• Tidak ada hasil yang ditemukan

Treasury Pengelolaan Utang Negara oleh P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Treasury Pengelolaan Utang Negara oleh P"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

oleh Pemerintah Pusat dan Daerah

Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. (vide UU No.1 Tahun 2004 Psl. 1 butir 1). Mencakup di dalamnya adalah terkait utang pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan bahkan termasuk pengelolaan piutang baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah yang diatur di dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. 2. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. 3. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.

4. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pinjaman Luar Negeri dan Hibah.

Berikut dapat diuraikan seluk beluk pengelolaan utang dan piutang yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah dengan mengambil bahan dari materi perkuliahan Magister Akuntansi, Universitas Indonesia, tahun 2015.

1. Pengelolaan Piutang Negara

Dalam hal pengelolaan Piutang Jangka Panjang/Hibah, maka Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan ataupun hibah kpd Pemerintah Daerah maupun BUMN/ BUMD. Mengenai besaran jumlah pinjaman atau hibah ditetapkan setiap tahunnya melalui Undang-undang tentang APBN. Sedangkan mengenai tata cara pemberian pinjaman tersebut diatur secara lebih teknis lagi melalui suatu peraturan pemerintah.

(2)

APBN. Selanjunya tata cara pemberian pinjaman tersebut diatur melalui suatu peraturan pemerintah. Sebagai contohnya adalah pemerintah Indonesia pernah memberikan hibah kepada secretariat ASEAN berupa aset tetap peralatan kantor secretariat ASEAN.

Sedangkan terkait pengelolaan Piutang Jangka Pendek, maka Pemerintah Pusat dapat memberikan piutang jangka pendek atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan tertentu misalnya undang-undang pajak. Tata cara pemberian piutang mengikuti peraturan perundang-undangan tertentu tersebut. Sebagai contoh pemerintah memberikan piutang pajak kepada Wajib Pajak yang wajib dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sampai denga satu tahun.

Namun timbul permasalahan tentang apakah utang maupun piutang jangka pendek dicantumkan dalam APBN?. Jawabannya adalah utang dan piutang jangka pendek tidak dimasukan di dalam struktur APBN alasannya piutang jangka pendek termasuk kedalam manajemen kas pemerintah, sehingga tidak dimasukan kedalam APBN. Lain halnya dengan utang/piutang jangka panjang yang selalu dimasukan kedalam struktur APBN yaitu dimasukan kedalam akun APBN “Pembiayaan”.

2. Pengelolaan Piutang Daerah

(3)

3. Pengelolaan Piutang Pemerintah Pusat dan Daerah

Berlaku di Pusat maupun Daerah, Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah tersebut diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu. Piutang negara/daerah yg tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, serta diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Piutang Negara/daerah mempunyai hak mendahaulu untuk dilunasi terlebih dahulu dibanding piutang lainnya terutama saat debitur dilikuidasi/pailit.

Penyelesaian piutang Negara diatur tersendiri dalam undang-undang misalnya piutang pajak, dan juga dapat melalui perdamaian terutama untuk jenis piutang yg timbul sebagai akibat hubungan keperdataan. Yang diselesaikan melalui perdamaian adalah sebatas hanya bagian piutang negara/daerah yang tidak disepakati (BPNTD/BPDTD), yaitu selisih antara jumlah tagihan piutang yang ditetapkan menurut pemerintah dengan besarnya jumlah kewajiban yang diakui oleh debitur.

Pejabat Penyelesai BPNTD/BPDTD untuk pemerintah pusat adalah Menteri Keuangan untuk BPNTD < Rp10 Milyar; oleh Presiden untuk BPNTD > Rp10 Milyar s/d Rp100 Milyar; oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan dari DPR untuk jumlah BPNTD > Rp100 Milyar.

Sedangkan untuk pemerintah daerah yang berwenang memberikan putusan penyelesaian piutang daerah adalah Gubernur/bupati/walikota untuk BPDTD < Rp5 Milyar; oleh Gubernur/bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan DPRD untuk jumlah BPDTD > Rp5 Milyar. BPNTD kepanjangannnya adalah Bagian Piutang Negara yang Tidak Disepakati. BPDTD kepanjangannya adalah Bagian Piutang Daerah yang Tidak Disepakati (yaitu selisih antara jumlah tagihan piutang menurut pemerintah dengan kewajiban yang diakui oleh debitur).

(4)

Piutang negara/daerah dapat dihapuskan dari pembukuan secara mutlak atau bersyarat. Yanng dimaksud dengan penghapusan secara mutlak adalah penghapusan piutang tanpa adanya kewajiban lain dari pihak debitor. Sedangkan yang dimaksud penghapusan bersyarat adalah penghapusan piutang setelah debitor memenuhi / melaksanakan persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh kreditor. Namun untuk jenis penghapusan piutang yang telah diatur secara jelas dalam undang-undang tertentu, maka prosedur penghapusannya wajib mengikuti ketentuan undang-undang tersebut.

Pejabat yang berwenang menghapusan piutang negara/daerah secara mutlak/bersyarat, selain yg diatur undang2 tertentu adalah sebagai berikut:

a. Untuk pemerintah pusat adalah Menteri Keuangan untuk jumlah s/d Rp10 Milyar, oleh Presiden untuk jumlah > Rp10 Milyar s/d Rp100 Milyar; oleh Presiden dgn persetujuan DPR untuk jumlah > Rp100 M. b. Sedangkan untuk pemerintahan daerah yang berwenang adalah

Gubernur/bupati/walikota untuk jumlah s/d Rp5 Milyar; oleh Gubernur/bupati/walikota dengan persetujuan DPRD untuk jumlah > Rp5 Milyar.

c. Tatacara penyelesaian dan penghapusan piutang negara/daerah diatur secara lebih teknis melalui suatu peraturan pemerintah.

5. Pengelolaan Utang Negara

Besaran utang negara ditetapkan dalam APBN setiap tahunnya melalui udnag-undang APBN. Menteri Keuangan (Menkeu) dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa untuk atas nama Menkeu mengadakan utang yg berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, dan atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Utang/hibah di atas dapat diteruspinjamkan kepada Pemda/BUMN/BUMD. Biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengadaan utang/hibah dimaksud dibebankan kepada APBN. Tatacara mengenai utang/hibah diatur dengan suatu peraturan pemerintah.

(5)

Besaran utang daerah ditetapkan dalam peraturan daerah (perda) tentang APBD. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) menyiapkan pelaksanaan utang daerah sesuai keputusan gubernur/bupati/walikota. Biaya untuk pengadaan utang/hibah daerah dibebankan pada APBD. Tatacara pelaksanaan dan penatausahaan utang negara /daerah hibah diatur melalui suatu peraturan pemerintah.

7. Daluwarsa Utang Negara/Daerah

Hak tagih atas utang negara/daerah yang telah diatur secara tegas dalam suatu undang-undang yang tersendiri maka hak tagihnya mengikuti ketentuan undang-undang dimaksud. Hak tagih atas utang negara/daerah akan kadaluwarsa setelah lewat 5 tahun sejak tanggal utang tersebut jatuh tempo. Ketentuan kedaluwarsa di atas tertunda apabila pihak yg berpiutang mengajukan tagihan kpd negara/daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Ketentuan kedaluwarsa di atas tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok utang negara/daerah.

8. Surat Utang Negara (SUN)

(6)

Rakyat; h. Keputusan Presiden Nomor 176 Tahun 1999 tentang Penerbitan Surat Utang Pemerintah Dalam Rangka Pembiayaan Kredit Program.

9. SUN berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 2002

Dalam undang-undang No. 24 Tahun 2002 diatur bahwa bentuk dan Jenis SUN meliputi:

(1) Dalam bentuk warkat atau tanpa warkat (scriptless), terdiri dari:

a. Surat Perbendaharaan Negara (SPN), SUN yg berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto;

b. Obligasi Negara, SUN yg berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.

(2) Diperdagangkan atau tidak diperdagangkan di Pasar Sekunder.

Tujuan diterbitkannya SUN antara lain adalah: a. Membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (obligasi negara); b. Menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran (SPN); c. Mengelola portofolio utang negara.

10. KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN

Yang berwenang menerbitkan SUN adalah pemerintah, c.q. menteri keuangan. Dalam hal pemerintah akan menerbitkan Surat Utang Negara, menteri keuangan terlebih dahulu wajib berkonsultasi dengan Bank Indonesia antara lain terkait dampaknya terhadap tingkat inflasi. Jumlah besaran SUN (obligasi negara) yang dapat diterbitkan pemerintah adalah sebanyak nilai bersih (selisih utang yg diterbitkan dengan yg dilunasi) yang sebelumnya harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui penetapan undang-undang APBN.

(7)

Cakupan pengelolaan SUN sekurang-kurangnya meliputi: a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan SUN termasuk kebijakan pengendalian risiko; b. perencanaan dan penetapan struktur portofolio utang negara; c. penerbitan Surat Utang Negara; d. penjualan Surat Utang Negara melalui lelang dan/atau tanpa lelang; e. pembelian kembali Surat Utang Negara sebelum jatuh tempo; f. pelunasan; g. membuka rekening yang merupakan bagian dari Rekening Kas Negara h. Lain-lain dalam rangka pengembangan Pasar Perdana dan Pasar Sekunder Surat Utang Negara.

Setiap Surat Utang Negara mencantumkan sekurang-kurangnya: a. nilai nominal, b. tanggal jatuh tempo, c. tanggal pembayaran bunga, d. tingkat bunga (kupon), e. frekuensi pembayaran bunga, f. cara perhitungan pembayaran bunga, g. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Surat Utang Negara sebelum jatuh tempo, h. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.

12. Penatausahaan SUN oleh Bank Indonesia

Penatausahaan SUN yang meliputi pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen, serta keagenan pembayaran bunga dan pokok SUN dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Dalam menyelenggarakan kegiatan penatausahaan tersebut, Bank Indonesia wajib membuat laporan pertanggungjawaban kepada Pemerintah.

Alur penatausahaan SUN oleh BI adalah: (1) Menkeu menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang Surat Perbendaharaan Negara di Pasar Perdana. (2) Menkeu dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang Obligasi Negara di Pasar Perdana. (3) Ketentuan mengenai metode lelang, jadwal pelaksanaan lelang, kriteria peserta lelang, dan hasil akhir lelang ditetapkan oleh Menkeu. (4) Menkeu dapat menunjuk Bank Indonesia dan/atau pihak lain sebagai agen untuk melaksanakan pembelian dan penjualan SUN di Pasar Sekunder.

(8)

13. Ketentuan Pidana

Dalam hal tindakan kecurangan terkait SUN, maka terdapat pengaturan sebagai berikut:

a. Setiap orang yang meniru Surat Utang Negara atau memalsukan Surat Utang Negara dengan maksud memperdagangkan atau dengan sengaja memperdagangkan Surat Utang Negara tiruan atau Surat Utang Negara palsu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

b. (2) Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan Surat Utang Negara tidak berdasarkan Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).

14. Utang Daerah sesuai Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005

Prinsip Umum utang daerah adalah: (1) Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. (2) Dikecualikan dalam hal pinjaman langsung kepada pihak luar negeri yang terjadi karena kegiatan transaksi Obligasi Daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. (3) Pemerintah Daerah dilarang memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. (4) Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. (5) Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam Proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

Jenis Utang Daerah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

(9)

(2) Pinjaman Jangka Menengah, merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu > satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman PPBBL harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan.

(3) Pinjaman Jangka Panjang daerah adalahmerupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu > satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman PPBBL harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Dapat berbentuk Obligasi Daerah.

Utang selanjutnya diatur mengenai batasannya, yaitu:

a. Batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun yang bersangkutan.

b. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah secara keseluruhan paling lambat bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional.

c. Menteri Keuangan menetapkan pedoman pelaksanaan dan mekanisme pemantauan serta pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah.

Upaya Mengurangi Beban Utang yang dapat dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah:

a. Utang berbunga tinggi dilunasi lebih cepat; b. Utang valas diganti dengan utang dlm rupiah;

c. Dlm hal utang bilateral, menegosiasi ulang besaran suku bunga khususnya bila ”country risk” membaik;

d. Meminta ”hair cut” dgn menukar utang (bilateral) dengan program; e. Dalam keadaan force majeur melakukan ”reverse Dutch auction”.

(10)

Selain Pemerintah sebagai penerbit, penerbitan Surat Utang Negara juga melibatkan peran serta beberapa pihak yaitu: (1) DPR-RI yang memberikan persetujuan atas rencana penerbitan Surat Utang Negara untuk satu tahun ke depan pada setiap pengesahan APBN; (2) Bank Indonesia sebagai penasihat Pemerintah dalam penerbitan dan sebagai penatausaha Surat Utang Negara; dan (3) Bapepam sebagai pengatur dan pengawas kegiatan perdagangan Surat Utang Negara di pasar modal. Adapun perincian peranan masing-masing pihak adalah sebagai berikut.

Peranan Pemerintah (Menteri Keuangan)

UU SUN memberikan kewenangan kepada Pemerintah dalam menerbitkan dan mengelola Surat Utang Negara (Pasal 5) termasuk kewajiban yang menyertainya yaitu akuntabilitas dan transparansi pengelolaan Surat Utang Negara (Pasal 16 dan 17). Dalam pelaksanaannya kewenangan ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan yang telah membentuk badan khusus yang menangani pengelolaan Surat Utang Negara di Departemen Keuangan yaitu Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON).

Dalam pengelolaan Surat Utang Negara, Menteri Keuangan antara lain berwenang menunjuk agen lelang di pasar perdana termasuk ketentuan-ketentuan yang terkait dengan lelang (metode, kriteria peserta, dan penetapan hasil akhir lelang) serta pihak yang menjadi pelaksana pembelian dan penjualan Surat Utang Negara di pasar sekunder. Sehubungan dengan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan Surat Utang Negara, Pemerintah diwajibkan membuat laporan pertanggungjawaban sebagai bagian pelaksanaan APBN kepada DPR (Pasal 16) dan secara berkala mempublikasikan informasi tentang kebijakan pengelolaan utang, rencana penerbitan, jumlah Surat Utang Negara yang beredar beserta komposisinya (Pasal 17).

Peranan Dewan Perwakilan Rakyat - Republik Indonesia

(11)

setelah penerbitan Surat Utang Negara. Sebelum menerbitkan Surat Utang Negara, Pemerintah terlebih dahulu perlu mendapat persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU SUN. Persetujuan DPR ini memegang peranan yang penting karena merupakan jaminan Pemerintah kepada pasar untuk membayar semua kewajiban bunga dan pokok utang yang timbul akibat penerbitan Surat Utang Negara sampai dengan jatuh waktu Surat Utang Negara yang bersangkutan dengan mengalokasikan dana yang dianggarkan dari APBN setiap tahunnya. Setelah penerbitan Surat Utang Negara, DPR dapat melakukan pengawasan melalui laporan pertanggungjawaban dan publikasi yang disampaikan Pemerintah.

Peranan Bank Indonesia

UU SUN memberikan beberapa peran kepada Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan penerbitan Surat Utang Negara. Pertama, UU SUN menentukan bahwa Pemerintah terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia ketika akan menerbitkan Surat Utang Negara (Pasal 6). Konsultasi dengan Bank Indonesia dilakukan pada saat Pemerintah merencanakan penerbitan Surat Utang Negara untuk satu tahun anggaran, dan dimaksudkan untuk mengevaluasi implikasi moneter dari penerbitan Surat Utang Negara agar tercapai keselarasan antara kebijakan fiskal, termasuk manajemen utang, dan kebijakan moneter.

Kedua, UU SUN memberikan landasan hukum bagi Bank Indonesia untuk bertindak sebagai penatausaha Surat Utang Negara (Pasal 12). Bank Indonesia melakukan 3 (tiga) fungsi yaitu pencatatan kepemilikan; penyelesaian transaksi; serta pembayaran bunga dan pokok Surat Utang Negara. Kedua hal pertama merupakan fungsi Bank Indonesia sebagai central registry sedangkan hal terakhir merupakan fungsi Bank Indonesia sebagai paying agent.

(12)

agen lelang ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitifas pelaksanaan kebijakan moneter dan sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia untuk menggunakan Surat Utang Negara sebagai piranti Operasi Pasar Terbuka (OPT) alternatif di masa mendatang dan secara bertahap dapat menggantikan SBI.

Keempat, UU SUN dapat memberikan peran kepada Bank Indonesia sebagai agen Pemerintah dalam kegiatan di pasar sekunder yaitu bahwa Pemerintah dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai agen pembelian atau penjualan ketika Pemerintah melakukan manajemen utang di pasar sekunder (Pasal 14), misalnya saat melakukan buy back atas Surat Utang Negara yang masih outstanding.

Peranan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

UU SUN juga menyinggung peranan instansi Pemerintah dalam pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang berfungsi sebagai otoritas Pasar Modal (Pasal 15). Otoritas pasar modal dimaksud adalah Bapepam sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pengaturan dan pengawasan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan pemodal dan para pelaku pasar dan agar kegiatan perdagangan Surat Utang Negara dapat dilaksanakan secara efisien dan sehat.

Tujuan dilakukan utang:

(1) Menutup defisit APBN;

(2) Menutup kekurangan kas jangka pendek (cash mismatch); (3) Membiayai investasi sektor public;

(4) Mengelola portofolio utang pemerintah; (5) Membiayai pengeluaran pembiayaan

Utang yang dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Risiko (DJPPR) adalah:

(13)

-Surat Utang Negara terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara (ORI, penjualan Obligasi Negara secara lelang di pasar perdana, penerbitan SUN dalam Valas di Pasar Perdana Internasional (Global Bonds); -Surat Berharga Syariah Negara/Sukuk Negara terdiri dari Sukuk Negara Ritel, Sukuk Dana HajiIndonesia, penjualan SBSNsecara lelang di pasar perdana, SBSN dalam valas di pasar internasional (belum dilakukan;

b.Pinjaman Luar Negeri ;

-Pinjaman Program, Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan Policy Matrix pada program tertentu misalnya pada bidang pembangunan, pemberdayaan masyarakat, Iingkungan hidup dan infrastruktur -Pinjaman Kegiatan (Pinjaman proyek) Untuk pembiayaan kegiatan Kementerian dan Lembaga (K/L) seperti proyek infrastruktur diberbagai sektor dan proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan, pengadaan alutsista/alutpolri dan lain-lain.

c.Pinjaman Dalam Negeri ;

-Berasal dari BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan Daerah -Untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri dan pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum, dan kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan

Secara umum jenis SUN dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Surat Perbendaharaan Negara (SPN),yaitu SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Di beberapa negara SPN lebih dikenal dengan sebutan T-Bills atau Treasury Bills.

2. Obligasi Negara (ON), yaitu SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan baik dengan kupon atau tanpa kupon. Obligasi Negara dengan kupon memiliki jadwal pembayaran kupon yang periodik (tiga bulan sekali atau enam bulan sekali). Sementara ON tanpa kupon tidak memiliki jadwal pembayaran kupon, dijual pada harga diskon dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo.

(14)

(1) Obligasi Berbunga Tetap, yaitu obligasi dengan tingkat bunga tetap setiap periodenya (atau Fixed rate Bonds) dan

(2) Obligasi Berbunga Mengambang, yaitu obligasi dengan tingkat bunga mengambang (atau Variable Rate Bonds) yang ditentukan berdasarkan suatu acuan tertentu seperti tingkat SPN 3 bulan.

Obligasi Negara juga dapat dibedakan berdasarkan denomasi mata uangnya (Rupiah ataupun Valuta Asing). Surat Utang Negara dapat diterbitkan dalam bentuk warkat (scropless). Surat Utang Negara yang saat ini beredar, diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat. Surat Utang Negara dapat diterbitkan dalam bentuk yang dapat diperdagangkan atau yang tidak dapat diperdagangkan.

Manfaat penerbitan SUN dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sebagai Instrumen Fiskal: Penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensi sumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal;

Sebagai Instrumen Investasi : Menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risiko gagal bayar dan memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk melakukan diversifikasi portofolio guna memperkecil risiko investasi. Selain itu, investor SUN memiliki potential capital gain dalam transaksi perdangan di pasar sekunder SUN tersebut. Potential capital gain ialah potensi keuntungan akibat lebih besarnya harga jual obligasi dibandingkan harga belinya;

Sebagai Instrumen Pasar Keuangan : Surat Utang Negara dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi penentuan nilai insturmen keuangan lainnya.

Surat Utang Negara (SUN) dan pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 memberi kepastian bahwa:

1. Penerbitan SUN hanya untuk tujuan-tujuan tertentu;

2. Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok SUNyang jatuh tempo; 3. Jumlah SUN yang akan diterbitkan setiap tahun anggaran harus

memperoleh persetujuan DPRdan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Bank Indonesia;

(15)

5. Memberikan sanksi hukum yang berat dan jelas terhadap penerbitan oleh pihak yang tidak berwenang dan atau Selain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002.

Berbagai peraturan pelaksanaan pun telah diterbitkan untuk mendukung pengelolaan SUN,antara lain:

1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 66/KMK.Ol/2003 tentang Penunjukan Bank Indonesia sebagai Agen untuk melaksanakan Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.08/2009 tentang Lelang Pembelian Kembali Surat Utang Negara.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.08/2008 tentang Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.08/2008 tentang Penjualan SUN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional, sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2009.

Referensi

Dokumen terkait

Efektifitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing, disimpulkan berdasarkan pada: (i) Tercapainya

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2010 berjumlah 152 sampel, yang terdiri dari 33 sampel

Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan tenaga kerja

Algoritma apriori ini berfungsi mengidentifikasi keterkaitan antar item dalam market basket sebuah transaksi penjualan dengan cara mencari frekuensi tertinggu pada

Data penelitian diperoleh melalui dua cara yakni wawancara pengelola jurnal (editor) dan dokumentasi dari laman http://uin.alauddin.ac.id/khizanahal-hikmah. Dalam

Berdasarkan perbandingan MSE dan RMSE dari model ARIMA dan RBFNN, dapat dikatakan bahwa pada kasus pemodelan curah hujan di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2011-2015, metode

Dengan memperhatikan berbagai hasil deskripsi data output SPSS diatas dapat disimpulkan beberapa hal penting antara lain yang pertama adalah terjadi kesenjangan

dengan kepuasan nasabah. Dari data-data yang telah disajikan dapat dilihat pengaruh layanan Mobile 
 Banking terhadap kepuasan nasabah Bank Syariah Mandiri ini sangat baik.