• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM TATA NEGARA KERAJAAN MAJAPAHIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISTEM TATA NEGARA KERAJAAN MAJAPAHIT"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

Jurnal Konstitusi,VOLUME 1, NOMOR 2, DESEMBER 2004

Mahkamah Konstitusi adalah pe-ngaw al konst it usi dan penaf sir konstitusi demi tegaknya konstitusi dalam rangka m ew uj udkan cit a negara hukum dan demokrasi untuk kehidupan kebangsaan dan kene-garaan yang bermartabat. Mahka-mah Konstitusi merupakan salah satu wujud gagasan modern dalam upaya memperkuat usaha memba-ngun hubungan-hubungan yang saling mengendalikan antarcabang-cabang kekuasaan negara.

DI TE RBI TKAN OLE H M A H K A M A H K O N S TI TU S I

R E P U B LI K I N D ON E S I A

J l. Medan Merdeka Barat Nom or 7 J a ka r t a P u sa t

Telp. (0 21) 3520 173, 3520 78 7 Fax. (0 21) 352o177

PO BOX 999 J a ka r t a 10 0 0 0

Membangun konstitusionalitas Indonesia Membangun budaya sadar berkonstitusi

Website: www.mahkamahkonstitusi.go.id e-mail: jurnal@mahkamahkonstitusi.go.id

(3)

Dew an Pengarah: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Prof. Dr. Muhamad Laica Marzuki, S.H. Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S. Letjen TNI (Purn) H. Ahmad Roestandi, S.H. Prof. H. Ahmad Syarifuddin Natabaya, S.H., LLM.

Dr. Harjono, S.H., MCL. Maruarar Siahaan, S.H. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H.

Soedarsono, S.H.

Penanggung Jaw ab: Janedjri M. Gaffar Wakil Penanggung Jaw ab: Ahmad Fadlil Sumadi

Pemimpin Redaksi: Rofiqul-Umam Ahmad Redaktur Pelaksana: Budi H. Wibowo

Redaksi: Muchamad Ali Safa’at, Bisariyadi, Achmad Edi Subiyanto, Mardian Wibowo

Sekret aris Redaksi: Bisariyadi

Tata Letak dan Desain Sampul: M. Wibowo, Nanang Subekti Distributor: Bambang Witono, Mutia Fria D.

Keuangan: Endrizal

Alamat Redaksi: Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat Telp. 021-3520787 ps. 213, Faks. 021-3520177

e- mail: jurnal@mahkamahkonstitusi.go.id

Dit erbit kan oleh:

Mahkamah Konstitusi Republik I ndonesia W ebsit e: http: / / www.mahkamahkonstitusi.go.id

Opini yang dimuat dalam jurnal ini tidak mewakili pendapat resmi MK

Redaksi mengundang para akademisi, pengamat, praktisi, dan mereka yang berminat untuk memberikan tulisan mengenai putusan MK, hukum tata negara dan konstitusi. Tulisan dapat dikirim melalui pos atau e-mail dengan menyertakan foto diri. Untuk rubrik

“Analisis Putusan” panjang tulisan sekitar 5000-6500 kata dan untuk rubrik “Wacana Hukum dan Konstitusi” sekitar 6500-7500 kata. Tulisan yang dimuat akan diberi

(4)

Volume 3 Nomor 4, Desember 2006

Pengantar Redaksi ...4 Opini Hakim Konstitusi

ˆ Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen Demokrasi

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. ...6

Analisis Putusan

ˆ Recall: Antara Hak Partai Politik dan Hak Berpolitik Anggota Parpol

Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H. ...30

Wacana Hukum & Konstitusi

ˆ Mahkamah Konstitusi dan Putusannya: Antara Harapan dan Kenyataan

Prof. Dr. M. Solly Lubis, S.H. ...58

ˆ Strategi Pembelajaran Konstitusi

Drs. Suriakusumah Abd. Muthalib, Dipl. IIAP, M.Pd. ...68

ˆ Parlemen: Antara Kepentingan Politik vs. Aspirasi Rakyat

Sebastian Salang ...90

ˆ Partai Politik dan Pemilih: Antara Komunikasi Politik vs. Komoditas Politik

Abdil Mughis Mudhoffir ...121

ˆ Hubungan Rakyat (Pemilih) dengan Wakil Rakyat dan Partai Politik

Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum. ...144

Historika Konstitusi ˆ Tentang “Recall”

R.M. Ananda B. Kusuma ...156

Konstitusi Klasik

ˆ Sistem Tata Negara Kerajaan Majapahit

Dr. Purwadi, M.Hum ...163

Profil Tokoh

ˆ Soepomo ...180

Resensi Buku

ˆ Rajutan Gagasan Hukum Progresif, Ahmad Subhan ...184

(5)

aat ini m asalah recallin g bukan lah m enjadi hal yang baru lagi karena sudah sejak zam an Orde Baru hal

tersebut terjadi. Kasus recallin g terhadap an ggota DPR Djoko Edhi Soetjipto Abdurahm an beberapa waktu lalu m em an g cukup m en arik perhatian publik. H al in ilah yan g m en jadi bahan sajian dalam Jurn al Kon stitusi volum e III n om or 4 kali in i. Putusan Mah kam ah Kon stitu si m en gen ai p er kar a p en gu jian u n d an g-un dan g UU No. 22 Tahg-un 20 0 3 ten tan g Susg-un an dan Keduduk-a n M Keduduk-a je lis P e r m u s yKeduduk-a wKeduduk-a r Keduduk-a t Keduduk-a n R Keduduk-a k yKeduduk-a t , De wKeduduk-a n P e r wKeduduk-a k ilKeduduk-a n Ra kya t , Dewa n Per wa kila n Da er a h , d a n Dewa n Per wa kila n Rakyat Daerah (UU Susduk); dan (2) UU No. 31 Tahun 20 0 2 t en t an g Par t ai Polit ik (UU Par p ol) d iwar n ai d en gan ad an ya

dissenting opinion (pen dapat berbeda) dari em pat oran g H akim Kon stitu si. Pokok per m oh on an yan g diaju kan oleh Pem oh on Djoko Edhi terkait den gan Pasal 8 5 ayat (1) huruf c UU Susduk dan Pasal 12 huruf b UU Parpol yan g m en dalilkan bahwa pasal-pasal tersebut berten tan gan den gan hak kon stitusion al Pem ohon khususn ya den gan Pasal 22E ayat (1) dan (2), Pasal 28 C ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan (2).

Untuk m em bahas Putusan MK tersebut agar lebih eksplo-r atif, pad a ju eksplo-r n al ed isi in i kh u su sn ya d alam eksplo-r u beksplo-r ik “An alisis Putusan” m enghadirkan penulis D r. M. H ad i Su bh an , S.H ., M.H . yang m enguraikan tentang recall: hak partai politik dan hak berpolitik anggota parpol. Salah satu uraian yang dikem uka-kannya bahwa Putusan MK telah sesuai dengan realitas politik yan g ada.

(6)

t en t an g st r at egi p em belajar an kon st it u si. Sed an gkan r u br ik “Historika Konstitusi” yang diasuh tetap oleh R. M. An an da B. Ku s u m a memuat tulisan mengenai sejarah atau asal usul recall. Sejak jurnal edisi ini, sidang redaksi bersepakat menambah-kan satu rubrik baru, yaitu “Konstitusi Klasik” sebagai rubrik tetap yang diasuh oleh D r. Pu rw adi, M.H u m . yang membahas sistem tata n egara yan g dian ut pada m asa lalu. Un tuk edisi pertam a diturunkan sistem tentang sistem tata negara kerajaan Majapahit. Dalam kesim pulan tulisan n ya, pen ulis m en gun gkapkan bahwa kitab Negara Kertagam a sepatutnya dijadikan referensi bagi para penyelenggara pem erintahan.

Untuk rubrik “Opini Hakim Kon stitusi” menyajikan tulisan d ar i Ket u a MK P r o f . D r . J i m l y As s h i d d i q i e , S . H . yan g m em aparkan pem ikirannya m engenai partai politik dan pem ilu sebagai instrumen demokrasi.

Redaksi jurnal juga menghadirkan dua tulisan dalam rubrik “Resen si” ya n g m er esen si b u ku Pen g a d ila n Per bu r u h a n d i In don esia: Tin jauan H uk um Kritis atas UU PPH I oleh Za k i H a b i b i , S . IP . d an bu ku M em bed a h H u k u m Pr og r esif oleh

Ah m ad Su bh an.

Pada kesempatan ini, ijinkan redaksi menyampaikan ucapan SELAMAT TAHUN BARU 20 0 7 semoga di tahun 20 0 7 kita dapat lebih berkreasi dan mengukir prestasi yang lebih baik dari tahun-tahun sebelum nya. Dan selam at m em baca!

Redaksi

Kami Mengundang Anda

Kami Mengundang Anda

Kami Mengundang Anda

Kami Mengundang Anda

Kami Mengundang Anda

Bar u -bar u in i MK t elah m em u t u s p er kar a p en gu jian UU KUH P, UU KKR, UU KPTPK, UU KUH AP, dan UU PUPN. Kam i m en gun dan g An da m e n u lis a n a lis is t e r h a d a p p u t u s a n - p u t u s a n M K t e r s e b u t s e ca r a ilm ia h , t a ja m , d a n ob yekt if. Na ska h d ih a r a p ka n t ela h ka m i t er im a p a lin g la m b a t 3 1 J a n u a r i 2 0 0 7. Tu lis a n ya n g m e m e n u h i s ya r a t akan dim uat pada J urn al Kon stitusi edisi volum e 4, n om or 1, Februari 2 0 0 7 .

(7)

PARTAI POLITIK

D AN PEMILIH AN U MU M

SEBAGAI IN STRU MEN D EMOKRASI

Sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, dalam sistem dem okr asi h ar us dijam in bah wa r akyat ter libat pen uh dalam m er en ca n a ka n , m en ga t u r , m ela ksa n a ka n , d a n m ela ku ka n pengawasan serta m enilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.1

Dem okrasi perwakilan sebagai sistem dem okrasi m odern terdiri dari tiga m acam , yaitu dem okrasi den gan sistem parlem en ter, dem okrasi den gan pem isahan kekuasaan , dan dem okrasi yan g dikon trol oleh rakyat secara lan gsun g m elalui referen dum dan inisiatif.

Salah satu konsekuensi dari pelaksanaan demokrasi perwakil-an adalah adperwakil-an ya jarak perwakil-an tara rakyat yperwakil-an g berdaulat den gperwakil-an pem erin tahan yan g diben tuk un tuk m elaksan akan kedaulatan tersebut. Tan pa adan ya jam in an m ekan ism e partisipasi rakyat dalam n egara sebagai ben tuk pelaksan aan kedaulatan rakyat, konsep kedaulatan dapat dikebiri dan terjebak dalam pengertian kedaulatan rakyat yang totaliter. Untuk itu diperlukan instrumen

1 J im ly Assh iddiqie, Kon stitusi dan Kon stitusion alism e In don esia, Edisi Revisi, (J a ka r t a : Sekr et a r ia t J en d er a l d a n Kep a n it er a a n MK RI , 2 0 0 6 ), h a l. 115 - 16 6 .

Oleh: Prof. Dr. Jim ly Asshiddiqie, S.H.

Ketua Mahkamah Konstitusi RI

(8)

m en jem batan i rakyat den gan wakil-wakiln ya baik di parlem en m aupun yang duduk sebagai pejabat publik Pem erintahan yang demokratis membutuhkan mekanisme dan institusi bagi ekspresi dari kehendak yang diwakili. J ika tidak demikian, sistem perwakilan dapat berubah m enjadi m anipulasi dan paksaan (coercion) oleh pemegang kekuasaan.2 Paling tidak terdapat dua instrumen yang

saling berhubungan, yaitu keberadaan partai politik dan pelaksana-an pem ilihpelaksana-an um um .

Partai Politik dan Demokrasi

Un t u k m en jem b a t a n i a n t a r a p em er in t a h d a n r a kya t , sebagai wujud bekerjan ya dem okrasi diperlukan adan ya partai politik. Sistem dem okrasi tidak m ungkin berjalan tanpa adanya p a r t a i p olit ik. P em b u a t a n kep u t u sa n seca r a t er a t u r h a n ya m ungkin dilakukan jika ada pengorganisasi berdasarkan tujuan-tujuan ken egaraan . Tugas partai politik adalah un tuk m en ata aspirasi rakyat untuk dijadikan public opinion yang lebih sistematis sehingga dapat m enjadi dasar pem buatan keputusan yang teratur.3

Da la m n ega r a m od er n , ju m la h p em ilih s a n ga t b es a r d a n kepen tin gan n ya bervariasi sehin gga perlu m en gelolan ya un tuk menjadi keputusan. Dengan demikian partai politik berperan besar dalam proses seleksi baik pejabat m aupun substansi kebijakan4.

Oleh ka r en a it u , p a r t a i p olit ik m em p u n ya i p osisi d a n peranan yang penting dalam sistem dem okrasi. Partai m em ain -kan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses p em er in t a h a n d en ga n wa r ga n ega r a . Ba h ka n b a n ya k ya n g m enyatakan bahwa partai politiklah yang sebetulnya m enentukan dem okrasi.5 Kar en a itu par tai politik m er upakan pilar dalam

2 Ba n d in gka n d en ga n Alist a ir Cla r k, Pa r t ies A n d Polit ica l Lin k a g e:

Tow ards a Com prehensive Fram ew ork for Analy sis, Paper prepared for PSA An n ual Con feren ce, Un iversity of Leicester, 15th – 17th April 20 0 3, hal. 3-4. 3 R. Kran en burg, dan Tk. B. Sabaroedin , Ilm u N egara Um um , Cetakan Kes eb ela s , ( J a ka r t a : P r a d n ya P a r a m it a , 19 8 9 ) , h a l. 8 .

4 RM Ma cI ver , T h e M od er n S t a t e, Fir st Ed it ion , (Lon d on : Oxfor d Un ive r s it y P r e s s , 19 55) , h a l. 19 4 .

5 Bahkan oleh Yves Men y an d An drew Kn app dikatakan “A dem ocratic

(9)

sistem politik yang dem okratis.6

Dalam sistem represen tativ e dem ocracy, biasa dim engerti bah wa partisipasi rakyat yan g berdaulat terutam a disalurkan m elalui pem un gutan suara rakyat un tuk m em ben tuk lem baga p e r wa k ila n . M e k a n is m e p e r wa k ila n in i d ia n gga p d e n ga n sen dirin ya efektif un tuk m aksud m en jam in keterwakilan aspirasi atau kepen tin gan r akyat. Oleh kar en a itu , dalam sistem per -wa kila n , ked u d u ka n d a n p er a n a n p a r t a i p olit ik d ia n gga p d om in an .7

Pada um um n ya, para ilm uwan politik biasa m en ggam bar-kan adan ya 4 (em pat) fun gsi partai politik. Keem pat fun gsi partai p olit ik it u m en u r u t Mir iam Bu d iar d jo, m elip u t i sar an a:8 (i)

kom un ikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization), (iii) rekruitm en politik (political recruitm ent), dan (iv) pen gatur kon flik (con flict m an agem en t). Dalam istilah Yves Men y dan An d r ew Kn app, fu n gsi par tai politik itu m en caku p fu n gsi (i) m obilisasi d an in tegr asi; (ii) sar an a p em ben tu kan p en gar u h terhadap perilaku m em ilih (v oting patterns); (iii) saran a rekruit-m en politik; dan (iv) saran a elaborasi pilihan -pilihan kebijakan .9

Keem pat fun gsi tersebut sam a-sam a terkait satu den gan yang lainnya. Sebagai sarana kom unikasi politik, partai berperan san gat p en tin g d alam u p aya m en gar tiku lasikan kep en tin gan (interests articulation) atau political interests yang terdapat atau kadan g-kadan g yan g tersem bun yi dalam m asyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik m enjadi ide-ide, visi, dan kebijakan -kebijakan partai politik yan g ber-sa n gku t a n . Set ela h it u , id e-id e d a n keb ija ka n a t a u a sp ir a si kebijakan itu diadvokasikan sehin gga dapat diharapkan m em -pen garuh i atau bah kan m en jadi m ateri kebijakan ken egaraan yang resm i.

Terkait den gan kom un ikasi politik itu, partai politik juga berperan pen tin g dalam m elakukan sosialisasi politik (political

6 Sch attsch n eider , E.E, The Sem isov ereign Peop le: A realist’s v iew of

d em ocr a cy in Am er ica, (Illion is: Th e Dr yd en Pr ess H in sd ale, 1975). 7 Lihat Dawn Oliver, Con stitution al R eform in the UK, (Lon don : Oxford Un iver sit y P r ess, 2 0 0 3 ), h a l. 3 5.

8 Mir ia m Bu d ia r d jo, Da sa r -Da sa r Ilm u Polit ik , (J a ka r t a : Gr a m ed ia P u s t a k a U t a m a , 19 9 2 ) h a l. 16 3 - 16 4 .

(10)

socialization). Ide, visi, dan kebijakan strategis yan g m en jadi pilihan partai politik dim asyarakatkan kepada kon stituen un tuk m en dapatkan feedback berupa dukun gan dari m asyarakat luas. Terkait den gan sosialisasi politik in i, partai juga berperan san gat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang m enjadi s t r u k t u r - a n t a r a a t a u in t er m ed ia t e s t r u ct u r e ya n g h a r u s m em ain kan p er an d alam m em bu m ikan cita-cita ken egar aan dalam kesadaran kolektif m asyarakat warga n egara.

Fungsi ketiga partai politik adalah sarana rekruitm en politik (political recruitm en t). Partai diben tuk m em an g dim aksudkan untuk m enjadi kendaraan yang sah untuk m enyeleksi kader-kader pem im pin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih m elalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun m elalui cara-cara yang tidak lan gsun g lain n ya. Ten tu tidak sem ua jabatan dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana rekruitm en politik. J abatan-jabatan profesion al di bidan g-bidan g kepegawai-n egerian dan lain-lain yang tidak bersifat politik (political appointm ent), tidak boleh m elibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena it u m em er lu kan p en gan gkat an p ejabat n ya m elalu i p r osed u r p olit ik p u la (p olit ica l a p p oin t m en t). Un t u k m en gh in d ar kan terjadinya pen cam puradukan, perlu dim engerti benar perbedaan antara jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan-jabatan yan g bersifat tekn is-adm in istratif dan profesion al. Di lingkungan kem enterian, hanya ada satu jabatan saja yang bersifat politik, yaitu Men teri. Sedan gkan , para pem ban tu Men teri di lingkungan instansi yang dipim pinnya adalah pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang ber-laku di bidang kepegawaian.

(11)

program , dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sam a lain.

Den gan perkataan lain , sebagai pen gatur atau pen gelola kon flik (conflict m anagem ent), partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan r a ga m kep en t in ga n ya n g b er b ed a -b ed a it u m ela lu i sa lu r a n kelem bagaan politik partai. Oleh karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengelola konflik dapat dikaitkan den gan fun gsi in tegrasi partai politik. Partai m en gagregasikan dan m en gin tegr asikan ber agam kepen tin gan itu den gan car a m en yalurkan n ya den gan sebaik-baikn ya un tuk m em pen garuhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.10

Pemilihan Umum

Sesu a i d en ga n p r in sip ked a u la t a n r a kya t ya n g d ia n u t dalam UUD 1945, m aka kekuasaan un tuk m en en tukan cor ak dan cara pem erin tahan sesun gguhn ya berada di tan gan rakyat. Ked au latan ter sebu t d ilaksan akan m en u r u t keten tu an UUD, yaitu oleh lem baga n egara, dan oleh rakyat yan g dian taran ya m ela lu i m eka n ism e p em ilih a n u m u m seb a ga im a n a d ia t u r dalam Pasal 22E UUD 1945. Pem ilihan um um juga dapat dilihat sebagai m ekan ism e yan g m en ghubun gkan an tara in frastruktur p olit ik d a n su p r a st r u kt u r p olit ik. P em ilu ju ga m er u p a ka n m ekanism e transform asi aspirasi pilitik partai m enjadi kebijakan n egar a.

Dalam p r akt ik, ser in g d iju m p ai bah wa d i n egar a yan g jum lah pen dudukn ya sedikit dan ukuran wilayahn ya tidak begitu luas saja pun , kedaulatan rakyat itu tidak dapat berjalan secara p en u h . Ap alagi d i n egar a-n egar a yan g ju m lah p en d u d u kn ya ban yak dan den gan wilayah yan g san gat luas, dapat dikatakan tid ak m u n gkin u n tu k m en gh im pu n pen d apat r akyat seor an g dem i seoran g dalam m en en tukan jalan n ya suatu pem erin tahan . La gi p u la , d a la m m a sya r a ka t m od er n sep er t i seka r a n g in i, tin gkat kehidupan berkem ban g san gat kom pleks dan din am is, den gan tin gkat kecerdasan warga yan g tidak m erata dan den gan t in gka t sp esia lisa si a n t a r sekt or p eker ja a n ya n g cen d er u n g

(12)

berkem ban g sem akin tajam . Akibatn ya, kedaulatan rakyat tidak m un gkin dilakukan secara m urn i. Kom pleksitas keadaan m en g-h en d a ki b a g-h wa ked a u la t a n r a kya t it u d ila ksa n a ka n d en ga n m elalui sistim perwakilan (represen tation).

P en t in gn ya p em ilih a n u m u m d iselen gga r a ka n seca r a berkala dikaren akan oleh beberapa sebab. Pertam a, pen dapat a t a u a s p ir a s i r a kya t m en gen a i b er b a ga i a s p ek keh id u p a n bersam a dalam m asyarakat bersifat din am is, dan berkem ban g dari waktu ke waktu. Dalam jan gka waktu terten tu, dapat saja t er ja d i b a h wa seb a gia n b esa r r a kya t b er u b a h p en d a p a t n ya m engenai sesuatu kebijakan negara. Kedua, di sam ping pendapat rakyat dapat berubah dari waktu ke waktu, kon disi kehidupan ber sam a dalam m asyar akat dapat pu la ber u bah , baik kar en a d in am ika d u n ia in t er n asion al at au p u n kar en a fakt or d alam n eger i sen d ir i, baik kar en a faktor in ter n al m an u sia m au p u n karen a faktor ekstern al m an usia. Ketiga, perubahan -perubahan aspirasi dan pen dapat rakyat juga dapat dim un gkin kan terjadi karen a pertam bahan jum lah pen duduk dan rakyat yan g dewasa. Mer eka it u , t er u t a m a p a r a p em ilih b a r u (n ew v ot er s) a t a u p em ilih p em u la , b elu m t en t u m em p u n ya i sika p ya n g sa m a den gan oran g tua m ereka sen diri. Lagi pula, keem pat, pem ilihan um um perlu diadakan secara teratur un tuk m aksud m en jam in ter jad in ya per gan tian kepem im pin an n egar a, baik d i caban g kekuasaan eksekutif m aupun legislatif.

Un tuk m en jam in siklus kekuasaan yan g bersifat teratur diperlukan m ekanism e pem ilihan um um yang diselenggarakan secara berkala, sehingga dem okrasi dapat terjam in, dan pem e-rintahan yang sungguh-sungguh m engabdi kepada kepentingan selur uh r akyat dapat ben ar -ben ar bekerja efektif dan efisien . Den ga n a d a n ya ja m in a n sist em d em okr a si ya n g b er a t u r a n dem ikian itulah kesejahteraan dan keadilan dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya.

(13)

lim a tahun seperti di In don esia,11 dan ada pula n egara seperti

Am erika Serikat yang m enentukan pem ilihan Presiden dan Wakil Presidennya dalam jangka waktu em pat tahun sekali. Selain itu, negara-negara yang m enganut sistim pem erintahan parlem enter, pem ilihan um um itu dapat pula diselenggarakan lebih kerap lagi sesuai dengan kebutuhan.

Kegiatan pem ilihan um um (general election) juga m erupa-kan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi warga negara adalah keharusan bagi pem erintah untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat di mana rakyatlah yang berdaulat, maka sem ua aspek penyelenggaraan pem ilihan um um itu sendiri pun harus juga dikem balikan kepada rakyat untuk m enentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak-hak asasi apabila pem erintah t id a k m en ja m in t er selen gga r a n ya p em ilih a n u m u m , m em -perlam bat penyelenggaraan pem ilihan um um tanpa persetujuan para wakil rakyat, ataupun tidak m elakukan apa-apa sehin gga pemilihan umum tidak terselenggara sebagaimana mestinya.

Dalam sistem dem okrasi m odern, legalitas dan legitim asi pem erin tahan m erupakan faktor yan g san gat pen tin g. Di satu pih ak, su atu pem er in tah an d i satu pih ak h ar u slah ter ben tu k berdasarkan keten tuan hukum dan kon stitusi, sehin gga dapat dikatakan m em iliki legalitas. Di lain pihak, pem erintahan itu juga harus legitim ate, dalam arti bahwa di sam ping legal, ia juga harus dipercaya. Tentu akan timbul keragu-raguan, apabila suatu peme-rintah menyatakan diri sebagai berasal dari rakyat, sehingga dapat disebut sebagai pemerintahan demokrasi, padahal pembentukan-n ya tid ak d id asar kapembentukan-n h asil pem ilih apembentukan-n u m u m . Ar tipembentukan-n ya, setiap pem erin tah an dem okratis yan g m en gaku berasal dari rakyat, memang diharuskan sesuai dengan hasil pemilihan umum sebagai ciri yang penting atau pilar yang pokok dalam sistem demokrasi m odern.

11 Lih at Pasal 22E ayat (1) UUD 19 45 yan g m en en t u kan : “Pem iliha n

(14)

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan pen ye-len ggaraan pem ilihan um um itu ada 4 (em pat), yaitu un tuk: a . un tuk m em un gkin kan terjadin ya peralihan kepem im pin an

pem erin tahan secara tertib dan dam ai;

b. un tuk m em un gkin kan ter jadin ya per gan tian pejabat yan g akan m ewakili kepen tin gan rakyat di lem baga perwakilan ; c. un tuk m elaksan akan prin sip kedaulatan rakyat; dan d. un tuk m elaksan akan prin sip hak-hak asasi warga n egara.

Seperti dim aklum i, kem am puan seseorang bersifat terbatas. Di sam ping itu, jabatan pada dasarnya m erupakan am anah yang berisi beban tanggung jawab, bukan hak yang harus dinikm ati. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh duduk di suatu jabatan tan pa ada kepastian batasn ya un tuk dilakukan n ya pergan tian . Tan p a siklu s keku asaan yan g d in am is, keku asaan it u d ap at m en ger as m en jad i su m ber m alap etaka. Sebab, d alam setiap jabatan , dalam dirin ya selalu ada kekuasaan yan g cen derun g berkem bang m enjadi sum ber kesewenang-wenangan bagi siapa saja yang m em egangnya. Untuk itu, pergantian kepem im pinan harus dipandang sebagai sesuatu yang niscaya untuk m em elihara am anah yang terdapat dalam setiap kekuasaan itu sendiri.

Dalam Pem ilu, yan g dipilih tidak saja wakil rakyat yan g akan duduk di lem baga perwakilan rakyat atau parlem en, tetapi juga para pem im pin pem erintahan yang duduk di kursi eksekutif. Di caban g kekuasaan legislatif, para wakil rakyat itu ada yan g duduk di Dewan Perwakilan Rakyat, ada yang duduk di Dewan Perwakilan Daerah, dan ada pula yan g akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik di tingkat provinsi ataupun di tin gkat kabupaten dan kota. Sedan gkan di caban g kekuasaan p em er in t ah an ekseku t if, p ar a p em im p in yan g d ip ilih secar a la n gsu n g oleh r a kya t a d a la h Pr esid en d a n Wa kil Pr esid en , Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Dengan adanya pem ilihan um um yang teratur dan berkala, m aka pergantian para pejabat dim aksud juga dapat terselenggara secara teratur dan berkala.

(15)

d ip r aktikkan d i n egar a-n egar a d em okr asi. Di n egar a-n egar a totaliter d an otor itar ian , per gan tian pejabat d iten tu kan oleh sekelom pok oran g saja. Kelom pok oran g yan g m en en tukan itu bersifat oligarkis dan berpuncak di tangan satu orang. Sem entara di lingkungan negara-negara yang m enganut paham dem okrasi, praktik yan g dem ikian itu tidak dapat diterapkan . Di n egara-negara dem okrasi, pergantian pejabat pem erintahan eksekutif dan legislatif ditentukan secara langsung oleh rakyat, yaitu m elalui pem ilihan um um (general election) yang diselenggarakan secara periodik.

Maka pem ilihan um um (general election) juga disebut ber-tujuan untuk m em ungkinkan terjadinya peralihan pem erintah-a n d erintah-a n p er gerintah-a n t ierintah-a n p ejerintah-a b erintah-a t n egerintah-a r erintah-a yerintah-a n g d ierintah-a n gkerintah-a t m elerintah-a lu i pem ilihan (elected public officials). Dalam hal tersebut di atas, yang dim aksud dengan m em ungkinkan di sini tidak berarti bahwa setiap kali dilaksanakan pem ilihan um um , secara m utlak harus ber akibat t er jad in ya p er gan t ian p em er in t ah an at au p ejabat negara. Mungkin saja terjadi, pem erintahan suatu partai politik dalam sistem par lem en ter m em er in tah u n tu k du a, tiga, atau em pat kali, ataupun seorang m enjadi Presiden seperti di Am erika Ser ikat atau In d on esia d ip ilih u n tu k d u a kali m asa jabatan . Dim aksu d “m em u n gkin kan ” d i sin i ad alah bah wa p em ilih an um um itu harus m em buka kesem patan sam a untuk m enang atau kalah bagi setiap peserta pem ilihan um um itu. Pem ilihan um um yan g d em ikian it u h an ya d ap at t er jad i ap abila ben ar -ben ar dilaksanakan dengan jujur dan adil (jurdil).

(16)

bidang eksekutif, rakyat sendirilah yang harus memilih Presiden, Gu ber n u r , Bu p at i, d an Walikot a u n t u k m em im p in jalan n ya pemerintahan, baik di tingkat pusat, di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/ kota.12

Di sam ping itu, pem ilihan um um itu juga penting bagi para wakil rakyat sendiri ataupun para pejabat pem erintahan untuk m en gu ku r t in gka t d u ku n ga n d a n kep er ca ya a n m a sya r a ka t kepadan ya. Dem ikian pula bagi kelom pok warga n egara yan g tergabung dalam suatu organisasi partai politik, pem ilihan um um it u ju ga p en t in g u n t u k m en get a h u i seb er a p a b esa r t in gka t dukungan dan kepercayaan rakyat kepada kelom pok atau partai politik yan g bersan gkutan . Melalui an alisis m en gen ai tin gkat kepercayaan dan dukungan itu, tergam bar pula m engenai aspirasi r akyat yan g sesu n ggu h n ya sebagai p em ilik ked au lat an at au kekuasaan tertinggi dalam negara Republik Indonesia.

Dengan dem ikian, dapat dikatakan bahwa pem ilihan um um itu tidak saja penting bagi warga negara, partai politik, tapi juga pejabat penyelenggara negara. Bagi penyelenggara negara yang d ian gkat m elalu i p em ilih an u m u m yan g ju ju r ber ar ti bah wa pem er in tah an itu m en dapat d u ku n gan yan g seben ar n ya d ar i rakyat. Sebaliknya, jika pem erintahan tersebut dibentuk dari hasil pem ilih an um um yan g tidak jujur m aka dukun gan rakyat itu hanya bersifat sem u.

Sistem Pemilu Mekanis dan Organis

Oleh ka r en a p em ilih a n u m u m a d a la h sa la h sa t u ca r a un tuk m en en tukan wakil-wakil rakyat yan g akan duduk dalam Badan Perwakilan . Rakyat, m aka den gan sen dirin ya terdapat ber bagai sist em p em ilih an u m u m . Sist em p em ilih an u m u m ber bed a satu sam a lain , ter gan tu n g d ar i su d u t m an a h al itu dilihat. Dari sudut kepen tin gan rakyat, apakah rakyat dipan dan g sebagai in dividu yan g bebas un tuk m en en tukan pilihan n ya, dan sekaligus m en calon kan dirin ya sebagai calon wakil rakyat, atau apakah rakyat han ya dipan dan g sebagai an ggota kelom pok yan g sam a sekali tidak berhak m en en tukan siapa yan g akan m en jadi

(17)

wakiln ya di lem baga perwakilan rakyat, atau juga tidak berhak un tuk m en calon kan diri sebagai wakil rakyat.

Berdasarkan hal tersebut, sistem pem ilihan um um dapat dibedakan dalam dua m acam , yaitu an tara (i) sistem pem ilihan m ekan is, dan (ii) sistem pem ilihan organ is. Sistem pem ilihan m ekan is m en cerm in kan pan dan gan yan g bersifat m ekan is yan g m elihat rakyat sebagai m assa in dividu-in dividu yan g sam a. Baik a lir a n lib er a lism e, sosia lism e, d a n kom u n ism e sa m a -sa m a m en dasarkan diri pada pan dan gan m ekan is.

Liberalism e lebih m engutam akan individu sebagai kesatuan oton om dan m em an dan g m asyarakat sebagai suatu kom pleks hu-bungan-hubungan antar individu yang bersifat kontraktual, sedan gkan pan dan gan sosialism e dan khususn ya kom un ism e, leb ih m en gu t a m a ka n t ot a lit a s kolekt if m a sya r a ka t d en ga n m en gecilkan p er an an in d ivid u . Nam u n , d alam sem u a alir an pem ikiran di atas, individu tetap dilihat sebagai penyandang hak pilih yang bersifat aktif dan m em andang korps pem ilih sebagai m assa in d ivid u -in d ivid u , yan g m asin g-m asin g m em iliki satu suara dalam setiap pem ilih an , yaitu suaran ya m asin g-m asin g secara sendiri-sendiri.

Sem en t a r a it u , d a la m sist em p em ilih a n ya n g b er sifa t or ga n is, p a n d a n ga n or ga n is m en em p a t ka n r a kya t seb a ga i sejum lah individu-in dividu yang hidup bersam a dalam berbagai m a ca m p er seku t u a n h id u p b er d a sa r ka n gen eologis (r u m a h tan gga, keluarga), fun gsi terten tu (ekon om i, in dustri), lapisan -lapisan sosial (buruh, tan i, cen dekiawan ), dan lem baga-lem baga sosial (u n iver sit as). Kelom p ok-kelom p ok d alam m asyar akat dilihat sebagai suatu organ ism e yan g terdiri atas organ -organ yan g m em pun yai kedudukan dan fun gsi terten tu dalam totalitas or gan ism e, seper ti kom u n itas atau per seku tu an -per seku tu an hidup. Den gan pan dan gan dem ikian , persekutuan -persekutuan h id u p it u la h ya n g d iu t a m a k a n s e b a ga i p e n ya n d a n g d a n p en gen d ali h ak p ilih . Den gan p er kat aan lain , p er seku t u an -persekutuan itulah yan g m em pun yai hak pilih un tuk m en gutus wakil-wakiln ya kepada badan -badan perwakilan m asyarakat.

(18)

seperti di In ggris dan Irlan dia. Pem ilihan an ggota Sen at Irlan dia dan juga para Lords yan g akan duduk di H ouse of Lords In ggris, d id a sa r ka n a t a s p a n d a n ga n ya n g b er sifa t or ga n is t er seb u t . Dalam sistem pem ilihan m ekan is, partai-partai politiklah yan g m en gor gan isasikan p em ilih -p em ilih d an m em im p in p em ilih berdasarkan sistem dua-partai atau pun m ulti-partai m en urut paham liberalism e dan sosialism e, ataupun berdasarkan sistem satu-partai m en urut pah am kom un ism e. Tetapi dalam sistem pem ilihan organ is, partai-partai politik tidak perlu dikem ban g-kan , karen a pem ilihan diselen ggarag-kan dan dipim pin oleh tiap-tiap per sekutuan h idup itu sen dir i, yaitu m elalui m ekan ism e yan g berlaku dalam lin gkun gan n ya sen diri.

Men u r u t sist em m eka n is, lem b a ga p er wa kila n r a kya t m er u p a ka n lem b a ga p er wa kila n kep en t in ga n u m u m r a kya t seluruhn ya. Sedan gkan , m en urut sistem yan g kedua (organ is), lem b a ga p er wa kila n r a kya t it u m en cer m in ka n p er wa kila n kepentingan-kepentingan khusus persekutuan-persekutuan hidup itu m asing-m asing. Dalam bentuknya yang paling ekstrim , sistem yan g per tam a (m ekan is) m en gh asilkan par lem en , sedan gkan yang kedua (organis) m enghasilkan dewan korporasi (korporatif). Kedua sistem ini sering dikom binasikan dalam struktur parlem en dua-kam ar (bikam eral), yaitu di negara-negara yang m engenal sistem parlem en bikam eral.13

Seperti yang sudah dikem ukakan di atas, m isalnya, parle-m en Inggris dan Irlandia yang bersifat bikaparle-m eral parle-m encerparle-m inkan hal itu, yaitu pada sifat perwakilan m ajelis tingginya. Di Inggris hal itu terlihat pada House of Lords, dan di Irlandia pada Senatnya yan g para an ggotan ya sem ua dipilih tidak m elalui sistem yan g m ekanis, tetapi dengan sistem organis.

Karen a dalam sistim m ekan is, wakil-wakil yan g duduk di Badan Perwakilan Rakyat lan gsun g dipilih , dan dalam sistim organ is, wakil-wakil tersebut berdasarkan pen gan gkatan , m aka b a gi n ega r a ya n g m en ga n u t d u a Ba d a n Per wa kila n Ra kya t

13 I sm a il Su n y, S ist im Pem ilih a n Um u m y a n g m en ja m in H a k -h a k

(19)

seperti di In don esia, di m an a an ggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih lan gsun g oleh rakyat, dan di Majelis Perm usyawaratan Rakyat terdapat Utusan Golon gan , m aka kedua sistim tersebut di atas dapat digabu n gkan u n tu k In don esia saat in i. Bah kan d a la m p er kem b a n ga n ket a t a n ega r a a n . kem u d ia n , seb a gia n an ggota Dewan Perwakilan Rakyat dian gkat, dan sebagian besar lain n ya dipilih m elalui pem ilihan um um .

Sistem Distrik dan Proporsional

Sistem yang lebih um um , dan karena itu perlu diuraikan lebih rinci, adalah sistem pem ilihan yang bersifat m ekanis. Sistem in i biasa d ilaksan akan d en gan d u a car a yaitu (1) per wakilan distrik/ m ayoritas (singlem em ber constituencies); dan (2) Sistem perwakilan berim bang (proportional representation).

Sistem yang pertam a, yaitu sistem distrik, biasa dinam akan juga sebagai sistem single m em ber constituencies14 atau sistem

t he w in n er ’s t a k e a ll. Din am akan d em ikian , kar en a wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pem ilihan atau daerah-daerah pem ilihan (dapil) yang jum lahnya sam a dengan jum lah anggota lem b a ga p er wa kila n r a kya t ya n g d ip er lu ka n u n t u k d ip ilih . Misalnya, jum lah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditentukan 50 0 orang, m aka wilayah negara dibagi dalam 50 0 distrik atau daerah pemilihan (dapil) atau constituencies. Artinya, setiap distrik atau daerah pem ilihan akan diwakili oleh hanya satu orang wakil yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu dinam akan sistem distrik, atau single m em ber constituencies.

Sebagian sarjana juga m enam akan sistem ini sebagai sistem m ayoritas, karen a yan g dipilih sebagai wakil rakyat dari suatu d aer ah d it en t u kan oleh siap a yan g m em p er oleh su ar a yan g ter ban yak atau su ar a m ayor itas u n tu k d aer ah itu , sekalip u n kem enangannya hanya bersifat m ayoritas relatif (tidak m ayoritas m utlak). Misalnya, di daerah pem ilihan 1, calon A m em peroleh su ar a 10 0 .0 0 0 , B m em p er oleh su ar a 99.999, C m em p er oleh 10 0 .0 0 1, m aka yang dinyatakan terpilih m enjadi wakil dari daerah

14 Ibid ., h al. 10 ; Lih at ju ga J . A. Cor r y, Dem ocr a tic Gov er n m en t a n d

(20)

pem ilihan 1 untuk m enjadi anggota lem baga perwakilan rakyat adalah C. Sebab, setiap distrik hanya diwakili oleh satu orang yang m em p er oleh s u a r a ya n g p a lin g b a n ya k, m es kip u n b u ka n m ayoritas m utlak.

Kelebihan sistem ini ten tu saja ban yak. Setiap calon dari suatu distr ik, biasan ya adalah war ga daer ah itu sen dir i, atau m eskipun datan g dari daerah lain , tetapi yan g pasti bahwa oran g itu diken al secara baik oleh warga daerah yan g bersan gkutan . Den gan dem ikian , hubun gan an tara para pem ilih den gan para calon harus erat, dan salin g m en gen al den gan baik. Bagi para pem ilih ten tun ya calon yan g palin g m ereka ken al sajalah yan g akan dipilih. Sebalikn ya, karen a calon yan g dipilih adalah oran g yan g sudah diken al den gan baik, ten tu diharapkan bahwa yan g ber san gku t an ju ga su d ah san gat m en ger t i kead aan -kead aan yan g perlu diperjuan gkan n ya un tuk kepen tin gan rakyat daerah yan g diwakilin ya itu.

Sedangkan pada sistem yang kedua, yaitu sistem perwakilan berim ban g atau perwakilan proporsion il,15 persen tase kursi di

lem baga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan persentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Um pam anya, jum lah pem ilih yang sah pada suatu pem ilihan um um tercatat ada 1.0 0 0 .0 0 0 (satu juta) orang. Misalnya, jum lah kursi di lem baga perwakilan rakyat ditentukan 10 0 kursi, berarti untuk satu orang wakil rakyat dibutuhkan suara 10 .0 0 0 . Pem bagian kursi di Badan Perwakilan Rakyat tersebut ter gan tu n g kep ad a ber ap a ju m lah su ar a yan g d id ap at setiap partai politik yang ikut pem ilihan um um . J ika sistem ini dipakai, m aka dalam bentuk aslinya tidak perlu lagi m em bagikan korps pem ilih atas jum lah daerah pem ilihan. Korps pem ilih boleh dibagi atas sejum lah daerah pem ilihan dengan ketentuan bahwa tiap-tiap daerah pem ilihan (dapil) disediakan beberapa kursi sesuai dengan jum lah penduduknya.

Meskipun jum lah kursi un tuk suatu pem ilihan diten tukan sesuai den gan jum lah pen duduk yan g boleh m en gikuti pem ilih-an , dilih-an diten tukilih-an pula bahwa setiap kursi m em butuhkilih-an suara

15 I sm a il Su n y, Op . Cit . Lih a t ju ga Cor r y, Dem ocr a t ic Gov er n m en t

(21)

d alam ju m lah ter ten tu , n am u n apabila ter n yata tid ak sem u a penduduk m em berikan suara atau ada sebagian yang tidak sah, m aka persen tase un tuk satu kursi juga m en jadi berubah. Oleh kar en a it u , sist em p r op or sion al in i d iken al agak r u m it car a p er h it u n ga n n ya . Ba h ka n , s is t em p r op or s ion a l in i d a p a t dilaksanakan dengan ratusan variasi yang berbeda-beda. Nam un, secara garis besar, ada dua m etode utam a yan g biasa diken al sebagai variasi, yaitu m etode single transferable vote dengan hare sy stem , dan m etode list-sy stem.

Pada m etode pertam a, Sin gle Tran sferable Vote den gan

Hare Sy stem, pem ilih diberi kesem patan untuk m em ilih pilihan per tam a, ked u a, d an seter u sn ya d ar i d aer ah pem ilih an yan g bersangkutan. J um lah perim bangan suara yang diperlukan untuk p em ilih d it en t u kan , d an seger a ju m lah keu t am aan p er t am a dipenuhi, dan apabila ada sisa suara, m aka kelebihan suara itu dapat dipin dahkan kepada calon pada urutan berikutn ya, dan dem ikian seterusnya. Dengan kem ungkinan penggabungan suara itu, m aka partai politik yang kecil dim ungkinkan m endapat kursi di lem baga perwakilan rakyat, m eskipun sem ula tidak m encapai jum lah im bangan suara yang ditentukan. Konsekuensi dari sistem in i adalah bah wa pen gh itun gan suara agak berbelit-belit dan m em b u t u h ka n kecer m a t a n ya n g seksa m a . Sed a n gka n p a d a m etode list sy stem, para pem ilih dim inta m em ilih diantara daftar-daftar calon yan g berisi seban yak m un gkin n am a-n am a wakil rakyat yang akan dipilih dalam pem ilihan um um .

Partai politik yan g kecil-kecil biasan ya san gat m en yukai sistim pem ilih an pr opor sion il, kar en a d im u n gkin kan ad an ya pen ggabun gan suara. J ika partai politik A, berdasarkan jum lah im -ban gan suara han ya akan m em pun yai satu oran g wakil yan g duduk di lem baga perwakilan , tetapi karen a m etode perhitun gan berdasarkan hare sy stem, dapat saja m em peroleh 2 (dua) kursi leb ih b a n ya k. Seb a likn ya , s is t im p r op or s ion a l in i ku r a n g disen an gi oleh partai politik yan g besar, karen a perolehan n ya dapat teran cam oleh partai-partai yan g kecil.

(22)

su ar a p em ilih yan g h ilan g d an d iabaikan d alam m ekan ism e pen en tu an wakil r akyat yan g akan ter pilih . Akibat d ar i ha r e sy stem, m aka m em an g tidak ada suara yan g h ilan g, seh in gga oleh karen an ya sistem in i serin g dikatakan lebih dem o-kratis, d a n m en ga kib a t ka n lem b a ga p er wa kila n r a kya t cen d er u n g bersifat lebih n asion al daripada kedaerahan . Nam un , sistem in i b a n ya k ju ga kelem a h a n n ya , m isa ln ya ca r a p er h it u n ga n n ya a ga k r u m it , d a n cen d er u n g m en gu t a m a ka n p er a n a n p a r t a i politik daripada para wakil rakyat secara lan gsun g.

Pendek kata, setiap sistem selalu m engandung kelebihan dan kelem ahannya sendiri-sendiri. Tidak ada yang sem purna di dunia ini. Bahkan, negara-negara yang tadinya m enganut sistem distrik cen derun g berusaha un tuk m en gadopsi sistem sion al, tetapi n egara-n egara yan g biasa den gan sistem propor-sional dan banyak m engalam i sendiri kekurangan-kekurangan-nya, cenderung berusaha untuk m enerapkan sistem distrik yang dian ggapn ya lebih baik. Sem ua pilihan itu tergan tun g tin gkat kebu t u h an r iel yan g d ih ad ap i set iap m asyar akat yan g in gin m em p er kem b a n gka n t r a d is i d a n s is t em d em okr a s i ya n g diterapkan di m asing-m asing negara.

Lembaga Penyelenggara Pemilu

Siapakah yang seharusnya menjadi penyelenggara pemilihan um um ? Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah m enentukan bahwa

“Pem ilihan um um dilaksanakan secara langsung, um um , bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lim a tahun sekali”. Dalam Pasal 22E ayat (5) ditentukan pula bahwa “Pem ilihan um um diselenggara-kan oleh suatu kom isi pem ilihan um um y ang bersifat nasional, tetap, dan m andiri”. Oleh sebab itu, menurut UUD 1945 penye-lenggara pemilihan umum itu haruslah suatu komisi yang bersifat (i) nasional, (ii) tetap, dan (iii) mandiri atau independen.

(23)

Perwakilan Rakyat, (iii) calon atau an ggota Dewan Perwakilan Daerah, (iv) calon atau anggota DPRD, (v) calon atau Presiden a t a u Wa kil P r esid en , (vi) ca lon a t a u Gu b er n u r a t a u Wa kil Gubernur, (vii) calon atau Bupati atau Wakil Bupati, (viii) calon a t a u Wa likot a a t a u Wa kil Wa likot a . Ked ela p a n p ih a k ya n g terdaftar di atas m em pun yai kepen tin gan lan gsun g atau tidak langsung dengan keputusan-keputusan yang akan diam bil oleh Kom isi Pem ilihan Um um sebagai penyelenggara pem ilu, sehingga oleh karenanya KPU harus terbebas dari kem ungkinan pengaruh m ereka itu.

Di Inggris, kom isi sem acam ini dinam akan The Electoral Com m ission d en gan ju m lah an ggota an tar a 5 (lim a) sam p ai dengan 9 (sem bilan) orang Com m issioner yang ditetapkan oleh Ratu atas usul House of Com m ons untuk masa jabatan 10 (sepuluh) tahun.16 Mereka dapat diberhentikan dari jabatannya oleh Ratu

juga atas usul House of Com m ons. Komisi ini diberi tanggung jawab sebagai pen yelen ggar a sem ua kegiatan pem ilih an um um dan referendum yang diselenggarakan di Inggris, baik yang bersifat lokal, regional, m aupun yang bersifat nasional. Dem ikian pula, pem bagian kursi ataupun redistribusi kursi pem ilihan legislatif, pendaftaran partai politik, pengaturan mengenai pendapatan dan pengeluaran partai, kegiatan kampanye dan iklan partai politik di m edia m assa dan m edia elektronika lainnya, sem uanya m enjadi tanggung jawab dari Electoral Com m ission.

Pengadilan Sengketa Hasil Pemilu

H a sil p em ilih a n u m u m b er u p a p en et a p a n fin a l h a sil p en gh itu n gan su ar a yan g d iiku ti oleh p em bagian ku r si yan g d ip er ebu t kan , yan g d iu m u m kan secar a r esm i oleh lem baga pen yelen ggar a pem ilih an um um ser in gkali tidak m em uaskan peser ta pem ilih an um um , yan g tidak ber h asil tam pil sebagai pem en an g. Kadan g-kadan g terjadi perbedaan pen dapat dalam h a sil p er h it u n ga n it u a n t a r a p eser t a p em ilih a n u m u m d a n p en yelen gga r a p em ilih a n u m u m , b a ik ka r en a kesen ga ja a n m au pu n kar en a kelalaian , baik kar en a kesalah an tekn is atau kelem a h a n ya n g b er sifa t a d m in ist r a t if d a la m p er h it u n ga n

(24)

ataupun disebabkan oleh faktor hum an error. J ika perbedaan pen dapat yan g dem ikian itu m en yebabkan terjadin ya kerugian bagi peser ta pem ilih an um um , m aka peser ta pem ilih an yan g d ir u gik a n it u d a p a t m e n e m p u h u p a ya h u k u m d e n ga n m en gajukan perm ohon an perkara perselisihan hasil pem ilihan um um ke Mah kam ah Kon stitusi.17

J enis perselisihan atau sengketa m engenai hasil pem ilihan um um ini tentu harus dibedakan dari sengketa yang tim bul dalam kegiatan kam pan ye, ataupun tekn is pelaksan aan pem un gutan suara. J en is perselisihan hasil pem ilihan um um in i juga harus pula dibedakan dari perkara-perkara pidana yang terkait dengan subjek-subjek hukum dalam penyelenggaraan pem ilihan um um . Siap a saja yan g ter bu kti ber salah m elan ggar h u ku m p id an a, d ian cam d en gan p id an a d an h ar u s d ip er t an ggu n gjawabkan secara pidan a pula m en urut keten tuan yan g berlaku di bidan g peradilan pidana. Misalnya, A m encuri surat suara, m aka hal itu t er golon g p elan ggar an h u ku m p id an a yan g d iad ili m en u r u t prosedur pidana. Sedangkan B m elanggar jadwal kam panye yang m en jadi hak calon lain , m aka pelan ggaran sem acam in i harus diselesaikan secara adm in istratif oleh lem baga pen yelen ggara pem ilihan um um yang bertanggung jawab di bidang itu.

Dem ikian pula jika C m en gajukan perm oh on an perkara perselisihan hasil pem ilu ke Mahkam ah Kon stitusi. Nam un di dalam persidangan di Mahkam ah Konstitusi, C berkolusi dengan p eja b a t Kom isi P em ilih a n Um u m Da er a h (KP UD) d en ga n m em alsukan bukti-bukti di persidangan yang tidak dapat dibantah oleh pejabat Kom isi Pem ilihan Um um (KPU) Pusat dalam per-sid an gan . Di kem u d ian h ar i, ter bu kti bah wa d ata-d ata yan g diajukan oleh KPU Daerah itu palsu, m aka hal tersebut sepenuh-nya m erupakan perkara pidana pem alsuan yang m erugikan sem ua pihak dan harus dipertan ggun gjawabkan secara pidan a. Akan

(25)

tetapi, sepanjang m enyangkut hasil pem ilihan um um yang sudah diputus fin al dan m en gikat oleh Mahkam ah Kon stitusi dalam persidangan yang terbuka untuk um um , persoalan tindak pidana dim aksud tidak lagi ada kaitannya dengan hasil pem ilihan um um . Dalam p er sid an gan d i Mah kam ah Kon st it u si, sem u a p ih ak, term asuk apalagi kepada pihak KPU selaku lem baga penyeleng-ga r a p em ilu d a n p ih a k-p ih a k ya n g kep en t in penyeleng-ga n n ya t er ka it lainnya, sudah diberi kesem patan yang cukup dan leluasa untuk m em bantah atau m enolak bukti-bukti yang diajukan oleh pihak pem ohon perkara, tetapi karena ternyata bukti-bukti dim aksud tidak terbantahkan, m aka perkara perselisihan hasil pem ilu itu sudah diputus final dan m engikat oleh Mahkam ah Konstitusi.18

Biasan ya, hal-hal yan g berken aan den gan kualitas bukti yang dianggap tidak benar itu justru datang belakangan oleh pihak pen yelen ggara pem ilihan um um . Akan tetapi, roda pen yelen g-gar aan n eg-gar a d an p em er in t ah an t id ak boleh d igan t u n gkan kepada kealpaan atau kelalaian penyelenggara pem ilu sebagai satu kesatuan institusi penyelenggara pem ilihan um um di seluruh Indonesia. KPU adalah satu institusi. Perkara perselisihan hasil pem ilu adalah perkara form al yang m em butuhkan teknik-teknik pem buktian yang juga bersifat form al dan dengan jadwal yang pasti. Kepastian hukum sangat diutam akan dalam hal ini. Sikap m engutam akan keadilan bagi satu orang tidak m ungkin dibenar-kan , apabila h al itu justru adibenar-kan m en im buldibenar-kan ketidakpastian hukum (rechtszekerheid). Sebab, dalam jenis perkara perselisihan h a s il p em ilih a n u m u m , t a n p a a d a n ya kep a s t ia n h u ku m (rechtszekerheid) yang tegas, niscaya dapat tim bul ketidakadilan dalam seluruh m ekanism e penyelenggaraan negara dan karena itu dapat m enim bulkan ketidakadilan bagi sem ua warga negara. Tentu tidak sem ua negara m em iliki Mahkam ah Konstitusi ataupun m ekan ism e pen yelesaian perselisihan hasil pem ilihan um um m elalui Mah kam ah Kon stitusi. Di n egara-n egara yan g tidak m em iliki lem baga seperti in i, biasan ya perkara-perkara pem ilu itu langsung ditangani oleh Mahkam ah Agung. Di Am erika

(26)

Serikat, perkara seperti ini juga ditangani oleh Mahkam ah Agung n egara bagian , dan baru setelah itu ditan gan i oleh Mahkam ah Agung Federal. Tetapi, di Brazil, peradilan pem ilu ini dilem baga-kan secar a t er sen d ir i, yait u u n t u k m en an gan i sem u a asp ek perkara hukum yang terkait dengan pem ilihan um um .

Den gan ada m ekan ism e peradilan terhadap sen gketa hasil pem ilihan um um in i, m aka setiap perbedaan pen dapat m en gen ai h a sil p em ilih a n u m u m t id a k b oleh d ikem b a n gka n m en ja d i sum ber kon flik politik atau bahkan m en jadi kon flik sosial yan g diselesaikan di jalan an. Pen yelesaian perbedaan m engenai hasil perhitun gan suara pem ilihan um um m en yan gkut pertarun gan k e p e n t in ga n p o lit ik a n t a r k e lo m p o k wa r ga n e ga r a s u d a h seh ar usn ya diselesaikan m elalui jalan h ukum dan kon stitusi. Den gan kewen an gan n ya un tuk m en gadili dan m en yelesaikan perkara perselisih an h asil pem ilu in i, dapat dikatakan bah wa Mahkam ah Kon stitusi diberi tan ggun g jawab un tuk m en yedia-kan jalan kon stitu si bagi par a pih ak yan g ber sen gketa, yaitu an tara pihak pen yelen ggara pem ilihan um um dan pihak peserta pem ilih an um um .

Partai Politik, Wakil Rakyat, Pemilih, dan Lembaga

Perwakilan

Wakil rakyat, adalah orang yang dipilih oleh rakyat m elalui p em ilih a n u m u m u n t u k b er t in d a k m ewa kili a s p ir a s i d a n kepentingan rakyat. Wakil rakyat dalam hal ini lazim nya adalah an ggot a lem baga p er wakilan at au p ar lem en yan g m em bu at un dan gun dan g dan kebijakan serta m en gawasi pelaksan aan -nya. Untuk dapat m enjadi calon wakil rakyat dengan m engikuti pem ilihan um um , sangat bergantung kepada aturan pem ilihan u m u m yan g d ian u t. Ter d ap at n egar a yan g m en gan u t sistem bah wa u n tu k m en jadi wakil r akyat m elalui pem ilih an u m u m harus m enjadi anggota partai politik dan m elalui pencalonan yang dilakukan oleh partai politik dan tidak m em buka peluang adanya calon perseorangan. Nam un di sisi lain terdapat pula sistem yang m em berikan ruan g kepada calon peroran gan un tuk m en gikuti pem ilihan um um .

(27)

r akyat adalah den gan par tai yan g ber san gku tan . Selan ju tn ya dengan terpilihnya dia sebagai wakil rakyat, berarti rakyat telah memberikan amanat kepadanya untuk memperjuangkan aspirasi m en jad i kebijakan p u blik. Pad a saat p elaksan aan p em ilih an um um , yang m enentukan jadi tidaknya seseorang sebagai wakil rakyat adalah bergantung kepada pilihan rakyat. Hal ini menimbul-kan hubungan hukum antara wakil rakyat dan rakyat pemilihnya (konstituen). Bahwa terdapat kemungkinan bahwa pilihan rakyat lebih bergantung pada partai politiknya dari pada pribadi calon wakil rakyat, tidak menghilangkan hubungan tersebut.

Dalam kon teks In d on esia, seor an g calon an ggota DPR yan g direkrut satu partai politik sebagai peserta pem ilu un tuk m en jadi an ggota DPR, setelah dipilih oleh rakyat pem ilih dan m en gucapkan sum pah jabatan sebagai an ggota DPR, m em iliki h u b u n ga n h u ku m , b u ka n h a n ya d en ga n p a r t a i p olit ik ya n g m erekrut dan m en calon kan n ya dalam pem ilihan um um , tetapi p ilih a n r a kya t p em ilih ya n g kem u d ia n d iku ku h ka n d en ga n pen gan gkatan dan pen gam bilan sum pah sebagai an ggota DPR, telah m elahirkan hubun gan hukum baru di sam pin g yan g telah ada an tara partai politik yan g m en calon kan dan calon terpilih tadi. H u bu n gan h u ku m yan g bar u ter sebu t, tim bu l di an tar a an ggota DPR, den gan rakyat pem ilih dan an ggota DPR den gan (lem b a ga ) n ega r a DP R. H u b u n ga n h u ku m ya n g d em ikia n m elahirkan hak dan kewajiban yan g dilin dun gi oleh kon stitusi d a n h u k u m , d a la m r a n gk a m e m b e r i ja m in a n b a gi ya n g ber san gku t an u n t u k m en jalan kan p er an yan g d ip er cayakan padan ya, baik oleh partai m aupun oleh rakyat pem ilih.

Daftar Pustaka

Assh id d iqie, J im ly, 20 0 5. Kem er d ek a a n Ber ser ik a t , Pem bu ba r a n Partai Politik, dan M ahkam ah Kon stitusi. J akarta: Kon stitusi Pr ess.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 20 0 6. Konstitusi dan Konstitusionalism e Indonesia, Edisi Revisi, J akar ta: Sekr etar iat J en der al dan Kepan iter aan MK RI.

(28)

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 20 0 3.Struktur Ketatan egaraan In don esia Setelah Perubahan Keem pat UUD Tahun 1945. Makalah disam paikan dalam sim posium yan g diselen ggarakan oleh Badan Pem bin aan H ukum Nasion al, Departem en Kehakim an dan H AM.

Bu d ia r d jo , M ir ia m , 19 9 2 . Da s a r - Da s a r I lm u Po lit ik . J a k a r t a : Gram edia Pustaka Utam a.

Cla r k, Alist a ir , 2 0 0 3. Pa r t ies A n d Polit ica l Lin k a g e: T ow a r d s a Com prehen siv e Fram ew ork for An aly sis, Paper prepared for PSA An n u al Con fer en ce, Un iver sity of Leicester , 15th – 17th Ap r il 2 0 0 3.

Corry, J . A., 1960 . Dem ocratic Gov ern m en t an d Poli-tics. Toron to: Un iver sity of Tor on to Pr ess.

H ogan , J am es, 1945. Election an d R epresen tation , Cork Un iversity Pr ess.

Kelsen , H an s, 1961. Gen era l Theory of La w a n d Sta te, New Yor k: Russell & Russell.

Kran en burg, R, dan Tk. B. Sabaroedin , 198 9. Ilm u N egara Um um, Cetakan Kesebelas, J akarta: Pradn ya Param ita.

Leca, J . an d M. Grawitz (eds.), 198 5. Traite de Scien ce Politique, iii, Paris: PUF.

MacIver, RM, 1955. The M odern State, First Edition , Lon don : Oxford Un iver sit y Pr ess.

Men y, Yves an d An dr ew Kn app, 1968 . Gov ern m en t an d Politics in W est er n Eu r op e: Br it a in , Fr a n ce, I t a ly , Ger m a n y , Th ir d Edition , Oxfor d Un iver sity Pr ess.

Mila n , Mich a el T, 2 0 0 3. Con st it u t ion a l La w : T h e M a ch in er y of Gov ern m en t, 4th edition , Lon don : Old Bailey Press.

Oliver, Dawn , 20 0 3. Con stitution al R eform in the UK, Lon don : Oxford Un iver sity Pr ess, h al. 35.

Sch attsch n eid er , E.E, 1975. The Sem isov er eig n Peop le: A r ea list ’s v iew of d em ocr a cy in A m er ica, Illion is: Th e Dr yd en Pr ess H in sd ale.

Soem an tri, Sri, 1968 . Sistim Dua Partai, J akarta: Bin a Tjipta. Soem od ir ed jo, Soegon d o, 1952. Sistim Pem iliha n Um u m, J akar ta:

Nasion al.

(29)

ABSTRAK

PU TU SAN N OMOR 0 0 8 / PU U -IV/ 2 0 0 6

PEN GU J IAN U U N O. 2 2 TAH U N 2 0 0 3

TEN TAN G S U S D U K D AN U U N O. 3 1 TAH U N 2 0 0 2

TEN TAN G PARTAI POLITIK

Putusan Nom or 0 0 8/ PUU-IV/ 20 0 6 ini m erupakan putusan t en t an g Pen gu jian Un d an g-Un d an g Nom or 22 Tah u n 20 0 3 t en t an g Su su n an d an Ked u d u kan Majelis Per m u syawar at an Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Per wakilan Rakyat Daer ah ; dan Un dan g-Un dan g Nom or 31 Tah un 20 0 2 ten tan g Partai Politik yan g dibacakan pada sidang terbuka Mahkam ah Konstitusi pada 21 Septem ber 2 0 0 6 . P er ka r a ya n g d ia ju ka n oleh Djoko E d h i Soet jip t o Abdurahm an – anggota DPR dari Partai Am anat Nasional yang d ib er h en t ika n oleh p a r t a in ya — m en ga ju ka n p er m oh on a n pen gujian terh adap Pasal 8 5 ayat (1) h uruf c UU Susduk dan P a s a l 12 h u r u f b UU P a r p ol. Am a r p u t u s a n n ya a d a la h m enyatakan perm ohonan pem ohon ditolak untuk seluruhnya.

Dalam p u tu san in i, Mah kam ah Kon stitu si m en yatakan bah wa t elah n yat a t id ak t er d ap at alasan u n t u k m en yat akan keten tu an Pasal 12 h u r u f b UU Par pol ber ten tan gan d en gan P a s a l 2 8 D a ya t ( 1) U U D 19 4 5 t e n t a n g h a k a t a s ja m in a n kepastian h u ku m . J u str u ad an ya keten tu an Pasal 12 h u r u f b in ila h ya n g m e m b e r ik a n k e p a s t ia n h u k u m b a gi b e r h e n t i a n t a r wa k t u n ya s e s e o r a n g d a r i k e a n ggo t a a n DP R k a r e n a diusulkan oleh partain ya, sebagaim an a diatur dalam Pasal 8 5 ayat (1) huruf c UU Susduk. J uga tidak ada alasan hukum un tuk m en yatakan Pasal 12 huruf b UU Parpol berten tan gan den gan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945 yan g sam a sekali tidak m en gan dun g m uatan h ak kon stitusion al.

Sekaligu s, tidak pu la ada alasan h u ku m un tuk m en gu ji kon stitusion alitas Pasal 12 huruf b UU Parpol den gan Pasal 28 D

Pe n ga n ta r Re d a ks i:

(30)

ayat (2) UUD 1945, yan g m en gatur ten tan g hak-hak ekon om i (econ om ic rights) sem en tara yan g m en jadi m asalah (legal issue) dari perm ohon an a quo adalah m asalah (legal issue) yang berada di wilayah hak-hak sipil dan politik (civ il and political rights). Sebagaim an a telah dikem ukakan dalam pertim ban gan di atas, bah wa p em bu kt ian in kon st it u sion alit as Pasal 12 UU Par p ol m er u pakan syar at bagi in kon stitu sion alitas Pasal 8 5 ayat (1) h u r u f c UU Su s d u k , m a k a d e n ga n t id a k t e r b u k t i a d a n ya in kon stitusion alitas keten tuan Pasal 12 huruf b UU Parpol secara m u t a t is m u t a n d is m e n ggu gu r k a n d a lil P e m o h o n t e n t a n g in kon stitusion aln ya Pasal 8 5 ayat (1) huruf c UU Susduk.

Men u r u t Mah kam ah Kon st it u si alasan ber h en t i an t ar -waktunya seseorang dari keanggotaan DPR karena diusulkan oleh partain ya, sebagaim an a diatur dalam Pasal 8 5 ayat (1) huruf c UU Susduk adalah konsekuensi dari pengakuan akan hak partai u n t u k m en gu s u lka n p en gga n t ia n a n t a r wa kt u a n ggot a n ya m au pu n h ak u n tu k m em ber h en tikan an ggotan ya d i lem baga p er wa kila n r a kya t s es u a i d en ga n p er a t u r a n p er u n d a n g-undangan, sebagaim ana diatur dalam Pasal 8 huruf f dan g juncto

(31)

“RECALL”: AN TARA H AK PARTAI

POLITIK D AN H AK BERPOLITIK

AN GGOTA PARPOL

Oleh DR. M. HADI SHUBHAN, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum

Universitas Airlangga, Surabaya

PENDAHULUAN

Pasca Perubahan Undan g-Un dang Dasar 1945, eksistensi dan peran an lem baga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sem akin m en guat diban din gkan den gan pen gaturan sebelum Perubahan U U D 19 4 5 t e r s e b u t . Se d a n gk a n p u n ca k d a r i p e n gu a t a n kelem bagaan DPR adalah pada era pasca Pem ilu 1999. Sebagai bukti pen guatan kelem bagaan DPR saat itu adalah DPR sebagai a k t o r p e n u r u n a n Gu s Du r d a r i k u r s i k e p r e s id e n a n d a n m en ggan t ikan n ya d en gan Megawat i Soekar n o Pu t r i sebagai Presiden . Kelem bagaan DPR saat itu dikatakan sebagai lem baga

superbody.

(32)

um um n ya perkem ban gan partai politik berjalan lin ier den gan perkem bangan dem okrasi, dalam hal perluasan hak pilih rakyat dan perluasan hak-hak parlem en.1 Penguatan kelem bagaan partai

politik in i m en gakibatkan posisi tawar kuat dari partai politik terhadap lem baga eksekutif m aupun stakeholders partai politik itu sendiri term asuk anggota partai politik —yang sekaligus juga a n ggot a DP R— m er u p a ka n r ep r esen t a si d a r i p a r t a i p olit ik tersebut.

Pada um um n ya partai politik m erupakan peserta dalam suatu pem ilihan um um yan g m em ilih an ggota DPR. Proposisi in i secara tegas din yatakan dalam Perubahan UUD 1945. Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 m en yebutkan bahwa Peserta pem ilihan um um un tuk m em ilih an ggota Dewan Perwakilan Rakyat dan an ggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. H al in i m en un jukkan bahwa pen em patan seoran g an ggota DPR adalah m erupakan pem berian m an dat dari sebuah partai politik. Kon struksi hukum an tara partai politik, DPR, dan an ggota DPR yan g seperti itu m en im bulkan persoalan lebih lan jut, yakn i apakah kean ggotaan seseoran g sebagai an ggota DPR m erupakan kewen an gan m utlak dari partai politik yan g n otaben e sebagai peserta pem ilu ataukah m asin g-m asin g an ggota DPR m em liki kem an dirian yan g terlepas dari partai politikn ya?. Dan apakah seoran g an ggota DPR dapat ditarik kem bali (recall) oleh partai politik yan g telah m en g-en dorse-n ya sebagai an ggota parlem en ? Persoalan in ilah yan g kem udian dijadikan m ateri dalam perm ohonan pengujian Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Nom or 22 Tah u n 20 0 3 t en t an g Su su n an d an Ked u d u kan Majelis Per -m usyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Per-wakilan Daer ah , dan Dewan Per Per-wakilan Rakyat Daer ah ; dan Pasal 12 huruf b UU Nom or 31 Tahun 20 0 2 tentang Partai Politik terhadap UUD 1945, yang diajukan oleh (m antan) anggota DPR yang bernam a Djoko Edhi Soetjipto Abdurahm an ke Mahkam ah Konstitusi RI.

1 Mau r ice Du ver ger , “Political Par ties: Th eir Or gan ization an d

(33)

Duduk Perkara dan Putusan MK

Duduk Perkara

R ecall atau yan g oleh UU Partai Politik disebut sebagai p er ga n t ia n a n t a r wa kt u oleh p a r t a i p olit ik s eb elu m m a s a jabatan n ya habis diajukan pen gujian ke Mahkam ah Kon stitusi oleh sa la h sa t u a n ggot a DP R, ya kn i Djoko Ed h i Soet jip t o Abdurah m an . Djoko Edh ie m en gajukan uji m ateri kh ususn ya terhadap ketentuan Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Nom or 22 Tahun 20 0 3 tentang Susduk dan Pasal 12 huruf b UU Nom or 31 Tahun 20 0 2 ten tan g Par pol yan g diun dan gkan pada tan ggal 31 J uli 20 0 3.

Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Susduk m enyatakan bahwa,

“Anggota DPR berhenti antarw aktu karena: c. diusulkan oleh partai politik y ang bersangkutan.” Sedangkan Pasal 12 huruf b UU Parpol m en yatakan bah wa, “An ggota partai politik y an g m enjadi anggota lem baga perw akilan raky at dapat diberhenti-kan keanggotaanny a dari lem baga perw akilan raky at apabila: b. d iberhen tik a n d a ri k ea n g g ota a n p a rta i p olitik y a n g ber-sangkutan karena m elanggar anggaran dasar dan anggaran rum ah tangga.”

Ad a p u n b eb er a p a a r gu m en t a s i d a r i p em oh on u n t u k m en gajukan uji kedua pasal tersebut terhadap UUD 1945 an tara lain :

(34)

-aturan perundang-undangan telah diakom odir oleh Pasal 85 ayat (2) huruf d dan huruf e UU Nom or 22 Tahun 20 0 3 yang kewen an gan p em ber h en t ian n ya m er u p akan kewen an gan pem im pin DPR sebagaim ana ketentuan Pasal 85 ayat (3) UU Nom or 22 Tahun 20 0 3, dan bukan kewenangan Partai Politik 3. Bahwa berdasarkan argum en-argum en di atas telah jelas dan t egas bah wa ket en t u an yan g m en yat akan “An g g ot a DPR berhenti antarw aktu karena:c. diusulkan oleh partai politik y ang bersangkutan” pada Pasal 85 ayat (1) huruf c UU Nom or 22 Tah un 20 0 3 ten tan g Susduk dan Pasal 12 h ur uf b UU N om or 3 1 Ta h u n 2 0 0 2 t en t a n g P a r t a i P olit ik a d a la h m erupakan kriteria pem berhentian yang tidak terukur yaitu m em berikan hak subjektif kepada partai politik dan pengurus partai yang dapat m elahirkan kesewenang-wenangan partai politik terhadap anggotanya yang m enjadi anggota DPR tetapi tidak sejalan atau berbeda pen dapat dalam m en yam paikan atau m en yuarakan aspirasi kon stituen atau rakyat pem ilih, bahkan dapat terjadi karena adanya perasaan suka dan tidak suka dari Pengurus Partai Politik terhadap anggotanya yang m en jadi an ggota DPR karen a berlaku/ bersuara vokal dan / atau m encoba m em beberkan hal-hal buruk yang m enyentuh pribadi Pengurus Partai Politik yang bersangkutan;

4. Bah wa keten tuan Pasal 8 5 ayat (1) h uruf c UU Nom or 22 Tahun 20 0 3 dan Pasal 12 huruf b UU Nom or 31 Tahun 20 0 2 tentang Partai Politik ini lebih jauh akan berwujud m enjadi suatu tin dakan yan g m elawan asas dem okrasi, m em batasi h a k-h a k a n ggot a DPR d a la m m em b er ika n p er t a n ggu n g-jawaban m oral dan politik kepada konstituen dan m engebiri hak politiknya dalam m enjalankan tugas yang diem ban dari kon s t it u en n ya , s er t a m ela wa n a s a s kep a s t ia n h u ku m karenanya ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan (2), Pasal 28 C ayat (2), dan Pasal 28 D ayat (1) dan (2) UUD 1945.

Sedangkan atas argum entasi pem ohon tersebut, pem erintah berpendapat sebaliknya, yakni:

(35)

kewa jib a n sa m p a i kea n ggot a a n d a n ked a u la t a n a n ggot a partai politik. Den gan dem ikian seoran g warga n egara yan g m em ilih dan bergabun g (apalagi m en jadi pen gurus) dalam partai politik tertentu m aka dengan sendirinya secara sukarela m en un dukkan diri, terikat dan m en yetujui an ggaran dasar dan an ggaran rum ah tan gga (AD/ ART) partai politik yan g ber san gku t an (v id e Pasal 10 d an Pasal 11 UU Nom or 31 Tahun 20 0 2 ten tan g Partai Politik);

2. Bahwa setiap an ggota DPR walaupun dipilih secara lan gsun g oleh pem ilih n ya (kon stitu en) di daer ah pem ilih n ya tetapi pen calon an n ya d iu su lkan oleh par tai politik ter ten tu d an sudah baran g ten tu calon legislatif (caleg) tersebut m en jadi an ggota partai politik, den gan kata lain “tan pa partai politik m ustahil seseoran g dapat m en jadi an ggota DPR”, selain itu setiap an ggota Dewan Perwakilan Rakyat tergabun g dalam “Fraksi” yan g m erupakan represen tasi dari eksisten si partai politik di lem baga Dewan Perwakilan Rakyat;

3. Bah wa d alam r an gka m en egakkan otor itas d an in tegr itas partai politik, m aka partai politik dapat m en gusulkan kepada p im p in a n DPR u n t u k m em b er h en t ika n (r eca ll) a n ggot a partai politik yan g m en jadi an ggota DPR, karen a dian ggap m ela n gga r a n gga r a n d a sa r d a n a n gga r a n r u m a h t a n gga (AD/ ART) p ar tai p olitik (Pasal 12 h u r u f b UU Nom or 31 Tahun 20 0 2 juncto Pasal 8 5 ayat (1) huruf c UU Nom or 22 Tahun 20 0 3);

4 . Ba h wa u su l p em b er h en t ia n a n ggot a p a r t a i p olit ik ya n g m en jad i an ggot a DPR t id ak d ilaku kan secar a sewen an g-we n a n g, k a r e n a s e b e lu m u s u l p e m b e r h e n t ia n s e b a ga i an ggota DPR oleh partai politik yan g bersan gkutan m aupun p r oses p em b er h en t ia n oleh p im p in a n DP R, m a ka ya n g ber san gkutan diber ikan h ak un tuk m elakukan pem belaan d ir i, h a l in i d im a ks u d ka n u n t u k m e n ce ga h t ir a n i d a n

... dalam rangka menegakkan otoritas dan integritas

partai politik, maka partai politik dapat mengusulkan

(36)

ke s e we n a n g- we n a n ga n p a r t a i p o lit ik d a la m m e -r eca ll

an ggot an ya d ar i kean ggot aan DPR. Lem baga r eca ll ju ga tidak dim aksudkan un tuk dom in asi partai politik yan g tan pa batas (tir an i par tai politik), tetapi h ar u s d iletakkan pad a k e r a n gk a p r o p o r s io n a lit a s d a n o b ye k t ifit a s m e n u r u t ket en t u a n p er u n d a n g-u n d a n ga n ya n g b er la ku . Lem b a ga

r eca ll ber tu ju an u n tu k m elaku kan p en gawasan (con t r ol)

terhadap an ggota partai politik yan g m en jadi an ggota DPR, ya n g p a d a gilir a n n ya d ih a r a p ka n d a p a t m en in gka t ka n kin erja, akuntabilitas dan integritas anggota DPRitu sendiri.

Ad ap u n d ar i p ih ak DPR m em ber ikan keter an gan yan g h a m p ir s a m a d e n ga n k e t e r a n ga n ya n g d is a m p a ik a n o le h pem erin tah. Pihak DPR m elalui kuasan ya, yakn i Nursyahban i Kan tjasun gkan a m em berikan keteran gan khususn ya berkaitan d en gan sejar ah d an su asan a kebatin an waktu ter ben tu kn ya n orm a Pasal 12 huruf b tersebut. Dijelaskan oleh Nursyahban i bahwa pada saat pem bahasan situasi para an ggota DPR diliputi k e ge lis a h a n , k a r e n a a d a k a s u s s e o r a n g a n ggo t a P a r p o l d ib er h en t ika n , a ka n t et a p i t id a k b isa d i r eca ll wa kt u it u , sem en t ar a t u n t u t an m asyar akat u n t u k m em p u n yai an ggot a MPR, DPR, DPD dan DPRD yan g akun tabel terh adap rakyat. An ggo t a DP R ya n g d ia n gga p k u r a n g b e r k o m it m e n a t a u m elan ggar kon st it u si, an ggar an d asar d an an ggar an r u m ah tan gga dari m asin g-m asin g an ggota Parpol dan harus m elalui proses pem eriksaan dan verifikasi ten tan g dugaan pelan ggaran atau kewajiban yan g dibeban kan an ggota partai tersebut, secara u m u m p a r t a i- p a r t a i m e m ilik i Ba d a n Ke h o r m a t a n . I n i m en un jukkan bahwa pen ghen tian sebagai an ggota Parpol yan g m en yebabkan recall sebagaim an a diatur oleh un dan g-un dan g a t a u p er ga n t ia n wa kt u , it u t id a k b isa d ila ku ka n sewen a n g-wen an g dan ten tun ya harus m em alui koridor un dan g-un dan g. DPR berpen dapat Pasal 8 5 ayat (1) huruf c UU Susduk dan Pasal 12 huruf b UU Parpol tidak berten tan gan den gan Pasal 22E ayat (1) dan (2) dan Pasal 28 UUD 1945.

(37)

Ahli, yakn i H arun Al Rasyid, Den n y In drayan a, dan Arbi San it b e r p e n d a p a t b a h wa r eca ll m e r u p a k a n k e t e n t u a n ya n g b e r t e n t a n ga n d e n ga n k o n s t it u s i d a n k a r e n a n ya h a r u s d in ya t a ka n t id a k m em p u n ya i keku a t a n h u ku m m en gika t . Ar gum en tasi ah li ter sebut adalah bah wa reca ll ber ten tan gan dengan hak berpolitik dan hak berekspresi. Dengan adanya recall

m aka an ggota p ar tai p olitik bu kan m ewakili r akyatn ya akan tetapi m ewakili partai politik dan h al itu berarti m en gin gkari m akn a dari kelem bagaan DPR yan g m erupakan kepan jan gan d ar i d ewan p er wakilan r akyat d an bu kan d ewan p er wakilan partai politik.

Sem en tara ada ahli yan g berpen dapat sebalikn ya. Mahfud MD justru berpen dapat bah wa UUD1945, yaitu Pasal 22B itu m en yebutkan m asalah pem berhen tian an ggota DPR itu diatur oleh un dan g-un dan g. Sem en tara itu UUD 1945 tidak m en yebut-kan jen is-jen is ukuran ten tan g apa yan g m en jadi alasan oran g diberhen tikan atau tidak, tetapi m en yerahkan kepada un dan g-u n d an g. Kar en a sifatn ya ter bg-u ka yaitg-u m en yer ah kan kepad a un dan g-un dan g, m aka MK han ya bisa m em utus berten tan gan atau tidak den gan perin tah UUD. Masalah yan g dihadapi oleh p em oh on b u ka n la h kon flik a n t a r a u n d a n g-u n d a n g d en ga n UUD t et a p i kon flik AD/ ART b a r a n gka li t er h a d a p u n d a n g-u n d an g, d an m en g-u r g-u t ah li tid ak ad a h ak-h ak kon stitg-u sion al yan g secara lan gsun g.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Referensi

Dokumen terkait

Belajar dari dampak bencana yang terjadi, program PRB dengan pelaksa- naan program mitigasi bencana menjadi kebutuhan yang wajib dilakukan mela- lui pendidikan

yang baik dengan naungan atau tanpa naungan pada jati lokal (Tectona

Kerajaan­kerajaan bercorak Hindu­Buddha, seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Singhasari, dan Majapahit, dalam

Fermentasi dengan minyak kelapa sawit sebagai sumber karbon dan menggunakan alat fermentor (bioreaktor) dengan kapasitas 15 liter ternyata menghasilkan P(3HB) dalam

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang.

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan

Understanding Teacher Professional Development of a Pre-Service Teacher through Teaching Ideologies Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

• Apabila mata pelajaran yang tidak tuntas adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Fisika (2 mp ciri khas program Bahasa dan 1 ciri khas program IPA), maka peserta