KONSEP DASAR HAWALAH (PENGALIHAN HUTANG) DALAM
dengan orang. Bila kata ini dihubungkan pada lafadz fiih, mengandung arti aturanyang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam pergaulan hidup di dunia. Ini merupakan imbangan dari fiih ibadat yang mengatur hubungan lahir antara seseorang dengan Allah pencipta.1
Muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling bertukar manfaat, selain itu menurut Idris Ahmad muamalah adalah aturan Allah
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya untuk cara yang paling baik. Menurut Rasyid Ridho muamalah adalah tukar menukar barang yang bermanfaat dengan
cara-cara yang telah ditentukan.
Kalau ketiga defnisi di atas, ditelaah secara seksama fiih muamalah
dalam arti sempit menekankan keharusan untuk mentaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperoleh,mengatur, mengelola,dan mengembangkan mal (harta benda).
Namun, menurut pengertian muamalah di atas, fiih muamalah mencakup berbagai
hal yang berkaitan dengan harta, seperti salah satunya Hiwalah / Al-Hawalah yang akan dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HAWALAH
Menurut bahasa yang dimaksud dengan hawalah ialah al-intiqal dan
al-tahwil, yang artinya ialah memindahkan atau mengoperkan2. Maka
Abdurrahman al – Jaziri, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
hawalah menurut bahasa ialah:
لحم ىلْا لحم نم لقنلا
Artinya: “ Pemindahan dari satu tempat ke tempat yang lain”
Sedangkan pengertian hawalah menurut istilah 3, Para Ulama berbeda – beda
dalam mendefnisikannya, antara lain sebagai berikut:
a. Menurut Hanafyah, yang dimaksud hiwalah ialah:
ْمَزَتْلُمْلا ِةّمِذ ىَلِإ ِنْوُيْدَمْلا ِةّمِذ ْنِم ِةَبَلاَطُمْلا ُلْقَن
Artinya: “Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yang berhutang kepada yang
lain yang punya tanggung jawab kewajiban pula.”
2 ) Lihat, Hendi Suhendi, Fiih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafndo Persada, 2002), hlm.
99-101
b. Ibrahim Al-banjuri berpendapat bahwa hiwalah ialah:
ِهْيَلَع ِل اَحُمْلا ِةّمِذ ىَلِإ ِلْيِحُمْلا ِةّمِذ ْنِم ّقَحْلا ُلْقَن
Artinya: “Pemindahan kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi beban yang
menerima pemindahan.” 4
c. Menurut Taqiyyudin, yang dimaksud dengan hiwalah ialah:
ٍةّمِذ يَلِإ ٍةّمِذ ْنِم ِنْيّدلا ُل اَقِتْنإ
Artinya: “Pemindahan utang dari beban sesorang menjadi beban orang lain.” 5
B. DASAR HUKUM HAWALAH
Hiwalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma’:
1. Hadits
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah saw,
bersabda:
عبتيلف يلم ىلع مكدح أ عبت أ اداف ملظ ينغل ا لطم
“Memperlambat pembayaran hukum yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan
zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka
hendaklah ia beralih(diterima pengalihan tersebut)”.(HR Jama’ah) 6
Pada hadits ini Rasulullah memerintahkan kepada orang yang menghutangkan, jika orang
yang berhutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia
menerima hiwalah tersebut, dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang
dihiwalahkannya (muhal'alaih), dengan demikian hakknya dapat terpenuhi (dibayar).
Kebanyakan pengikut mazhab Hambali, Ibnu Jarir, Abu Tsur dan Az Zahiriyah berpendapat :
bahwa hukumnya wajib bagi yang menghutangkan (da'in) menerima hiwalah, dalam rangka
mengamalkan perintah ini. Sedangkan jumhur ulama berpendapat : perintah itu bersifat sunnah.
2. Ijma’
Para ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada hutang yang tidak
berbentuk barang/ benda, karena hawalah adalah perpindahan utang, oleh sebab itu harus pada
utang atau kewajiban finansial. 7
C. RUKUN HAWALAH
Menurut Mazhab Hanafi, rukun hawalah hanya: ijab (pernyataan melakukan hawalah), dari pihak
pertama dan qabul (pernyataan menerima hawalah) dari pihak kedua dan ketiga.8
6 ) Lihat, M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta : Raja Grafndo
Pesada, 2003), hlm. 220
7 ) Lihat, Muhammad Syaf’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, hlm. 127 8 ) Lihat, M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam ( Jakarta: Raja Grafndo
Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun hawalah ada 6(enam):
1. Pihak pertama
2. Pihak kedua
3. Pihak ketiga
4. Ada hutang pihak pertama kepada pihak kedua.
5. Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama.
6. Ada sighah (pernyataan hawalah).9
D. SYARAT-SYARAT HAWALAH
Didalam bukunya Sayyid Sabiq syarat sah hiwalah ada empat yaitu; 10
Ada kerelaan muhil (orang yang berhutang dan ingin memindahkan hutang)
Ada persetujuan dari muhal (orang yang memberi hutang)
Hutang yang akan dialihkan keadaannya masih tetap dalam pengakuan
Adanya kesamaan hutang muhil dan muhal ‘alaih (orang yang menerima pemindahan hutang)
dalam jenisnya, macamnya, waktu penangguhannya dan waktu pembayarannya.Dengan hiwalah
hutang muhil bebas.11
E. JENIS-JENIS HAWALAH
9 ) Ibid.
10 ) Lihat, Sayid Sabii, Fikih Sunnah ( Bandung: Al – Ma’arif,1987), hlm. 43
11 ) Lihat, Mustofa Dib al – bugha, Fiiih Islam lengkap penjelasan hukum – hukum islam
Menurut Mazhab Hanafi, ada dua jenis hawalah yaitu hawalah Muthlaqoh dan hawalah
Muqoyyadah.
a. Hawalah Muthlaqoh
terjadi jika orang yang berhutang (orang pertama) kepada orang lain ( orang kedua)
mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga tanpa didasari pihak ketiga ini berhutang
kepada orang pertama. Jika A berhutang kepada B dan A mengalihkan hak penagihan B
kepada C, sementara C tidak punya hubungan hutang pituang kepada B, maka hawalah ini
disebut Muthlaqoh. Ini hanya dalam madzhab Hanafi dan Syi’ah sedangkan jumhur ulama
mengklasifikasikan jenis hawalah ini sebagai kafalah.
b. Hawalah Muqoyyadah
terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal kepada Muhal Alaih karena yang
terakhir punya hutang kepada Muhal. Inilah hawalah yang boleh (jaiz) berdasarkan
kesepakatan para ulama.
F. HAKIKAT HAWALAH
Kalangan Hanafiah dan Malikiah berpendapat bahwa hawalah adalah pengecualian
dalam transaksi jual beli, yakni menjual hutang dengan hutang. Hal ini karena manusia sangat
membutuhkannya. Hal ini juga merupakan pendapat yang paling dianggap sahih di kalangan
Syafi’iah dan juga menurut salah satu riwayat di kalangan Hanabilah. Dasarnya adalah Hadist
yang artinya : “jika salah seorang dari kamu sekalian dipindahkan hutangnya kepada orang
Yang sahih menurut Hanabilah bahwa hawalah adalah murni transaksi irfaq (memberi
manfaat) bukan yang lainnya.12
Ibnu al-Qayyim berkata, “Kaidah-kaidah syara’ mendukung dibolehkannya hawalah, dan
ini sesuai dengan qiyas.13
G. BEBAN MUHIL SETELAH HAWALAH
Apabila hawalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggung jawab muhil gugur. Andaikata muhal
‘alaih mengalami kebangkrutan atau membantah hawalah atau meninggal dunia, maka muhal tidak boleh
kemali lagi kepada muhil, hal ini adalah pendapat ulama jumhur.
Menurut Imam Malik, orang yang menghawalahkan hutang kepada orang lain, kemudian muhal
‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia dan ia belum membayar kewajiban, maka muhal
tidak boleh kembali kepada muhil.14
Abu Hanifah, Syarih dan Ustman berpendapat bahwa dalam keadaan muhal ‘alaih mengalami
kebangkrutan atau meninggal dunia, maka orang yang menghutangkan (muhal) kembali lagi kepada
muhil untuk menagihnya.15
H. BERAKHIRNYA AKAD HAWALAH 16
Akad hawalah akan berakhir oleh hal-hal berikut ini,
12 ) Lihat, Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz II, hlm. 299
13 ) Lihat, Ibnu al – Qayyim, I’lam al – Muwaiii’in, Juz I, hlm. 439
14 ) Lihat, Hendi Suhendi, Fiih Muamalah (Jakarta: Raja Grafndo Persada, 2008), hlm. 103 15 ) Lihat, Sayid Sabii, Fikih Sunnah ( Bandung: Al – Ma’arif,1987), hlm. 44
1. Karena dibatalkan atau fasakh. Ini terjadi jika akad hawalah belum dilaksanakan sampai
tahapan akhir lalu difasakh. Dalam keadaan ini hak penagihan dari Muhal akan kembali lagi kepada
Muhil.
2. Hilangnya hak Muhal Alaih karena meninggal dunia atau bangkrut atau ia mengingkari adanya
akad hawalah sementara Muhal tidak dapat menghadirkan bukti atau saksi.
3. Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini berarti akad hawalah
benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
4. Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hawalah karena pewarisan
merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika akad ini hawalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah
akad hawalah itu menurut madzhab Hanafi.
5. Jika Muhal menghibahkan atau menyedekahkan harta hawalah kepada Muhal Alaih dan ia
menerima hibah tersebut.
6. Jika Muhal menghapusbukukan kewajiban membayar hutang kepada Muhal Alaih.
I. APLIKASI DALAM PERBANKAN17
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut,
a. Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang itu kepada bank,
bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
b. Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarkan dulu
piutang tersebut.
c. Bill discounting. Secara prinsip, bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan
pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.
J. MANFAAT HAWALAH 18
Seperti diuraikan diatas, akad hawalah dapat memberikan banyak sekali manfaat dan keuntungan,
diantaranya:
a. Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan simultan,
b. Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan,
c. Dapat menjadi salah satu fee-based income/sumber pendapatan nonpembiayaan bagi bank
syari’ah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hiwalah secara bahasa artinya pemindahan atau pengoperan. Sedang menurut
istilah hiwalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari
satu orang kepada orang lain. Hukumnya hiwalah adalah Mubah.
Rukun Hiwalah ada empat yaitu:
1. Muhil (orang yang meminjami hutang) dengan syarat harus berakal dan baligh.
2. Muhal (orang yang berhutang) dengan syarat harus berakal dan baligh.
3. Muhal ‘alaih (orang yang menerima hiwalah).
4. Muhal Bih (hutang yang dipindahkan) dengan ketentuan barangnya harus jelas.
Sedangkan syarat hiwalah itu ada empat, yaitu :
§ Ada kerelaan muhil (orag yang berhutang dan ingin memindahkan hutang)
§ Ada persetujuan dari muhal (orang yang member hutang)
§ Adanya kesamaan hutang muhil dan muhal ‘alaih (orang yang menerima pemindahan
hutang) dalam jenisnya, macamnya, waktu penangguhannya dan waktu pembayarannya.
Dengan hiwalah hutang muhil bebas.
Hiwalah akan berakhir jika akad hiwalah telah fasakh (rusak), karena
meninggalnya muhal dan muhal ‘alaih, mewarisi, menghibahkan, menyedekahkan harta
hiwalah, dan muhal membebaskan muhal alaih.
Adapun contoh Hiwalah seperti Ali mempunyai sejumlah hutang kepada Bakar
dan Bakar mempunyai hutang kepada Umar dalam jumlah byang sama. Karena Bakar
tidak mampu membayar hutangnya, ia berunding dengan Ali agar hutangnya itu
ditagihkan kepada Umar. Dalam hal ini, Umar yang berhubungan langsung dengan Ali,
sedangkan Bakar terlepas dari tanggung jawab hutang.
B. KRITIK & SARAN
Demikianlah makalah tentang Pemindahan utang piutang (Hawalah) yang dapat
kami uraikan, semoga memberikan manfaat bagi kita dan dapat menambah khazanah
keilmuan, khususnya mengenai bahasan dalam Fiqh Mu’amalah.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam tulisan maupun penyusunannya, karena selain kami masih dalam tahap
belajar, kami juga manusia biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi perbaikan makalah
DAFTAR PUSTAKA
- Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta : Prenada Media, 2003), hlm. 175
- Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 99-101
- Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz II, hlm. 299
- Ibnu al – Qayyim, I’lam al – Muwaqqi’in, Juz I, hlm. 439
- Sayid Sabiq, Fikih Sunnah ( Bandung: Al – Ma’arif,1987), hlm. 43
- Mustofa Dib al – bugha, Fiqih Islam lengkap penjelasan hukum – hukum islam mazhab syafi’i
(Solo: Media Zikir, 2009), hlm. 279
- Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, hlm. 127
- M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm. 222
- al-Bajuri,Usaha Keluarga,Semarang,hlm. 376
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Allah SWT, berkat Rahmat dan nikmat-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas yang diberikan Dosen pengajar.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna disebabkan karena terbatasnya waktu
& kemampuan pengetahuan baik teori maupun praktek. Dengan demikian kelompok ini mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca guna memperbaiki dan menyempurnakan
panulisan makalah ini.
Kiranya Allah SWT menyertai kita sekalian, dengan harapan pula agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Penyusun,