslinya.

(41)

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat 29 jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar dengan jumlah 438 ekor.

2. Keanekaragaman jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar sangat tinggi dengan nilai indeks keanekaragaman jenis Simpson 0,962. Sedangkan keseragaman jenis Evennes Simpson (ES) 0,045.

3. Spesies yang mampu mendominasi adalah jenis Dicaeum trochileum dan Passer montanus dengan nilai kelimpahan 8,2% dan 5,9%.

4. Keanekaragaman jenis burung tinggi karena didukung oleh tipe vegetasi hutan hujan tropis merupakan keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi sehingga ketersediaan makanan dan tempat berbiak bagi burung-burung dapat terpenuhi.

2. Saran

(42)

1. Dilaksanakan pemantauan secara teratur terhadap jenis-jenis burung di Kawasan hutan TAHURA Cangar pada umumnya untuk pelestarian kelangsungan hidup burung, seperti perlindungan terhadap habitat burung dan pemantauan terhadap aktifitas perburuan liar.

2. Memberikan pendidikan konservasi kepada masyrakat tentang pengaruh atau fungsi satwa-satwa liar pada umumnya dan jenis khususnya terhadap keberadaan hutan.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang populasi dan habitat burung di Kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar secara menyeluruh dan pemanfaatan untuk kegiatan pengamatan burung dalam upaya pelestarian jenis burung sehingga dapat dilakukan pengelolaan habitat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

(43)

Fachrul. M.F,. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta. p. 58 - 65.

Hernowo, J.B. 1989. Suatu tinjauan terhadap keanekaragaman jenis burung dan peranannya di Hutan Lindung Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Media Konservasi 11(2): 19-32

MacKinnon J,. 1990. Panduan lapangan pengenalan Burung – Burung di Jawa dan Bali . Gajahmada University Press, Yogyakarta. p.1 , 23.

Rusmendro, H. 2009. Perbandingan keanekaragaman burung pada pagi dan sore hari di keempat tipe habitat di wilayah Pangandaran, Jawa Barat. Vis Vitalis 02(1): 8

Rombang, W. M dan Rudyanto, 1999. Daerah Penting Bagi Burung Jawa dan Bali. PKA/Birdlife Internasional-Indonesia Programme. Bogor. Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan

komunitas. Usaha Nasional Surabaya –Indonesia. pp.111

Taman Hutan Raya Raden Suryo (TAHURA). 2009. Burung-burung di Kawasan Pegunungan Arjuna Welirang Taman Hutan Raya Raden Suryo, Jawa Timur Indonesia

http://pecuk.files.wordpress.com/2009/09/burung-burung-di

kawasan - pegunungan-arjuna-welirang-taman hutan1.pdf. Diakses pada hari Sabtu 07 Januari 2012.

Wibowo, A.D.H. 2006. Studi Keanekaragaman Jenis Burung di kawasan Gunung Lawu Sebelah Utara. p. 17,18.

Widada, Mulyati,S.dan Kobayashi,H. 2006. Sekilas tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Jakarta. Ditjen PHK – JICA. p. 108 , 109.

Wisnubudi, G. 2009. Penggunaan strata vegetasi oleh burung di kawasan Wisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Vis Vitalis 02(2): 41

(44)
(45)
(46)

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG

DI KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO CANGAR

Oleh : Yusthinus Je NPM. 08.03.0175

Responden : MAPALA

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Jabatan : Ketua Anggota

1. Apakah perlu dilakukan konservasi burung ? 2. Mengapa perlu dilakukan?

... ... ... ...

3. Menurut anda sebagai ketua/anggota organisasi pencinta alam sebaiknya bagaimanakah model konservasi burung di Cangar ?

4. Apakah anda pernah mendengar istilah pengelolaan lahan Agroforestri?

Pernah/Tidak Pernah

Jelaskan pengaruh agroforestri terhadap keanekaragaman burung... ... 5. Jenis burung apa sajakah yang sering/banyak Saudara temui di

Cangar?

6. Kapankah anda sering melihat aktivitas burung? Pagi / sore, jam berapa?

(47)

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Jabatan : Kepala Anggota

1. Apakah perlu dilakukan konservasi burung ? 2. Mengapa perlu dilakukan?

... ... ... ...

1. Menurut anda sebagai Petugas TAHURA sebaiknya bagaimanakah model konservasi burung di Cangar ?

2. Apakah anda pernah mendengar istilah pengelolaan lahan Agroforestri?

3. Jenis burung apa yang ada/ atau banyak ditemui?

4. Kapan anda sering ketemu burung? Pagi dan sore, jam berapa? 5. Keberadaan burung di TAHURA memberikan manfaat kepada siapa

sajakah?

a. Siswa? Untuk kegiatan apa? b. Mahasiwa? Untuk kegiatan apa? c. Wisatawan? Untuk kegiatan apa?

6. Apa yang telah dilakuakan oleh TAHURA, untuk menjaga kelestarian burung?

7. Data pendukung yang telah dimiliki TAHURA dalam bentuk apa? a. Karya ilmiah dalam bentuk jurnal?

b. Karya ilmiah dalam bentuk skripsi? c. Laporan kegiatan siswa?

Gambar

Gambar 3. Denah penentuan sampel lokasi pengamatan  dengan jalur
Tabel 3. Jenis dan Jumlah burung di TAHURA
Gambar 5. Spesies Cabai Jawa Yang Paling Banyak Ditemukan di TamanHutan Raya R. Soerjo Cangar
Gambar 6. Spesies Elang Jawa Yang Paling Banyak Ditemukan di TamanHutan Raya R. Soerjo Cangar
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap Genus uncaria, terutama pada Genus uncaria cordata, belum ada yang meneliti tentang uji sitotoksik dari senyawa

Faktor utama pembatas kesesuaian lahan untuk budidaya tambak di Kabupaten Lamongan yaitu kandungan bahan organik dan unsur nitrogen total tanah tambak yang relatif

Adalah dimaklumkan berikutan keputusan Kerajaan Negeri Selangor untuk meningkatkan jumlah pengurangan pelepasan air mentah dari 500 Juta Liter Sehari (JLH) kepada 1,000 JLH dari

Dalam sistem hukum di Indonesia, perjanjian nominee sebagai salah satu perjanjian yang tidak diatur secara tegas dan khusus, namun dalam praktiknya beberapa pihak banyak

lama di tanah dan akan berkecambah jika terdapat nutrisi (Martin &amp; Travers, 1989). Tanah di bawah pohon, cabang dan lubang pohon sudah tua, tanah becek, tempat

Selanjutnya akan dipelajari bagaimana menempatkan ukuran pada tanah yang datar dengan menggunakan nail steak (tongkat lancip) serta menarik garis tegak lurus pada garis lurus

Hipotesis keenam yang diajukan dalam penelitian ini: Brand Loyalty menjadi variabel intervening antara pengaruh Brand Affect dan Brand Quality terhadap Consumer’s Brand Extension

Setelah menjalankan tahap demi tahap proses konseling dengan self control terhadap konseli yang mengalami kecanduan K-pop , mulai tampak beberapa perubahan yang