• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah kasus susno duadji bmw

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah kasus susno duadji bmw"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Pendahuluan………...2

Latar Belakang……….2

Identifikasi Masalah………..…………...4

Tinjauan Teori………...5

Pasal 197 KUHAP………....5

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNGNOMOR 8 TAHUN 1985...6

Berbagai pendapat………....7

Objek Penelitian………...9

Analisa………..……….…..17

Kesimpulan………..…25

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pelajaran yang semestinya diambil oleh lembaga yudikatif dari kegagalan eksekusi atas Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji, terhambat akibat adanya celah perdebatan dalam keputusan. Sebagaimana diberitakan, tim gabungan kejaksaan gagal mengeksekusi mantan Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji, di rumahnya di Resor Dago Pakar, Bandung. Padahal, Susno akan dibawa ke LP Sukamiskin, Bandung, karena dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara. Susno dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari senilai Rp 500 miliar dan kasus dana pengamanan Pilkada Jabar 2008 senilai Rp 8 miliar saat menjadi Kapolda Jabar. Susno mengajukan kasasi, tetapi ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Pihak Susno dan tim pengacaranya mempersoalkan tidak dicantumkannya Pasal 197 Ayat (1) Huruf k KUHAP terkait perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap ditahan atau dibebaskan di dalam putusan MA.

Menurut Andi Irmanputra Sidin, kalaulah selama ini putusan MA dianggap tidak bermasalah itu lebih karena memang tidak ada orang yang mempersoalkannya. Apalagi, jaksa ekskutor punya kekuatan upaya paksa untuk melakukannya sehingga terdakwa tidak bisa mengelak.Padahal, tidak dicantumkannya perintah supaya terdakwa ditahan merupakan hal penting.Kesempurnaan administrasi merupakan masalah serius sehingga, jika kurang, bisa membuka peluang diperdebatkan.Undang-undang, misalnya, bisa dibatalkan, jika prosenya tidak memenuhi prosedur dan tatacara pembuatan perundang-undangan.Begitu pula seorang pegawai negeri sipil bisa gagal diangkat menteri karena belum terpenuhi eselonnya.Kepala daerah pilihan langsung rakyat juga tak bisa dilantik, jika administrasinya belum beres.

(3)

pemidanaan MA terhadap Parlin keluar sebelum adanya putusan MK pada tanggal itu. Ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP memuat 12 poin, dimulai dari huruf a hingga i, yang harus dimuat dalam putusan pemidanaan.Apabila salah satu poin kecuali huruf g, tidak termuat dalam putusan pemidanaan tersebut mengakibatkan putusan batal demi hukum sebagaimana ditegaskan Pasal 197 ayat (2) KUHAP.Semestinya pihak Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Dirjen Pemasyarakatan harusnya mengakui kesalahannya.Selama ini kedua lembaga itu memang tak mengindahkan KUHAP, yakni dengan memaksakan eksekusi putusan MA atas kecerobohan yangdibuat hakim MA tanpa mematuhi KUHAP.

Argumentasi hukum yang digunakan pihak Susno adalah ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k UU Nomor 81 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Ketentuan pasal itu menyatakan bahwa surat pemidanaan harus memuat perintah agar terdakwa ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan. Pihak Susno menafsirkan, sesuai Pasal 197 Ayat 2 putusan batal demi hukum jika tak memuat perintah eksekusi.Pasal 197 Ayat (1) huruf k KUHAP ini pernah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Permohonan diajukan oleh Parlin Riduansyah. Saat itu, Yusril Izha Mahendra bertindak sebagai kuasa hukumnya

Dalam putusan yang dibacakan pada 22 November 2012, MK berpendapat, dalam penjelasan KUHP disebutkan, apabila terjadi kekhilafan atau kekeliruan dalam penulisan pidana seperti diatur Pasal 197, maka tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum. Sebagai hamba Tuhan yang tidak sempurna, menurut MK, hakim dapat membuat kekeliruan, baik disengaja maupun tidak disengaja.Sungguh sangat ironis, bahwa terdakwa sudah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana lalu putusannya tidak dapat dieksekusi hanya karena tidak mencantumkan perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan," demikian bunyi putusan MK.

(4)

B.

Identifikasi Masalah

Dari penjelasan yang disebutkan diatas, makan terdapat dua (2) identifikasi masalah yaitu:

1. Apa kaitan yang terjadi di dalam kasus Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji dan Direktur Utama PT Satui Bara Tama (PT SBT) Parlin Riduansyah dengan ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k

(5)

BAB II

TINJAUAN TEORI

1.

Pasal 197 KUHAP

(1) Surat putusan pemidanaan memuat:

a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa,

e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f.pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i.ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

j.keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana Ietaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

(6)

(2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan I pasal inii mengakibatkan putusan batal demi hukum

(3) Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.

2. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 8 TAHUN 1985

TENTANG

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Jakarta, 1 Maret 1985

Nomor : MA/Pemb/2086/85 Kepada Yth: 1. Sdr. Ketua Pengadilan Tinggi

2. Sdr. Ketua Pengadilan Negeri di Seluruh Indonesia.

SURAT EDARAN NOMOR 8 TAHUN 1985

Berhubung adanya pertanyaan apakah Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa ditahan berdasarkan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, apabila wewenang untuk menahan berdasarkan Pasal 26, 27, dan 29 ayat (2) KUHAP sudah seluruhnya habis dipergunakan, bersama ini Mahkamah Agung memberikan petunjuk sebagai berikut:

Meskipun dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP ada ketentuan yang menyebutkan bahwa surat putusan pemidanaan harus memuat antara lain perintah supaya terdakwa ditahan, namun karena penahan itu menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP harus dilakukan "menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini", maka apabila wewenang penahanan yang dimiliki Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi sudah habis dipergunakan, maka Hakim Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi tidak dapat memerintahkan "agar terdakwa ditahan" di dalam putusannya.

(7)

3.

Berbagai Pendapat

Sejumlah kalangan mulai dari Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, mantan Ketua MK Mahfud MD, dan Jimly Asshiddiqie turut memberikan pendapat.

1. Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar

Menanggapi pro kontra soal tafsir atas Pasal 197 itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengatakan, tidak dicantumkannya Pasal 197 Ayat (1) KUHAP dalam amar putusan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji tidak serta-merta akan membatalkan proses eksekusi terhadapnya. Jika ditafsirkan demikian, menurutnya, seluruh terpidana dalam kasus hukum akan minta dikeluarkan dari penjara.

Akil mengatakan, putusan yang diambil oleh Mahkamah Agung telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht). Oleh karena itu, wajar jika kejaksaan melakukan eksekusi terhadap Susno, yang menjadi terpidana kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. "Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu harus dijalankan karena putusan itu tidak sekadar amar, tetapi juga pertimbangannya," katanya.

2. Mantan Ketua MK Mahfud MD

Mantan Ketua MK Mahfud MD menegaskan, tak ada multitafsir terhadap Pasal 197 KUHAP.Menurut ,beliau tak ada yang menghalangi kejaksaan untuk mengeksekusi Susno setelah kasasinya ditolak Mahkamah Agung. "Tidak multitafsir, hanya berbeda dengan Yusril.Ia mengungkapkan, dalam putusan atas uji materi yang diajukan Parlin Riduansyah, MK tidak memberlakukan hukum baru. Dengan demikian, kasus yang terjadi sebelum putusan MK dapat dieksekusi kejaksaan, termasuk Susno Duadji.

3. Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie

(8)

betapa banyak mereka yang tak punya kekuasaan seperti Susno yang harus dihukum karena kesalahan titik koma.

Meski memiliki kekurangan, putusan MA harus dijalankan dan dihormati bagi yang tak puas, tidak usah banyak tafsir di luar, langsung saja debat di pengadilan.

4. Praktisi hukum Todung Mulya Lubis

Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menilai, putusan Mahkamah Agung sudah jelas.Meski tidak mencantumkan perintah untuk penahanan Susno, putusan MA sudah final menguatkan putusan pengadilan sebelumnya yang menyatakan Susno bersalah dan divonis tiga tahun enam bulan penjara.Karena walaupun tidak ada kata penahanan, perintah MA sudah menguatkan putusan sebelumnya.Jadi, secara hukum, artinya sudah final dan putusan pengadilan sebelumnya sudah dikokohkan.Tanpa ada kata penahanan, bagi saya, tidak perlu ada perdebatan soal ini.

Dalam membuat Putusan pengadilan, seorang hakim harus memperhatikan apa yang diatur dalam pasal 197 KUHAP, yang berisikan berbagai hal yang harus dimasukkan dalam surat Putusan. Adapun berbagai hal yang harus dimasukkan dalam sebuah putusan pemidanaan sebagaimana disebutkan dalam pasal 197 KUHAP.

(9)

BAB III

OBJEK PENELITIAN

Permohonan Pengujian Frasa

Jakarta, 26 April 2013

Kepada Yth.

Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

JL.Merdeka Barat 6 Jakarta

Perihal: Permohonan Pengujian Frasa ?Ditahan? dan ?Tahanan? Pada Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Terhadap Undang-Undang Dasar Negara 1945

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Taufik Basari, S.H., S.Hum, LL.M

Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 17 November 1976 Warga Negara : Indonesia

Pekerjaan : Advokat

Alamat : Jl. Tebet Timur Dalam III D No 2, KelurahanTebet Timur, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan

No Telp. : 0812 8210 7100 dan 0815 864 77616 Faksimili : 021 8370 4810

(10)

selanjutnya disebut sebagai ...PEMOHON.

Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan Pengujian frasa ditahan dan tahanan pada Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) Terhadap Undang-Undang Dasar Negara (UUD) 1945 kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Mahkamah Konstitusi).

I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan : Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

2. Bahwa selanjutnya Pasal 24 C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. 3. Bahwa berdasarkan ketentuan konstitusi di atas, maka Mahkamah Konstitusi mempunyai

kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang (UU) terhadap UUD yang juga diatur pada Pasal 10 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah ditambahkan dan/atau diubah melalui UU No 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi(selanjutnya disebut UUMK) yang menyatakan:

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji undang-undang (UU) terhadap UUD RI tahun 1945

(11)

5. Bahwa perlu ditegaskan, Pemohon mengajukan permohonan pengujian terhadap frasa atau kata yang merupakan materi muatan dan/atau bagian dari undang-undang.

Pasal 51 A ayat (5) UU MKmenyatakan: Dalam hal Permohonan pengujian berupaPermohonan pengujian materiil, hal yang dimohonkan untuk diputus dalam Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c meliputi: a. ...

b. ...

c. Menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang- undang dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kemudian mengingat Pasal 60 UU MK yang berbunyi: (1) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda.

Pemohon menyadari bahwa Pasal 197 ayat (1) huruf k UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pernah diajukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi dan telah diputus dengan Putusan No 69/PUU-X/2012 tertanggal 22 November 2012 yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

Mengadili,

Menyatakan:

1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Mahkamah memaknai bahwa:

(12)

surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi hukum;

2.2Pasal 197 ayat (2) huruf ?k? Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyaikekuatan hukum mengikat, apabiladiartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi hukum;

2.3Pasal 197 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) selengkapnya menjadi, ?Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum;

3. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Pemohon juga menyadari terhadap Pasal yang telah diajukan pengujiannya ke Mahkamah Konstitusi tidak dapat diuji kembali kecuali dengan batu uji ataupun alasan berbeda sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UU MK.Oleh karena itu, Pemohon merasa perlu untuk terlebih dahulu menjelaskan perbedaan antara permohon ini dengan Permohonan Perkara No 69/PUU-X/2012 dan mengapa pokok perkara mesti diperiksa oleh Mahkamah, agar dapat menjadi pertimbangan Mahkamah untuk menyatakan berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini.

Bahwa Permohonan yang diajukan Pemohon berbeda dengan dengan Permohonan Perkara No 69/PUU-X/2012dan selayaknya diperiksa dan diputus oleh Mahkamah karena:

(13)

b. Permohonan Pemohon diajukan setelah timbulnya keadaan baru pasca Putusan Perkara No 69/PUU-X/2012 yakni timbulnya polemik dan perbedaan tafsir yang nyata hingga secara faktual membuat aparat penegak hukum tidak dapat menjalankan tugasnya dan membuat negara hukum tidak lagi memberikan kepastian hukum.

c. Adanya kebutuhan untuk mendapatkan kejelasan atas putusan-putusan Mahkamah Agung dan pengadilan di bawahnya yang diputus sebelum Putusan No 69/PUU-X/2012 tanggal 22 November 2012.

5. Bahwa setelah Putusan No. 69/PUU-X/2012 tanggal 22 November 2012 terdapat keadaan yang menimbulkan ketidakpastian hukum baru terkait gagalnya eksekusi terhadap Putusan Mahkamah Agung No.899 K/PID.SUS/2012 tertanggal 22 November 2012 yang amar putusannya menyatakan menolak permohonan Kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum dan oleh Terdakwa.

Sementara Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No 35/PID/TPK/2011/PT.DKI tanggal 9 November 2011. Memutus terdakwa bersalah dan dipidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan Berdasarkan pemberitaan yang dimuat di berbagai media massa, Komjen Purn Susno Duadji beserta kuasa hukumnya menolak dieksekusi oleh Kejaksaan Agung dengan alasan baik Putusan MahkamahAgung maupun Putusan Pengadilan TinggiJakarta, dua-duanya tidak memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan? sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Kemudian dengan alasan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi No 69/PUU-X/2012 tanggal 22 November 2012 yang membatalkan Pasal 197 ayat (2) huruf "k" KUHAP tidak berlaku surut, maka Komjen Susno Duadji dan kuasa hukumnya menafsirkan bahwa semestinya jaksa tidak dapat mengeksekusi karena putusan batal demi hukum.

(14)

Bahwa ketidakmampuan kejaksaan melakukan tugasnya terlebih lagi ketidakmampuan jaksa meyakinkan masyarakat bahwa tindakannya melakukan eksekusi adalah berdasar hukum, menunjukkan terdapat permasalahan baru terhadap norma Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, dan menurut Pemohon permasalan ketidakpastian ini disebabkan adanya berbagai penafsiran atas frasa ditahan dan tahanan pada Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP tersebut yang tidak tepat.

6. Keadaan baru yang menimbulkan polemik dan mengakibatkan tidak terlaksananya penegakan hukum karena terdapat berbagai tafsir Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, membuat Mahkamah Konstitusi perlu untuk memberikan pertimbangan hukum melalui putusannya. Terlebih lagi, pendapat-pendapat tersebut mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu yakni Putusan No 69/PUU-X/2012.

7. Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, menurut Pemohon Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa dan memutus pokok perkara permohonan ini.

Putusan Mahkamah Agung No.157 PK/Pid.Sus/2011 (Parlin Riduansyah)

Dalam perkara ini terdakwa didakwa melakukan tindak pidana karena melakukan eksploitasi pertambangan di kawasan hutan tanpa ijin menteri.Di tingkat pertama terdakwa dinyatakan tidak terbukti atas seluruh dakwaan Penuntut Umum sehingga diputus bebas. Atas putusan pembebasan tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan kasasi, oleh Mahkamah Agung permohonan kasasi tersebut dikabulkan, putusan PN Banjarmasin tersebut kemudian dibatalkan dan oleh Mahkamah Agung diputus terdakwa terbukti bersalah, dengan amar sebagai berikut:

Putusan Kasasi Nomor 1444 K/Pid.Sus/2010 MENGADILI SENDIRI :

(15)

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa H. PARLIN RIDUANSYAH bin H. MUHAMMAD SYAHDAN dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun penjara ; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah di jalani olehTerdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

4. Menjatuhkan pidana denda kepada Terdakwa sebesar Rp.1.000 000.000 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan ;

5. Menyatakan barang bukti berupa : …dst

P U T U S A N

Nomor. 157 PK/PID.SUS/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

Memeriksa perkara pidana khusus dalam tingkat Peninjauan Kembali telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara

Terdakwa :

Nama lengkap : H. PARLIN RIDUANSYAH bin H. MUHAMAD SYAHDAN. Tempat lahir : Banjarmasin .

Umur / tanggal lahir : 43 tahun / 17 Januari 1966. Jenis kelamin : Laki - laki .

Kebangsaan : Indonesia .

Tempat tinggal : Jl . Sutoyo S. No. 23 RT. 054/018 Kelurahan Teluk Dalam, Kecamatan Banjarmasin tengah, Kota Banjarmasin .

A g a m a : Islam.

Pekerjaan : Direktur Utama PT. Satu i Bara Tama. Pendidikan : SMA.

(16)

Memperhatikan pula memori Peninijauan Kembali tanggal 18 Maret 2011 dari Penasehat hukum Terdakwa yang diajukan untukdan atas nama Terdakwa sebagai Pemohon Peninjauan Kembali

tersebut berdasarkan surat kuasa khusus bertanggal 20 Januari 2010, memori Peninjauan Kembali mana telah diterima dikepaniteraan Pengadilan Negeri Banjarmasin pada tanggal 18Maret 2011 ;

Membaca surat - surat yang bersangkutan ;

Menimbang, bahwa putusan Mahkamah Agung tersebut telah diberitahukan kepada Terdakwa pada tangga l 10 Januari 2011dan Terdakwa mengajukan permohonan Peninjauan Kembali pada tanggal 18 Maret 2011 serta memori Peninjauan Kembalinyatelah diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri Banjarmasinpada tanggal 18 Maret 2011 dengan demikian permohonanPeninjauan Kembali beserta dengan alasan- alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara menurut undangundang, oleh karena itu permohonan Peninjauan Kembali tersebut formal dapat diterima ;

(17)

BAB IV

ANALISA

Putusan batal demi hukum berikut di ambil contoh dari ketentuan Kerajaan Belanda, yaitu berdasarkan Pasal 440 Sv (KUHAP Belanda)

De Hoge Raad kan na vernietiging van de bestreden uitspraak de zaak – teneinde met inachtneming van de uitspraak van de Hoge Raad opnieuw, dan wel verder te worden berecht en afgedaan – terugwijzen naar de rechter die haar heeft gewezen, dan wel verwijzen:

a. wanneer de vernietigde uitspraak was gedaan door een rechtbank, naar het gerechtshof van het ressort;

b. wanneer de vernietigde uitspraak was gedaan door een gerechtshof, naar een ander gerechtshof.

Kalau melihat hukum acara pidana Belanda tersebut, ada beberapa poin:

1. Putusan kasus yang memiliki kesalahan yuridis akan dikembalikan Mahkamah Agung Belanda kepada pengadilan dibawahnya untuk dilakukan persidangan ulang.

2. Penahanan dan serba-serbinya dapat dimintakan pendapat saat kasus tersebut mencapai Mahkamah Agung Belanda.

Hukum acara pidana Belanda dan hukum acara pidana Indonesia dalam hal putusan batal demi hukum memiliki persamaan, yaitu ketika mencapai Mahkamah Agung dan pada putusan tersebut terdapat kesalahan penerapan hukum, maka putusan tersebut batal demi hukum dan dikembalikan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk dilakukan persidangan kembali. Untuk mengetahui contoh kasus ini, dapat merujuk putusan Mahkamah Agung No. 951/ K/Pid/2005 tanggal 13 Juli 2005 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tinggi Kepanjen No. 565/Pid/2005/PT.Kpj tangal 6 Januari 2005 dan memerintahkan persidangan dibuka kembali kepada Pengadilan Negeri Kepanjen.

(18)

penanganan perkara PT Salwah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.

Dari dua perkara yang dihadapi Susno, terkait PT PAL, dia didakwa karena menerima hadiah Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus itu, dimana dia menjabat sebagai sebagai Kabareskrim. Sedangkan saat dirinya menjabat sebagai Kapolda Jabar, dia memotong dana pengamanan sebesar Rp4,2 miliar untuk kepentingan pribadi. Atas perbuatannya, Susno diganjar hukuman 3,5 tahun penjara. Mendapat vonis ini, Susno lantas mengajukan Kasasi.Namun, MA menolak kasasi Susno.Susno juga sudah tiga kali mangkir dari panggilan Kejaksaan.Perdebatan dimulai dengan “mengutak-atik” pasal 197 ayat (2) Huruf K KUHAP.

Yusril sebelumnya bertindak sebagai pengacara Parlin Riduansyah, dia dulu pernah mengajukan uji materi pasal tersebut ke MK namun ditolak.Pasal 197 ayat (2) KUHAP tidak dapat dipisahkan dari pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP sehingga harus dibaca “Surat putusan pemidanaan memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.Sedangkan pasal 197 ayat (2) menegaskan “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum".Perdebatan soal sah tidaknya eksekusi yang dilakukan kejaksaan bermula dari penolakan pihak Susno.Susno dan kuasa hukumnya menilai, putusan kasasi MA tidak mencantumkan perintah penahanan.Oleh karena itu, eksekusi tak bisa dilakukan.Tidak dicantumkannya perintah penahanan, dalam pandangan pihak Susno, membuat putusan itu batal demi hukum.

Bagaimana apabila terhadap putusan yang tidak mencantumkan agar “supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan”, tidak dibuat baik mulai dari tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga ke Mahkamah Agung?

Sekarang mari kita masuk dalam permasalahan putusan Susno Duadji. Permasalahan yang ada dalam isu ini sebenarnya sangat sederhana. Ada 3 isu yang dipermasalahkan oleh penasihat hukum Susno Duadji dan Prof. Yusril Ihza Mahaendra, SH, MSc. Pertama, putusan kasasi tidak mencantumkan amar putusan hanya menyatakan menolak permohonan kasasi dari Terdakwa (Susno Duadji) dan Penuntut Umum serta hanya menyatakan menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara.

(19)

perintah penahanan sebagaimana pasal 197 ayat (1) huruf K. Dan ketiga putusan Banding (35/PID/TPK/2011/PT.DKI) tersebut dianggap batal demi hukum karena salah mencantumkan nomor putusan tingkat pertama.

a.

Putusan Kasasi Tidak Mencantumkan Hukuman

Putusan menolak permohonan kasasi memang tidak akan mencantumkan amar putusan lagi, kecuali menurut Mahkamah Agung terdapat amar yang perlu diperbaiki. Semua Upaya Hukum (banding, kasasi, kasasi demi kepentingan hukum, dan peninjauan kembali) pada dasarnya upaya untuk menguji putusan sebelumnya. Dalam upaya hukum tersebut pemohonon akan mendalilkan bahwa putusan yang diuji (putusan PN jika permohonannya ditahap banding, atau putusan Banding jika permohonannya ditahap Kasasi dst) mengandung kesalahan sehingga harus dibatalkan. Atas permohonan tersebut pengadilan yang memeriksa permohonan upaya hukum tersebut (Pengadilan Tinggi jika banding, Mahkamah Agung jika Kasasi, Kasasi Demi Kepentingan Hukum atau Peninjauan Kembali) bisa mengabulkan permohonan –yang artinya putusan yang diuji tersebut dibatalkan- bisa juga menolak permohonan –yang artinya putusan yang diuji tidak salah atau sudah tepat. Kemungkinkan lainnya yaitu pengadilan (tinggi atau Mahkamah Agung) berpendapat bahwa alasan permohonan banding/kasasi tidak tepat namun MA melihat ada permasalahan lain dalam putusan tersebut sehingga MA memutuskan akan mengadili sendiri putusan tersebut1

b.

Putusan Banding Tidak mencantumkan Perintah Penahanan

Pada dasarnya perintah penahanan dalam putusan tidak bersifat absolut. Pasal 197 ayat 1 huruf K menjadi mutlak jika dan hanya jika terdakwa pada saat diputus sedang ditahan, yang untuk itu demi kejelasan status penahannya pengadilan harus menjelaskan dalam putusannya apakah terdakwa dilanjutkan penahannya atau dibebaskan (lihat Pasal 293 ayat 2 huruf b).

Yang terjadi dalam kasus Susno Duadji iniadalah pada saat penyidikan hingga pemeriksaan ditingkat pertama memang dikenakan penahanan. Penahanan terhadapnya berlanjut hingga proses banding. Namun sebelum Pengadilan Tinggi menjatuhkan putusannya, masa penahanan Susno Duadji telah habis2yang mana menurut Pasal 27 ayat (4) KUHAP (atau Pasal

(20)

penahanan tersebut telah habis walau perkara (banding) belum diputus terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum

Kemudian, pada saat permohonan Banding tersebut diputus Susno Duadji TIDAK sedang dalam penahanan, baik penahanan rutan, rumah maupun kota. Mengingat Susno Duadji (terdakwa) saat diputus TIDAK sedang dalam penahanan maka berlakulah pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP sebagaimana dikutip dalam bagian sebelumnya, yang intinya Pengadilan memiliki kewenangan diskresional untuk menentukan apakah Terdakwa perlu ditahan atau tidak. Jika Pengadilan memandang Terdakwa perlu ditahan maka penetapan penahanan tersebut dicantumkan dalam amar putusannya, tidak perlu lagi menerbitkan Surat Perintah Penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1), 27 ayat (1) atau 28 ayat (1) KUHAP oleh karena Putusan itu sendiri telah merupakan penetapan itu sendiri.

Dalam kasus ini yang perlu diingat juga adalah TELAH HABISNYA kewenangan penahanan yang dimiliki oleh Pengadilan Tinggi terhadap Susno Duadji, sehingga memang Pengadilan Tinggi tidak dapat menetapkan perintah agar Susno Duadji segera ditahan. Mengenai masalah seperti ini Mahkamah Agung telah pernah mengeluarkan Surat Edaran MA khusus mengenai ini, yaitu SEMA No. 8 Tahun 1985 yang ditandatangani oleh Ketua MA saat itu, Ali Said

c.

Putusan Banding Salah Kutip Nomor Putusan PN

(21)

Dalam pasal 197 memang secara jelas tertulis dalam ayat 2-nya bahwa putusan yang tidak memenuhi syarat pasal 197 ayat (1) huruf K batal demi hukum.Namun, apakah ketentuan ini dapat dibaca secara tekstual begitu saja terlebih hanya melihat pasal 197 ayat 1 dan 2 saja? apakah ketika dalam amar putusan tidak disebutkan “Perintah Penahanan” maka putusan tersebut akan batal demi hukum? Untuk memahami arti dari Pasal 197 ayat (1) huruf K ini sebenarnya kita tidak boleh melepaskannya dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam KUHAP. Dalam membaca pasal 197 khususnya ayat (1) huruf K kita tidak boleh melupakan pasal 193 dan Pasal 21 KUHAP itu sendiri, karena ketiganya saling terkait.

Penjelasan Pasal 193 ayat (2) huruf a:

Perintah penahanan terdakwa yang dimaksud adalah bilamana hakim pengadilan tingkat pertama yang memberi putusan berpendapat perlu dilakukannya penahanan tersebut karena dikhawatirkan bahwa selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti ataupun mengulangi tindak pidana lagi.

Dari ketentuan Pasal 193 ayat (2) di atas terlihat secara jelas bahwa perintah penahanan dalam amar putusan pada dasarnya Tidak Bersifat Absolut.Khususnya jika Terdakwa saat itu tidak dalam status sedang ditahan.Perintah agar terdakwa segera ditahan ini merupakan

Diskresi dari hakim (majelis) yang memeriksa dan memutus perkara tersebut.Dan diskresi ini pun tetap dibatasi dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP, yang artinya tidak semua putusan pemidanaan dapat diikuti dengan perintah penahanan.Mengapa?Karena tidak semua tindak pidana terdakwa-nya dapat dikenakan penahanan (Pasal 21 ayat 4). Jika tindak pidana yang terbukti menurut pengadilan adalah tindak pidana yang ancamannya dibawah 5 tahun atau tindak pidana-tindak pidana tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 4 huruf b maka pengadilan dalam putusannya Tidak Berwenangmemerintahkan agar terdakwa segera ditahan.

(22)

ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf K. Pertanyaannya, apakah dengan demikian maka putusan tersebut batal demi hukum?

Dalam kondisi-kondisi tertentu lainnya walaupun perkara yang dinyatakan terbukti adalah perkara atas tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan pengadilan juga pasti tidak akan memerintahkan agar terdakwa untuk segera ditahan (apabila sebelumnya ia tidak ditahan), yang mana jika pengadilan memerintahkan agar terdakwa segera ditahan maka putusan justru akan menjadi tidak masuk akal. Kondisi lainnya yang memungkinkan Pengadilan tidak memerintahkan agar Terdakwa segera ditahan adalah jika pengadilan tidak mau memerintahkan hal tersebut.Apakah salah jika pengadilan tidak mau menggunakan kewenangan diskresional-nya?jelas sah-sah saja lah. Selain itu perintah penahanan tersebut juga TIDAK dapat dilakukan jika masa wewenang penahanan yang dimiliki pengadilan telah habis4(Lihat SEMA No. 8 Tahun

1985

Prof Satjipto Rahardjo almarhum, pakar hukum yang dikenal berintegritas, bahkan memandang perlunya "menabrak" formalitas-formalitas yang bersifat menghalang-halangi dalam upaya menegakkan keadilan substansial. Dari perspektif praktik hukum, M. Yahya Harahap, mantan hakim agung, yang buku-bukunya dijadikan pedoman para mahasiswa dan praktisi hukum itu, juga menekankan agar soal "salah ketik" tidak dijadikan alasan untuk meruntuhkan substansi perkara.

Secara sederhana, kita dengan mudah akan beranggapan, ya, tidak bisa dilaksanakan eksekusi karena pada pengadilan sebelumnya sama sekali tidak mencantumkan mengenai hal itu. Tapi tentu saja tidak sesederhana demikian. Putusan MK menyebutkan menolak permohonan Pasal 197 (1) k lalu mengadili sendiri dengan menyatakan pasal 197 (2) huruf k, inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Dalam perkara yang telah diputuskan oleh MK, harusnya dibaca lebih utuh. Pertama.Terhadap permohonan dari Yusril sebelumnya bertindak sebagai pengacara Parlin Riduansyah ternyata ditolak. Sehingga dalil yang sering disampaikan di berbagai media massa tidak tepat.

Kedua. MK sendiri telah merumuskan, Pasal 197 ayat (2) huruf “k” KUHAP apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP bertentangan dengan UUD, tidak mempunya kekuatan hukum mengikat.

(23)

tahanan atau dibebaskan”, berkaitan dengan putusan yang masih belum inkracht. Putusan ini harus dilihat dari putusan yang lebih tinggi. Asas ini biasa dikenal dengan “asas res judicata pro veritate habetur”.Dengan demikian maka pasal 197 ayat (2) huruf k KUHAP lebih dimaknai kata-kata “supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan” masih dalam proses yang belum selesai.

Keempat.Putusan pada tingkat Kasasi Mahkamah Agung sudah bersifat final.Sehingga bisa dieksekusi.Putusan tingkat kasasi Mahkamah Agung yang sudah inkracht harus dibaca sebagai putusan judek jurist yang menterjemahkan para terdakwa harus menjalani pemidanaan.Bukan tahanan.

Kelima. Pasal 197 (1) k, dibaca satu nafas dengan pasal 1 angka 21 KUHAP, pasal 21 juncto pasal 22, juncto pasal 26, juncto pasal 27, juncto pasal 28, dan pasal 193 dan pasal 242.Pasal tersebut menerangkan arti dari penahanan dimana dalam pasal itu disebutkan kalau penahanan itu satu proses dari persidangan guna kepentingan pemeriksaan persidangan, aritnya ketika satu keputusan sudah incracht tidak perlu lagi ada penahanan. Penahanan yang diputuskan dalam putusan atau perintah penahanan itu hanya berlaku untuk putusan PN dan PT Sedangkan putusan MA tidak memerlukan mengenai penahanan sebagaimana diterangkan didalam pasal 193 dan pasal 242(2) KUHAP tidak tepat.

Di dalam sah atau tidaknya eksekusi yang dilakukan kejaksaan bermula dari penolakan pihak Susno.Susno dan kuasa hukumnya menilai, putusan kasasi MA tidak mencantumkan perintah penahanan.Oleh karena itu, eksekusi tak bisa dilakukan.Tidak dicantumkannya perintah penahanan, dalam pandangan pihak Susno, membuat putusan itu batal demi hukum.Mereka mengacu pada ketentuan Pasal 197 Ayat 2 yang menyatakan bahwa putusan batal demi hukum jika tidak memuat ketentuan Pasal 197 Ayat 1 KUHAP. Adapun Pasal 197 Ayat 1 huruf k menyatakan bahwa surat pemidanaan di antaranya harus memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.

Pasal tersebut pernah diajukan uji materi oleh Parlin Riduansyah dengan Yusril sebagai kuasa hukumnya. Pemohon meminta agar mendalilkan bahwa Pasal 197 Ayat (1) huruf k

(24)

Uji materi ini ditolak oleh MK melalui putusan yang dibacakan pada 22 November 2012. Dalam pendapatnya, MK menyatakan bahwa penafsiran tidak dimuatnya ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k dalam surat pemidanaan akan mengakibatkan putusan batal demi hukum justru bertentangan dengan UUD 1945.MK juga menyatakan, Pasal 197 Ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k mengakibatkan putusan batal demi hukum.Selain itu, MK memutuskan perubahan bunyi Pasal 197 Ayat (2) dengan menghapus bagian huruf k menjadi "Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum".

(25)

BAB V

KESIMPULAN

Yusril sebelumnya bertindak sebagai pengacara Parlin Riduansyah, dia dulu pernah mengajukan uji materi pasal tersebut ke MK namun ditolak.Pasal 197 ayat (2) KUHAP tidak dapat dipisahkan dari pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP sehingga harus dibaca “Surat putusan pemidanaan memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.Sedangkan pasal 197 ayat (2) menegaskan “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum".Perdebatan soal sah tidaknya eksekusi yang dilakukan kejaksaan bermula dari penolakan pihak Susno.Susno dan kuasa hukumnya menilai, putusan kasasi MA tidak mencantumkan perintah penahanan.Oleh karena itu, eksekusi tak bisa dilakukan.Tidak dicantumkannya perintah penahanan, dalam pandangan pihak Susno, membuat putusan itu batal demi hukum.Pada dasarnya perintah penahanan dalam putusan tidak bersifat absolut. Pasal 197 ayat 1 huruf K menjadi mutlak jika dan hanya jika terdakwa pada saat diputus sedang ditahan, yang untuk itu demi kejelasan status penahannya pengadilan harus menjelaskan dalam putusannya apakah terdakwa dilanjutkan penahannya atau dibebaskan (lihat Pasal 293 ayat 2 huruf b).Yang terjadi dalam kasus Susno Duadji iniadalah pada saat penyidikan hingga pemeriksaan ditingkat pertama memang dikenakan penahanan. Penahanan terhadapnya berlanjut hingga proses banding. Namun sebelum Pengadilan Tinggi menjatuhkan putusannya, masa penahanan Susno Duadji telah habis2yang mana menurut Pasal 27 ayat (4) KUHAP (atau Pasal 29 ayat (6) jika perpanjangan

penahanan khusus3pun telah habis) tersebut dinyatakan jika waktu penahanan tersebut telah habis

(26)

telah merupakan penetapan itu sendiri.Dalam kondisi-kondisi tertentu lainnya walaupun perkara yang dinyatakan terbukti adalah perkara atas tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan pengadilan juga pasti tidak akan memerintahkan agar terdakwa untuk segera ditahan (apabila sebelumnya ia tidak ditahan), yang mana jika pengadilan memerintahkan agar terdakwa segera ditahan maka putusan justru akan menjadi tidak masuk akal. Kondisi lainnya yang memungkinkan Pengadilan tidak memerintahkan agar Terdakwa segera ditahan adalah jika pengadilan tidak mau memerintahkan hal tersebut.Apakah salah jika pengadilan tidak mau menggunakan kewenangan diskresional-nya?jelas sah-sah saja lah. Selain itu perintah penahanan tersebut juga TIDAK dapat dilakukan jika masa wewenang penahanan yang dimiliki pengadilan telah habis4(Lihat SEMA No. 8 Tahun 1985

(27)

persidangan, aritnya ketika satu keputusan sudah incracht tidak perlu lagi ada penahanan. Penahanan yang diputuskan dalam putusan atau perintah penahanan itu hanya berlaku untuk putusan PN dan PT Sedangkan putusan MA tidak memerlukan mengenai penahanan sebagaimana diterangkan didalam pasal 193 dan pasal 242(2) KUHAP tidak tepat.Uji materi ini ditolak oleh MK melalui putusan yang dibacakan pada 22 November 2012. Dalam pendapatnya, MK menyatakan bahwa penafsiran tidak dimuatnya ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k dalam surat pemidanaan akan mengakibatkan putusan batal demi hukum justru bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menyatakan, Pasal 197 Ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k mengakibatkan putusan batal demi hukum. Selain itu, MK memutuskan perubahan bunyi Pasal 197 Ayat (2) dengan menghapus bagian huruf k menjadi "Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum".

(28)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lihat Pasal 254-256 KUHAP

2. Lamanya masa penahanan ditingkat Banding diatur dalam Pasal 27 KUHAP

3. Lihat Pasal 29 KUHAP.

4. Lihat Pasal 254-256 KUHAP

http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/17831-tafsir-sesat-pasal-197-kuhap.html

krupukulit.wordpress.com

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini dibahas tentang aktivitas fotokatalis nanokomposit TiO 2 –kitosan dalam proses reaksi fotodegradasi zat warna dan fotoreduksi ion logam Cu(II)

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peningkatan

1) Majelis Hakim Pengadilan Agama Gresik. 2) Peraturan terkait dengan h}ad}a>nah. 3) Catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan, seperti kajian akademik tentang

N1 = nilai indikator yang telah ditetapkan DKP untuk produksi ikan di PPP N2 = nilai indikator yang telah ditetapkan DKP untuk jumlah kunjungan kapal di PPP N3 = nilai indikator

Untuk teknik RIL, kegiatan memuat dan membongkar mempunyai rata-rata waktu yang lebih cepat daripada teknik setempat, hal tersebut disebabkan saat alat sarad memuat

Sebagai perusahaan HTI yang memiliki visi menjadi perusahaan yang terbaik dalam pengelolaan HTI, PT Bumi Persada Permai berkomitmen untuk melakukan kegiatan

Pada penggunaan kontrasepsi pil kurang dari 5 tahun berisiko 0,90 kali lebih kecil untuk meng- alami menopause dini daripada wanita yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi pil