• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sengketa Demokrasi Membuahkan Konflik di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sengketa Demokrasi Membuahkan Konflik di"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Sengketa Demokrasi Membuahkan Konflik di Tanah Papua

Oleh Ernest Pugiye.

Sekalipun sengketa pilpres sudah dituntaskan oleh Mahkamah Konstitusi pada 21 Agustus 2014, sengketa pileg sudah semakin marak terjadi di kalangan birokrasi pemerintahan Papua.

Setiap calon pemimpin dan tim suksesi dari setiap calon telah mengajukan materi gugutan ketika sengketa tersebut diproses di Mahkamah Konstitusi pada dua pekan yang lalu. Ada persoalan fundamental bahwa pada satu sisi, para calon pileg melalui para KPU di Indonesia telah

menyampaikan hasil rekapitulasi Pileg kepada Mahkamah Konstitusi (MK) tanpa menjiwai nilai-nilai demokrasi yang berlaku di Indonesia secara umum.

Namun pada sisi lain, mereka telah berjuang nilai-nilai demokrasi dengan menyampaikan proses dan hasil pelaksaknaan Pileg di seluruh wilayah di Indonesia kepada public termasuk kepada MK.

Nilai demokrasi yang telah menjadi korban dari proses pelaksanaan pileg kali ini adalah suara kedaulatan rakyat. Pileg sudah semakin membuah masalah dan konflik Papua yang

berkelimpahan, karena ada pengorbanan atas nilai demokrasi rakyat. Faktanya jelas bahwa setelah MK menuntaskan sengketa kode etik Pilres di Negara Republik Indonesia, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kini kembali focus menuntaskan perkara dugaan pelanggaran yang terjadi saat pemilu legislatif 9 April lalu.

Tercatat bahwa ada sebanyak 90 perkara Pileg yang masih belum dituntaskan oleh DKPP dalam pelaksanaan Pileg, 2014. Hal ini diungkapkan salah satu juru bicara sekaligus anggota DKPP, Nur Hidayat Sardini, di Jakarta, Rabu(27/08).

(2)

Bagi Papua, realitas masalah pileg ini menunjukkan secara jelas bahwa demokrasi yang

bertumpu pada kedaulatan rakyat mulai semakin dikorbankan oleh semua pemangku kepentingan politik (stakeholder) termasuk KPU, Bawaslu, Panwaslu, Militer dan para elit politik lainnya. Fenomena ini justru mengakibatkan suburnya pelanggaran HAM yang lebih parah lagi di Papua. Banyak rakyat yang tidak punya apa-apa dan saleh menjadi korban tanpa demokrasi yang

berdaulat dari rakyat dan untuk rakyat.

Karena itu, sekarang ini, kita harus berani mengatakan bahwa sengketa demokrasi pileg membuah semakin paling banyak konflik bagi Papua.

Pelanggaran Kode Etik

Papua adalah daerah paling amat subur terjadinya pelanggaran HAM. Banyak media massa baik eletronik seperti TVone, Metro maupun media cetak seperti cenderawasih pos, Papua pos, tabloid jubi.com, majalahselangkah.com dan suara pembaruan serta kompas, Jakarta pos dan tempo telah memperlihatkan bahwa Papua sampai kini masih tetap dalam sona darurat kemanusiaan. Papua penuh dengan dosa Negara, memorial passionis dan penuh pelanggaran HAM. Papua memang tidak damai, bukan Papua zono damai secara nyata. Itulah buah-buah konflik bagi Papua dalam era demokrasi.

Yakubus Odiyaipai Dumopa, Penulis muda Papua yang telah menerbitkan banyak buku pernah mengakui akan suburnya pelanggaran HAM di Papua. Dalam cetakan bukunya yang terakhir dengan berjudul:Demokrasi Tidak Harus Langsung, Masalah, Dampak dan Solusi Kepemilihan Kepala Daerah di Papua telah mencacat secara gamblang bahwa martabat manusia dan alam Papua telah menjadi korban dan meninggal secara tidak manusiawi akibat konflik dalam pemilihan kepala daerah langsung di Papua, yang dinyatakan oleh pemerintah ketika

berkecimpung dalam pesta demokrasi di Papua. Orang Papua menjadi korban secara sistematis dalam segala aspek kehidupan.

Di antaranya orang asli Papua menjadi korban ketidakadilan, diperlakukan secara sewenang-wenang di hadapan hukum dan pemerintah, hak-hak asasi mereka dilanggar secara sistematis (misalnya melalui Daerah Operasi Militer-DOM, pembungkaman ruang demokrasi),

dimarginalkan dalam bidang ekonomi. Mereka didiskriminasi dalam pelayanan di dunia pendidikan dan kesehatan. Tanah adat mereka dicaplok dan disertai perampokan kekayaan alamnya atas persekongkolan pemerintah dan para kapitalis. Adat dan budaya suku-suku asli di Papua musnah secara sistematis dan perlakuan ketidakadilan lainnya.

Saya secara pribadi, saya merefleksikan bahwa Papua diwarnai dengan konflik dan pelanggaran HAM yang paling amat berat karena ada pelanggaran terhadap kode etik demokrasi. Kodrat konflik Papua adalah bukan konflik horizontal malainkan vertical yakni antara pemerintah dan rakyat Papua.

(3)

sendiri menjadi korban dalam berbagai kepentingan dan harapan-harapan politik dari pemerintah dan pengusaha.

Di sinilah pemerintah sebenarnya kehilanngan makna berdomokrasi yakni demokrasi yang langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam arti ini, pemerintah seharusnya dapat menciptakan demokrasi yang lahir dari kedaulatan rakyat dan emansipasi politik yang memuncak pada kesejahteraan bersama atau kebaikan bersama. Tanpa kedaulatan rakyat, tidak ada Negara demokrasi di RI ini.

Indonesia dikatakan sebagai Negara demokrasi hanya jika kedaulatan rakyat dikonstruksikan dalam demokrasi Negara, pemerintah yang berdemokratis dan atau Negara demokrasi. Papua selama lima decade ini nampak jelas-jelas dinodai dengan konflik dan kekerasan. Sekalipun ada berbagai upaya dan kebijakan telah dinyatakan oleh pemerintah untuk menuntaskan berbagai kompleksitas konflik Papua secara damai, demokratis dan sejahtera. Hingga kini, konflik Papua masih berbuah banyak.

Adapun actor utama yang menciderai kode etik demokrasi di Papua dalam pesta demokras langsung adalah para KPU, Bawaslu, Panwaslu dan militer serta pengusaha asing di daerah-derah pegunungan Papua. Itu berarti anda tidak hanya pelaku masalah Papua tetapi anda adalah makhluk jahat bagi Papua. Anda itu kejahatan kelas kakap bagi kedaulatan rakyat demi

menciptakan surga anda sekalian sendiri. Ini tandanya, demokrasi di Papua sudah gagal total. Karena itu kita tidak heran hanya apabila berbagai pihak medesak KPU Provinsi Papua telah segera menggatikan KUP-KPU di setiap tingkat daerah di provinsi Papua. Itu sudah!

Selain itu, presiden SYB sebelum mengakhiri jabatanya harusnya juga segera menarik

militerisme secara total dari Papua, karena Papua ini tanah damai menurut filosofi Papua. Papua bukan tanah perang, konflik dan kekerasan seperti di Jakarta, melainkan tanah surga. Papua adalah pula Tanah KEHIDUPAN bukan kematian. Jadi, Pak SBY harus segera tarik militeris secara total dari Papua.

Perubahan Birokrasi

Demi menciptakan Papua bangkit, mandiri dan sejahtera, perubahan birokrasi pemerintah adalah suatu kewajiban yang segera dilaksanakan. Karena di kalalanga birokrasi pemerintahan Papua ini dipimpin dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak bermoral, tidak beriman dan tidak

demokratis dan tidak berprikemanusiaan, serta tidak punya Tuhan sehingga Papua ini dikelola sebagai tempat pelanggaran HAM.

Papua adalah miskin HAM, miskin Kerajaan Allah sekalipun banyak pihak mengakui Papua sebagai surga dunia. Istilah surga hanya menjadi slogan saja. Itu abunawas dan manipulasi bahasa atas objektifitas masalah Papua demi surgnya bagi penguasa (pemerintah) dan pengusahan (kaum kapitalis, imperialis, dan kaum ateis).

(4)

pilgub dan pilpres ini diciptakan oleh pemerintah sendiri. Termasuk juga TNI/Polri dan KPU adalah actor penghancuran demokrasi bagi rakyat di Papua.

Menurutnya secara rinci, kurang lebih ribuan umat Allah yang tidak bersalah menjadi korban kekerasan militer, pemerintah, KPU dan tindak kebiadaban pengusaha. Padahal keempat actor masalah itu adalah orang katolik, umat saya, umat Allah yang sudah pernah saya ajarkan tetantang ajaran iman, moral dan injili. Mereka ini tinggal lama di Papua bersama rakyat dan umat Allah.

Saya sudah ajarkan tentang beta luhurnya martabat manusia, tentang bagaimana kita harus mengakui dan tentang keberadaan fundamental Allah, yang harus diimani, dicintai dan

dimuliakan oleh kita sebagai umat kesayangan-Nya. Tetapi semuanya sia-sia, hancur total karena pemerintah, Militer dan KPU dan jajarannya yang hingga kini masih mempraktekkan tindakan kejahatan kemanusiaan terhadap umat Allah dan keberadaan alam Papua ini.

Misi luhur ini dimaklumkan Uskup John Saklil ketika para frater (24) dari Keuskupan Timika mengikuti pembinaan iman dan moral bersama Mgr.Ukup John pada malam pertama di Sentani-Jayapura.

Dengan merujuk pada suara Gembala di atas, rakyat dan alam Papua harus dibangun berdasarkan nilai-nilai injili, moral dan nilai-nilai demokrasi seperti keadilan, kebersamaan dan cinta kasih. Dalam hal ini desakan pemerintah atas pergantian KPU di kabupaten Dogiyai dan di semua kabupaen lainnya, seperti yang dikabar oleh sejumlah jurnalis di media massa selama ini tidak hanya penting dan harus tetapi mendesak, amat mendasar juga.

Secara objektif-kodrati, desakan pemerintah atas pergantian KPU di kabupaten Dogiyai ini merupakan bagian integral dari perubahan birokrasi di Papua. Perubahan seperti ini tentunya juga merupakan misi luhur yang harus dilaksanakan tanpa kompromi. Ini adalah realisasi nyata dari substansi ajaran moral dan iman demi kedaulatan rakyat dan emansipasi politik bagi Papua. Kami tidak mau menerima korban baru dari kejahatan pemerintah di Papua, seperti yang telah terjadi selama ini.

Sambil segera melaksana pergantian KPU di berbagai wilayah pedalaman di Papua, maka pemerintah Papua di bawah pimpinan Gubernur Lukas Enembe dan Klemens Tina harus segera mendesak Jakarta untuk harus segera selesaikan berbagai kompleksitas konflik Papua melalui jalan dialog. Kerena kita sudah harus memilih dan menetapkan dialog sebagai jalan yang harus dilalui, digunakan dan dicintai secara radikal untuk menuntaskan konflik Papua. Dialog adalah kita punya budaya dalam menata hidup bersama.

Bahkan pemerintah luar negeri pun menyetujui hanya proposal dialog sebagai sarana, jalan tengah, jalan kebenaran dan jalan hidup untuk menuntaskan konflik Papua secara komprehensif demi Papua, Tanah damai.

(5)

tidak dilupakan dalam ingatan rakyat Papua adalah pembunuhan terhadap ketua KMPB di Sorong, Mathias Yohame oleh kapasus.

Tentu, peristiwa tragis ini diperintah oleh Pak SBY ketika beliau mengunjungi rakyat Papua dalam akhir bulan ini. Sebelumnya, sejumlah presiden RI melalui militer (TNI/Polri, Kopasus) telah membunuh secara sengaja terhadap Obed Bady, Kelly Kwalik, Mako Tabuni, Theis Hiyo Eluai, Agus Alue Alua dan Jeph Solosa serta sejumlah aktivis lainnya karena dianggap sebagai musuh negara RI. Tapi konflik Papua masih terus berlanjut hingga kini. Ini akan berpotensial juga bagi Papua nanti.

Penulis adalah Mahasiswa pada STFT Fajar Timur Abepura

Sumber : http://majalahselangkah.com/

 1. KONFLIK PAPUA MAKALAH ( Disusun untuk memnuhi salah satu tugas kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ) Disusun oleh : 1. Ai Roudotul Munawaroh 2. Fitri Nurhasanah 3. Hardi Lukmanul Hakim 4. Lutfi Nugraha 5. Riska Feby Setia Permana Kelas XI MM_ 1 SMK NUURUL MUTTAQIIN Cisurupan – Garut 2011Konflik Papua Page 1

 2. KATA PENGANTARPuji Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah Yang Maha Esa atas perlindunganNya danpertolonganNya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Ilmu PengetahuanSosial, yaitu tentang KONFLIK SOSIAL. Oleh karena itu, makalah ini berisi tentang contoh-contoh konkret konflik social yang terjadi di Indonesia. Di sini kami mengambil topic tentangKonflik Papua.Melalui makalah ini, kami harap para pembaca dapat mengetahui Akar Pokok PermasalahanPapua serta dapat mengerti tentang

Bagaimana Mencari Solusi Untuk Menyelesaikan KonflikPapua yang telah berlangsung ± ½ abad sehingga penduduk Papua dapat hidup tenang di atasTanah Leluhur

mereka.Kami sadari bahwa tentu tak ada gading yang tak retak, makalah ini mungkin masih jauh darikesempurnaan. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran gunamenyempurnakan makalah ini. PenyusunKonflik Papua Page 2

 3. DAFTAR ISIKata Pengantar

……… 1Daftar isi ……… 2BAB I PENDAHULUAN ……….. 3 Latar Belakang ………. 3BAB II PEMBAHASAN ………... 4 1. Penyebab konflik kekerasan sosial di Papua ……….… 4 2. Sejarah Konflik Papua ……….. 5 3.

(6)

Penyelesaian Konflik di Papua ………..….... 7 5. Bentuk konflik di Papua ……….….……. 8 6. Argumentasi Terhadap Konflik Papua ……….…. 9BAB III PENUTUP ………. 10 1. Kesimpulan ……….. 10 2. Saran

……… 10Daftar Pustaka ………. 11Konflik Papua Page 3

 4. BAB I PENDAHULUANA. Latar BelakangSudah lama Tanah Papua menjadi tanah konflik. Selain konflik horizontal antar warga sipil,konflik vertikal yang terjadi antara pemerintah Indonesia dan orang asli Papua telahmengorbankan banyak orang. Konflik ini hingga kini belum diatasi secara tuntas. Masihadanya konflik ini secara jelas

diperlihatkan oleh adanya tuntutan Merdeka dan Referendum,serta terjadinya pengibaran bendera bintang kejora, dan berlangsungnya aksi pengembalianUndang-undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.Konflik yang belum

diselesaikan ini sangat mempengaruhi kadar relasi diantara orang asliPapua, orang Papua dengan penduduk lainnya, antara orang asli Papua dan Pemerintah RI. Disatu pihak, orang Papua dicurigai sebagai anggota atau pendukung gerakan separatis. Adanyastigma separatis membenarkan hal ini. Di pihak lain, orang Papua juga tidak

mempercayaiPemerintah. Dalam suasana kecurigaan dan ketidakpercayaan satu sama lain ini, dialogkonstruktif tidak pernah akan terjadi antara Pemerintah dan orang

Papua.Apabila berbagai masalah yang melatarbelakangi konflik ini tidak dicarikan solusinya, makaPapua tetap menjadi tanah konflik. Korban akan terus berjatuhan. Hal ini pada gilirannyaakan menghambat proses pembangunan yang dilaksanakan di Tanah Papua.Dari tengah situasi konflik inilah, para pemimpinan agama Kristen, Katolik, Islam, Hindudan Budha Provinsi Papua melancarkan kampanye perdamaian. Kampanye ini dilakukandengan dengan moto: Papua Tanah Damai (PTD). Dalam perkembangan selanjutnya, parapimpinan agama menjadikan Papua Tanah Damai sebagai suatu visi bersama dari masa depanTanah Papua yang perlu diperjuangkan secara bersama oleh setiap orang yang hidup diTanah Papua.Sekalipun diakui oleh banyak orang bahwa damai merupakan hasrat terdalam dari setiaporang, termasuk semua orang yang hidup di Tanah Papua, kenyataan memperlihatkan bahwabanyak orang belum merasa penting untuk melibatkan diri dalam upaya menciptakanperdamaian di Tanah Papua. Orang asli Papua, baik yang tinggal di kota maupun di kampung-kampung, belum terlibat secara penuh dalam kampanye perdamaian ini. Pada hal merekasebagai pemilik negeri ini sudah semestinya memimpin-atau minimal terlibat dalam-berbagaiupaya untuk mewujudkan perdamaian di tanah leluhurnya.Kini orang Papua bangkit dan bertekad untuk

berpartisipasi secara aktif dalam upayamenciptakan perdamaian di Papua. Mereka ingin memperbaharui tanah leluhurnya menjaditanah damai, dimana setiap orang yang hidup diatasnya menikmat suatu kehidupan yangpenuh kedamaian.Konflik Papua Page 4

(7)

berlangsung lama, sebagai berikut: a. Terjadinya Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) Eksploitasi SDA telah menampilkan suatu ketidakadilan, berdasar fakta-fakta masyarakat Papua, pemegang hak adat atas SDA tidak dilibatkan dalam proses pengambilan

keputusan, padahal semua konsekuensi negatif pasti dipikul oleh mereka bukan oleh pengambil keputusan. SDA merupakan sumber penghidupan utama bagi mereka dengan batas-batas pemilikan, pengakuan, dan penghargaan yang jelas dan tegas di antara para pemegang hak adat. Akibatnya, masyarakat menjadi penonton dan terasing di tanahnya sendiri. Masyarakat Papua sebagai komunitas lokal tidak dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi, karena memang tidak dipersiapkan, dilatih, dan diberi kesempatan. Sebagai contoh: Kasus pengalihan hak atas tanah untuk keperluan

transmigrasi telah mengurangi bahkan menghilangkan sumber-sumber ekonomi keluarga. Masyarakat kehilangan binatang buruan sebagai sumber protein, kayu untuk bangunan, kayu api, rusaknya ekosistem lokal sebagai sumber protein yang mendukung kehidupan masyarakat lokal, hilangnya sagu sebagai sumber karbohidrat bagi masyarakat.

Eksploitasi tambang juga memberi dampak negatif yang besar buat penduduk lokal. Sebagai contoh: kasus Freeport, limbah tailing, telah mencemari sumber-sumber ekonomi seperti Moluska, sumber protein masyarakat Kamoro-Sempan di Omawita. b. Dominasi Migran di Berbagai Bidang-Bidang Kehidupan Perlakuan yang kurang tepat terhadap masyarakat Papua juga terjadi dalam bidang pemerintahan, dan proses-proses politik. Sadar atau tidak, selama pemerintahan Orde Baru, orang Papua kurang diberikan peran dalam bidang pemerintahan. Posisi-posisi utama selalu diberikan kepada orang luar dengan dalih orang Papua belum mampu. Walaupun untuk sebagian peran, dalih itu mungkin ada benarnya, tetapi pada umumnya untuk mencekal orang Papua. Seleksi ketat yang dikenakan terhadap orang Papua dilatarbelakangi oleh kecurigaan dan tuduhan terhadap semua orang Papua sebagai OPM. Dominasi masyarakat pendatang bukan hanya pada sektor pemerintahan saja, tetapi juga pada sektor swasta. Pada kegiatan di sektor industri manufaktur yang memanfaatkan eksploitasi sumber daya alam (SDA) sebagai bahan baku lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari luar, seperti antara lain pabrik Plywood PT. Wapoga, Pabrik Pengalengan Ikan di Biak dan pabrik Pengalengan Ikan PT. Usaha Mina di Sorong. Sektor perbankan juga didominasi oleh pekerja dari kaum pendatang. Konflik Papua Page 5

 6. c. Penyeragaman Identitas Budaya dan Pemerintahan Lokal Secara singkat, pengembangan SDM justru tidak berpijak pada pengetahuan dan kearifan lokal.

Menyadari ancaman terhadap eksistensi orang Papua, tokoh seperti Arnold Ap berusaha untuk menggali dan mengembangkan unsur-unsur budaya lokal. Tetapi, kelihatannya penguasa melalui aparat militer melihatnya secara sempit dan dipahami sebagai ancaman. Arnold Ap dibunuh dengan cara yang melukai hati orang Papua khususnya dan

(8)

Papua memiliki satu hal unik, yang membedakannya dengan konflik-konflik lokal lain di Indonesia. Keunikan ini adalah adanya nasionalisme Papua yang telah tertanam di dalam diri rakyat Papua selama puluhan tahun. Rasa nasionalisme tersebutlah yang mendorong rakyat Papua membenci adanya penjajahan terhadap mereka, baik yang dilakukan Belanda maupun Indonesia. Nasionalisme Papua yang mulai ditanamkan oleh Belanda ketika didirikan sekolah pamong praja di Holandia, tertanam serta tersosialisasikan dari generasi ke generasi. Ketika Belanda dan Indonesia bukanlah pihak yang diharapkan, rakyat Papua melihat keduanya sebagai bangsa yang hendak menguasai Papua. Pemikiran ini yang menyebabkan gerakan anti- Indonesia sangat kuat dan mudah meluas di Papua. Kebijakan represif pada masa Orde Baru tidak mampu memadamkan nasionalisme ini, namun justru memperkuatnya.2. Sejarah Konflik Papua 1960 - 2000 1966-67: pemboman udara Pegunungan Arfak 1967: Operasi Tumpas (penghapusan operasi). 1.500 diduga tewas di Ayamaru, Teminabuan dan Inanuatan. Mei 1970: Pembantaian perempuan dan anak-anak oleh tentara Indonesia. Saksi melaporkan melihat seorang wanita

memusnahkan, membedah bayinya di tempat dan pak bibi bayi-diperkosa. Jun 1971: Bapak Henk de Mari melaporkan bahwa 55 orang dari dua desa di Biak Utara dipaksa untuk menggali kuburan mereka sendiri sebelum ditembak Konflik Papua Page 6

 7. Mei 1978: Lima OPM (Organisasi Papua Merdeka) pemimpin menyerah untuk menyelamatkan desa mereka tertangkap masuk Mereka dipukuli sampai mati dengan batang besi panas merah dan tubuh mereka dilemparkan ke dalam lubang jamban. 125 penduduk desa maka mesin ditembak sebagai simpatisan OPM dicurigai. pertengahan 1985: 2.500 tewas di wilayah Kabupaten Paniai Danau Wissel, termasuk 115 dari desa-desa Iwandoga dan Kugapa dibantai oleh pasukan 24/6/1985, 10 orang, desa-desa, taman makanan, dan ternak desa Epomani, Obano Sub-distrik; 15 orang, desa, dan ternak dari kabupaten desa Ikopo Monemane, dan 517 orang, 12 desa, taman makanan, dan hidup-stok Monemane. Dsb. 2000 - 2010 Pada tanggal 31 Agustus 2002: pemberontak

menyerang pada sekelompok profesor dari Amerika Serikat. 3 tewas dan 12 lainnya luka-luka. Polisi menuduh OPM bertanggung jawab. Pada tanggal 1 Desember 2003:

Sekelompok 500 orang mengibarkan bendera separatis, beberapa tindakan lain telah terjadi 42 orang ditangkap. Pada tanggal 9 April 2009: Sebuah serangan bom di Jayapura menewaskan 5 orang dan beberapa orang terluka. Sementara itu, sekitar 500 militan menyerang sebuah pos polisi dengan busur dan anak panah dan bom bensin.. Polisi bereaksi dan membunuh seseorang. Pada 24 Januari 2010: Pemberontak menyergap sebuah konvoi penambang PT Freeport McMoran. Sembilan orang terluka, OPM menyangkal Tanggung Jawab.3. Dampak dari konflik Papua Di Papua, masalah separatisme akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Bila situasi keamanan terus memburuk, banyak pengamat yang memperkirakan Papua bakal lepas dari NKRI. Tanda-tanda Papua akan segera lepas dari NKRI sudah sangat jelas. Mereka saat ini ditengarai sudah memiliki sponsor yang siap mendukung kemerdekaan wilayah di timur Indonesia ini, bahkan Papua saat ini sudah sangat siap untuk lepas dari Indonesia. Maraknya aksi penembakan dan penghadangan oleh kelompok separatis Papua telah meresahkan

masyarakat Papua. Sasaran tembak kini tidak hanya kepada aparat TNI dan Polisi, namun masyarakat umum serta karyawan Freeport kini dijadikan target. Sehingga tak

(9)

Papua yang lain adalah tidak meratanya distribusi sumber daya ekonomi, sehingga meskipun Papua memiliki kekayaan yang luarbiasa, rakyatnya tetap miskin. Tambang tembaga raksasa Freeport adalah sebuah contoh bagaimana kapitalisme mengeksploitasi sumber daya lokal dengan sepuas-puasnya. Potensi konflik antar agama di Papua tinggi karena konflik yang bertikai menganggap dirinya sebagai korban. Warga Papua asli merasa terancam dengan mengalir masuknya pendatang baru yang mengatasnamakan agama baru, dimana dalam jangka panjang mereka akan menghadapi diskriminasi atau bahkan pengusiran. Konflik Papua Page 7

 8. Meskipun ada keretakan dan perpecahan yang signifikan di kedua belah pihak masyarakat, terutama mengenai nasionalisme yang bersaing perkembangan di

Manokwari dan Kaimana mungkin menjadi pertanda lebih banyak bentrokan yang akan terjadi. Perubahan dalam demografi adalah bagian dari persoalan, tapi bahkan kalau besok para pendatang dari luar Papua disetop datang, polarisasi antar agama mungkin akan terus berlanjut karena perkembangan lain. Warga Papua sangat menyadari terjadinya penyerangan-penyerangan terhadap tempat-tempat ibadah di daerah lain di Indonesia dan melihat Indonesia secara keseluruhan bergerak menuju dukungan yang lebih banyak kepada ajaran agama.4. Upaya Penyelesaian Konflik di Papua Hasil eksplorasi terdapat 2 kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia, yaitu: a) Pendekatan Kekerasan

Pendekatan kekerasan dilakukan dengan menggunakan kekuatan senjata atau sering dikenal dengan istilah pendekatan keamanan dilakukan oleh militer atau ABRI untuk menumpas setiap bentuk perlawanan masyarakat yang dianggap sebagai pemberontakan OPM di Papua yang dimulai sejak awal pemberontakan tahun 1970 sampai sekitar tahun 1996. Kegiatan itu dilakukan dengan menetapkan sebagian kawasan Papua, terutama di daerah perbatasan dengan Negara Papua New Guinea, sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). b) Pendekatan Non kekerasan Sejak Papua masuk dalam wilayah Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963, maka kegiatan utama yang menjadi tugas pokok dari semua petugas Indonesia Papua menggantikan posisi petugas Belanda adalah “meng-Indonesiakan” orang-orang Papua. Aktivitas ini dilakukan oleh lembaga pemerintah seperti lembaga pendidikan dan lembaga penerangan. Tema yang digunakan adalah menyatakan bahwa Indonesia, termasuk Papua dijajah oleh Belanda selama lebih dari 350 tahun. Masa penjajahan itu membuat rakyat Papua seperti halnya rakyat Indonesia

(10)

 9. dimana informasi mengenai jumlah dan para penerima dana bisa dilihat dengan mudah di situs-situs atau di dokumen publik. 4. Menghindari mendanai kelompok-kelompok yang menyerukan eksklusivitas atau permusuhan terhadap agama lain. 5. Memastikan debat publik mengenai persentase lapangan kerja bagi warga asli Papua dan dan dampak lebih jauh dari imigrasi penduduk dari luar Papua ke Papua sebelum menyetujui

pembagian daerah administratif lebih lanjut. 6. Menolak peraturan daerah yang

diskriminatif dan menghapus kebijakan-kebijakan yang memarjinalisasikan orang papua. 7. Ketujuh, Pemerintah harus memenuhi dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar orang papua seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraaan dan pelayanan publik. 8. Pemerintah memfasilitasi dialog antar ummat beragama bersama rakyat Papua agar terciptanya saling percaya antara Pemerintah Pusat dan Warga Papua. Kesembilan, Pemerintah harus mengakui secara jujur bahwa selama ini bertindak dengan salah dalam mengatasi konflik yang ada di Papua demi terciptanya rekonsiliasi. Secara teoritis, dikenal 3 sarana upaya penyelesaian konflik, yaitu: Pertama, Konsiliasi, umumnya dilakukan melalui lembaga legislatif atau parlemen yang bermaksud memberikan kesempatan kepada semua pihak yang terlibat konflik untuk berdiskusi atau memperdebatkan secara terbuka masalah yang terjadi dalam konteks mencapai kesepakatan atau kompromi bersama. Kedua, Mediasi mengajak atau mendorong kepada para pihak yang terlibat untuk kesepakatan melalui nasihat dari pihak ketiga yang disetujui. serta Ketiga, Arbitran, para pihak yang terlibat bersepakat untuk mendapatkan menunjuk wasit penilai untuk memberikan keputusan yang bersifat legal sebagai jalan keluar dari konflik. Jika dilihat dari aspek substansi, terdapat 4 cara atau pendekatan yang sering ditempuh oleh para pihak dalam proses penyelesaian konflik, yaitu: Pertama, Penghindaran, yaitu penyelesaian yang diharapkan timbul dengan sendirinya. Kedua, Kekuasaan. yaitu penyelesaian melalui cara paksa atau dengan penggunaan kekuatan bersenjata oleh institusi militer. Ketiga, Hukum, yaitu penyelesaian konflik melalui proses arbritase, pencarian fakta yang mengikat, proses legislasi, dan pembuatan kebijakan pejabat publik, serta Keempat, kesepakatan, yaitu penyelesaian oleh para pihak melalui proses negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.5. Bentuk konflik di Papua 1. Konflik kelas social, karena konflik yang terjadi di Papua salah satunya terjadi akibat adanya kesenjangan social dan budaya yang ada di masyarakat Papua 2. Konflik Rasial. Paling banyak penyebab konflik di Papua adalah karena

terjadinya salah paham atau penghasutan antar suku yang ada di daerah Papua 3. Konflik politik, konflik Papua salah satunya terjadi karena menyangkut dengan diskriminasi atau penggolongan-penggolongan antara rakyat biasa yang ada di Papua dengan imigran-imigran serta pejabat-pejabat pemerintah dan juga kaum elit politik. Konflik Papua Page 9

(11)

Selain itu, minimnya sarana dan prasarana publik di daerah-daerah di Papua dan Papua Barat, kelaparan dan kondisi kurang gizi di daerah-daerah di Papua, serta rendahnya tingkat pendidikan di wilayah Indonesia bagian timur itu merupakan faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan konflik. Tetapi di sisi lain penyebab konflik di Papua, OPM dan sejenisnya adalah sebagai salah satu penyebab konflik tsb. Tujuan mereka dalah

menimbulkan kesan bagi pemerintah pusat dan daerah serta pihak internasional bahwa Papua selalu tidak aman karena adanya OPM, ini jelas-jelas bertujuan menggagalkan ide dan keinginan luhur orang asli Papua untuk berdialog atau berdiskusi dengan pemerintah Indonesia dalam waktu dekat. Selain itu, banyaknya peristiwa kekrasan dan konflik yang ada di Papua menandakan bahwa institusi kepolisian yang ada di Tanah Papua beserta jajaran Polres-nya di seluruh tanah papua seringkali tidak mampu mengungkapkan kasus-kasus kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua tersebut. Di tambah lagi polisi di daerah ini susah sekali mendapatkan barang bukti yang bisa menjadi petunjuk penting dalam mengungkapkan sebab dan siapa pelaku dari setiap kasus tersebut. Selama kesenjangan itu terjadi, maka akan semakin banyak konflik yang akan tetap membakar masyarakat di Papua. Apapun kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak akan benar-benar

memadamkan konflik yang terjadi. Justru sebaliknya, menurut kami masyarakat akan menilai kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut adalah sebagai akal-akalan mereka saja. Untuk itu, kami harap sebaiknya hal ini mendorong pemerintah maupun pihak-pihak yang terkait lainnya untuk mengupayakan solusi yang komprehensif dengan melakukan pembangunan secara intensif dan berkesinambungan di tanah Papua tersebut, kondisi ini bisa dijaga oleh pemerintah setempat dan pemangku kepentingan dengan cara bersinergi atau berkomunikasi dengan cukup baik. Dengan cara seperti itu kami yakin sedikit demi sedikit konflik yang ada di bumi cendrawasih tersebut akan memudar, bahkan mungkin masyarakat akan merasakan kmakmuran perhatian dari pemerintah terhadap tempat tinggalnya. Kami harap pemerintah dapat melaksanakan atau merealisasikan apa yang menjadi angan- angan dari kita semua khusunya kami, mengenai konflik yang terus menerus terjadi di Papua. Konflik Papua Page 10

 11. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penyelesaian konflik sangatlah besar peranannya sehingga perlu adanya pembatasan yang jelas dalam penyelesaian konflik tersebut. Yang perlu dicermati adalah kewenangan Pemerintah Daerah yang sangat besar sehingga perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat jangan sampai terjadi berbagai kebijakan yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik yang terjadi di setiap kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Pemerintah Pusat harus aktif dalam melakukan pengawasan sehingga konflik yang terjadi di papua dapat diselesaikan sacara baik tanpa menggunakan kekerasan dengan baik oleh Pemerintah Indonesia baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Berbagai konflik horizontal yang terjadi maupun konflik politik vertikal yang dimanifestasikan dengan tuntutan Papua merdeka sebagai reaksi atas pelaksanaan PEPERA yang tidak demokratis maupun atas dominasi pusat pada daerah, dalam kurun waktu lama dilakukan melalui kebijakan dalam mengelola konflik yang represif dan kontra produktif, yaitu dengan cara mengirim pasukan militer dan

(12)

dalam mengeluarkan kebijakan jangan hanya berpihak ke salah satu daerah saja karena akan menimbulkan kecemburuan sosial tiap daerah sehingga mengakibatkan konflik yang berkepanjangan.Konflik Papua Page 11

 12. Daftar

Pustakahttp://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Papuahttp://centraldemokrasi.com/info-

regional/15092011/konflik-di-papua-dilatarbelakangi-

politik/http://pekeimbiijeffry.wordpress.com/2011/08/09/papua-masih- membara/http://vogelkoppapua.org/?page=news.detail&id=415http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=154749http://iposnews.com/index.php?

view=article&catid=42%3Anasional&id=1580%3Aikrar-denganpapuamainkandiplomasicantik&tmpl=component&print=1&page=&option=com_ contenthttp://www.interseksi.org/blog/files/konflik_maluku.phphttp://ami23.wordpress.co

m/2011/01/21/solusi-dari-konflik-sosial-yang-terjadi- papua/http://www.imparsial.org/id/2010/executive-summary-penelitian-papua-tahun-2011-kebijakan-keamanan-militer-di-papua-dan-implikasinya-terhadap-ham.htmlKonflik Papua Page 12

Empat Hal Utama, Penyebab Konflik Berlarut di Papua Barat

Written By Voice Of Baptist Papua on March 27, 2013 |

11:33 PM

Road Papua

JAKARTA Voice Baptist- Konflik di tanah Papua seperti tidak ada habisnya. Selain konflik horizontal antar warga sipil, konflik vertikal yang terjadi antara pemerintah Indonesia dan masyarakat Papua juga telah memakan banyak korban".

(13)

Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, konflik berkepanjangan ini disebabkan oleh empat hal.

"Pertama, gagalnya otonomi khusus terutama pembangunan di bidang kesejahteraan ekonomi, kesehatan dan pendidikan," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Papua: Konflik Dari Masa ke Masa', di Bakoel Coffe, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2013).

Kedua, imbuh Hasanuddin, konflik disebabkan oleh adanya diskriminasi dan marjinalisasi terhadap masyarakat asli Papua.

"Ketiga, adanya perasaan traumatis dari sebagian warga Papua sebagai akibat tindakan represif aparat masa lalu, yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, namun tidak diusut secara tuntas."

"Dan terakhir, masih terdapatnya perbedaan persepsi tentang terintegrasinya Papua ke dalam wilayah NKRI melalui Pepera 1969," ungkapnya.

(14)

P enulis : La Sulu | Jum'at, 27 Juni 2014 15:56 Dibaca : 1140 Komentar : 1

 Share : 

"Potret buram dinamika konflik sosial di tanah Papua Barat, setingan lokasi Tambang Freeport Tanah Papua Barat"

Sebelum kehadiran dunia pertambangan di berbagai penjuru dunia, senantiasa

(15)

kemasyarakatan.

Pergolakan isu yang senantiasa dibingkai dalam perspektif sosial sehingga melahirkan wacana sosial yang sangat krusial di balik kehadiran dunia pertambangan. Termasuk pergolakan isu kehadiran dunia pertambangan dapat menciptakan dinamika konflik sosial oleh perspektif masyarakat.

Perspektif sosial senantiasa menjadi sebuah prasangka semata sebelum kehadiran dunia pertambangan di berbagai penjuru dunia. Termasuk prasangka masyarakat Papua di balik kehadiran pertambangan Freeport akan menghadirkan dinamika konflik sosial yang menghiasi kehidupan masyarakat di tanah Papua Barat.

Di balik pergolakan isu yang melahirkan perspektif sosial menciptakan dinamika konflik sosial yang membara di tanah Papua Barat. Semenjak pergolakan isu kehadiran dunia pertambangan di tanah Papua melahirkan problematika krusial terjadi diferensiasi perspektif di kalangan masyarakat. Ada masyarakat yang pro tambang Freeport dan masyarakat yang kontra tambang Freeport. Diferensiasi perspektif melahirkan dinamika konflik sosial di tanah Papua Barat.

Bila kehadiran tambang Freeport menciptakan diferensiasi perspektif di kalangan sosial kemasyarakatan di tanah Papua Barat, oleh masyarakat yang menolak kehadiran tambang Freeport senantiasa menjastifikasi kehadiran tambang Freeport dengan sejuta prasangka buruk, sementara di balik kehadiran tambang Freeport, oleh perspektif masyarakat yang mendukung kehadiran tambang Freeport, kehadiran tambang Freeport menciptakan kesejahteraan sosial.

Latar belakang dari hadirnya dinamika konflik sosial di tanah Papua Barat adalah terjadi diferensiasi perspektif masyarakat Papua tentang kehadiran koorporasi tambang Freeport oleh sebuah perbedaan perspektif, sehingga melahirkan perbedaan persepsi kehadiran tambang Freeport di antara kesejahteraan dan pertumpahan darah.

Dengan perbedaan perspektif di kalangan masyarakat, maka dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang berkotak-kotak antara masyarakat yang mendukung

kehadiran tambang Freeport dan masyarakat yang menolak kehadiran tambang Freeport. Sehingga dapat menciptakan dinamika konflik social. Dinamika konflik sosial di tanah Papua Barat, bukan saja dinamika konflik sosial yang melahirkan kekerasan, sehingga berakhir dengan pertumpahan darah, melainkan dinamika konflik sosial di tanah Papua Barat adalah dinamika konflik isu sosial.

Masyarakat yang mendukung kehadiran tambang Freeport dan masyarakat yang menolak kehadiran tambang Freeport terpropaganda oleh kehadiran isu yang menjalar dalam sosial kemasyarakatan. Sehingga kehidupan masyarakat yang pro tambang Freeport dan

masyarakat yang kontra tambang Freeport senantiasa diselimuti oleh dinamika konflik sosial, oleh pergolakan isu yang membara.

(16)

provokasi sehingga melahirkan perspektif buruk oleh berbagai kalangan sehingga di balik kehadiran isu yang diseting dalam dinamika konflik membuat masyarakat terprovokasi dan konflik sosial.

Motif dari kehadiran dinamika konflik sosial di tanah Papua termasuk terhasut oleh isu. Saling melempar isu antara masyarakat yang mendukung kehadiran tambang Freeport dan masyarakat yang menolak kehadiran tambang Freeport semakin bergelora.

Masyarakat Papua dibakar oleh kehadiran isu sehingga melahirkan amarah. Lalu amarah menjelma menjadi konflik sosial di tanah Papua Barat. Masyarakat Papua masih

terbelenggu oleh dinamika konflik sosial yang membara.

Konflik sosial di Papua Barat dapat menciptakan pertumpahan darah. Masyarakat masih terbakar oleh amarah untuk saling melakukan kekerasan. Di balik kekerasan yang senantiasa bergelora melahirkan pertumpahan darah, sehingga pertumpahan darah menjelma menjadi dendam, lalu dendam menjadi ajang untuk melakukan balas dendam.

Jutaan korban akan senantiasa meninggal dengan tragis di tanah Papua Barat manakala darah harus dibayar dengan darah. Bila darah harus dibayar dengan darah, maka konflik sosial di Papua Barat antara masyarakat yang mendukung kehadiran tambang Freeport dengan masyarakat yang menolak kehadiran tambang Freeport, maka pertumpahan darah di tanah Papua Barat tidak akan berakhir. Bila konflik sosial tidak berakhir di tanah Papua, maka jutaan korban meninggal dengan tragis karena saling melakukan kekerasan senantiasa kita nantikan bersama.

Konflik sosial yang senantiasa membara di tanah Papua Barat disorot dengan tajam oleh berbagai kalangan sosial kemasyarakatan. Sehingga melahirkan perspektif buruk dari berbagai kalangan sosial, masyarakat Papua Barat sudah terjebak oleh dinamika konflik sosial dihadirkan oleh dunia pertambangan yang membawa politik adu domba. Mengadu masyarakat yang mendukung kehadiran dunia pertambangan dan masyarakat yang menolak kehadiran dunia pertambangan adalah manifestasi dari politik adu domba dunia pertambangan.

Potret realitas sosial telah menjadi manifestasi di berbagai penjuru dunia yang dimasuki oleh dunia pertambangan senantiasa menghadirkan dinamika konflik sosial. Termasuk terprofokasi oleh politik adu domba dunia pertambangan.

Bila semua bukanlah prasangka. Problematika krusial dialami oleh masyarakat Papua adalah senantiasa diselimuti oleh konflik sosial. Kehidupan masyarakat Papua sudah semakin meninggalkan kearifan sosial. Jalinan kerukunan telah putus oleh kehadiran perusahaan tambang Freeport.

(17)

Untuk mengubur dinamika konflik sosial di tanah Papua Barat, masyarakat harus menciptakan kesadaran nurani, dengan kesadaran nurani sosial kemasyarakat yang mampu menciptakan kerukunan sosial di tanah Papua.

Masyarakat harus menyatukan perbedaan perspektif untuk menjalin kerukunan sosial. Bila diferensiasi perspektif sudah menyatu, maka masyarakat Papua harus menjadikan kerukunan sebagai kekuatan untuk menciptakan perlawanan. Masyarakat Papua harus bangkit dalam melawan. Koorporasi tambang Freeport yang menciptakan dinamika konflik di tanah Papua Barat harus dilawan.

"Masyarakat Papua Barat harus membangun ombak perlawanan. Mempersembahkan buih ombak perjuangan di atas samudera perlawanan, mempersembahkan buih-buih ombak di atas bahtera perlawanan, dan mempersembahkan sejuta amarah untuk membakar tambang Freeport dengan sejuta bara".

Referensi

Dokumen terkait

Hasjrat Abadi Manado, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa diduga Produk, Harga, Tempat, Promosi, Orang, Proses, dan Tampilan Fisik secara bersama berpengaruh

Salah satu efek stigmatisasi gangguan jiwa adalah perilaku kekerasan yang dilakukan oleh penderita terhadap orang- orang di sekitarnya termasuk keluarga, perawat

46 Bunga senyuman setelah tangis berhenti Kuncup yang berusaha keras pun akan mekar Impian setelah air mata Ku percaya takkan kalah dari angin hujan Sampai doaku mencapai langit

Simpulan yang diperoleh dari beberapa ahli tersebut, campur kode adalah peristiwa penggunaan beberapa bahasa oleh penutur dengan menyelipkan unsur-unsur bahasa

Proceedings of the International Conference on 'Cities, People and Places'- October 31st – November 02nd, 2014, Colombo, Sri.. 161 According to both descriptions, many temple

Tegasnya, Syaykh Abd Aziz bin Abd Salam telah memberi suatu sumbangan yang besar terhadap metodologi pentafsiran kepada pengajian tafsir di Malaysia.. Sumbangan

Kunjungan ANC men- jadi salah satu faktor risiko yang mening- katkan kejadian perdarahan pasca persalin- an karena apabila ibu melakukan pelayanan ANC secara teratur

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Profil Protein Ekstrak Biji