BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI PADANG DALAM PERKARA PIDANA
No.26/PID/2015/PT.PDG
ARTIKEL
NURLINA.K NPM: 1410018412045
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA
1
UNDER THE HIGH COURT RULING PADANG IN A CRIMINAL CASE No.26/PID 2015 / PT.PDG
Nurlina K1, Sanidjar Pebrihariati R1, Siska Elvandari2
1
Law Departement of Postgraduate Program Bung Hatta University 2
Law Departement of Postgraduate Program Andalas University Email: nurlinakasmi1@gmail.com
ABSTRACT
Abuse of Narcotics in Padang is very high, in 2015 only one decision to rehabilitation of drug defendants in criminal cases Decision No. 26/PID/2015/PT.PDG in Padang High Court. Formulation of the Problem, First, The application of criminal elements against the verdict to accused drug rehabilitation in the criminal case Decision No. 26/PID/2015/PT.PDG in Padang High Court.Second, The consideration from Judge in deciding to rehabilitation of drug defendants in criminal cases Decision No. 26/PID/2015/PT.PDG in Padang High Court. Research Method is normative (descriptive). Theoretical framework is Criminalization Theory, the nature of research is using secondary data with qualitative analysis.The study are First, The application Elements of sentence against the defendant in this case is an element without rights and against the law, any person who unlawfully or against the law to plant, maintain, possess, saving, control, or providing narcotics group 1 in the form of plants, narcotics group 1 is not a plant, for ourselves, every criminal elements above everything has been fulfilled by the accused in criminal cases Decision No. 26/PID/2015/PT.PDG. Second, The consideration of the judge criminal cases Decision No. 26/PID/2015/PT.PDG in Padang High Court are pursuant to Article 103 Paragraph (1) and (2), Article 127 Paragraph (1) of Law Number 35 Years 2009 on Narcotics, and analysis the results recommended of Doctor and Circular of the Supreme Court of the R I number 04 Year 2010
ABSTRAK
Penyalahgunaan Narkotika di Kota Padang sangat tinggi sekali, pada tahun 2015 hanya 1 (satu) putusan rehabilitasi kepada terdakwa narkotika pada Putusan No.26/PID/2015/PT.PDG di Pengadilan Tinggi Padang. Rumusan masalah, 1) penerapan unsur-unsur pidana terhadap putusan rehabilitasi kepada terdakwa narkotika dalam Putusan No.26/PID/2015/PT.PDG di Pengadilan Tinggi Padang. 2) pertimbangan Hakim dalam memutuskan rehabilitasi terhadap terdakwa narkotika dalam Putusan No.26/PID/2015/PT.PDG di Pengadilan Tinggi Padang. Metode Penelitian adalah normatif (deskriptif). Kerangaka Teoritis adalah teori Pemidanaan, Sifat penelitian menggunakan data sekunder dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian adalah, 1) Penerapan unsur-unsur Pidana terhadap terdakwa dalam kasus ini adalah Unsur setiap orang, Unsur tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan 1 berupa tanaman, narkotika golongan 1bukan tanaman, bagi diri sendiri, setiap unsur-unsur pidana di atas semuanya sudah terpenuhi oleh terdakwa dalam perkara Pidana No.26/PID/2015/PT.PDG. 2) Pertimbangan Hakim dalam perkara Pidana No.26/PID/2015/PT.PDG di Pengadilan Tinggi Padang, adalah berdasarkan Pasal 103 Ayat (1) dan (2), Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, berdasarkan rekomendasi Dokter, Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 04 Tahun 2010.
Kata Kunci: Putusan, Hakim, Narkotika, Rehabilitasi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Manusia secara kodrati tidak dapat terlepas sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga memerlukan norma/kaidah untuk mewujudkan kehidupan yang aman, dan tertib dalam pergaulan bermasyarakat membutuhkan kaidah dan nilai sebagai pedoman atau patokan dalam tata pergaulan hidup bermasyarakat. Kaidah dan nilai merupakan suatu konsepsi
abstrak dalam diri manusia, mengenai apa yang baik dan apa yang di anggapnya buruk, baik akan di anutnya, buruk akan di hindari. Sistim nilai-nilai akan timbul atas dasar pengalaman manusia di dalam berintegrasi, yang kemudian membentuk nilai-nilai positif dan nilai-nilai negatif. sistim nilai sangat penting oleh karenanya1
1. Nilai-nilai merupakan abstraksi dari pengalaman pribadi seseorang
1
Soerjono Soekanto, 1983, Beberapa
Aspek sosio Yuridis Masyarakat, Alumni,
2. Nilai-nilai tersebut senantiasa diisi dan bersifat dinamis
3. Nilai-nilai merupakan kriteria untuk memilih tujuan hidup yang terwujud dalam berkelakuan
Indonesia merupakan sebuah negara hukum yang bercirikan adanya pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dan kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia, upaya dari pemerintah di bidang pelayanan kesehatan adalah bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang beradasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, tingginya kebutuhan untuk mendapatkan kesehatan, maka perlu di tingkatkan pelayanan di bidang kesehatan dan pengobatan dengan mengusahakan persediaan yang cukup untuk narkotika jenis tertentu dan
mengupayakan pencegahan serta memberantas bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.2
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spritual berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
2
Siswanto.S,2012, Politik Hukum dalam
Undang – Undang Narkotika Nomor 35 Tahun
2009, Cetakan pertama, PT Renika, Jakarta, hlm. 1.
kualitas sumber daya manusia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan di tingkatkan secara terus menerus, termasuk derajat kesehatannya, untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, perlu di lakukan upaya dibidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat di butuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan Prekursor narkotika.3 Secara aktual, penyebaran narkotika telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan, tidak terhitung lagi banyaknya upaya pemberantasan narkotika dan prekusor narkotika yang sudah di lakukan oleh pemerintah,
namun di sadari bahwa bukanlah suatu hal yang mudah untuk melakukan hal tersebut, kasus kasus tersangkut narkotika dan prekursor narkotika terus saja bermunculan dengan analisa bahwa unsur penggerak atau motifator utama dari para pelaku kejahatan di bidang narkotika dan prekursor narkotika adalah masalah keuntungan ekonomis,
3Himpunan lengkap Undang-undang
Narkotika dan Psikotropika, 2014, Cetakan
bisnis narkotika dan prekursor narkotika tumbuh menjadi salah satu bisnis yang paling menggiurkan dan bukan suatu hal yang aneh apabila penjualan narkotika dan prekursor narkotika selalu meningkat setiap tahunnya yang berbanding hampir sama dengan pencucian uang dari bisnis narkotika dan prekursor narkotika.4
Penanganan terhadap kasus tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika wajib mendapatkan perhatian khusus dari aparat
penegak hukum. Maraknya
kejahatan/tindak pidana yang berkaitan dengan narkotika dan prekursor narkotika sebagaimana yang selama ini masyarakat dengar maupun yang dibaca melalui media massa perlu mendapat perhatian yang serius, angka perkembangan kasus kejahatan bersangkutan dari tahun ke tahun tumbuh dengan cepat sekalipun sudah ada regulasi yang mengatur tentang
peredaran narkotika dan prekursor narkotika, kejahatan narkotika bukanlah kejahatan yang sifatnya lokal (wilayah-wilayah), tetapi telah merebak sampai ke setiap wilayah hukum kabupaten/kota di Indonesia.5
Kasus narkotika di Sumatera Barat, khususnya di Kota Padang sangat tinggi
4
AR Sujono, Bony Daniel, 2010,
Komentar dan Pembahasan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm v-vi.
5Ibid
, hlm, vii.
sekali, penyalahgunaan narkotika semakin meresahkan masyarakat, berita mengenai narkotika hampir setiap hari di beritakan baik melalui media cetak maupun media elektronik.
Berikut Tabel data kasustindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Kls 1A Padang dari Tahun 2010-2015
Tahun Putusan No Jenis Putusan
2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 PidanaPenjara
Dari tabel data diatas dapat diketahui padaPutusan Pengadilan Tinggi Padang,
Pada Pasal 127 Undang–Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika berbunyi :
Ayat (1) Setiap penyalah guna :
a. Narkotika Golongan 1 bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri di pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun
Ayat (2)dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagimana di maksud dalam Pasal 54,55 dan Pasal 103
Ayat (3) dalam hal penyalahguna sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai
korban penyalahgunaan narkotika, Penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dalam kasus narkotika, sanksi pidana berupa pidana penjara dapat dijatuhkan oleh Hakim, namun Hakim juga di beri kemungkinan untuk tidak menjatuhkan pidana penjara, karena dalam Pasal Pasal yang berkaitan dengan Pasal 127, terdapat pula kemungkinan penjatuhan sanksi tindakan rehabilitasi oleh Hakim, seperti
Pasal 54 Undang–Undang Nomor 35
tahun 2009,yang menyatakan, pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial di pusat rehabilitasi ketergantungan narkotika. Selanjutnya Pasal 103 Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika menyebutkan :
a. Ayat (1) Hakim yang memeriksa perkara pencandu narkotika dapat memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, atau, menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak
pidana narkotika.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut; 1. Bagaimana penerapan unsur-unsur pidana terhadap putusan rehabilitasi kepadaterdakwa narkotika dalamPutusan perkara Pidana No.26/PID/2015/PT.PDG di Pengadilan Tinggi Padang.
2. Apa analisis yuridispertimbangan Hakim dalam memutuskan rehabilitasi terhadap terdakwa narkotika dalam
Putusan perkara Pidana
No.26/PID/2015/PT.PDG di Pengadilan Tinggi Padang.
C. Kerangka teoritis
Teori Pidana danPemidanaan
Teori pemidanaan pada saat ini terus mengikuti perkembangan kehidupan dalam masyarakatdan mengakibatkan timbulnya kejahatan dari masa ke masa,
pemidanaan diartikan sebagai tahap penetapan sanksi juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana, sedagkan pemidanaan diartikan sebagai penghukuman, doktrin membedakan hukum pidana materil dan hukum pidana formil, J.M. Van Bemmelen menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut :6
6
Leden Marpaung, 2005,
Asas-Teori-PraktikHukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
2.
Hukum pidana materil terdiri dari tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang diancam terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesempatan itu.
Teori Gabungan
Selanjutnya Rossi berpendapat bahwa pemidanaan merupakan pembalasan terhadap kesalahanyang telah dilakukan, sedangkan berat ringannya pemidanaan harus sesuai dengan
absulote justice (keadilan yang dikendaki oleh masyarakat), sedangkan tujuan yang hendak diraih berupa7 a. Pemilihan ketertiban
b. Pencegahan terhadap niat untuk
melakukan tindak pidana
c. Perbaikan pribadi terpidana
d. Memberikan kepuasan moral kepada masyarakat sesuai rasa keadilan
e. Menberikan rasa aman bagi masyarakat
Dengan demikian, teori gabungan ini berusaha memadukan konsep- konsep
7
Muladi danBarda Nawawi Arief,1992,
Teori dan kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,
yang dianut oleh teori absolut dan teori relatif, sehingga tujuan pemidanaan yaitu disamping penjatuhan pidana itu harus membuat jera,juga harus memberikan perlindungan kepada masyrakat dan terpidana.
Dari teori diatas penulis memakai Teori
Pemidanaan (teori gabungan), Dimana
berdasarkan pendapat Rossi teori gabungan
ini memadukan konsep-konsep yang dianut
oleh teori absolut dan teori relatif, sehingga
tujuan pemidanaan yaitu disamping
penjatuhan pidana itu harus membuat jera,
juga harus memberikan perlindungan kepada
masyarakat dan juga untuk perbaikan pribadi
terpidana,terhadap kasus narkotika terdakwa
yang diputuskan oleh Hakim untuk menjalani
perawatan rehabilitasi medis, dimana proses
rehabilitasi medis tersebut diperhitungkan
sebagai masa menjalankan hukuman bagi
terdakwa
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu putusan pengadilan 8
Perkara No.26/PID/2015/PT.PDG
8
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Hukum empiris, Pustaka pelajar, Jogjakarta, hlm,
34.
PEMBAHASAN
Pada putusan Perkara Pidana di
Pengadilan Tinggi Padang
No.26/PID/2015/PT.PDG, terdakwa melakukan tindak pidana narkotika Pasal 111 Ayat (1), Pasal 112 Ayat (1), Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan menggunakan narkotika golongan 1 bagi dirinya sendiri, dan putusan Hakim adalah terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana narkotika dan diputuskan untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis di Rumah Sakit Jiwa Prof, HG.Saanin Padang selama 1 (satu) tahun 1(satu) bulan sebagai pengganti dari masa menjalani hukuman
1.Penerapan Unsur-Unsur Pidana
dalam Perkara Pidana
No.26/PID/2015/PT.PDG adalah : 1. Setiap orang
3. Setiap Penyalahguna Narkotika golongan 1 yang di pergunakan bagi diri sendiri
1.Unsur setiap orang, adalah barang siapa atau setiap orang, yang di maksudkan adalah subjek/pelaku tindak pidanasebagai orang yang di ajukan di persidangan.
Dalam perkara
No.26/PID/2015/PT.PDG unsur setiap orang adalah terdakwa sendiri sebagaimana yang di sebutkan identitasnya dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut umum dan orang yang di periksa di dalam persidangan adalah orangnya sama dengan yang ada dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum
2. Unsur tanpa hak atau melawan hukum adalah, tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman, dan dalam bentuk bukan tanaman dilarang apabila di lakukan tanpa hak atau melawan hukum, bersifat alternatif artinya apabila apabila salah satu bagian ini telah terpenuhi dianggap telah terbukti
Dalam perkara
No.26/PID/2015/PT.PDG, unsur tanpa hak atau melawan hukum adalah di lakukan oleh terdakwa di mana terdakwa
memiliki, menyimpan, menguasai narkotika golongan 1, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum di katakan bahwa terdakwa tidak ada izin dari pejabat yang berwenang untuk menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman dalam bentuk tanaman berupa ganja yang terdaftar dalam golongan 1 nomor urut 8 dan narkotika golongan 1 dalam bentuk bukan tanaman berupa shabu-shabu yang terdaftar dalam narkotika golongan 1 nomor urut 61
3.Unsur Setiap Penyalahguna Narkotika golongan 1 yang di pergunakan bagi diri sendiri
Dalam perkara
No.26/PID/2015/PT.PDG, terdakwa melakukan penyalahgunaan narkotika
golongan 1 bagi diri sendiri dengan memakai narkotika golongan 1 berupa tanaman yaitu jenis ganja dan narkotika golongan 1 berupa bukan tanaman yaitu jenis shabu-shabu
unsur-unsur Pidana sebagai berikut :9terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, apabila sudah memenuhi unsur-unsur pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu adanya unsur setiap orang, adanya unsur tanpa hak melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika, adanya unsur penyalahguna narkotika
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Asmuddin, Hakim Pengadilan Tinggi Padang, yang mengenai penerapan unsur-unsur pidana terhadap putusan rehabilitasi adalah : apabila terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, dan sudah memenuhi unsur-unsur pidana yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika10
Dari unsur-unsur pidana yang terdapat
dalam Dalam perkara
No.26/PID/2015/PT.PDG, sesuai dengan teori yang penulis pakai yaitu Teori Pemidanaan (teori gabungan), dimana dalam teori ini di jelaskan berat ringannya pemidanaan harus sesuai dengan absulote justice (keadilan yang dikendaki oleh
9
Wawancara tanggal 12 Mei 2016, pada pukul 15.00 Wib.
10
Wawancara tanggal 12 Mei 2016, pada pukul 9.00 Wib.
masyarakat), sedangkan tujuan yang hendak diraih berupa :
a. Pemilihan ketertiban
b. Pencegahan terhadap niat untuk melakukan tindak pidana
c. Perbaikan pribadi terpidana
d. Memberikan kepuasan moral kepada masyarakat sesuai rasa keadilan
e. Menberikan rasa aman bagi masyarakat
Dengan demikian, teori gabungan ini berusaha memadukan konsep- konsep yang dianut oleh teori absolut dan teori relatif, sehingga tujuan pemidanaan yaitu disamping penjatuhan pidana itu harus membuat jera,juga harus memberikan perlindungan kepada masyrakat dan terpidana.
Dari unsur-unsur pidana yang terdapat
dalam perkara
No.26/PID/2015/PT.PDG, sesuai
dengan teori yang penulis pakai yaitu Teori Pemidanaan (teori gabungan), dimana dalam teori ini di jelaskan berat ringannya pemidanaan harus sesuai dengan absulote justice (keadilan yang dikendaki oleh masyarakat), sedangkan tujuan yang hendak diraih berupa : a. Pemilihan ketertiban
c. Perbaikan pribadi terpidana
d. Memberikan kepuasan moral kepada masyarakat sesuai rasa keadilan
e. Menberikan rasa aman bagi masyarakat
Dengan demikian, teori gabungan ini berusaha memadukan konsep- konsep yang dianut oleh teori absolut dan teori relatif, sehingga tujuan pemidanaan yaitu disamping penjatuhan pidana itu harus membuat jera,juga harus memberikan perlindungan kepada masyrakat dan terpidana.
Selain unsur-unsur Pidana yang di uraikan di atas, Jaksa Penuntut Umum juga menampilkan barang bukti di persidangan
di dalam perkara
No.26/PID/2015/PT.PDG sebagai berikut :
1. Adanya barang bukti berupa ganja kering seberat 3,64 (tiga koma enam empat) gram dan shabu-shabu.
2. Barang bukti diatas adalah barang yang di pakai dan di pergunakan oleh terdakwa dalam perkara No.26/PID/2015/PT.PDG, adalah berupa ganja kering yang di jadikan sebagai bukti di dalam persidangan oleh Jaksa Penuntut umum
3. Adanya hasil pemeriksaan urine oleh Rumah Sakit Bhayangkara Padang yang menyatakan terdakwa THC (ganja) Positif, Metham Phetamine (shabu) Positif,
golongan 1 nomor urut 8 dan nomor urut 61 dari pemeriksaan hasil urine dari terdakwa dalam golongan 1 Undang- Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yaitu, Setiap Penyalahguna Narkotika golongan 1 bagi diri sendiri, hasil urine dari terdakwa adalah merupakan alat bukti yang di sampaikan di dalam persidangan dan merupakan alat bukti yang sah.
4. Adanya keterangan dari saksi
Dalam perkara
No.26/PID/2015/PT.PDG, adanya keterangan dari saksi yang menyatakan terdakwa memakai nakotika jenis shabu-shabu dan ganja, keterangan dari saksi adalah sebagai orang yang memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dia ketahui, yang di lihat, dan
di dengar dan semuanya di sampaikan di dalam persidangan.
Berdasarkan Pasal 1 Butir 27 KUHAP keterangan dari saksi adalah merupakan suatu alat bukti yang di pergunakan dalam perkara pidana terhadap suatu peristiwa pidana.
5. Adanya keterangan terdakwa
Dalam perkara
mengakui bahwa dia memakai narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman dan memakai narkotika golongan 1 bukan dalam bentuk tanaman
Menurut Pasal 189 Ayat (1) yaitu keterangan terdakwa adalah apa yang di alami dan disampaikan di dalam persidangan mengenai perbuatan yang ia lakukan terhadap tindak pidana yang di sangkakan kepadanya, Menurut Pasal 127 Undang-Undang Narkotika mengatur bahwa penyalahgunaan narkotika adalah subjek yang dapat dipidana dan kehilangan hak rehabilitasinya, kecuali dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban narkotika, ketiga rumusan ini memperlihatkan ambiguitasnya kebijakan legislasi ini dan rumusan tersebut, tidak saja menimbulkan dilema, tetapi juga dapat menimbulkan tarik menarik apakah pengguna narkotika merupakan korban
atau pelaku. Terhadap penyalahguna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi, namun dengan memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka penyalahguna dapat dikenakan pidana, sehingga dalam pelaksanaannya pengguna narkotika harus menghadapi resiko ancaman pidana sebagaimana dirumuskan dalam pasal 127 Undang-Undang narkotika yakni
pertanggungjawaban terletak penuh pada pelaku yang juga sekaligus korban
B.Pertimbangan-Pertimbangan
Hakim dalam Perkara
PidanaNo.26/PID/2015/PT.PDG, di Pengadilan Tinggi Padang adalah sebagai berikut :
Bahwa pertimbangan Hakim
memperhatikan ketentuan Pasal 103 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :
Ayat (1). Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika
dapatMemutuskan untuk
memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika
Ayat (2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkaan sebagai masa menjalani hukuman.
Pasal 127 ayat (3) berbunyi, dalam hal penyalahgunaan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban
penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Selain itu pertimbangan Hakim adalah dengan memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2010 Tentang penempatan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika kedalam lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, juga Peraturan Bersama,Ketua Mahkamah Agung
Repulik Indonesia, Nomor
01/PB/MA/III/2014Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2014.
Kemudian Hakim dalam proses rehabilitasi mempertimbangkan kepada terdakwa adanya Program Detoksifikasi dan Stabilitasi lamanya 1(satu) bulan, Program Primer lamanya 6 ( enam ) bulan,Program Re-Entry lamanya 6
(enam) bulan.
Selain itu Hakim juga mempertimbangkan Adanya rekomendasi dari Dokter kepada terdakwa untuk menjalani perawatan rehabilitasi medis, dan selama terdakwa berada dalam menjalani pengobatan dan/atau perawatan diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Syamsi,yang menyatakan kasus narkotika
yang diputuskan oleh majelis Hakim Pengadilan Tinggi Padang dengan perawatan rehabilitasi medis terhadap terdakwa adalah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a) Hakim dalam menjatuhkaan putusan harus memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
b) Penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi.
c) Hakim dapat
mempertimbangkan surat rekomendasi dari dokter agar terhadap terdakwa dilakukan perawatan rehabilitasi medis.
PENUTUP
1. Unsur-Unsur pidana dalam perkara Pidana No.26/PID/2015/PT.PDG, adalah :
golongan 1 bukan tanaman , narkotika golongan 1 bentuk tanaman , terdakwa dalam perkara ini memakai narkotika golongan 1 bukan tanaman berupa shabu-shabu, dan narkotika golongan 1 berupa tanaman yaitu ganja
c. Unsur Setiap Penyalahguna Narkotika golongan 1 yang di pergunakan bagi diri sendiri adalah terdakwa yang memakai untuk diri sendiri narkotika golongan 1 bukan tanaman berupa shabu-shabu dan narkotika golongan 1 berupa tanaman berupa ganja
Ketiga unsur-unsur Pidana di atas sudah terpenuhi semuanya terhadap terdakwa
dalam perkara Pidana
No.26/PID/2015/PT.PDG, dan terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika golongan 1 bagi
dirinya sendiri.
.2 Pertimbangan-Pertimbangan Hakim
dalam Perkara Pidana
No.26/PID/2015/PT.PDG, di Pengadilan Tinggi
Padang adalah Hakim memperhatikan Pasal
103 Ayat (1), Ayat (2), dan Pasal 127 ayat (3)
Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, memperhatikan Surat Edaran
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
04 Tahun 2010 Tentang penempatan
penyalahgunaan, korban penyalahgunaan
dan Pecandu Narkotika kedalam lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial,
dan hakim juga mempertimbangkan
adanya rekomendasi dari dokter terhadap
terdakwa untuk di lakukannya perawatan
berupa rehabilitasi medis di rumah sakit
yang sudah di tentukan
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
AR Sujono, Bony Daniel, 2010, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Sinar Grafika, Jakarta
Himpunan lengkap Undang-undang Narkotika dan Psikotropika, 2014, Cetakan Pertama, Saufa, Jogjakarta
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-PraktikHukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta
Muladi danBarda Nawawi Arief, 1992,
Teori dan kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Hukum empiris, Pustaka pelajar, Jogjakarta
Siswanto.S,2012, Politik Hukum dalam Undang – Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, Cetakan pertama, PT Renika, Jakarta
B. Peraturan Perundang–undangan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika.
Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika.
Undang–Undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2011 tentang wajib lapor pecandu narkotika. Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-136/E/EJP/01/2012 perihal tuntutan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
C. Sumber Lain
Wawancara Tanggal 12 Mei 2016, pukul 9.00 Wib.