• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ACEH TAMIANG TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ACEH TAMIANG TAHUN 2015"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

ACEH TAMIANG TAHUN 2015

Liana1, Nurnajifah2

1

Dosen Program Studi Kebidanan 2

Alumni Program Studi Kebidanan STIKes Getsempena Lhoksukon

ABSTRAK

Di dunia diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahunnya, diantaranya 750 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Abortus merupakan 13% penyebab kematian ibu, setiap tahun nya terdapat 210 juta ibu hamil diseluruh dunia dari angka tersebut 46 juta diantaranya berakhir dengan abortus. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah abortus di Indonesia cukup serius. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu dengan abortus berdasarkan Umur, Paritas, Riwayat Abortus dan Pendidikan Ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang. Penelitian ini bersifat deskriptif menggunakan data skunder dengan melihat status pasien yang mengalami abortus diruang rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 157 orang. Dari hasil penelitian yang dilakukan ibu dengan abortus mayoritas berumur Tua ( >35 tahun) yaitu sebanyak 74 orang (47,13%), Multipara (2-5 anak) sebanyak 90 orang ( 57,32%), belum pernah abortus yaitu sebanyak 119 orang (75,80%) dan berpendidikan rendah (SD-SMP) yaitu sebanyak 102 orang (64,97%). Dengan demikian disarankan pada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan untuk mendeteksi dan mencegah secara dini adanya komplikasi selama kehamilan.

(2)

A. PENDAHULUAN

Program Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, ibu melahirkan, bayi dan neonatal. Salah satu program KIA adalah menurunkan angka kematian dan angka kesakitan dengan cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu dan perinatal. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu (Mariani, 2012).

World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 210 kematian wanita tiap 100.000 kelahiran hidup akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di tahun 2013. Sedangkan jumlah total kematian wanita di tahun 2013 adalah 289.000 kematian. Jumlah ini telah menurun sebesar 45% bila dibandingkan tahun 1993 dimana maternal mortality ratio (MMR) pada tahun tersebut sebesar 380 dan jumlah kematian wanita sebesar 523.000 negara berkembang memiliki jumlah MMR empat belas kali lebih tinggi dibandingkan negara maju (Rahmani, 2014).

Menurut WHO terdapat 13% kematian ibu yang disebabkan oleh abortus. Menurut statistik internasional setiap tahunnya terdapat 210 juta ibu yang hamil diseluruh dunia. Dari angka tersebut 46 juta diantaranya berakhir dengan abortus. Menurut Handelsblad di Belanda pada tahun 2000 terdapat 19.000 kasus abortus (Sinurat, 2009).

Di wilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahunnya, diantaranya 750 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Resiko kematian akibat abortus tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250 kasus, di negara maju hanya 1 dari 3.700 kasus. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah abortus di Indonesia cukup serius.

AKI di Indonesia pada tahun 2010 masih cukup tinggi bahkan tertinggi di ASEAN (Associstion Of Souyheast Asian Nation) yakni sebesar 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan kejadian AKI di Philipina sebanyak 170 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Di Thailand sebanyak 44 kemataian per 100.000 kelahiran hidup, Brunai 39 kematian per 100.000 kelahiaran hidup dan di Singapura terjadi 6 kematian per 100.000 kelahiran hidup. (Handayani, 2014)

Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 jumlah angka kematian ibu sebanyak 307/100.000 kelahiran hidup, ibu meninggal akibat masalah kehamilan dan persalinan Penyebab kematian ibu ada 2 yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Pada penyebab langsung antara lain adalah pre eklamsia berat /

eklamsia 283 orang (35,26%),

perdarahan 111 orang (16,44%), infeksi 32 orang (4,47%), abortus 2 orang (0,29%), dan penyebab tidak langsung sebanyak 292 orang (43,26%) disebabkan karena gagal jantung, tuberkulosis, radang otak hingga gagal ginjal yang dialami ibu hamil, melahirkan dan nifas ( Rinayati, 2012).

(3)

kehamilan, persalinan dan masa nifas yaitu perdarahan yang disebabkan oleh abortus sebanyak 4,8% dari 62 kasus kematian ibu (Tanjung, 2009).

Aborsi tidak aman merupakan penyebab dari 11% kematian ibu (secara global 13%) kematian ini dapat dicegah jika ibu mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi dan asuhan pasca keguguran. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan adanya 72% kehamilan merupakan yang tidak diinginkan. Kontrasepsi berperan penting dalam menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan akibat abortus yang tidak aman (Sarwono, 2011).

Komplikasi akibat abortus yang tidak aman menyebabkan kurang lebih 40% kematian didunia (Royston dan Amstrong), artinya paling tidak 200.000 dari 500.000 kematian wanita setiap tahun akibat proses yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, meninggal oleh karena abortus yang dilakukan dengan cara tidak aman (Sinurat, 2009).

Biran A dalam Sinurat (2009), mengemukakan bahwa setiap tahun di Indonesia diperkirakan sekitar 2,3 juta abortus, diantaranya akibat kegagalan kontrasepsi, kebutuhan yang tidak mencukupi, kehamilan remaja, dan abortus spontan. Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 2009 terdapat 7.683 kasus abortus di klinik PKBI dan tahun 2009 terdapat 4.314 kasus. Dari Rumah Sakit dr.Sutomo Surabaya dilaporkan sebanyak 881 kasus abortus dan di puskesmas Pucang Surabaya dilaporkan sejumlah 1.187 kasus aborsi pada tahun yang sama. Hasil penelitian Subyanto dkk di RS Harapan Kita Jakarta diperoleh 47 kasus aborsi (22% dari seluruh kehamilan).

Berdasarkan survei di RSU Dr.Zainoel Abidin Banda Aceh terdapat 8,29% kejadian abortus dari 651 ibu bersalin.

Di kota Medan yang diperoleh dari RSUP Pimgadi tahun 2009 tercatat penderita abortus sebesar 141 orang, di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2007 tercatat 122 penderita abortus dan pada 2008-2009 tercatat 130 penderita abortus (Sinurat, 2009).

Menurut Wulan (2015). Ada beberapa alasan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Ada beberapa karakteristik dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur, pendidikan dan paritas. Tingginya kasus kesakitan dan kematian di banyak negara berkembang, terutama disebabkan oleh pendarahan pasca persalinan, eklamsi, sepsis dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu sebenarnya dapat dicegah melalui upaya pencegahan yang efektif, beberapa negara berkembang dan hamper semua negara maju berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu ke tingkat yang sangat rendah.

(4)

selebihnya disebabkan karena penyebab lain (Nurhasanah, 2014).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Aceh Tamiang tahun 2015 terdapat 10 kasus kematian ibu akibat perdarahan 7 kasus, penyakit penyerta 2 kasus, dan pre eklamsi 1 kasus, serta kematian neonatal terdapat 48 kasus, akibat asfixia 19 kasus, BBLR 16 kasus, kelainan bawaan 7 kasus, sepsis 1 kasus, dan lain-lain 5 kasus (Dinkes Kota Aceh Tamiang, 2015).

AKI untuk Aceh Tamiang berada di peringkat ke 5 untuk Provinsi Aceh yaitu sebesar 5.750 orang (Profil Kesehatan Aceh 2014)

Berdasarkan pengambilan data awal untuk angka kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang (RSUD ATAM) menunjukan tingginya angka abortus selama 1 tahun terakhir yaitu tahun 2013 sebesar 142 orang (20,6%) , 2014 sebesar 144 orang(24%) dan pada tahun 2015 sebesar 157 orang (27%) yang mengalami abortus. Berdasarkan tahun 2015 yang mengalami abortus tertinggi pada umur >35 tahun sebanyak 74 orang, pada umur <20 tahun sebanyak 27 orang, dan yang terendah pada umur 20-35 tahun sebanyak 56 orang. Sedangkan berdasarkan klasifikasinya dari 157 orang yang mengalami abortus Inkomplit sebanyak 109 orang, abortus Insipiens sebanyak 26 orang, dan Missed Abortion sebanyak 22 orang.

Berdasarkan fenomena tingginya angka kejadian abortus diatas maka peneliti ingin mengetahui karakteristik ibu dengan abortus di rumah sakit umum daerah Aceh Tamiang tahun 2015.

B. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui fenomena yang dihadapi pada situasi sekarang dengan desain penelitian “cross sectional” dimana

variabel independen dan dependen dikumpulkan secara bersama, yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran karakteristik ibu dengan abortus di Rumah Sakit Umum Aceh Tamiang Tahun 2015.

2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mengalami abortus di Rumah Sakit Umum Aceh Tamiang Tahun 2015 sebanyak 157 orang. Cara pengambilan Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan caratotal sampling.

3. Waktu dan Tempat penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Aceh Tamiang. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Juli 2016 selama 2 hari.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

(5)

dikelompokkan seperti yang tersaji pada tabel- tabel distribusi frekuensi dibawah ini:

a. Karakteristik Ibu Berdasarkan Umur

Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Dengan Abortus

Berdasarkan Umur Ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

Umur Frekuens Persentase (% )

Muda ( < 20 tahun ) 27 17,20

Dewasa (20- 35 tahun) 56 35,67

Tua (> 35 tahun) 74 47,1

Jumlah 157 100

Sumber: Data Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang Tahun 2015

Berdasarkan data pada Tabel. 1 di atas dapat di simpulkan bahwa distribusi ibu yang mengalami abortus mayoritas berumur tua yaitu berjumlah 74 orang (47,13 %), dan minoritas berumur muda yaitu 27 orang (17,20 %).

b. Karakteristik Ibu Berdasarkan Paritas

Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu dengan Abortus

Berdasarkan Paritas Ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

Paritas Frekuensi Persentase (% )

Primipara 51 32,48

Multipara 90 57,32

Grandemultipara 16 10,20

Jumlah 157 100

Sumber: Data Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang Tahun 2015

Berdasarkan data pada Tabel.2 di atas dapat di simpulkan bahwa distribusi ibu yang mengalami abortus mayoritas ibu yang memiliki paritas multipara yaitu berjumlah 90 orang (57,32 %) dan minoritas pada paritas grandemultipara yaitu 16 orang (10,20 %).

c. Karakteristik Ibu Berdasarkan Riwayat Abortus

Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Dengan Abortus

Berdasarkan Riwayat Abortus Ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

Riwayat Abortus Frekuensi Persentase (% )

Belum Pernah 119 75,80

Pernah 1 Kali 32 20,38

Pernah 2 kali/ lebih 6 3,82

Jumlah 157 100

Sumber: Data Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang Tahun 2015

(6)

d. Karakteristik Ibu Berdasarkan Pendidikan

Tabel.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Dengan Abortus

Berdasarkan Pendidikan Ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

Pendidikan Frekuensi Persentase (% )

Rendah (SD-SMP) 102 64,97

Menengah (SMA) 39 24,84

Tinggi (D3-S3) 16 10,19

Jumlah 157 100

Sumber: Data Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang Tahun 2015

Berdasarkan data pada Tabel.4 di atas dapat di simpulkan bahwa distribusi ibu yang mengalami abortus mayoritas ibu yang memiliki pendidikan rendah yaitu berjumlah 102 orang ( 64,97 %) dan minoritas pendidikan tinggi yaitu 16 orang (10,19 %).

2. Pembahasan

a. Umur Ibu Dengan Abortus

Berdasarkan analisa data pada Tabel.1 dapat di simpulkan bahwa ibu yang mengalami Abortus mayoritas berumur tua yaitu berjumlah 74 orang (47,13 %),

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Abidin di Rsup Dr. Kariadi Semarang (2011), yaitu mayoritas ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang berumur >35 tahun yaitu (28,9 %) dan penelitian yang di lakukan oleh Rinayati,dkk di RSUD Dr. H Soewondo Kendal (2012), bahwa mayoritas ibu hamil yang mengalami abortus yaitu berumur >35

tahun. Dan hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Handayani di RSU Kota Tangerang Selatan (2014), bahwa ibu yang mengalami abortus adalah mayoritas umur ibu 20-35 tahun yaitu (63,41 %).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Wikjosastro (2009), bahwa kehamilan di usia < 20 tahun dan di atas 35 tahun dapat menyebabkan komplikasi obstetrik, karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami kegucangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilan. Sedangkan pada usia >35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini. Dan teori yang dikemukakan oleh Silalahi (2015), bahwa Usia mempengaruhi angka kejadian abortus yaitu pada usia 20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu reproduksi sehat adalah 20-30 tahun dan keguguran dapat terjadi pada usia muda, karena pada usia muda/remaja, alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil. Separuh dari abortus terjadi karena kelainan sitogenik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.

(7)

terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka risiko terjadi abortus makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya risiko kejadian kelainan kromosom sehingga menyebabkan abortus atau resiko tinggi lainnya, oleh sebab itu disarankan pada ibu untuk hamil pada usia reproduksi sehat dan jika hamil pada usia ≥35 tahun diharuskan untuk ibu melakukan kunjungan ANC lebih sering karena pada usia itu lebih rentan terjadi penyulit kehamilan maupun persalinan.

b. Paritas Ibu Dengan Abortus

Berdasarkan analisa data pada Tabel. 2 dapat di simpulkan bahwa ibu yang mengalami perdarahan abortus mayoritas mempunyai paritas multipara yaitu 90 orang (57,32%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Rinayati,dkk di RSUD Dr. H Soewondo Kendal (2012), menunjukkan persentase kejadian abortus terbesar pada kelompok tingkat gravida ≥3 yaitu sebanyak 33 responden (61,11%). Dan penelitian yang di lakukan oleh Joe, di Rumah Sakit Bersalin Permata Hati (2014), bahwa mayoritas ibu yang mengalami abortus yaitu multigravida sebanyak 196 orang (46,67%),. Dan penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Handayani di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan (2014), bahwa paritas multigravida atau ≥ 2 memiliki resiko abortus dan penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Silalahi (2014), bahwa Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi karena keadaan rahim yang lemah, sehingga

dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan.

Menurut asumsi peneliti tingginya distribusi pada multigravida kemungkinan hal ini di sebabkan karena jarak kehamilan yang terlalu dekat yang menyebabkan kontraksi uterus lemah, semakin banyak paritas maka semakin menurun kemampuan kerja uterus untuk berkontraksi sehingga terjadi abortus pada kehamilan.

c. Riwayat Abortus Ibu Dengan Abortus

Berdasarkan data pada Tabel. 3 di atas dapat di simpulkan bahwa distribusi ibu yang mengalami abortus mayoritas ibu yang tidak pernah memiliki riwayat abortus yaitu 102 orang (64,97%). Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Handayani (2014), kejadian abortus akan meningkat pada ibu dengan abortus sebelumnya, ibu dengan riwayat abortus 1 kali memiliki kemungkinan 8% mengalami abortus kembali, 40% pada ibu dengan tiga kali riwayat abortus dan 60% pada ibu dengan 4 kali riwayat abortus.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh

Rinayati,dkk di RSUD Dr. H

(8)

dilakukan oleh Abidin di Rsup Dr. Kariadi Semarang (2011), yaitu mayoritas ibu yang mengalami abortus adalah ibu yang tidak pernah mengalami riwayat abortus yaitu sebanyak 142 orang (82,1%) dan penelitian yang dilakukan oleh Zuraidah di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Siti Fatimah Makassar (2010), bahwa ibu yang mengalami abortus tertinggi adalah ibu yang tidak dengan riwayat abortus yaitu sebanyak 97 orang (71,3%) oleh Santi Saidah Tanjung pada tahun 2012 di RSU Padangsidimpuan diperoleh prevalensi abortus pada ibu dengan tidak memiliki riwayat abortus sebesar 77,2% dari total sampel 127 responden.

Menurut asumsi peneliti tingginya distribusi abortus dengan tidak ada riwayat abortus Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan praktek pada hasil penelitian yang dilakukan. Secara teoritis menyatakan riwayat abortus merupakan faktor risiko terjadinya abortus pada kehamilan selanjutnya. Sedangkan kenyataan yang terjadi di tempat penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kejadian abortus terjadi pada ibu yang tidak memiliki riwayat abortus. Hal ini dikarenakan tidak semua ibu dengan riwayat abortus akan mengalami

abortus lagi pada kehamilan

berikutnya.

d. Pendidikan Ibu Dengan Abortus

Berdasarkan data pada Tabel. 4 di atas dapat di simpulkan bahwa distribusi ibu yang mengalami abortus mayoritas ibu yang berpendidikan

rendah (SD-SMP) yaitu berjumlah 102 orang ( 64,97 %). Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2013), bahwa Rendahnya kualitas hidup perempuan akan mempengaruhi indeks pembangunan manusia Indonesia secara keseluruhan utamanya dibidang-bidang strategi seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi yangpada akhirnya akan berdampak secara negatif terhadap bangsa yang sedang berjalan, tidak hanya itu saja, dengan kualitas yang rendah maka perempuan akan menjadi beban pembangunan dan merupakan potensi yang sia-sia. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuraidah di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Siti Fatimah Makassar (2010), bahwa ibu yang mengalami abortus tertinggi adalah ibu dengan pendidikan rendah yaitu sebanyak 61 orang (44,9%).

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrulaini Medan (2014), bahwa ibu yang mengalami abortus tertinggi adalah dengan pendidikan SMA yaitu sebanyak 31 orang (51,7%), dan penelitian yang dilakukan oleh Tanjung di RSU Padang Sidempuan (2009), bahwa ibu yang mengalami abortus tertinggi pada pendidikan SLTA (38,6%).

(9)

D. PENUTUP 1. Kesimpulan

a. Umur ibu dengan Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang mayoritas umur tua yaitu >35 tahun berjumlah 74 orang (47,13 %).

b. Paritas ibu dengan Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang mayoritas paritas multipara yaitu paritas 2-5 orang anak berjumlah 90 orang (57,32%).

c. Riwayat Abortus ibu dengan Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang mayoritas dengan riwayat belum pernah abortus berjumlah 119 orang (75,80%).

d. Pendidikan ibu dengan Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang mayoritas pendidikan rendah yaitu pendidikan SD-SMP berjumlah 102 orang (64,97%).

2. Saran

a. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya

diharapkan agar lebih

memperluas wawasan terkait dengan masalah – masalah dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan maternitas.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi Institusi Pendidikan agar dapat menjadi tambahan wawasan ilmu pengetahuan tentang kebidanan khususnya tentang karakteristik ibu dengan abortus serta lebih memperhatikan anak bimbingannya agar loebih baik lagi.

c. Bagi Tempat Penelitian

Agar dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan bagi instansi terkait untuk mengambil kebijakan dan perencanaan program pencegahan abortus. Kepada petugas kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya pada ibu – ibu dalam masa reproduksi, dan jika ingin melahirkan harus berumur 20 – 35 tahun dan jarak persalinan antara anak pertama dan kedua harus dua tahun atau lebih. Serta dapat memberikan dan meningkatkan pelayanan kesehatan sebaik mungkin pada ibu yang

mengalami Abortus agar

masyarakat dapat meningkatkan derajat kesehatannya.

d. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat khusunya bagi ibu yang mengalami Abortus agar lebih banyak menggali informasi dari tenaga kesehatan terutama tentang kesehatan refroduksi dan tanda bahaya kehamilan agar tidak terjadi Abortus.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zanuar. 2011.Karakteristik Ibu Hamil Yang Mengalami Abortus Di Rsup Dr. Kariadi Semarang Tahun 2010. Universitas Diponegoro: KTI Chandranita, Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan penyakit Kandungan dan KB, jakarta: ECG.

(10)

Fauziyah, Yulia. 2012. Obstetri Patologi, yogyakarta: Nuha Medika.

Handono, Budi. 2009. Abortus berulang, Bandung: Rafika Aditama.

Handayani, Putri. 2014 Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit Di Rsu Kota Tangerang Selatan Periode 12 September 2013 12 Maret 2014,

Tanggerang: Jurnal

Mariani. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Inkomplet Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’budiyah: Jurnal Ilmiah.

Maryuni, Anik. 2013. Asuhan Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Trans Info Media.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhasanah, Ade Irna. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil terhadap Kejadian Preeklamsia Di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’budiyah: Skripsi.

Nugroho, Taufan. 2010. Kasus Emergency Kebidanan, yogyakarta: Nuha Medika.

Panggabean, Marito Yani. 2010.

Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Abortus Inkompletus Di Rumah Sakit Haji Medan. Universitas Sumatra Utara: Skripsi.

Rahmani, Silmi Lisani. 2014. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Abortus Di RS Prikasih Jakarta Selatan Pada Tahun 2013. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Skripsi.

Rochmawati, Putri Nurvita. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Di Rumah Sakit Umum Pusat DR. Soeradji Tirtonegoro Klaten.Universitas Muhammadiyah Surakarta: Skripsi.

Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV, Jakarta: Trans Info Media. Rinayati,dkk. 2012. Karakteristik Ibu

Hamil Dengan Abortus Di Rsud Dr.

H Soewondo Kendal.Kendal:

Jurnal.

Silalahi, Ernawati. 2015. Karakteristik Ibu Pasangan Usia Subur Yang Mengalami Abortus Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.Universitas Sumatra Utara: Skripsi.

Sinurat, Adelina. 2009. Karakteristik Penderita Abortus yang Dirawat di Rumah sakit Santa Elisabeth Medan. Universitas Sumatra Utara: Skripsi.

Sofian, Amru. 2011. Sinopsis Obstetri, Jakarta: EGC.

Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka.

. 2010.Ilmu Kandungan, Jakarta: Bina Pustaka.

Tanjung, Santi. 2009. Karakteristik Ibu yang Mengalami Abortus Rawat inap di RSU Padang sidimpuan Tahun 2001-2005. Universitas Sumatra Utara: Skripsi.

Wulan, Sari. 2014. Gambaran

(11)

Yulaikhah, Lily. 2009. Seri Asuhan Kebidanan, Jakarta: EGC.

Zuraidah, Mas’ud. 2010.Faktor Risiko Kejadian Abortus Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Siti Fatimah

Referensi

Dokumen terkait

Kendala-kendala yang di hadapi pihak Kepolisian Polres Cilacap Dalam menangani malpraktik medik terhadap kasus dugaan praktik abortus provokatus

Diagram 2.2 Contoh Layout Diagram Pohon pada Metode 5 Why’s 45 Diagram 4.1 Diagram Pareto Major Cause Tahap kerja Puri Ratna 78 Diagram 4.2 Diagram Pareto Major Cause Sub

Hal itu setidaknya dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi Deni Heriyanto dan Ade Tirta Kamandanu, dua orang yang telah dan masih berkiprah sebagai atlit Pencak

1) Medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI 1640 yang mengandung FBS 10% untuk sel myeloma dan medium M199 untuk sel Vero. 2) Tempat tumbuh dan waktu

Bertitik tolak dari uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan kognitif siswa antara yang menggunakan tes pilihan

kaa kradit eckali^ua dalaa joaiaJi btaar pada &amp;cr«k&amp;*. P*ktor ini Jug* /an# aesurtbabkan prceea

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti di sekitarnya.. Trombosis

dengan variasi campuran kotoran sapi sebagai salah satu sumber energi alternatif dan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi blooming eceng gondok di