• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI IJARAH DI LEMBAGA KEUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI IJARAH DI LEMBAGA KEUANGAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI IJARAH

DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (DALAM PERSPEKTIF FIQIH)

Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah: Fiqih Kontemporer

Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh:

Nyai Ayu Anggraeni Eknadi Putri 141271010 Kelas A

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) METRO

(2)

A. PENDAHULUAN

Dinamika kehidupan tidak memungkinkan manusia selalu berada dalam kondisi yang berkecukupan untuk memenuhi kebutuhannya, kadang ketika mendapat kebutuhan seseorang sedang berada dalam kondisi ekonomi yang tidak baik sehigga tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Ketika kondisi ini terjadi dibutuhkan solusi yang baik supaya dalam upaya pemenuhan kebutuhan tidak keluar dari ketentuan syariat Islam, fiqh muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan, mereduksi permusuhan dan perselisihan diantara manusia, karena Allah tidak menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup hambaNya, tidak bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia.1

Bank syari ah adalah satu

lembaga

perbankan yang melaksanakan tiga fungsi

utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi,

menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dari bank, dan juga

memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah.

2

B. IMPLEMENTASI IJARAH PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

1. Implementasi Akad Ijarah Pada Bank Syariah

Salah satu produk penyaluran dana dari bank syariah kepada nasabah adalah pembiayaan yang berdasarkan perjanjian/akad sewa-menyewa (ijarah). Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melelui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.3

Ijarah sebagai suatu akad sewa-menyewa dapat diimplementasikan oleh bank syariah sebagai salah satu produk penyaluran dana kepada masyarakat.4 Walaupun

demikian praktik di lapangan belum banyak dilakukan oleh bank-bank syariah yang ada. Produk penyaluran dana dari bank syariah sebagian besar berupa produk pembiayaan yang didasarkan pada akad murabahah.5

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya, prinsip ijarah sama saja dengan

1Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 14. 2Ismail, Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 39.

3Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 175.

4 Khotibul Umam, Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,2016), h. 127.

(3)

prinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya berupa barang dan jasa.6

Pembayaran sewa dapat dibayar di muka, ditangguhkan ataupun diangsur sesuai kesepakatan antara pemberi sewa dan penyewa.7

Ijarah dalam teknis perbankan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Transaksi ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual-beli. Namun perbedaan terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

b. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenai al-ijarah al-muntahiya bittamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan).

c. Harga sewa dengan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.8

Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan mengenai ketentuan ijarah dalam LKS sebagai berikut:

a. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:

1) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan. 2) Menanggung biaya pemeliharaan barang.

3) Penjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. b. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:

1) Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesaui akad (kontrak);

2) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materil); 3) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan

yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.9

Bank Indonesia sebagai pemegang otoitas perbankan telah mengatur persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh bank syariah yang hendak menyalurkan dananya kepada masyarakat melalui mekanisme ijarah ini. Pengaturan sebagaimana dimaksud dilakukan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI), yakni PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Dalam pasal 1 angka 3 antara lain disebutkan bahwa pembiayaan adalah

6 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), h. 137.

(4)

penyediaan dana atau tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu dalam transaksi sewa yang didasarkan atas akad ijarah dengan opsi perpindahan hak milik (ijarah muntahiya bittamlik).10

Mengenai produk bank berupa ijarah ini juga telah diatur dalam fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah tertanggal 13 April 2000 yang menyatakan bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang sering memerlukan pihak lain melalui akad ijarah. Ketentuan dalam fatwa dimaksud yang menyatakan mengenai objek sewa-menyewa (ijarah) dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa. b. Manfaat barang harus dapat dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.

d. Kesanggupan memenuhi manfaat haryus nyata dan sesuai dengan syariah.

e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan ketidaktahuan (jahalah) yang akan mengakibatkan sengketa.

f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.11

g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjiakan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.

h. Pembayaeran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dari objek kontrak.

i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam menentukan ukuran waktu, tempat dan jarak.12

Di samping itu, ketentuan teknis dan sekaligus sebagai peraturan pelaksana dari PBI dimaksud yaitu SEBI No. 10/14/DPBS tertanggal 17 Maret 2008. Bahwa dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad ijarah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:

a. Bank bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak penguasaan atas objek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan objek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan;

(5)

diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah;

d. Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar ijarah kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek perfsonal berupa analisis atas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain seperti analisis kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan/atau prospek usaha (condition);

e. Objek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasikan secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya; f. Bank sebagai pihakyang menyediakan objek sewa, wajib menjamin pemenuhan

kualitas maupun kuantitas objek sewa serta ketepatan waktu penyediaan objek sewa sesuai kesepakatan;

g. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyedian objeksewa yang dipesan nasabah;

h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah;

i. Pembayaran sewa dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang;

j. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan objek sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan objek sewa sesuai dengan kesepakatan di mana uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural harus dituangkan dalam akad; dan

k. Bank tidak dapat meminta nasabah untuk bertanggung jawab atas kerusakann objek sewa yang akan terjadi bukan karena pelanggaran akad atau kelalaian nasabah.13

Jasa penyewaan dapat berupa uang, surat berharga dan atau benda lain berdasarkan kesepakatan. Jasa penyewaan dapat dibayar dengan atau tanpa uang muka, pembayaran didahulukan, pembayaran setelah objek ijarah selesai digunakan, atau diutang berdasarkan kesepakatan. Uang muka ijarah yang sudah dibayar tidak dapat dikembalikan kecuali ditentukan lain dalam akad. Uang muka ijarah harus dikembalikan oleh pihak yang menyewakan jika pembatalan ijarah dilakukan oleh pihak yang menyewakan. Uang muka ijarah tidak harus dikembalikan oleh pihak yang menyewakan jika pembatalan ijarah dilakukan oleh pihak yang akan menyewa.14

13 Khotibul Umam, Perbankan Syariah..., h. 128.

(6)

Kemudian dalam hal pembiayaan multijasa di mana pembiayaan diberikan oleh bank kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa, menggunakan akad ijarah, maka:

a. Ketentuan yang berlaku dalam pembiayaan atas dasar ijarah sebagaimana dimaksud pada angka 1 kecuali pada huruf k dan l, berlaku pula pada pembiayaan multijasa dengan menggunakan akad ijarah;

b. Bank memperoleh sewa atas transaksi multijasa berupa imbalan (ujrah);

c. Besarnya imbalan (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal yang tetap.

Jenis barang/jasa yang dapat disewakan adalah sebagai berikut :

a. Barang modal; aset tetap, seperti bangunan, gedung, kantor, dan ruko. b. Barang produksi; mesin, alat-alat berat, dan lain-lain.

c. Barang kendaraan transportasi; darat, laut, dan udara.

d. Jasa untuk membayar ongkos; uang sekolah/kuliah, tenaga kerja, hotel, angkutan/transportasi, dan sebagainya.15

Skema Pembiayaan Ijarah:

Skema Transaksi Ijarah

15

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah..., h. 122.

4. Nasabah membayar sewa pada bank

2. Membeli barang/ jasa dari pemasok 3. Nasabah

(7)

Keterangan:

1) Bank syariah dan nasabah melakukan perjanjian dengan akad Ijarah, dalam akad dijelaskan tentang objek sewa, jangka waktu sewa, dan imbalan yang diberikan oleh lessee kepada lessor, hak opsi lessee setelah akad sewa berakhir dan ketentuan lainnya.

2) Bank syariah membeli objek Ijarah dari supplier, asset yang dibeli oleh bank syariah sesuai dengan kebutuhan lessee

3) Setelah supplier menggantarkan objek Ijarah kepada penyewa. Objek tersebut dapat digunakan oleh penyewa.

4) Nasabah sebagai penyewa sesuai dengan perjanjian dengan bank syariah melakukan pembayarannya kepada bank syariah sebagai pemberi sewa.16

Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah:

Arief adalah seorang pengusaha Biro Perjalanan Haji. Dalam musim haji yang akan datang ini, Arief harus membayar uang muka hotel, catering dan pesawat yang akan digunakan oleh para calon jemaah haji. Berhubung tidak semua jemaah membayar ONH secara penuh di muka, sedangkan biaya-biaya perjalanan haji sudah harus dibayarkan, maka Arief membutuhkan “dana talangan” untuk menutupi kekurangan pembayaran dimaksud. Suatu Bank Syariah yang bersedia memberikan dana talangan kepada Arief menggunakan skema Modal Kerja Ijarah. Jadi, Bank Syariah akan menalangi terlebih dahulu kekurangan uang muka untuk hotel, tiket pesawat dan catering calon jemaah. Atas pemberian dana talangan tersebut, Bank Syariah berhak atas ujroh (keuntungan) tertentu.

2. Implementasi Akad Ijarah di BMT

Baitul Maal wat-Tamwil (BMT) adalah salah satu Lembaga Keuangan Syariah

yang memiliki perkembangan cukup pesat pada saat ini. Secara bahasa Baitul Maal

16 Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h. 123.

(8)

berarti rumah usaha. Baitul Maal pada masa Nabi Muhammad dahulu berfungsi untuk

mengumpulkan sekaligus menyalurkan dana sosial. Sedangkan Baitul Tamwil

merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba.

17

Prinsip operasi Baitul Maal Wat Tamwil didasarkan atas prinsip bagi hasil, jual beli (ijarah) dan titipan (wadiah). Karena itu meskipun mirip dengan bank Islam, bahkan boleh dikata menjadi cikal bakal bank Islam, Baitul Maal Wat Tamwil memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang tidak terjangkau layanan perbankan serta pelaku usaha kecil yang mengalami hambatan psikologis bila berhubungan dengan pihak bank.18

Pada dasarnya, prioritas usaha BMT hanyalah kegiatan keuangan, menggalakkan simpanan dan pembiayaan bagi usaha anggota, usaha mikro dan kecil. Usaha-usaha di sektor riil sangat tidak dianjurkan seperti membuka kios telepon, wartel, warnet, kios benda pos, materai, voucher pulsa HP, dan lain sebagainya.19

Ruang gerak BMT yang paling pokok adalah mengurusi persoalan arus keuangan umat, baik yang bersifat arus keuangan sosial maupun arus keuangan yang bersifat komersial. Pengelolaan kedua arus keuangan inilah yang menjadi produk jasa BMT dengan corak syariah yang ditawarkan sebagai salah satu alternatif dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat.20

17Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Perss, 2004), hlm. 126.

18Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 363.

19 Baihaqi Abdul Majid, dkk, Pedoman Pendirian: Pembianaan dan Pengawasan LKM BMT, (Jakarta: LAZNAS BMT, 2007), h. 24-25.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2014.

Baihaqi Abdul Majid, dkk, Pedoman Pendirian: Pembianaan dan Pengawasan LKM BMT,

Jakarta: LAZNAS BMT, 2007.

Bagus Ahmadi, “ Akad Bay’, Ijarah Dan Wadi’ah Perspektif Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(Khes)” dalam Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 7, No. 2, Desember 2012,

(17-26).

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Ismail, Perbankan Syari’ah, Jakarta: Kencana, 2011, hlm.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 175.

Khotibul Umam, Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di

Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

(10)

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

Jakarta: Kencana, 2010.

Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012.

Sri Nurhayati dan Wasilah, Akutansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2013.

Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro, (Malang: UIN Malang Press (Anggota IKAPI),

Referensi

Dokumen terkait

Diagram kontrol MEWMA digunakan untuk mendeteksi pergeseran rata-rata proses. Penerapan diagram kontrol ini dilakukan dengan pembobot 0<λ<1 dan H sebagai batas

Dalam hal jual beli secara angsuran yang terjadi dalam surat perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah, pembeli sudah melakukan kewajibannya (prestasi) yaitu

Pustakawan harus mampu menjaga sikap dan kesopanannya. Pustakawan juga harus mampu menjalin hubungan baik dengan pemustaka dan pustakawan lainnya. Agar saat terjadi

Berdasarkan hasil analisis peneliti masa kerja perawat baru lebih baik pelaksanaan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional oleh perawat pelaksana di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi belanja aparatur pada Dinas PPKAD Kabupaten Kupang tahun 2011-2013. Hasil penelitian ini

• Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Tekanan Zat dan Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-Sehari., Peserta didik

Akan tetapi gerakan feminis ini tidak terjadi di Kawasan Keraton Kasepuhan yang masih memegang teguh adanya suatu ruang sakral yang terlarang bagi kaum perempuan.. Ruang ini

Pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan