BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEMAM 1. Pengertian
Demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di atas 38º Celsius (Ismoedijanto, 2016). Demam didefinisikan sebagai suatu bentuk sistem pertahanan non spesifik yang menyebabkan perubahan mekanisme pengaturan suhu tubuh yang mengakibatkan kenaikan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat dari perubahan pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior (Engel, 2008).
Demam adalah salah satu keluhan yang paling sering dikemukakan, yang terdapat pada berbagai penyakit baik infeksi maupun non infeksi. Pada tiap keluhan demam perlu ditanya berapa lama demam berlangsung. Demam yang telah berlangsung 5 hari kemudian menurun mungkin ke demam dengue; demam yang telah berlangsung 7 hari atau lebih mengingatkan kita pada demam tifoid (Engel, 2008).
mengakibatkan demam dan merupakan salah satu manifestasi paling umum penyakit pada anak yang masih kecil (Engel, 2008). Suhu tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang dapat diukur lewat oral, rektal, dan aksila. Cara pengukuran suhu menentukan tinggi rendahnya suhu tubuh. Pengukuran suhu melalui mulut dilakukan dengan mengambil suhu pada mulut (mengulum termometer dilakukan pada anak yang sudah kooperatif), hasilnya hampir sama dengan suhu dubur, namun bisa lebih rendah bila frekuensi napas cepat untuk anak di bawah 2 tahun. Termometer masuk ke dalam dubur sedalam 2 - 3 cm dan kedua pantat dikatupkan, pengukuran dilakukan selama 3 menit. Suhu yang terukur adalah suhu tubuh yang mendekati suhu yang sesungguhnya (core temperature). Dikatakan demam bila suhu di atas 38℃. Pengukuran suhu melalui ketiak (axilar) hanya dapat
dilakukan pada anak besar mempunyai daerah aksila cukup lebar, pada anak kecil ketiaknya sempit sehingga terpengaruh suhu luar. Pastikan puncak ujung termometer tepat pada tengah aksila dan pengukuran dilakukan selama 5 menit. Hasil pengukuran aksila akan lebih rendah 0,5-1,0℃ dibandingkan dengan hasil pengukuran melalui dubur.
tanda demam pada program MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit ) (Ismoedijanto, 2016).
2. Pengaturan suhu tubuh
Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh yang diperlukan untuk kelancaran aliran darah dan menjaga agar reaksi kimia tubuh dapat berjalan baik (enzim hanya bekerja pada suhu tertentu). Sebagai makhluk yang homeotermik, anak selalu berusaha mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh diatur oleh suatu mekanisme yang menyangkut susunan saraf, biokimia, dan hormonal. Suhu diatur di dalam hipotalamus (Ismoedijanto, 2016).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi suhu tubuh anak
Faktor Dampak
Aktivitas berlebihan Dapat meningkatkan suhu tubuh sementara
Stress, menangis Meningkatkan suhu tubuh
Variasi dijurnal Suhu tubuh lebih rendah antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari, dan paling tinggi antara pukul 16:00 dan 18:00
Agens farmakologik (relaksan otot, agens vasodilator anestetik
Menurunkan suhu tubuh
(Sigalingging, 2012)
3. Penyebab Demam
pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikro organisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim
cyclooxygenase pembentuk prostaglandin.
Prostaglandin yang meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan keganasaan, penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat lain. Kemampuan anak untuk beraksi terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur. Semakin muda usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set-point dan memproduksi panas. Bayi kecil sering terkena infeksi berat tanpa disertai dengan gejala demam (Ismoedijanto, 2016) .
4. Klasifikasi Demam
a. Menurut Ismoedijanto 2016, Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak dibagi menjadi:
1) Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas, diagnosis etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisis, dengan atau tanpa bantuan laboratorium, misalnya tonsilitis akut.
namun dapat ditelusuri dengan tes laboratorium, misalnya demam tifoid.
3) Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom virus.
b. Menurut Nurarif, Huda & Kusuma (2013) mengemukakan klasifikasi berdasarkan tipe demam adalah
1) Demam septik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2) Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
3) Demam intermiten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan disebut kuartana.
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5) Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selam beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti: abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influenza atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.
5. Menurut Nurarif, Huda & Kusuma (2013) mengemukakan Tanda Gejala Demam
a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5-40 ℃) b. Kulit kemerahan
d. Peningkatan frekuensi pernafasan e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan 6. Patofisiologi Demam
Sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNFα, dan interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhui tubuh normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 ℃, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 ℃
terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme –mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Atiq, 2009).
medial dan lateral nucleus preoptik, hipotalamu anterior dan septum polusolum. Sebagai respons terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Atiq, 2009)
B. Konsep Penyakit Kejang Demam 1. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >380C). Kejang demam dapat terjadi
karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam
terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5
tahun (Nurarif, Huda & Kusuma, 2013). Fishman (2007) beragumen bahwa kejang demam terjadi pada 2 - 4% anak usia di bawah 6 tahun.
Kriteria diagnostik mencakup : kejang pertama yang dialami oleh anak
berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak berusia
kurang dari 6 tahun; tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan
saraf pusat; anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut.
Kejang demam bersifat dependen usia, biasanya terjadi pada anak
berusia antara 9 dan 20 bulan; kejang jarang dimulai sebelum usia 6
bulan. Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung
muncul pada saat awal-awal demam. Penyebab yang paling sering
selama kurang dari 10 menit. Sistem syaraf pusat normal dan tidak
ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah
menghilang. Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali
jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang
demam setelah usia 6 tahun
Jadi kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380C) karena proses intracranial
maupun ekstrakranial pada 2 - 4% anak usia di bawah 6 tahun yang di
sebabkan paling sering adalah ISPA dan kejang ini adalah kejang
umum dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit.
2. Penyebab
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian
besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu
tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya
suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan
bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Wong,
2008).
Penyebab demam itu sendiri disebabkan oleh:
a. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
b. Efek produk toksik pada mikroorganisme
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofali toksik sepintas.
3. Klasifikasi Kejang Demam
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan
tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu;
kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
a. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal
sebagai berikut;
1) Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah
satu sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama
2) Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
3) Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar
musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya
sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme
atau gerakan otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah,
gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku
(Betz & Sowden, 2002)
4. Patofisiologis
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
5. Komplikasi
a. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu :
1) Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama 2) Riwayat kejang demam dalam keluarga
3) Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam 4) Riwayat demam yang sering
5) Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks. Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera, T., dkk (2009) di RSUP dr. Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah penderita kejang demam pertama yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati. Subjek penelitian berjumlah 148 orang. Lima puluh enam anak (37,84%) mengalami bangkitan kejang demam berulang.
b. Kerusakan Neuron Otak.
di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.
c. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.
d. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
1) Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
2) Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
3) Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks. Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua anak yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10% dari semua anak yang menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan berkembang menjadi epilepsi.
kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.
6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan
kejang demam adalah meliputi:
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.v
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan
untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas
sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.
c. Darah
2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. 3) Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
7. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dilakukan yaitu :
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kg/BB dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20mg, bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit digunakan diazepam intrarektal 5mg (BB<10 atau > 10 kg).
b. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan ostitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.
c. Pengobatan dirumah
Pengobatan dirumah dibagi menjadi 2 golongan yaitu :\ 1) Profilaksis intermitten
kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4 tahun.
2) Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panajng digunakan untuk mencegah berulangnya kejang demam yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah epilepsy dikemudian hari (Mansjoer, 2000)
C. Konsep Masalah Keperawatan Hipertermi 1. Pengertian
Menurut Potter & Perry (2010), Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Menurut Herdman (2012), Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
2. Batasan Karakteristik
Menurut Herdman ( 2012), Batasan karakteristik hipertermi adalah a. Konvulsi
b. Kulit kemerahan
c. Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal d. Kejang
f. Takipnea
g. Kulit terasa hangat 3. Faktor yang berhubungan
Menurut Herdman (2012), faktor yang berhubungan dengan masalah hipertermi yaitu
a. Anestesia
b. Penurunan perspirasi c. Dehidrasi
d. Pemajanan lingkungan yang panas e. Penyakit
f. Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan g. Peningkatan laju metabolisme
h. Medikasi i. Trauma
j. Aktivitas berlebihan
4. Perencanaan masalah hipertermia