• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN EKONOMI Perspekt

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN EKONOMI Perspekt"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN EKONOMI:

Perspektif Teori dan Empiris

EDUCATION AND ECONOMICS:

Perspectives of Theoretical and Empirical

Gatot Subroto

Peneliti Madya pada Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbud. Pascasarjana Ekonomi, Universitas Nasional Jakarta.

Email: gatsu28@yahoo.com

Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk mengkaji hubungan dan keterkaitan antara pendidikan dengan ekonomi didasarkan teori model pertumbuhan endogenous Solow dan adaptasinya. Pembahasan dikaitkan dengan berbagai kajian studi yang telah dilakukan baik di Indonesia maupun negara lain dan contoh-contoh terapan. Hasil kajian menunjukkan bahwa investasi bidang pendidikan merupakan stimulasi lebih tinggi dibandingkan dengan investasi fisik dalam jangka panjang. Mengacu hasil kajian dapat disimpulkan: 1) hubungan kausalitas antara peran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi menjadi semakin terbukti dan kuat; 2) sektor pendidikan sebagai penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi semakin mendorong proses transformasi struktural berjangka panjang, karena pendidikan memberikan high rate of return di masa yang akan datang. Pengeluaran pemerintah secara proporsional dan tepat sasaran terhadap program pendidikan (rintisan wajib belajar 12 tahun atau pendidikan menengah universal) memberikan dampak percepatan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kata kunci: pendidikan, modal manusia, tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi.

Abstract: This article aims to examine the relationship and linkages between education and economic based theory of endogenous growth models of Solow and adaptation. Discussion of studies associated with various studies that have been conducted both in Indonesia and other countries and applied examples. The results showed that the stimulation of investment for education is higher than the physical investment in the long run. Referring to the results of the study concluded: 1) The causal relationship between the role of education and economic growth becomes more and more evident and stronger; 2) the education sector as a major driver of economic development dynamics further encourage long-term process of structural transformation, because of education have a high rate of return in the future. Government spending proportionately and appropriately targeted for education programs (universal education) will impact to economic growth.

(2)

Pendahuluan

Pendidikan memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan ekonomi telah

menjadi kebenaran yang bersifat aksiomatik dan diakui keberadaannya. Tidak

selamanya pendidikan dianggap sebagai konsumsi atau pembiayaan karena pendidikan

merupakan investasi dalam pembangunan sumber daya manusia, yang mana dalam

jangka panjang kontribusinya dapat dirasakan.

Bagaimana hubungan dan keterkaitan antara pendidikan dengan ekonomi?

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut, tidak dapat dilepaskan dari masalah

pembangunan. Konsep pembangunan dalam bidang sosial ekonomi sangat beragam

tergantung konteks penggunaanya. Para ahli ekonomi mengembangkan teori

pembangunan yang didasari pada kapasitas produksi tenaga manusia di dalam proses

pembangunan, yang kemudian dikenal dengan istilah invesment in human capital

(Schultz, 1961). Konsep ini pada intinya menganggap bahwa manusia merupakan

suatu bentuk modal atau kapital sebagaimana bentuk-bentuk kapital lainnya, seperti

mesin, teknologi, tanah, uang, dan material. Manusia sebagai human capital tercermin

dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas, keterampilan, dan produktivitas

kerja. Tidak seperti bentuk kapital lain yang hanya diperlakukan sebagai alat saja,

human capital ini dapat menginvestasikan dirinya sendiri melalui berbagai bentuk

investasi, misalnya pendidikan formal/informal, pengalaman kerja, kesehatan, atau gizi,

bahkan migrasi.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa faktor utama yang mendukung proses

pembangunan adalah tingkat pendidikan masyarakat. Dalam proses tersebut didasari

pertimbangan bahwa cara yang paling efisien dalam melakukan pembangunan nasional

suatu negara terletak pada peningkatan kemampuan masyarakatnya –pendidikan

(3)

Teori human capital mengasumsikan bahwa pendidikan formal merupakan

salah satu instrumen terpenting untuk menghasilkan masyarakat yang memiliki

produktivitas tinggi (Schultz, 1961). Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka

semakin tinggi pula tingkat produktivitas masyarakat tersebut.Dalam proses

pembangunan, teori human capital tersebut setidaknya harus memiliki dua syarat

keharusan. Pertama, adanya pemanfaatan teknologi secara efisien serta adanya sumber

daya manusia yang mengelola dan/atau menggunakan teknologi tersebut. Sumber daya

manusia dihasilkan melalui proses pendidikan. Hal inilah yang menyebabkan teori

human capital percaya bahwa investasi dalam pendidikan merupakan investasi dalam

rangka meningkatkan produktivitas masyarakat. Masalahnya terletak pada sejauhmana

pendidikan berpengaruh terhadap proses pembangunan ekonomi dalam sebuah negara?

Kasus di beberapa negara mengindikasikan hal tersebut, misalnya di Afrika (Ghana,

Kenya, Nigeria) dan di Asia (Korea, Jepang, Hongkong, Singapura, Malaysia). Dengan

merujuk kepada pengalaman di negara-negara tersebut maka menjadi penting untuk

mengkaji sejauhmana fenomena yang sama dapat diterapkan di Indonesia. Hal ini

penting mengingat Indonesia pada saat ini sedang mengalami suatu proses

ketidakseimbangan antara ekonomi dan pendidikan yang ditunjukkan oleh hubungan

antara tingkat pendidikan dan angka partisipasi tenaga kerja serta pengangguran.

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana aspek pendidikan berpengaruh dalam

pembangunan ekonomi dalam konteks Indonesia dengan mempertimbangkan berbagai

pengalaman empiris serta menggunakan contoh-contoh terapan yang bersifat aplikatif.

(4)

Eksistensi teori ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam

menjelaskan fenomena perekonomian aktual. Analisis teoritis dan pembuktian empiris

selalu menjadi aktivitas kembar yang dilakukan secara koheren pada setiap bidang ilmu

termasuk ilmu ekonomi (Henderson dan Quant, 1980). Pertumbuhan ekonomi

umumnya merupakan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang yang

terkait dengan proses, output per kapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan sebagai

proses berarti bahwa pertumbuhan ekonomi bukan gambaran perekonomian pada satu

saat saja/kurun waktu yang sebentar. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan output

per kapita, berarti harus memperhatikan dua hal, yaitu output total atau Produk

Domestik Bruto (PDB) dan jumlah penduduk, karena output per kapita adalah output

total dibagi dengan jumlah penduduk. Sedangkan pertumbuhan terkait aspek jangka

panjang mengandung arti bahwa kenaikan output per kapita harus dilihat dalam kurun

waktu yang cukup lama, misalnya 10 atau 20 tahun dan bahkan lebih lama.

Smith (1776), dalam bukunya ang berjudul ‘An Inquiry into the Nature and

Causes of the Wealth of Nations’, mengajukan teori yang sangat terkenal, yaitu

mengenai spesialisasi dan pembagian kerja. Stok kapital (K) mempunyai dua pengaruh

terhadap tingkat output total (Q), yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung.

K berpengaruh langsung terhadap Q karena pertambahan K yang diikuti pertambahan

tenaga kerja (L) akan meningkatkan Q. Secara matematis, ditulis sebagai berikut: Q = f

(K, L).

Pengaruh tidak langsung dari K terhadap Q adalah berupa peningkatan

produktivitas per kapita melalui dimungkinkannya spesialisasi dan pembagian kerja

(specialization and devision of labor) yang lebih tinggi. Makin besar kapital (K) yang

digunakan, makin besar kemungkinan dilakukan spesialisasi dan pembagian kerja, dan

(5)

Peningkatan produktivitas bersumber dari tiga hal. Pertama, spesialisasi justru

akan meningkatkan keterampilan setiap tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.

Kedua, melalui sistem pembagian kerja akan menghemat waktu, saat pekerja beralih

dari jenis pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lain. Ketiga, ditemukannya

mesin-mesin berteknologi semakin baik, yang mempermudah dan mempercepat proses

pekerjaan.

Dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa peningkatan stok kapital (K) secara

terus menerus dengan berasumsi bahwa tenaga kerja (L) selalu terpenuhi, juga akan

diikuti oleh peningkatan output total (Q) secara terus menerus sampai mencapai batas

atas sumber daya. Di sini terjadi proses pertumbuhan ekonomi berhenti, yang disebut

sebagai keadaan dalam posisi stasioner (stationary state). Pada posisi ini, semua proses

pertumbuhan berhenti; pertumbuhan kapital berhenti, pertumbuhan penduduk berhenti,

dan pertumbuhan output berhenti.

Peran Pendidikan dalam Pertumbuhan Ekonomi

Pendidikan tidak dapat terlepas dari masalah ekonomi, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Berbagai kajian akademis dan penelitian empiris telah membuktikan

keabsahannya. Alhumami (2004), menyatakan pendidikan bukan hanya melahirkan

sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta

menguasai teknologi, melainkan juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan

kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut mendorong setiap warga negara

untuk mandiri berwirausaha secara adil dan sehat. Kata lainnya, turut serta

memberikan kontribusi aktif dalam pembangunan, melalui produktivitasnya dapat

(6)

Studi tentang investasi sumber daya manusia telah dilakukan oleh Schultz

(1961:8), menyatakan bahwa investasi sumber daya manusia akan mampu

meningkatkan kualitas sumber daya itu menjadi lebih produktif dan merupakan salah

satu cara untuk keluar dari perbudakan. Meningkatnya sumber daya manusia ini akan

menjadikan manusia memiliki lebih banyak pilihan sehingga akan tercipta peningkatan

kesejahteraan. Beberapa kegiatan yang menurut Schultz dapat memperbaiki

kemampuan sumber daya manusia adalah pendidikan formal yang paling memiliki

hubungan erat dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.

Investasi pada bidang pendidikan tidak hanya berfaedah bagi perorangan,

melainkan juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan

pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas

masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian

kesejahteraan sosial dan ekonomi, sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan

melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan

narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.

Istilah welfare dependency merupakan keadaan di mana seseorang atau rumah tangga

yang sangat bergantung pada tunjangan kesejahteraan dari pemerintah untuk

pendapatan mereka dalam jangka waktu lama, dan tanpanya mereka tidak akan mampu

untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari. Istilah tersebut sangat kontroversial, sering

membawa konotasi menghina bahwa penerima tidak bersedia untuk bekerja (Bane and

Ellwood, 1996).

United Nations Development Programme(UNDP) sejak tahun 1990-an dengan

tegas menjelaskan betapa pentingnya pembangunan manusia, dimana kualitas manusia

merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Disebutkan juga, bahwa tujuan utama

(7)

untuk menikmati usia panjang, badan sehat, dan menjalankan kehidupan yang

produktif. Laporan tersebut menjelaskan bahwa, pembangunan berpusat pada manusia

dipromosikan melalui penegasan bahwa pembangunan manusia adalah tujuan akhir

pembangunan (the ultimate end), sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah sarana (the

principal means) untuk mencapai tujuan akhir pembangunan tersebut.

Semakin jelas bahwa perluasan pilihan dimaksud berada pada tataran proses dan

tataran hasil akhir pembangunan. Perluasan pilihan dalam tataran proses disediakan

untuk manusia dalam perannya sebagai pelaku pembangunan, sedangkan perluasan

pilihan dalam tataran hasil akhir disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai

penikmat pembangunan.

Pembangunan manusia pada dasarnya adalah suatu upaya dalam rangka

membangun kemampuan manusia, tidak perduli apakah mereka miskin atau kaya,

melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, sekaligus sebagai

pemanfaatan (utilizing) kemampuan atau keterampilan mereka tersebut. Qureshi

(2010), menyatakan konsep pembangunan manusia jauh lebih luas pengertiannya

dibandingkan dengan konsep pembangunan ekonomi yang menekankan kepada

pertumbuhan ekonomi (economic growth), kebutuhan dasar (basic needs),

kesejahteraan masyarakat (social welfare), atau pengembangan sumber daya manusia

(human resource development).

Uraian-uraian di atas semakin memperkokoh paradigma pembangunan berpusat

pada manusia (people centered development) yang menempatkan manusia sebagai

tujuan akhir pembangunan dan bukan hanya sebagai alat pembangunan. Untuk

mewujudkan tujuan akhir pembangunan dimaksud, terdapat empat hal pokok

(8)

sebagai komponen kunci pembangunan manusia, sebagaimana uraian dari UNDP

berikut.

Pertama, produktivitas (productivity), mengandung makna bahwa manusia yang

produktif akan mampu menghasilkan pendapatan bagi dirinya dan bagi keluarganya

serta bagi daerahnya. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari

model pembangunan manusia, dan merupakan variabel endogen yang akan

berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia.

Kedua, keadilan (equality), mengandung makna bahwa manusia sebagai mahluk

sosial harus memiliki kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik. Praktik monopoli,

seperti monopoli ekonomi dan monopoli politik, harus dihapuskan melalui

pengaturan-pengaturan yang dilakukan secara demokratis. Semua orang boleh memilih apa yang

terbaik bagi kehidupannya sepanjang tidak melanggar aturan main yang telah

disepakati bersama secara konstitusional dan demokratis.

Ketiga, keberlanjutan (sustainability), mengandung makna bahwa sumber daya

yang tersedia dapat digunakan secara bijaksana untuk kepentingan manusia, baik

generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang. Generasi masa kini harus

sadar dan menjamin ketersediaan sumber daya yang sama-sama diperlukan oleh

generasi masa yang akan datang. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui hanya

digunakan secara hemat sambil menanamkan kewajiban bagi generasi sekarang untuk

mencari alternatif sumber daya substitusi dari sumber daya yang dapat diperbaharui.

Keempat, pemberdayaan (empowerment), mengandung arti bahwa adalah fitrah

manusia yang tidak selalu memiliki kemampuan untuk mengakses peluang dan

kesempatan yang sama untuk mensejahterakan diri dan keluarganya. Karena itu perlu

adanya pemberdayaan agar pembangunan manusia dapat dilakukan oleh semua orang,

(9)

orang dapat berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses

mempengaruhi kesejahteraan mereka.

Para ekonom telah sepakat bahwa sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa,

bukan hanya modal fisik atau sumber daya material merupakan faktor paling

menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa

bersangkutan (Todaro dan Smith, 2009). Proses tersebut mempunyai minimal dua

syarat pokok; pertama, adanya SDM yang secara kuantitas maupun kualitas mampu

mengolah dan memanfaatkan sumber daya lain dalam proses pembangunan, dan kedua,

adanya pasar yang mendukung transaksi barang dan jasa yang dihasilkan dalam

pembangunan tersebut.Interaksi antara keluaran pendidikan dengan kebutuhan tenaga

kerja hampir dapat dipastikan bakal selalu mengalami kesenjangan. Salah satu

penyebabnya, karena pendidikan dan ketenagakerjaan merupakan dua entitas yang

memiliki ranah serta karakteristik berbeda. Perbedaan yang mencolok dan selalu

menciptakan kesenjangan adalah sifat pendidikan yang merupakan faktor demografis,

sementara ketenagakerjaan merupakan faktor ekonomis dan sebagian dari tujuan

pendidikan itu sendiri.

Faktor demografis dalam arti bahwa pendidikan yang bersifat pelayanan kepada

masyarakat secara merata dan adil di manapun, terkait di Indonesia yang terkendala

dengan luasnya negara kepulauan dan harus memberikan akses dan pemerataan yang

sama. Faktor ekonomis merujuk ketenagakerjaan yang merupakan optimasi pilihan

dalam hal ini tenaga kerja berpendidikan dan berketrampilan. Manakala terjadi

kesenjangan antara pendidikan dan kebutuhan ketenagakerjaan semakin melebar maka

hal ini akan mengancam produktivitas individu dan selanjutnya mempengaruhi

(10)

Oleh karena itu, pemerintah harus mempunyai proyeksi terhadap kebutuhan

tenaga kerja dan bidang apa saja untuk mendukung pembangunan masa depan. Hal ini

guna mengurangi terjadinya kegagalan pasar ketika pasar bebas berfungsi atau gagal

untuk memberikan alokasi sumber daya yang efisien (market failure), sehingga

terwujud adanya equilibrium atau kesetimbangan antara permintaan dan kebutuhan

tenaga kerja.

Model Pertumbuhan Endogenous (Endogenous Growth Model)

Dalam pendekatan PDB yang merupakan fungsi dari faktor-faktor produksi yang terdiri

dari modal, tenaga kerja (baik kuantitas dan kualitas yang dapat diwakili oleh

pendidikan), teknologi, dan kualitas masyarakat (yang dapat diwakili oleh

pendidikannya). PDB akan meningkat atau pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila

faktor-faktor produksi ini meningkat. Dengan menggunakan data sekunder yang

dibutuhkan dan menerapkan metode ekonometrika, dapat diketahui peranan

masing-masing faktor produksi, termasuk faktor produksi yang berupa pendidikan (baik secara

umum atau vokasi maupun per jenjang pendidikan) tenaga kerja dan masyarakat,

terhadap pertumbuhan ekonomi.

Lewis (1956), mendefinisikan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

adalah tenaga kerja dikaitkan dengan pemanfaatan capital. Dengan stock of capital

tertentu, maka marginal product dari tenaga kerja (MPL) mulai dari titik tertentu,

menurun. Senada dengan Lewis, menjelaskan pertumbuhan ekonomi adalah suatu

formula kausalitas antara investasi, tabungan, modal, dan penduduk untuk

mempengaruhi hasil/output (Ray, 1998).

Kaldor dalam Djoyohadikusumo (1994) menyatakan bahwa proses

(11)

sektor produksi primer dan sektor sekunder, sedangkan sektor tersier dianggap sebagai

fungsi dari perkembangan industri.

Sejalan dengan pendapat Kaldor, Lucas (dalam McMahon, 2002)

mengemukakan bahwa yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah kapital dan

tenaga kerja dengan unsur kualitas termasuk di dalamnya.

Solow (1956), menyatakan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi adalah modal dan tenaga kerja. Persamaan modelnya adalah,

Q= f (K,L) ……... (1) di mana: Q adalah output,

K adalah Kapital, dan L adalah tenaga kerja.

Pendekatan ini menggunakan model fungsi produksi yang mula-mula

diperkenalkan oleh Cobb dan Douglas selama 1927-1947, yang fokus pada pentingnya

peranan modal manusia (human capital) dalam fungsi produksi itu mula-mula

dikembangkan oleh Solow (1956) dan argumennya dikembangkan oleh Becker (1993),

dan terakhir model itu dikembangkan oleh Lucas, yang diterapkan dan dikembangkan

lagi salah satunya oleh McMahon (2002). McMahon (2002), menunjukkan bagaimana

peranan pendidikan secara umum terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan

menggunakan endogenous growth model yang diformulasikan sebagai berikut.

Y = A [ (µ1 h N)1-α K α ] haψ... (2)

di mana:

Y = output atau produk domestik bruto (PDB), A = tingkat teknologi yang dianggap konstan,

µ1 = alokasi waktu pekerja yang digunakan untuk produksi,

h = kualitas tenaga kerja yang dapat diwakili oleh tingkat pendidikannya, N = jumlah tenaga kerja,

µ1hN = modal tenaga kerja,

(12)

ha = pendidikan masyarakat,

 = koefisien modal fisik yang menunjukkan peranan atau pengaruh modal fisik terhadap PDB,

1- = koefisien modal tenaga kerja yang menunjukkan peranan atau pengaruh modal tenaga kerja terhadap PDB,

 = koefisien kualitas masyarakat yang menunjukkan peranan atau pengaruh kualitas masyarakat terhadap PDB, dan

 = suku galat (error term).

Melalui proses transformasi, model pertumbuhan ekonomi endogenous tersebut

menjadi bentuk linier berikut

Ln Y = ln A + 1-α ln(µ1 h N) + α ln K + ψ ln ha ... (3)

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Y pada dasarnya merupakan jumlah nilai

tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau

merupakan nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB

atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung

menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedang PDB atas dasar harga

konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung

menggunakan harga berlaku pada tahun tertentu sebagai dasarnya.

Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan

jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka

waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 9

lapangan usaha (sektor), yaitu: 1) pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, 2)

pertambangan dan penggalian, 3) industri pengolahan, 4) listrik, gas dan air bersih, 5)

bangunan, 6) perdagangan, hotel dan restoran, 7) pengangkutan dan komunikasi, 8)

keuangan, serta 9) jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.

Variabel teknologi (A), dalam persamaan tersebut merupakan teknologi yang

(13)

klasifikasi yang lazim teknologi dikelompokkan menjadi dua yaitu teknologi modern

dan teknologi tradisional. Teknologi modern diidentikkan dengan kegiatan proses

produksi dalam menghasilkan barang dan jasa dengan memanfaatkan penggunakan

peralatan produksi yang serba modern (mesin produksi modern, komputerisasi dan

pemanfaatan teknologi informasi yang terkini). Teknologi tradisional adalah kegiatan

proses produksi yang masih lebih banyak menggunakan tenaga manusia serta peralatan

produksi yang lebih bersifat manual dan kurang mekanis. Variabel teknologi untuk

penelitian ini dalam jangka pendek diasumsikan konstan atau tidak berubah.

Dalam kaitan variabel modal manusia (N), dalam konteks ini akan dilihat tidak

hanya jumlahnya yang dari tahun ke tahun cenderung bertambah melainkan juga akan

ditinjau peningkatan kualitasnya. Sudah barang tentu peningkatan kualitas sumber daya

manusia ini salah satunya bisa dicapai melalui pendidikan, baik pendidikan formal

maupun pendidikan nonformal serta informal.

Variabel modal fisik (K) merupakan nilai kapital atau peralatan produksi yang

digunakan dalam proses produksi guna menghasilkan barang dan jasa. Variabel ini agak

mendapatkan kesulitan dalam cara pengukurannya, sementara dapat digunakan proksi

nilai pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB).

Variabel pendidikan masyarakat (ha) merupakan gambaran tingkat pendidikan

yang telah diperoleh atau telah dicapai oleh seluruh masyarakat dalam satu wilayah

tertentu. Variabel ini bisa didekati dengan rata-rata tingkat pendidikan penduduk di

suatu wilayah.

Signifikansi pendidikan masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi dalam

model berasal dari pemahaman bahwa semakin maju tingkat pendidikan masyarakat,

(14)

perubahan sosial dan ekonomi yang selalu berkembang dinamis. Dengan kata lain,

pendidikan masyarakat menjadi stimulus dalam pertumbuhan ekonomi.

Dari persamaan di atas, dibagi dengan populasi, selanjutnya dapat dihasilkan

persamaan berikut serta gambarnya di bawah ini

Y/N = A (K/N, H/N) ... (4)

Dari Gambar 1 dapat dikatakan bahwa, saat stok kapital fisik (K), meningkat

lebih cepat dari jumlah orang (N), physical capital deepening terjadi, meningkatkan

K/N sepanjang sumbu horizontal. Namun, apabila tidak terdapat kenaikan dalam

pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, physical capital deepening ini secara

terpisah menghadapi diminishing returns, seperti ditunjukkan dari A ke B. Ini

mengakibatkan pertumbuhan output menjadi semakin lambat sehingga akhirnya

mencapai suatu steady state.

Dengan kenaikan investasi human resources ∆H/N, fungsi produksi yang hanya

dinyatakan sebagai fungsi kapital fisik pada sumbu horizontal bergeser ke atas. Dalam Sumber: Solow, Robert M., (1988), Growth Theory an Exposition, New York: Oxford University Press, Inc.

(15)

model pertumbuhan endogenous dengan increasing returns to scale, jalur waktu yang

dinamis dalam jangka pendek dan menengah adalah dari A ke C, karena terjadinya

capital deepening. Slope-nya bergerak ke atas, sehingga output per kapita Y/N tumbuh

dan tumbuh secara increasing returns tanpahambatan meskipun dalam jangka panjang.

Apabila jumlah tabungan diasumsikan sama dengan jumlah investasi, baik

dalam bentuk capital maupun pengeluaran pendidikan, dalam persamaan berikut, dan

digambarkan melalui proses pembangunan dalam jangka panjang di bawah ini.

(IK + IH)/N = S/N ... (5)

Gambar 2 mengilustrasikan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan

panjang dari kapital fisik dan manusia ditingkatkan melalui keseimbangan ekonomi

makro tabungan dan investasi. Apabila investasi tidak dibiayai dari tabungan saat

ekonomi mendekati kapasitas, akan timbul inflasi. Inflasi berkepanjangan

menimbulkan resesi.

Sumber: Solow, Robert M., (1988), Growth Theory an Exposition, New York: Oxford University Press, Inc.

(16)

Investasi kapital manusia, yang merupakan bagian dari investasi total, dilakukan

oleh keluarga yang membiayainya melalui forgone earning karena menyekolahkan

anak mereka (SF), membayar biaya kamar, penginapan, dan uang sekolah (SP). Biaya

institusional pendidikan umum dibiayai melalui pajak (ST). Investasi kapital fisik dan

investasi kapital manusia sama dengan tabungan per kapita.

Physical capital deepening jangka menengah terjadi dari (K/N)d ke (K/N)t,

ketika ini ditingkatkan dengan kapital manusia sebagai input yang terpisah (IA).

Investasi total dalam kapital fisik ditingkatkan dengan investasi kapital manusia

melalui pendidikan dan teknologi baru yang lebih besar dari nol, total capital

deepening ditunjukkan dengan garis yang melalui G bukan H. Kebijakan investasi

dalam kapital manusia dan pengetahuan akan menggeser investasi total per kapita dari

F ke I dan meningkatkan tabungan total dan stok kapital manusia. Output dan

pendapatan dalam jangka menengah akan tumbuh tidak dari A ke B tetapi dari A ke D.

Dalam jangka panjang berbagai investasi diperlukan untuk menggantikan

penyusutan, dan mengikuti pertumbuhan penduduk. Dengan investasi aktual pada G

dan dikurangi pada J untuk memelihara stok kapital per kapita konstan, total capital

deepening akan berlangsung terus hingga solusi jangka panjang dicapai pada E1.

Investasi dan tabungan per kapita juga pada E0 sebelum memasukkan kapital manusia

dan pengetahuan dan pada E1 setelahnya.

Persamaan di atas secara tidak langsung menyiratkan keseimbangan model

ekonomi dua sektor. Artinya, apabila dalam suatu kondisi perekonomian investasi

sudah sama dengan tabungan maka seberapa naik atau turun kedua variabel akan

memberikan dampak yang sama terhadap pendapatan nasional.

(17)

K = modal fisik adalah nilai kapital atau peralatan yang digunakan dalam proses produksi guna menghasilkan barang dan jasa;

K-1 = modal fisik satu tahun sebelumnya adalah nilai kapital atau peralatan

yang digunakan dalam proses produksi guna menghasilkan barang dan jasa satu tahun sebelumnya;

IK = investasi modal fisik adalah nilai investasi yang dialokasikan untuk

kapital dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi;

λK K-1= depresiasi modal fisik satu tahun sebelumnya adalah suatu nilai yang

dialokasikan untuk sebagai cadangan perbaikan dan penggantian peralatan yang aus atau berkurang nilai ekonominya karena digunakan dalam proses produksi. Nilai depresiasi ini bersifat persentase tetap dikaitkan dengan nilai asset yang dikerjakan dan digunakan dalam proses produksi untuk suatu umur ekonomis tertentu.

H = H-1 + IH – λH H-1 ... (7)

H = human capital adalah nilai investasi di bidang sumber daya manusia yang tidak menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek;

H-1 = human capital satu tahun sebelumnya adalah nilai investasi di bidang sumber daya manusia yang tidak bisa menghasilkan keuntungan dalam jangka pendek satu tahun sebelumnya;

IH = investasi human capital adalah nilai investasi yang dialokasikan untuk pengembangan sumber daya manusia;

λH H-1 = depresiasi human capital satu tahun sebelumnya adalah suatu nilai

yang diperhitungkan sebagai faktor yang menyebabkan berkurangnya nilai ekonomi terhadap suatu sumber daya manusia. Data tentang depresiasi menggunakan jumlah pekerja yang masuk kategori usia tidak produktif (masa pensiun).

IK/N = IK (Y/N, IH/N, (Y/N)d ) ... (8)

IK/N = investasi modal fisik per kapita investasi yang dilakukan terhadap

peralatan produksi setelah diperhitungkan dengan jumlah penduduk; Y/N = pendapatan per kapita;

IH/N = investasi human capital per kapita investasi yang dilakukan di bidang

sumber daya manusia setelah disesuaikan dengan jumlah penduduk; (Y/N)d = pendapatan per kapita tahun dasar adalah pendapatan per kapita tahun

yang dijadikan sebagai pijakan untuk mengetahui perubahan tahun berikutnya.

IH/N = IH (Y/N) ... (9)

IH = investasi human capital per kapita adalah nilai investasi yang

(18)

Sebagai catatan, dalam rangka untuk memahami dan mengembangkan

endogenous growth model lebih lanjut, diperlukan pendekatan yang lebih konkrit

terhadap penggunaan konsep, data, dan alat pengukuran agar penelitian lebih reliabel.

Terkait dengan data secara individu yang tersedia masih sangat terbatas.

Studi Empiris Terdahulu

Sejak karya Mankiw, Romer, dan Weil (1992) dan Barro (1991), telah dikembangkan

literatur –Hanushek (1995), Temple (2001), Krueger dan Lindahl (2001), Gemmel

(1996), Benhabib dan Spiegel (1994)–yang menyatakan hubungan positif antara

pendidikan dan pertumbuhan ekonomi. Jumlah pendidikan diukur dengan rasio

penerimaan siswa di sekolah (Mankiw, Romer dan Weil (1992); Barro, (1991); Levine

dan Renelt (1992), rata-rata tahun bersekolah (Krueger dan Lindhal (2001); Hanushek

dan Woessmann (2008), tingkat melek huruf orang dewasa (Durlauf dan Johnson

(1995); serta Romer (1990b).

Hubungan antara kualitas pendidikan dan pertumbuhan ekonomi yang teruji

merupakan hasil karya Barro (1999), Hanushek dan Kimko (2000), Hanushek dan

Woessmann (2008). Studi tersebut mengembangkan pengukuran kualitas tenaga kerja

berdasarkan keterampilan kognitif dalam matematika dan ilmu pengetahuan, hal ini

dianggap memiliki pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan ekonomi. Barro (1990)

menggunakan data nilai ujian siswa internasional untuk mengukur kualitas sekolah,

ditemukan hubungan positif antara kualitas pendidikan dan pertumbuhan ekonomi.

Barro menggunakan model pertumbuhan endogen sederhana dengan pemerintah

berangkat dari standar karakterisasi konsumsi pemerintah yang dibiayai oleh investasi

publik (seperti jalan, pelabuhan, sanitasi, atau pendidikan) dan melengkapi investasi

(19)

itu sendiri yang memberikan dampak terhadap produktivitas dan akhirnya pertumbuhan

ekonomi secara nasional.

Cooray (2009), menguraikan bahwa dalam masyarakat yang lebih terdidik akan

membawa kepada tingkatan lebih tinggi untuk pertumbuhan ekonomi, dan dengan

demikian kemampuan pemerintah menjadi lebih baik dalam mengentaskan kemiskinan.

Hubungan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi ini secara garis besar dapat dijelaskan

melalui teori pertumbuhan ekonomi dan teori human capital. Semacam konsensus

umum bahwa modal manusia merupakan faktor utama di balik pertumbuhan ekonomi

jangka panjang. Meskipun, pada tingkat makro, hasil empiris tidak selalu sesuai dengan

pandangan ini. Untuk menjelaskan hal kesenjangan antara teori dan empiris, secara

terfokus telah diletakkan pada kesalahan pengukuran dan kualitas data.

Hasil kajian Van Leeuwen (2008), menggunakan perkiraan alternatif modal

manusia, serta menemukan bukti bahwa dua pandangan utama tentang peran modal

manusia dalam pembangunan ekonomi oleh Lucas (1988) dan Romer (1990b) dapat

diterima secara berdampingan dan bukan berarti saling menolak satu sama lain. Dengan

menggunakan uji kointegrasi, Van Leeuwen (2007) menemukan bahwa di India dan

Indonesia, tingkat modal manusia adalah cointegrated dengan tingkat pendapatan

agregat selama abad ke-20 secara keseluruhan, yang menegaskan teori Lucas (1988).

Namun di Jepang, pendekatan Lucasian dapat diverifikasi hanya untuk paruh awal abad

ini, sementara setelah 1950 ada kointegrasi antara tingkat pertumbuhan pendapatan

agregat dan tingkat modal manusia, yang sejalan dengan pandangan Romer (1990b).

Studi Sitepu dan Sinaga (2006), bertujuan menganalisis dampak investasi

sumber daya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan in Indonesia.

Analisisnya menggunakan kombinasi model Komputasi Keseimbangan Umum dan

(20)

pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Hasil simulasinya

menunjukkan bahwa investasi sumber daya manusia mampu meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rumah tangga. Indeks rasio kemiskinan, indeks

kesenjangan dan indeks intensitas kemiskinan juga menurun, kecuali untuk rumah

tangga bukan angkatan kerja di kota. Investasi sumber daya manusia untuk pendidikan

memberi manfaat lebih besar bagi rumah tangga perdesaan dibandingkan dengan rumah

tangga perkotaan, terutama untuk rumah tangga buruh pertanian dan pengusaha

pertanian di perdesaan, sedangkan investasi kesehatan memberi manfaat lebih besar

bagi rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota.

Penelitian Chenery dan Syrquin (1975) yang diuraikan lagi oleh Subroto

(1997;2000), menyatakan bahwa saat PDB per kapita sangat rendah –di bawah $100,

peranan sektor pertanian sangat dominan karena menyumbang lebih dari 50 persen,

sedangkan sektor industri dan jasa masing-masing hanya sekitar 10 dan 30 persen,

sisanya sebesar 10 persen adalah sektor lain-lain. Pada saat PDB per kapita meningkat,

peranan sektor pertanian semakin menurun sementara peranan kedua sektor yang lain

semakin meningkat. Ketika PDB per kapita mencapai $1000, peranan pertanian

semakin mengecil, hanya sekitar 12 persen, sedangkan peranan sektor industri dan jasa

masing-masing mencapai 35 dan 44 persen. Titik temu antara sektor pertanian dan

industri terjadi pada saat PDB per kapita sekitar $350 dengan masing-masing

sumbangannya terhadap PDB sebesar 25 persen.

Terjadinya pergeseran struktur ekonomi tersebut ternyata tidak dengan

sendirinya diikuti adanya realokasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri

yang memerlukan pengetahuan/keterampilan relatif lebih tinggi. Mereka yang bekerja

di sektor pertanian bergeser ke sektor jasa, yang memerlukan peningkatan pengetahuan

(21)

struktur ekonomi, tenaga kerja dengan cepat mengganti/menambah pengetahuannya

agar tertampung dalam stuktur perekonomian baru, melalui pendidikan dan pelatihan

merupakan jawaban sangat tepat.

Tulisan Yoon (2006), mengkaji sebuah model siklus bisnis riil internasional

dengan modal manusia dapat menjelaskan siklus bisnis dalam sebuah perekonomian

kecil yang terbuka. Parameter dan kalibrasi dalam model tersebut menyertakan

investasi goncangan teknologi khusus dan modal manusia ke dalam kerangka

neoklasik. Model tersebut dimungkinkan untuk diduplikasikan dengan modus

penyesuaian-penyesuaian pada siklus bisnis model di Korea.

Penelitian lainnya Donald dan Shuanglin (1993), melakukan estimasi

persamaan yang diturunkan dari fungsi produksi agregat dan menggunakan data cross

section pada 47 negara dalam 10 tahun dan 58 negara dalam 11 tahun. Hasilnya,

tingkat pertumbuhan pegeluaran pendidikan memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada semua kasus. Tingkat pertumbuhan

pengeluaran kesejahteraan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada

satu kasus tetapi tidak signifikan pada semua kasus, dan tingkat pertumbuhan

pengeluaran pertahanan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada satu

subset negara-negara tertentu tetapi insignifikan untuk negara lainnya.

Hasil penelitian Pascual dan Álvarez- García (2006), dengan judul Government

Spending and economic growth in the European Union Countries: An empirical

Approach, yang menggunakan model regresi dan panel data terhadap 15 negara di

Eropa tahun 1994-2000 mempunyai hubungan yang positif. Khususnya terhadap

pengeluaran pemerintah bidang pendidikan sangat mendorong terjadinya pertumbuhan

(22)

Sodik (2007), melakukan penelitian dengan metode General Least Square dan

menggunakan data panel periode 1993-2003 pada 26 provinsi di Indonesia, menguji

pengaruh variabel investasi swasta, investasi pemerintah, konsumsi pemerintah, tenaga

kerja dan tingkat keterbukaan. Hasilnya, variabel investasi swasta tidak berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Variabel keterbukaan ekonomi memiliki

hubungan yang konsisten dengan teori tetapi tidak signifikan, dan variabel angkatan

kerja berpengaruh signifikan dengan tanda negatif untuk tahun 1993-2003 dan tahun

1998-2000. Keadaan itu dapat dijelaskan bahwa variabel angkatan kerja pada

tahun-tahun krisis moneter saat itu mengalami goncangan ekonomi dunia, sehingga

berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja menjadi negatif. Hal tersebut justru

mengindikasikan bahwa keterampilan berwirausaha dengan salah satu bentuknya

melalui pendidikan dan pelatihan menjadi sangat penting.

Kondisi Indonesia

Menurut data BPS (2004-2013), secara makro perkembangan PDB Indonesia tahun

2004 dari 257 (US$ Milyar) mengalami kenaikan yang sangat tinggi menjadi 1.063,1

(US$ Milyar) tahun 2013 atau sekitar empat kali lipat, dengan laju pertumbuhan antara

4,6 sampai 6,5 persen. Sisi lain, apabila ditinjau Indek Pembangunan Manusia (IPM)

juga mengalami peningkatan cukup signifikan. Dimulai dari indek sebesar 65,8 pada

tahun 2002 meningkat menjadi 73,29 pada tahun 2012. Artinya, seiring dengan

semakin meningkatnya PDB dibarengi pula adanya peningkatan IPM.

Sebagai kebijakan nasional, pembangunan bidang pendidikan telah diposisikan

secara strategis sebagai prioritas program pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan

(23)

level pemerintahan dalam amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

Belanja fungsi pendidikan pemerintah pusat dalam APBN 2013 baru mencapai

10,3% atau Rp 1.154,38 triliun (Data Pokok APBN 2007-2013, Kemenkeu), sedangkan

pada tahun 2008 diperkirakan jumlah belanja pendidikan berkisar 7,98%. Secara ideal,

dengan semakin meningkatnya pemenuhan anggaran pendidikan dapat mengakibatkan

mutu dan perluasan akses pendidikan menjadi semakin baik dan luas.

Indikasi lain yang perlu menjadi perhatian lebih untuk menjadikan pendidikan

sebagai basis perubahan dalam meningkatkan pembangunan, khususnya pembangunan

ekonomi adalah indikator pendidikan yang dilihat dari perubahan rata-rata lama

sekolah, angka buta huruf, dan angka partisipasi murni (APM) serta angka partisipasi

kasar (APK). Berdasarkan data indikator pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk

Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas semakin baik. Pada tahun 2011 rata-rata

selama 7,9 tahun, meningkat menjadi selama 8,2 tahun pada 2013, yang artinya setara

dengan kelas 2 SMP atau sederajat.

Senada dengan hasil penelitian Subroto (2013), bahwa rata-rata lama sekolah

penduduk Indonesia pada tahun 2004-2010 adalah selama 7,8 tahun. Dalam model

simulasinya bahwa peningkatan alokasi dana pendidikan sebesar 10 persen berdampak

terhadap variabel rata-rata lama sekolah akan meningkat sekitar 0,13 persen dan

variabel kemiskinan turun sebesar -1,92 persen.

Tabel 1 Indikator Pendidikan 2011-2014

Capaian Pendidikan 2011 2012 2013 2014*)

Rata-rata lama sekolah penduduk >

15 tahun 7,9 8,0 8,2 8,3

Buta aksara penduduk > 15 tahun

(%) 4,3 4,2 4,5 4,2

APM SD/sederajat (%) 95,5 95,7 95,8 96,0

(24)

APK SMA/sederajat (%) 76,5 78,7 82,0 85,0

APK PT usia 19-23 tahun (%) 27,1 27,9 28,7 30,0

*) Target dalam RPJMN 2010-2014

Sumber: Kemendikbud, 2014 (Arahan Menteri dalam Rembuknas Pendidikan dan Kebudyaan). Seiring dengan itu, program pemberantasan buta aksara secara nasional telah

mengalami kemajuan, yaitu adanya penurunan sejak tahun 1995, hingga mencapai

sekitar 4,2 persen penduduk yang masih buta huruf pada tahun 2014.

Indikator angka partisipasi, menurut data Kemendikbud 2013, APM SD atau

penduduk usia 7-12 tahun meningkat dari 95,5 persen pada 2011 menjadi 96,0 persen

pada 2014. Dalam rentang waktu yang sama APM SMP atau penduduk usia 13-15

tahun meningkat dari 77,7 persen menjadi 82,6 persen; sedangkan APK SM atau

penduduk usia 16-18 tahun meningkat dari 76,5 persen menjadi 85,0 persen; dan APK

PT atau penduduk usia 19-23 tahun meningkat dari 27,1 persen menjadi 30,0 persen.

Kondisi di atas masih akan memunculkan fenomena tersendiri bagi

pengembangan sumber daya manusia di Indonesia, antara kesenjangan pendapatan,

kemiskinan, dan kemakmuran masyarakat. Sylwester (2002) telah merekomendasikan

dari hasil kajiannya yang menunjukkan bahwa negara yang mencurahkan banyak

perhatian terhadap public education (dilihat dari persentase PDB terhadap pendidikan)

mempunyai tingkat kesenjangan yang rendah.

Apalagi pada tahun 2015 mendatang diberlakukannya kawasan perdagangan

bebas yang disebut ASEAN Economic Community (AEC). Siap atau belum siap,

Indonesia harus bergerak cepat untuk mempersiapkan tenaga kerja Indonesia dalam

menyambut AEC. Jika tidak kita akan ter’singkir’ dan hanya sebagai penonton dalam

komunitas ekonomi terbuka tersebut (Subroto, 2009).

Pendidikan memberikan banyak manfaat balikan kepada individu. Berbagai

(25)

membuktikan bahwa balikan pada investasi pendidikan khususnya pada upah yang

menunjukkan hubungan positif. Pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi upah

yang akan diperoleh, jenis pekerjaan dan karir seseorang, bahkan pendidikan tinggi

memberikan balikan kepada pekerja wanita lebih daripada balikan yang diterima oleh

pekerja lelaki (Walker dan Zhu, 2003).

Untuk itu sangat diperlukan campur tangan pemerintah untuk memperbaiki

mutu dan penyediaan pendidikan bagi anak-anak bangsa mengingat besarnya balikan

pendidikan bagi setiap individu untuk mendapatkan kesejahteraan, pekerjaan, dan

kualitas diri yang lebih baik yang pada akhirnya dapat memberikan pengaruh positif

dan meningkatkan mutu sumber daya manusia menjadi sumber daya manusia yang

lebih produktif dan berkualitas untuk mendukung perekonomian individu serta

pembangunan perekonomian nasional tumbuh lebih tinggi.

Simpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan kajian teori dan pembahasan di atas, dapat ditarik dua simpulan. Pertama,

hubungan kausalitas antara peran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi menjadi

semakin nyata, kuat dan solid. Sebagai ilustrasi, Jepang merupakan negara Asia

pertama yang menjadi pelopor pembangunan perekonomian berbasis ilmu pengetahuan.

Menyusul, negara-negara Asia Timur lain, China, Hongkong, Korea Selatan, Malaysia,

dan Singapura. Jadi jelas pendidikan mempunyai pengaruh sangat kuat terhadap

pertumbuhan ekonomi. Kedua, menjadikan bidang pendidikan sebagai penggerak

utama dinamika perkembangan ekonomi akan semakin mendorong proses transformasi

struktural berjangka panjang, karena pendidikan membuahkan high rate of return di

(26)

Saran

Mengacu pada simpulan, dapat dirumuskan empat alternatif pilihan kebijakan. Pertama,

kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu pengetahuan

dan teknologi, sehingga mendorong perlunya peningkatan alokasi anggaran secara

proporsional dan efektif terhadap penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah

secara langsung. Menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan peningkatan

pendidikan universal umum sebagai wujud perluasan pelayanan pendidikan 12 tahun,

untuk mendorong tenaga kerja muda, terampil, serta semakin kreatif.

Kedua, memberikan dorongan melalui penambahan kegiatan-kegiatan

penelitian dan pengembangan sebagai inovasi yang berkesinambungan untuk

mendukung pembangunan yang berbasis teknologi tepat guna serta sesuai dengan

kebutuhan masyarakat luas, khususnya penyerapan tenaga kerja.

Ketiga, dalam kondisi daya saing kompetitif produk/komoditi yang tidak

mungkin terhindarkan jika tidak diimbangi daya saing kompetitif sumber daya

manusia. Dalam arti, mengandalkan keunggulan komparatif sumber daya manusia

yang melimpah dan murah sudah kurang relevan. Oleh karena itu, perluasan akses

terhadap pendidikan perlu semakin ditingkatkan, melalui pemberian insentif atau

beasiswa dengan berbagai skema afirmatif terhadap pemerataan serta kesempatan bagi

masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah semakin digiatkan.

Terakhir, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, perlu

dilaksanakan program peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan

lapangan/kesempatan kerja, serta pengurangan kemiskinan secara simultan.

Peningkatan pengeluaran pemerintah terhadap program pendidikan (seperti program

(27)

dampak percepatan pertumbuhan ekonomi. Artinya, semua program bermuara pada

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya melalui pertumbuhan yang berkualitas.

Pustaka Acuan

Alhumami, Amich. 2004. Tiga Isu Kritis Pendidikan, Opini Kompas, Jum’at, 2 Juli 2004.

Bane, M.J., and Ellwood, D.T., 1996. Welfare Realities: From Rhetoric to Reform. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Barro, Robert. J., 1990. Government Spending in a Simple Model of Endogeneous Growth,The Journal of Political Economy, Vol 98, No.5 Part 2: The Problem of Development: A Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise System (Oct, 1990), hal.103--125.

---, 1991. Economic Growth in a Cross-Section of Countries, Quaterly Journal of Economics, Vol. 106, (May 1991), hal. 407-433.

---, 1999. Inequality, Growth and Investment, National Bureau of Economic Research,Working Paper No. 73038, JEL No. 0413. http://www.nbr.org/paper/w708 (diunduh: 6 September 2012).

Becker, Gary S., 1993. Human Capital, The University of Chicago Press, Chicago. Benhabib., J and Spiegel, M., 1994. The Role of Human Capital in Economic

Development: Evidence from Aggregate Cross Country Data, Journal of Monetary Economics, 34, 143-173.

Badan Pusat Statistik, 2004-2013. Produk Domestik Bruto, http://www.bps.go.id/ (diunduh:13 Juli 2013).

Chenery, H. B., and Syrquin, M. 1975. Patterns of Development, 1950-1970; London, Oxford University Press.

Cobb, C. W. and Douglas, P. H., 1928. A Theory of Production, American Economic Review 18 (Supplement): 139–165. // .uvm.edu/~wgibson/CYU/cobb-douglas.pdf (diunduh: 09 Juli 2010)

Cooray, A. V., 2009. The Role of Education In Economic Growth, Proceedings of the 2009, Australian Conference of Economists (pp. 1-27). Adelaide, Australia: South Australian Branch of the Economic Society of Australia.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Undang-Undang Repubnlik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta.

Donald, N.B., and Shuanglin, L., 1993. The Differential Effects on Economic Growth of Government Expenditures on Education, Welfare, and Defense. Journal of EconomicDevelopment, Vol. 18, No. 1.

(28)

Durlauf, S. N., and Johnson, P. A., 1995. Multiple Regimes and Cross-Country Growth Behaviour, Journal of Applied Econometrics, Vol. 10, No. 4. (Oct-Dec,1995), pp. 365-384.

Gemmel, N., 1996. Evaluating the Impacts of Human Capital Stocks and Accumulation on Economic Growth: Some New Evidence, Oxford Bulletin of Economics and Statistics, 58, 9-28.

Hanushek, E., 1995. Interpreting Recent Research on Schooling in Developing Countries, World Bank Research Observer, 10, 227-246.

Hanushek, E., and Kimko, D., 2000. Schooling Labour Force Quality, and the Growth of Nations, American Economic Review, 90, 1184-1208.

Hanushek, E., and Woessmann, L., 2008. The Role of Cognitive Skills in Economic Development, Journal of Economic Literature, 46, 607-668.

Henderson, James M., dan Richard E. Quant., 1980. Microeconomics Theory: A Mathematical Approach, Third Edition, Singapore: McGraw-Hill International Editions.

Kementerian Keuangan, 2007-2013. Data Pokok Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Evaluasi Kinerja Kemdikbud 2010-2014 dan Penuntasan Implementasi Kurikulum 2013, Arahan Menteri dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan, tanggal 5-7 Maret 2014. Krueger, A., and Lindahl, M., 2001. Education and Growth: Why and for Whom?,

Journal of Economic Literature, 39, 1101-1136.

Lewis, W.A., 1956. Theory of Economic Growth, George Allen & Unwin Ltd. Great Britain, edition used Unwin University Books, nineth impression, ISBN 0 04 330054 5

Lucas, R. E., Jr. 1988. On the Mechanics of Economic Development, Journal of Monetary, Economics,Vol. 22, July 1988, hal. 3-42.

Levine, R., and Renelt, D., 1992. A Sensitivity Analysis of Cross-Country Growth Regressions, The American Economic Review, Vol. 82, No. 4. (Sep.1992), pp. 942-963.

Mankiw, N. G., Romer, D., Weil, D. N., 1992. A Contribution to the Empirics of Economic Growth, Quaterly Journal of Economics Vol.107, (May, 1992), hal. 407-437.

McMahon, W. W., 2002. Education and Development Measuring the Social Benefits, New York: Oxford University.

Pascual, M., dan Álvarez- García, S., 2006. Government Spending and Economic Growth in the European Union Countries: An Empirical Approach, diunduh dari http://-papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm? abstract_id=914104 (diunduh: 13 September 2013).

(29)

Ray, Debraj., 1998. Development Economics, New Jersey: Princeton University Press. Romer, P. M., 1990a. Endogenous Technological Change, Journal of Political

Economy, Vol. 98, part 2, hal. 71-102.

---, 1990b, Human Capital and Growth: Theory and Evidence, Carnegie-Rochester Conference Series on Public Policy 32, 251-286.

Schultz, T. W., 1961. Investment in Human Capital, American Economic Review, 51, 1-17.

Sitepu, R. K., dan Sinaga, B. M., 2006. The Impact of Human Capital Investment on Economic Growth and Poverty in Indonesia: CGE Model Approach, Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, IPB Bogor.

Smith, Adam., 1776. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, //hn.psu.edu/faculty/ jmanis/adam-smith/wealth-nations.pdf (diunduh:18 Maret 2007)

Sodik, Jamzani., 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan, 12 (1): 27-36.

Solow, Robert M., 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth, The Quartly Journal of Economics, Vol.70, No.1 (Feb. 1956), pp.65-99.

---,1988, Growth Theory an Exposition, New York: Oxford University Press, Inc. Subroto, Gatot., 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Sumber Daya

Manusia, Jurnal Ilmiah Kajian No. 009/III/ Juni/1997.

---, 2000. Pendidikan sebagai Investasi Pemerintah dan Masyarakat, Prespektif Humaniora, No 017 Tahun V September Tahun 2000.

---, 2009. Peluang dan Tantangan Pendidikan Ketenagakerjaan Indonesia da-lam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Jurnal Penelitian dan Kebijakan, Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, Balitbang Kemdiknas, Jakarta, No 6 Tahun ke 2, 2009.

---, 2013. Peran Pendidikan Tenaga Kerja dan Pengeluaran Pemerintah dalam Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Indonesia, Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sylwester, Kevin., 2002. Can Education Expenditures Reduce Income Inequality? Economics of Education Review 21 (2002) hal. 43–52. www.elsevier.com/locate/econedurev (diunduh: 3 Maret 2010).

Temple, J., 2001. Growth Effects of Education and Social Capital in OECD Countries, Economic Studies, 33, 57-101.

Todaro, M. P., and Smith, S. C., 2009, Economic Development, 10/E, Prentice Hall, ISBN-10: 0321485734.

(30)

---, 2008. Human Capital and Economic Growth in Asia 1890–2000: A time-series Analysis, Asian Economic Journal, Volume: 22, Issues 3 September 2008, hal: 225-240.

Walker, Ian., dan Zhu, Yu., 2003. Education, earnings and productivity: recent UK evidence, Labour market Trends, Vol.3, No. 3, 145-152.

www.researchgate.net/...Education_earnings_and_producti... (diunduh pada 4 November, 2012)

Yoon, J. H., 2006. The Impact Effects of Investment-Specific Technology Shocks in a Small Open Economy: Value Function Iteration Approach, Journal of Economic Research 11 (2006) hal.129–158.

Gambar

Gambar 1   Proses Pertumbuhan Ekonomi dalam Jangka Pendek
Gambar 2 mengilustrasikan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan
Tabel 1 Indikator Pendidikan 2011-2014

Referensi

Dokumen terkait

Regulasi emosi adalah proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk

Purchase Order (PO) rangkap 1 akan dikirimkan kepada Supplier yang ditujukan, rangkap 2 akan diserahkan ke bagian Gudang yang nantinya akan digunakan untuk melakukan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai estimasi heritabilitas dan respons seleksi 12 famili ikan gurami hasil persilangan empat populasi, yakni: Kalimantan, Jambi,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Adversity Quotient berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja perawat dalam pendokumentasian standar asuhan keperawatan melalui motivasi kerja

Subsuming many existing government schemes, it makes the allocation of grants conditional on adhering to a set of financial and governance reforms at the state and city level

Niat (intention) merupakan representasi kognitif dari kesiapan seseorang untuk melakukan suatu perilaku/tindakan, dan niat ini dijelaskan ke dalam tiga determinan, yakni

Hasil analisis warna tepung pisang tanduk dengan kulit terfermentasi menunjukkan bahwa untuk nilai kecerahan (L) yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol

[r]