• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah Dalam Mengist (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah Dalam Mengist (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah Dalam

Mengistim bathkan Hukum Islam

Oleh :

Teungku Riyandi Syafri, S.HI.,MA

NIDN : 0706197901

Dosen Syariah Institut Agama Islam Al-Aziziyah-Samalanga

ABSTRAK

Qawaid Fiqhiyah. Sejak dahulu sampai saat ini hamper tidak ada ulama yang

mengingkari akan penting peranan qawaid fiqhiyah dalam kajian ilmu syariah (fiqih). Para ulama menghimpun sejumlah persoalan fiqh yang ditempatkan pada suatu qawaid fiqhiyah. Apabila ada masalah fiqh yang dapat dijangkau oleh suatu kaidah fiqh, masalah fiqh itu ditempatkan di bawah kaidah fiqh tersebut. Melalui

qawaid fiqhiyah atau kaidah fiqh yang bersifat umum memberikan peluang bagi

ummat yang melakukan studi terhadap fiqh untuk dapat menguasai fiqh dengan

lebih mudah dan tidak memakan waktu yang relatif lama, justru dengan Qawaid

Fiqhiyah penguasaan permasalahan fiqh akan lebih mudah difahami. Qawaid fiqhiyah

(kaidah-kaidah fiqh) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua. Banyak dari akademisi

yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu

qawaid fiqhiyah. Oleh karena itu, saya selaku penulis mencoba untuk menerangkan

tentang kaidah-kaidah fiqh, mulai dari pengertian, perbedaan, hubungan antara

keduanya, dalil-dalailnya, Qawaid Fiqhiyah dan Ushul fiqih, tujuan, manfaat dan

dasar-dasar pengambilannya. Bertujuan untuk memudahkan pemahaman tentang

qawaid fiqhiyah, di bawah ini dikemukakan pengertian atau definisi qawaid

fiqhiyah yang penulis bahas nantinya dalam bab II. Qawaid Fiqhiyyah merupakan

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Sesuai dengan perkembangan zaman dari masa kemasa Qawaid Fiqhiyah,

Qawaid Ushuliyah, fiqih dan ushul fiqh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan

yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan perkembangan fiqih,

karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih, Qawaid

fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang berbicara

tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid

usuliyah tersebut adalah alat untuk sampai kepada kajian hukum fiqih.

Kaidah ushuliyah memuat pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya

baik Al-Quran maupun sunnah dengan menggunakan pendekatan secara

kebahasaan. Sedangkan kaidah fiqhiyah merupakan petunjuk operasional dalam

mengistinbathkan hukum Islam, dengan melihat kepada hikmah dan

rahasia-rahasia tasyri’. Namun kedua kaidah tersebut merupakan patokan dalam

mengistinbathkan suatu hukum, satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan

pula

Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan memudahkan terhadap

pemecahan permasahalan yang muncul ditengah-tengah kehidupan di zaman

modern ini, maka, hendaklah kita memahami secara baik tentang konsep disiplin

ilmu ini karenanya merupakan asas dalam pembentukan hukum Islam. Masih

(3)

penyelesaian hukum Islam. Menjadi suatu kewajiban sebagai seorang muslim

untuk memahami dan meyikapi persoalan hukum dalam Islam karena proses

kehidupan tidak terlepas dari kegiatan hukum yang berkaitan dengan af’al

mukallaf, apalagi untuk memenuhi kebutuhan hidup dizaman moderen ini, kita

dituntut oleh keadaan untuk menjawab hukum-hukum islam yang terjadi

ditengan-tengah masyarakat lokal maupu non lokal.

Maka kondisi ini membuat penulis tertantang untuk mengupas sedikit

banyaknya tentang Qawaid Fiqhiyah, semoga goresan tangan ini bermanfaat

terutama bagi penulis sendiri dan para pembaca yang budiman.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Qawaid Fiqhiyah

Dalam pengertian Qawaid Fiqhiyyah ada dua terminologi yang perlu kami jelaskan terlebih dahulu, yaitu qawaid dan fiqhiyah. Kata qawaid merupakan bentuk jama' dari kata qaidah, dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan kata 'kaidah' yang berarti aturan atau patokan, dalam tinjauan terminologi kaidah mempuyai beberapa arti. Dr. Ahmad asy-Syafi'i menyatakan bahwa kaidah adalah:

ةﺮﯿﺜﻛ تﺎﯿﺋﺰﺟ ﻢﻜﺣ ﺎﮭﻨﻣ ةﺪﺣاو ﻞﻛ ﺖﺤﺗ جرﺪﻨﯾ ﻰﺘﻟا ﺔﯿﻠﻜﻟا ﺎﯾﺎﻀﻘﻟا

"Hukum yang bersifat universal (kulli) yang diikuti oleh satuan-satuan hukum

juz'i yang banyak"1

Sedangkan secara terminologi fiqh berarti, menurut al-Jurjani al-Hanafi:

جﺎﺘﺤﯾو دﺎﮭﺘﺟﻻاو يأﺮﻟﺎﺑ ﻂﺒﻨﺘﺴﻣ ﻢﻠﻋ ﻮھو ﺔﯿﻠﺼﻔﺘﻟا ﺎﮭﺘﻟدا ﻦﻣ ﺔﯿﻠﻤﻌﻟا ﺔﻌﯾﺮﺸﻟا مﺎﻜﺣﻻﺎﺑ ﻢﻠﻌﻟا

ﻞﻣﺄﺘﻟاو ﺮﻈﻨﻟا ﻰﻟا ﮫﯿﻓ

(4)

”ilmu yang menerangkan hukum hukum syara yang amaliyah ang diambil dari

dalil-dalilnya yang tafsily dan diistinbatkan melalui ijtihad yang memerlukan

analisa dan perenungan"2

Dari uraian pengertian diatas baik mengenai qawaid maupun fiqhiyah maka yang dimaksud dengan qawaid fiqhiyah adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Tajjudin as-Subki:

ﻰﻠﻜﻟا ﺮﻣﻻا ﺎﮭﻨﻣ ﺎﮭﻣﺎﻜﺣا ﻢﮭﻔﺗ ةﺮﯿﺜﻛ تﺎﯿﺋﺰﺟ ﻰﻠﻋ ﻖﺒﻄﻨﯾ ىﺬﻟا

"Suatu perkara kulli yang bersesuaian dengan juziyah yang yang banyak yang

dari padanya diketahui hukum-hukum juziyat itu " . 3

Menurut Musthafa az-Zarqa, Qowaidul Fiqhyah ialah : dasar-dasar fiqih yang bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang yang berisi hukum-hukum syara’ yang umum terhadap berbagai peristiwa hukum yang termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.4

B. DALIL QAWAID FIQHIYYAH

Dalil untuk menjadikan qawaid fiqhiyyah sebagai metode istimbat hukum terdapat pada dua dalil yaitu Al-Qur’an dan Hadist.5.

a. Al-Qur’an : Bahwasanya dalil yang diambil untuk memecahkan sebuah masalah adalah lansung di ambil dari al-Qur’an, sebagai contoh kasus pada firman Allah SWT dalam suarat al-‘Araf ayat 199.6



2 . Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta bulan bintang 1975. hal. 25

3 . Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh, Jakarta. Bulan bintang. 1976. hal.11.

4 . Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah : Jakarta, hal.13

5. Aly Ahmad Al-Nadaw y, Al-Qaw aid Al-Fiqhiyah, Cet . VI. (Dar Al-basyar : Jedah). hal 271-272

(5)

Kalimat ‘Khuz,’ yang berartikan perintah untuk melakukan perbuatan menyambung tali persaudaraan, dan kalimat “afwa” menunjuki kepada memaafkan kesalahan orang lain, sedangkan kalimat “amar bilma’ruf” dalam ayat di atas menunjuki kepada menyambung tali persaudaraan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT pada jalan yang haram dan yang halal. Selanjutnya kalimat “wa’arid anil jahilina” menunjuki kepada perintah dilarang melakukan kezaliman.

Pada ayat di atas, jika kita lihat dari sisi qawaid fiqhiyyah jelas bahwa ayat tersebut dapat digunakan sebagai dalil untuk memutuskan hukum dalam perkara syariat Islam

b. Al-Hadist : dalil Qawaid fiqhiyyah juga terdapat pada hadist Nabi Muhammad SAW seperti pada Hadist tentang “ tiap sesuatu yang memabukkan haram hukumnya” ini hadist juga berlaku kaidah ammiyah dengan sebutatan Al-kalimah Al-Ammiyyah. Lebih jelas baca

kitab Al-qawaid Al-Fiqhiyyah karangan Aly Ahmad Al-Nadhawy hal 172.

c. Qawaid fiqhiyah berlaku juga sebagai dail terdapat pada hadist Nabi Muhammad SAW tentang persoalan Niat, kaidah yang digunakan pada hadist tersebut adalah qaidah fiqhiyyah Al-Amrru bimaqhasidiha1

C. URGENSI QAWAID FIQHIYAH.

Pendapat M. az-Zuhayliy dalam kitabnya al-Qawa’id al-fiqhiyyah berdasarkan cakupannya yang luas terhadap cabang dan permasalahan fiqh, serta berdasarkan disepakati atau diperselisihkannya qawa’id fiqhiyyah tersebut oleh madzhab-madzhab atau satu madzhab tertentu, tedapat pada 4 macam, yaitu :

a. Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al- Kubra, yaitu qaidah-qaidah

fiqh yangg bersifat dasar dan mencakup berbagai bab dan permasalahan fiqh. Qaidah-qaidah ini disepakati oleh seluruh madzhab. Yang termasuk kategori ini adalah :

(6)

2. Al-Yaqinu la Yuzalu bi asy-Syakk.

3. Al-Masyaqqatu Tajlib at- Taysir.

4. Adh-Dhararu Yuzal,

5. Al- ’Adatu Muhakkamah.

b. Al-Qawa’id al-Kulliyyah : yaitu qawa’id yang menyeluruh yang

diterima oleh madzhab-madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada qawa’id yang lalu. Seperti kaidah : al-Kharaju bi adh-dhaman/Hak mendapatkan hasil disebabkan oleh keharusan menanggung

kerugian, dan kaidah : adh-Dharar al- Asyaddu yudfa’ bi adh-Dharar al-Akhaf Bahaya yang lebih besar dihadapi dengan bahaya yang lebih ringan. Banyak kaidah- kaidah ini masuk pada kaidah yang 5, atau masuk di bawah kaidah yg lebih umum.

c. Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab), yaitu kaidah-kaidah

yang menyeluruh pada sebagian madzhab, tidak pada madzhab yang lain. Kaidah ini terbagi pada 2 bagian :

1. Kaidah yang ditetapkan dan disepakati pada satu madzhab.

2. Kaidah yang diperselisihkan pada satu madzhab.

Contoh, kaidah : ar-Rukhash la Tunathu bi al- Ma’ashiy Dispensasi tidak didapatkan karena maksiat. Kaidah ini masyhur di kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali, tidak di kalangan mazhab Hanafi, dan dirinci di kalangan madzhab Maliki.

d. Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid, yaitu kaidah

yang diperselisihkan dalam satu madzhab. Kaidah-kaidah itu diaplikasikan dalam satu furu’ (cabang) fiqh tidak pada furu’ yg lain, dan diperselisihkan dalam furu’ satu madzhab.

Contoh, kaidah : Hal al-’Ibroh bi al-Hal aw bi al-Maal?/Apakah hukum yang dianggap itu pada waktu sekarang atau waktu nanti? Kaidah ini diperselisihkan pada madzhab Syafi’i. oleh karena itu pada umumnya diawali dengan kata :hal apakah.7

7 . H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA

(7)

D. KEDUDUKANNYA DALAM IFTA DAN QADHA

Kedudukan qawaid fiqhiyyah dalam ifta dan qadha pada persoalan hukum Islam adalah sebagai alat untuk istimbath yaitu sebagai metode dalam mengambil sebuah hukum yang belum terdapat nashnya baik adalam al-qaur’an maupun hadist.

Menurut bacaan penulis dalam kitab Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah bahwa Ifta dan Qadha boleh digunakan sebagai alat untuk mengistimbathkan hukum Islam dengan ketentuan apabila nash tersebut masih umum. Lebih jelas boleh dilihat dalam kitab Al-qawaid Al-Fiqhiyyah karang Aly Ahmad Al-Nadhawiy pada halam 333. Pembahasan yang ketiga Ifta dan Qhada’.

Pada akhirnya untuk melihat tentang arti penting dan kegunaan qawa’id fiqhiyyah dapat dilihat dari pendapat Ali Ahmad al-Nadwi berikut ini:

a. Bahwa qawa’id fiqhiyyah itu mempermudah untuk menguasai fikih Islam, menghimpun masalah-masalah yang berserakan, dengan jalan menyusun furu’-furu’ yang banyak tersebut dalam satu alur di bawah satu kaidah.

b. Kaidah-kaidah itu membantu menjaga dan menguasai

persoalan-persoalan yang banyak diperdebatkan, dengan cara menjadikan kaidah itu sebagai jalan untuk menghadirkan hukum.

c. Mendidik orang yang berbakat fikih dalam mendekatkan analogi (ilhaq) dan takhrij untuk mengetahui hukum-hukum, yang belum digariskan dalam fikih.

d. Mempermudah orang yang membahas fikih dalam mengikuti (memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tema-tema yang berbeda-beda serta meringkasnya dalam satu topik tertentu. e. Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan yang menunjukkan

bahwa hukum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling berdekatan atau menegakkan maslahat yang lebih besar.

(8)

Dari satu sisi qawa’id fiqhiyyah sebagai alat untuk mempermudah ahli fiqh dalam mengistimbatkan hukum disisi lain qawa’id fiqhiyyah jarang sekali dipergunakan hanya pada saat-saat tertentu yang berhubungan dengan kasus-kasus hukum.

E. PERBEDAAN QAWAID FIQHIYAH DENGAN USHUL FIQIH

Menurut Ali Ahmad al-Nadawi, perbedaan antara qawaid fiqhiyyah dengan qawaid ushuliyyah adalah sebagai berikut:8

a. Ilmu ushul fiqih merupakan parameter (tolak ukur) cara berinstinbat

fikih. Kedudukan ilmu ushul fiqih (dalam fiqih) ibarat kedudukan ilmu nahwu dal am hal pembicaraan dan penulisan, qawaid fiqhiyyah merupakan wasilah, jembatan penghubung, antara dalil dan hukum. Tugas qawaid fiqhiyyah adalah mengeluarkan hukum dari fdalil-dalil yang tafshili (terperinci). Ruang lingkup qawaid ushuliyyah adalah dalil dan hukum seperti amr itu menunjukan wajib, nahyi menunjukan haram, dan wajib mukhayar bila telah dikjerjakan sebagaian orang, maka yang lainya bebas dari tanggung jawab. Qawaid fiqhiyyah adalah qaidah kulliyah atau aktsariyah (mayoritas) yang juz’i-juz’inya (farsial-farsialnya) beberapa masalah fiqih dan ruang lingkupnya selslu perbuatan orang mukalaf

b. Qawaid ushuliyyah merupakan qawaid kulliyah yang dapat

diaplikasikan pada seluruh juz’i dan ruanglingkupnya. Ini berbeda dengan qawaid fiqhiyyah yang merupakan kaidah berbeda dengan qawaid fiqhiyyah yang merupakan kaidah aghlabiyah (mayoritas0 yang dapat diaplikasikan pada sebagaian juz’i-nya, karena ada pengecualiannya.

c. Qawaid ushuliyyah merupakan dzari’ah (jalan) untuk mengeluarkan

hukum syara’ amali. Qawaid fiqhiyyah merupakan kumpulan dari hukum-hukum serupa yang mempunyai ‘illat yang sama, dimana tujuannya untuk menekatkan berbagai persoalan dan mempermudah mengetahuinya.

d. Eksistensi qawaid fiqhiyyah baik dalam teori maupun realitas lahir

setelah furu’, karena berfungsi menghimpun furu’ yang berserakan dan mengalokasikan makna-maknanya. Adapun ushul fiqih dalam teori ditunut

(9)

eksistensinya sebelum eksistensinya furu’, karena akan menjadi dasar seorang fakih dalam menetapkan hukum. Posisinya seperti al-Qur’an terhadap sunah dan nash al-Qur’an lebih kuat dari zahirnya. Ushul sebagai pembuka furu’. Posisinyaseperti anak terhadap ayah, buah terhadap pohon, dan tanaman terhadap benih.

e. Qawaid fiqhiyyah sama dengan ushul fiqih dari satu sisi dan berbeda

dari sisi yang lain. Adapun persamaannya yaitu keduannya sama-sama mempunyai kaidah yang mencakuip berbagai juz’i, sedangkan perbedaannya yaitu kaidah ushul adalah masalah-masalah yang dicakup oleh bermacam-macam dalil tafshily yang dapat mengeluarkan hukum syara’. Kalau kaidah fiqih adalah masalah-masalah yang mengandung hukumhukum fiqih saja. Mujtahid dapat sampai kepadanya dengan berpegang kepada masalah-masalah yang dijelaskan ushul fiqih. Kemudidan bila seorang fakih mengapllikasikan hukum-hukum tersebut terhadap hukum-hukum farsial, maka itu bukanlah kaidah, namun, bila ia menyebutkan hukum-hukum tersebut dengan qaidah-qaidah kuliyyah (peristiwa-peristiwa universal)yang dibawahanya terdapat berbagai hukum juz’i maka itu disebut kaidah. Qawaid kuliyyah dan hukum-hukum juz’i benar-benar masuk dalam madlul (kajian) fikih, keduanya menunggu kajian mujtahid terhadap ushul fiqih yang membangunnya.9

F. HUBUNGAN QAWAID FIQHIYAH DENGAN FIQH, USHUL FIQH

Qawaid Fiqhiyah, fiqh, ushul fiqh dan qawaid fiqhiyah tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan perkembangan fiqih, karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih.

Qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang berbicara tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid usuliyah tersebut adalah fiqih.

Menurut al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama syafiiyyah, ushul fiqih adalah :

(10)

ﺪﯿﻔﺘﺴﻤﻟا لﺎﺣو ﺎﮭﻨﻣ ةدﺎﻔﺘﺴﻟا ﺔﯿﻔﯿﻛو ﻻﺎﻤﺟا ﮫﻘﻔﻟا ﻞﺋ ﻻد ﺔﻓﺮﻌﻣ “pengetahuan secara global tentang dalil-dalil fiqih, metode penggunaannya, dan keadaan (syarat-syarat) orang yang menggunakannya.”

Definisi ini menekankan tiga objek kajian ushul fiqih, yaitu : 1. Dalil (sumber hukum)

2. Metode penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian hukum dari sumbernya.

3. Syarat-syarat orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath) hukum dan sumbernya.

Dengan demikian, ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber hukum dan metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau sumbernya. Metode penggalian hukum dari sumbernya tersebut harus ditempuh oleh orang yang berkompeten. Hukum yang digali dari dalil/sumber hukum itulah yang kemudian dikenal dengan nama fiqih. Jadi fiqih adalah produk operasional ushul fiqih. Sebuah hukum fiqih tidak dapat dikeluarkan dari dalil/sumbernya (nash al-Qur’an dab sunah) tanpa melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan pengertian harfiah ushul fiqih, yaitu dasar-dasar (landasan) fiqih.

Misalnya hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istyinbath) dari ayat Al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 43 yang berbunyi

ةﻮﻛﺰﻟااﻮﺗاءو ةﻼﺼﻟا اﻮﻤﯿﻗاو

...

“dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat ...”

Firman Allah diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqih, perintah pada asalnya menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut

(11)

kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan tepat pada waktunya. Kemudian seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat halangan, misalnya ia diancam bunuh jika mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam kasusu seperti ini, mualaf tersebut boleh menunda sholat dari waktunya karena jiwanya terancam. Hukum boleh ini dapat ditetapkan lewat pendekatan qawaid fiqhiyah, yaitu dengan menggunakan qaidah :”لاﺰﯾ راﺮﻀﻟا“ bahaya wajid dihilangkan. Ini adalah salah satu perbedaan antara qawaid ushuliyah dengan qawaid fiqhiyah. Qawaid ushuliyah menkaji dalil hukum (nash al-Qur’an dan sunah) dan hukum syarak, sedangkan qawaid fiqhiyah mengkaji perbuatan mukalaf dan hukum syarak.

Demikianlah hubungan antara fiqih, qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan. Hukum syarak (fiqih) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah melalui pendekatan ushul fiqih yang diantaranya menggunakan qawaid ushuliyah. Hukum syarak (fiqih) yang telah diistinbath tersebut diikat oleh qawaid fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan identfikasi.10

G. MANFAAT QAWAID FIQHIYAH

Manfat mempelajari qawaid fiqhiyah itu adalah untuk mendapatkan manfaat dari ilmu qawaid fiqhiyah itu sendiri, manfaat qawaid fiqhiyah ialah:

1. Dengan mempelajari kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui

prinsip-prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh.

2. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah

menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi.

3. Dengan mempelajari kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan

materi-materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adat yang berbeda.

4. Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang

10. Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi

(12)

diciptakan oleh Ulama, pada dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan sebenarnya mengikuti al-Qur’an dan al-Sunnah, meskipun dengan cara yang tidak langsung.

5. Mempermudah dalam menguasai materi hukum.

6. Kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang

banyak diperdebatkan.

7. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq)

dan takhrij untuk memahami permasalahan-permasalahan baru. 8. Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam mengikuti

(memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tempatnya.11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa kesimpulan :

1. Qawaid Fiqhiyyah merupakan alat untuk memutuskan perkara-perkara yang belum terdapat nashnya baik dalam al-qur’an maupun hadist, termasuk pada ibarat nash yang masih umum atau lafadh ammiyah. qawaid fiqhiyyah merupakan wasilah, jembatan penghubung, antara dalil dan hukum.

2. Salah satu dasar penggunaan qawaid fiqhiyyah sebagai dalil untuk memutuskan persoalan syariat terdapat dalam al-qur’an pada firman Allah SWTdalam surat al-a’raf ayat 199.

3. Urgensi penggunaan qawaid fiqhiyyah dalam persoalan fiqh mencakupi seluruh hukum yang berhubungan dengan af’al mukallaf. Baik dalam fiqh ibadat, muamalat, munakahat maupun jinayat.

4. Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah dalam ifta dan qadha terdapat pada istimbath hukum yang masih umum lafazd.

(13)

B. Saran-Saran.

Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih banyak kekurangan dan jauh sekali dari kesempurnaan, oleh sebab itu saran dan kritikan yang bersifat membangun dari kawan-kawan sangat penulis harapkan. Semoga beranfaat Amin yarabbal Alamin.

S E K I A N

DAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA

Ali Ahmad Al-Nadhawy, Al-Qawaid Fiqhiyyah, Cet. VI. (Dar Al-Basyar, Jedah t.t).

Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah : Jakarta.

Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah, (Jakarta: GayaMedia Pratama, 2008).

Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul fiqh al-Islami, iskandariyah

muassasah tsaqofah al- Jamiiyah .1983.

Ali Ahmad al Nadawy, al Qawi’id al Fiqhiyyah, (Dmasascus; Dar al Qalam, 1994).

Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh, Jakarta. Bulan bintang. 1976.

Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta bulan bintang 1975.

http://www.slideshare.net/asnin_syafiuddin/01-02-pendahuluan oleh H. Asnin Syafiuddin, Lc. MA diposting pada tanggal 10 september 2012.

Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah,

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Fajrul Wadi : Kedudukan Anak Dalam Kewarisan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Adat Di Kabupaten Agam, 2002 USU Repository © 2008... Fajrul Wadi : Kedudukan Anak Dalam Kewarisan

Rekam medis dalam hukum acara pidana mempunyai kedudukan sebagai alat bukti surat, karena pembuatan rekam medis telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang terdapat

KEDUDUKAN HUKUM PERIKATAN ISLAM DALAM LEMBAGA- LEMBAGA SYARIAH DI INDONESIA. Mata Kuliah

Kedudukan Anak angkat menurut hukum islam dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah anak yang dalam pemeliharaannya untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan

Kedudukan hukum dari circumstantial evidence dalam pembuktian kasus kartel adalah sebagai alat bukti pendukung dari jenis alat bukti lainnya yang tertera dalam Pasal

Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara di dalam kerangka penegakan hukum dan ketertiban dalam masyarakat mengandung makna bahwa Polri adalah alat

Peneliti mengikuti program S-1 pada Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam Program Studi Hukum Tatanegara Islam dan mengambil judul “EFEKTIVITAS KEDUDUKAN RUKUN WARGA (RW)

Berikut tabel kriteria penilaian yang digunakan sebagai acuan penilaian dalam penguasaan qawaid siswa SMAS IT Yuhana Four Dalle: Nilai Kategori Ketuntasan 0-74 Tidak Tuntas 75-100