• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRASI MODEL SISTEM DINAMIK DAN SISTE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INTEGRASI MODEL SISTEM DINAMIK DAN SISTE"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1. PENDAHULUAN

Beras sampai saat ini masih tetap menjadi konsumsi makanan pokok masyarakat Indonesia dan Jawa Timur, khususnya. Mudah dimasak, harga yang terjangkau dan tersedia di hampir pelosok negeri, menjadikan masyarakat sulit untuk memilih bahan makanan pokok lain yang sebanding dengan beras. Apalagi kandungan gizi beras relatif lebih baik, bila dibandingkan dengan bahan pokok lain, seperti : ketela pohon, jagung serta umbi-umbian. Sehingga wajar bila pemerintah menempatkan komoditas ini sebagai komoditas pangan strategis, dan bahkan politis.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian RI merilis provinsi Jawa Timur masih merupakan andalan utama produksi beras di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan potensi sumber daya lahan seluas 1,147 hektar. Kementerian Pertanian juga melansir data BPS 2011 yang menunjukkan bahwa kontribusi padi di Jawa Timur untuk kebutuhan pangan nasional mencapai 16,08 persen, jagung 30,85 persen dan kedelai 43,11 persen. Memasuki tahun 2012, provinsi Jawa Timur telah menargetkan produksi padi sebesar 12,31 juta ton atau meningkat sebesar 1,777 juta ton dari tahun lalu yang mencapai 10,533 juta ton. Produksi padi ini dihasilkan oleh areal tanaman seluas 2,142 juta ha, dengan luas panen sekitar 2,057 juta ha. Mengutip keterangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian RI, Jumat (20/7) menyebutkan berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Timur, hingga posisi Mei 2012, realisasi fisik implementasi Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) cukup menggembirakan. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui penggunaan benih varietas unggul bermutu termasuk benih padi hibrida, pemupukan berimbang dan pemakaian pupuk organik serta pupuk biohayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya disertai pengawalan, pemantauan, dan pendampingan yang

intensif.

(http://erabaru.net/nasional/60-lingkungan/31094--jawa-timur-andalan-utama-produksi-beras).

Oleh karena itu dalam penelitian ini diusulkan kerangka kerja dalam mengembangkan dinamika sistem distribusi beras di Jawa Timur dengan mengintegrasikan output geografis (pemetaan lokasi, pasokan dan kebutuhan daerah, perubahan, dan kuantitas pasokan /

permintaan) yang di capture oleh GIS untuk menggambarkan perilaku pasokan dan kebutuhan

dan menghasilkan skenario kebijakan di masa depan untuk meningkatkan pasokan dan kebutuhan beras. Pendekatan dinamika sistem didasarkan pada pertimbangan bahwa metode SD menawarkan kemampuan untuk menggabungkan pengetahuan ahli dalam kemampuan memodelkan perilaku non-linear. Gambaran integrasi antara Sistem Dinamik dan Sistem

Informasi Geografis dikenal sebagai Spatial System Dynamics (SSD) dapat digambarkan pada

Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Diagram alur SSD (Sumber: Ahmad dan Simonovic, 2004)

Pada gambar 1.1 pendekatan System Spatial Dynamics (SSD) dijalankan secara terpisah,

(3)

keputusan / kebijakan dalam waktu. Dengan demikian, proses dapat dimodelkan dalam ruang dan waktu secara terpadu saat menangkap umpan balik (Ahmad dan Simonovic, 2004).

Penelitian ini mengusulkan pendekatan model System Dynamics (SD) dan pemodelan

spasial dari pasokan dan kebutuhan beras. Tujuan dari model adalah untuk mengidentifikasi perilaku pasokan dan kebutuhan beras dengan menangkap beberapa output geografis (pemetaan lokasi, daerah pasokan dan kebutuhan, perubahan, dan kuantitas pasokan / permintaan) untuk meningkatkan pasokan dan kebutuhan beras di masa depan.

2. DASAR TEORI

Beras merupakan makanan pokok utama masyarakat Indonesia. Beras menyediakan lebih dari 50 persen kalori dan hampir 50 persen dari asupan protein. Beras juga unik dan penting dalam perekonomian Indonesia, dengan nilai pasar tahunan hampir Rp. 2.000 miliar, atau 3,2 miliar dolar AS. Permintaan beras meningkat karena peningkatan populasi yang tajam dan konsumsi yang tinggi per kapita beras dan harga relatif lebih murah dibandingkan makanan karbohidrat lainnya. Konsekwensinya adalah bahwa pasokan beras harus ditambah dengan impor yang besar. Impor besar membutuhkan devisa yang signifikan. Fungsi pasokan beras dinyatakan sebagai fungsi 'rata-rata harga produsen padi untuk tahun berjalan, perbedaan harga rata-rata produsen padi, rata-rata harga jagung, rata-rata harga singkong, dan tren waktu. Elastisitas pasokan beras sehubungan dengan perbedaan rata-rata harga gabah adalah 0.58 (Gordon,et.al, 1985).

Konseptualisasi yang paling berguna menggambarkan sistem pangan sebagai rangkaian kegiatan dari produksi ('lapangan) untuk konsumsi (' tabel '), dengan penekanan khusus pada pengolahan dan pemasaran dan transformasi beberapa makanan yang diperlukan (Heller dan Keoleian, 2003; Dixon, 1999, Cannon, 2002; Lang dan Heasman, 2004). Kecenderungan global umum dalam sistem makanan modern didokumentasikan dengan baik dan dirangkum dalam Tabel 2.1. Ini menggambarkan aktor yang terlibat dalam sistem pangan, susunan yang luas dari interaksi lingkungan dan sosial yang mencakup dalam sistem pangan, dan kebijakan beberapa tantangan yang ditimbulkan.

Tabel 2.1 Perbandingan beberapa fitur sistem pangan tradisional dan modern

Fitur sistem pangan sistem pangan tradisional

sistem pangan modern

Pokok pekerjaan di sektor pangan

Produksi pangan Pengolahan pangan, kemasan dan

ritel

Supply chain Lokal, pendek panjang dengan banyak makanan

bermil dan simpul

Sistem produksi pangan Beragam variasi

produktivitas

Sedikit hasil panen dominan, secara intensif, input tinggi

Tipikal pertanian Berbasis keluarga, kecil

sampai menengah

Industri besar

Tipikal pangan yang dikonsumsi

Bahan pokok dasar Olahan makanan dengan nama

merek, produk hewani

Pembelian pangan dari toko lokal atau pasar kecil Rantai supermarket besar

Perhatian nutrisi Kurang gizi Kronis penyakit pada pola makan

Sumber utama gejolak

Gizi loading, limpasan kimia,

kebutuhan air, emisi gas rumah kaca

Skala pengaruh Lokal ke nasional Nasional ke global

Sumber : diadaptasi dari Maxwell dan Slater 2003.

Peraturan Menteri Pertanian No. 65/Permentan/OT.140/12/2010 tanggal 22 desember 2010 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota lampiran 1 (Suswono,2010). Standar Pelayanan Minimal (SPM) ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu:

(4)

2. Bidang distribusi dan berupa ketersediaan pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat Jawa Timur.

3. Bidang penganekaragaman dan keamanan pangan; 4. Bidang penanganan pasokan dan kebutuhan.

Tabel 2.2 SPM bidang ketahanan pangan tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota

Standar Pelayanan Minimal Indikator

Ketersediaan dan cadangan pangan Ketersediaan Energi Dan Protein Per Kapita

Penguatan Cadangan Pangan

Distribusi dan akses pangan Ketersediaan informasi pasokan harga

Stabilisasi harga dan pasokan pangan

Penanganan pasokan dan kebutuhan Rawan Pangan Kronis

Rawan Pangan Transien

Sumber : diadaptasi dari Lampiran 1 Peraturan Menteri Pertanian (Suswono,2010)

Menurut kajian ekonomi Bank Indonesia (2012) p,25. Penguatan pasokan dan kebutuhan beras di tingkat nasional hingga daerah merupakan isu yang krusial bagi Indonesia. Beras merupakan komoditas strategis karena sekitar 25,4 juta penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani dengan padi sebagai tanaman utama. Selain itu, beras merupakan kebutuhan pangan pokok bagi hampir seluruh penduduk Indonesia. Guncangan pada sisi penawaran dan harga beras tidak hanya akan mempengaruhi perekonomian nasional saja karena masalah tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang baik dari aspek sosial, politik, maupun budaya. Ketahanan pangan beras terutama dilihat dari aspek ketersediaan (produksi, konsumsi, maupun distribusi) dan stabilitas harga.

Distribusi pangan merupakan salah satu subsistem ketahanan pangan yang peranannya sangat strategis, apabila tidak dapat terselenggara secara baik dan lancar, bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat tidak akan terpenuhi. Ketahanan pangan beras terutama dilihat dapat ditinjau dari aspek ketersediaan yang meliputi produksi, konsumsi, distribusi dan stabilitas harga (Bank Indonesia, 2012). Distribusi pangan ini diharapkan dapat terlaksana secara efektif, efisien dan merata di setiap lokasi berlangsungnya transaksi bahan pangan kebutuhan masyarakat. Gangguan distribusi pangan ini berdampak terhadap kelangkaan bahan pangan dan kenaikan harga pangan serta berpengaruh terhadap rendahnya akses pangan masyarakat karena daya beli bahan pangan menjadi menurun. (http://bkpp.jogjaprov.go.id/content/page /244/Bidang -Distribusi-Pangan)

Maxwell D Hartt (2011) Salah satu perangkat SIG yang berhubungan dan berkonsentrasi

di lautan adalah Google Ocean yang dirilis pada bulan Februari 2009. Sebuah add-on gratis

untuk Google Earth dan sangat populer, Google Ocean memungkinkan pengguna melakukan

perjalanan kedalam laut untuk melihat gunung api bawah laut, mengikuti margasatwa laut atau

menyelidiki bagaimana lautan berubah dengan fitur sejarah. Google Earth dibuat sebagai

tanggapan pada tanggal 24 Maret 2006 sebuah artikel di Science, bahwa ada kenaikan permukaan laut berpotensi akibat pencairan gletser atau es mencair.

Menurut Sterman (2000), terdapat lima tahapan dalam mengembangkan model sistem dinamik seperti terlihat dalam yaitu:

Step 1: Problem articulation:

Pada tahap ini, kita perlu menemukan masalah yang sebenarnya, mengidentifikasi variabel kunci dan konsep, menentukan horison waktu dan mencirikan masalah secara dinamis untuk memahami dan merancang kebijakan menyelesaikannya.

Step 2: Dynamic hypothesis:

Pembuat model harus mengembangkan sebuah teori tentang bagaimana masalah tersebut muncul. Dalam step ini, perlu dikembangkan diagram causal loop yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel dan mengkonversi diagram causal loop ke dalam diagram flow, yang terdiri dari tiga variabel seperti yang digambarkan pada Tabel 2.3.

Step 3: Formulation:

Untuk menentukan model sistem dinamik, setelah mengubah diagram causal loop ke dalam diagram flow, selanjutnya harus menerjemahkan deskripsi sistem menjadi level,

rates dan membuat persamaan / auxiliary equations. Untuk mengestimasi sejumlah

(5)

Step 4: Testing:

Tujuan pengujian adalah untuk membandingkan perilaku simulasi model terhadap perilaku aktual dari sistem.

Step 5: Policy Formulation and evaluation:

Sejak pembuat model mengembangkan keyakinan dalam struktur dan perilaku model, pemodel dapat memanfaatkan model yang valid untuk merancang dan mengevaluasi kebijakan bagi perbaikan. Interaksi kebijakan yang berbeda juga harus diperhatikan, karena sistem nyata sangat nonlinear dan dampak kombinasi kebijakan biasanya tidak berupa dampaknya saja.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam rangka membangun komponen penelitian, ketersediaan data yang dibutuhkan harus dikumpulkan dan diperiksa. Sumber daya prinsip untuk semua data berasal dari, Dinas Pertanian, BULOG JATIM , Dinas Ketahanan Pangan JATIM dan Statistik BPS. Data geospasial dari basis data Badan Ketahanan Pangan JATIM.

Spasial Sistem Dynamic mengintegrasikan Sistem Informasi Geografis dan Sistem

Dinamik sebagai bagian dari Spasial System Dynamics. Pemodelan pertanian padi dan hasil

panen akan dibantu oleh SIG, tidak hanya memetakan seperti pada dunia nyata, tetapi juga menganalisis dan membuat beberapa skenario untuk memudahkan seluruh stakeholder dalam membuat beberapa keputusan yang terkait dengan keamanan pangan terutama keamanan padi.

SSD

Model Pertanian Padi & Hasil Panen

Skenario Perkiraan distribusi & produksi padi/Beras

Perubahan Model Pemetaan / Map ke Simulasi Sistem Dinamik

Menyediakan Laporan Keamanan Padi untuk JATIM

Gambar 3.1 Flow Model Spatial system dynamics

Setelah itu hasil simulasi akan divalidasi untuk memastikan bahwa model yang dibuat benar-benar dapat merepresentasikan kondisi riil sistem. Validasi model dilakukan dengan dua

cara pengujian, yaitu validasi model denganstatistik uji perbandingan rata-rata (mean

comparison) dan validasi model dengan uji perbandingan variasi amplitudo ( % error variance) (Barlas 1989).

a. Statistik Uji perbandingan rata-rata (Mean Comparison)

Dimana model dianggap valid bila E1  5 %

b. Statistik Uji perbandingan variasi amplitudo ( % error variance)

Ss = standard deviasi mode Sa = standard deviasi data

Dimana model dianggap valid bila E2  30%

Dalam penentuan suatu wilayah termasuk kategori ketahanan pangan yang mana, maka setelah didapatkan indeks komposit semua aspek dapat dilihat range indeksnya yaitu (FIA.2010):

Tabel 3.1 Kategori ketahanan pangan

> 0,8 sangat rawan pangan

(6)

0,48 - < 0,64 agak rawan pangan 0,32 - < 0,48 cukup tahan pangan 0,16 - < 0,32 tahan pangan

< 0,16 sangat tahan pangan

.4. HASIL DAN DISKUSI

Distribusi perdagangan beras dimulai dari petani kepada pengepul. Pengepul sebagian besar berada di kabupaten/kota yang sama dengan petani yang kemudian melakukan penjualan lintas daerah. Dari pedagang pengepul, beras mayoritas dijual ke pedagang besar kemudian ke pedagang pengecer dan konsumen. Produksi yang terus meningkat merupakan sebuah prestasi yang luar biasa bagi propinsi Jawa Timur. Akan tetapi di sisi lain, meningkatnya produksi dalam negeri akan menjadi sebuah masalah sendiri bagi harga di tingkat produsen. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik maka stabilitas produksi gabah/beras dalam negeri di masa selanjutnya akan terganggu. Berikut blok diagram distribusi dan produksi beras untuk ketahanan pangan propinsi jawa timur seperti gambar 4.1

Masyarakat

Gambar 4.1 Diagram distribusi dan produksi beras Jawa Timur

(7)

Gambar 4.2 Diagram kausatik distribusi dan produksi beras Propinsi Jawa Timur Berdasarkan karakteristik biofisik wilayah yang meliputi kondisi iklim, fisiografi dan sumberdaya lahan, dibedakan menjadi 5 zona agroekologi, sedangkan zona agroekologi sesuai dengan pengembangan komoditas pertanian di Jawa Timur terbagi 4 zona, yaitu:

Tabel 4.1 karakteristik lahan komoditas padi

Zona Kelerengan Ketinggian tempat Pemanfaatan Lahan

1. 40% > 300 m Buah-buahan

2. 15 - 40% 50 – 300 m Tanaman tahunan buah-buahan

3. +8 – 15 % +10 - 50 m Kacang-kacangan & sayuran

4. 0 – 8% < 10 m Padi, Kacang-kacangan & sayuran

Secara geografis tanaman padi dapat tumbuh dengan baik di daerah antara 350 Lintang

Selatan sampai 500 lintang Utara dan tersebar didaerah rendah hingga ketinggian 2.000 meter

diatas permukaan laut (Yoshida,1997).

Dalam penentuan suatu wilayah termasuk kategori ketahanan pangan yang mana, maka setelah didapatkan indeks komposit semua aspek dapat dilihat range indeksnya yaitu :

Hasil Analisis Aspek Ketersediaan Pangan Tingkat Kabupaten Propinsi Jawa Timur Tabel 4.2 Tingkat ketersediaan pangan di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Timur

Kabupaten Indeks

ketersediaan Kategori

Pacitan 0.00 ST

Ponorogo 0.03 ST

Trenggalek 0.05 ST

Tulungagung 0.18 ST

Blitar 0.16 ST

Kediri 0.14 ST

Malang 0.19 ST

Lumajang 0.10 ST

Jember 0.15 ST

Banyuwangi 0.13 ST

Bondowoso 0.04 ST

Situbondo 0.11 ST

Probolinggo 0.11 ST

Pasuruan 0.12 ST

Sidoarjo 1.00 AG

Mojokerlo 0.20 ST

Jombang 0.18 ST

Nganjuk 0.11 ST

Madiun 0.10 ST

Magetan 0.14 ST

Ngawi 0.05 ST

Bojonegoro 0.11 ST

Tuban 0.07 ST

Lamongan 0.07 ST

Gresik 0.19 ST

Bangkalan 0.13 ST

Sampang 0.06 ST

(8)

Sumenep 0.10 ST

Ket: AG = Agak Rawan, ST = Sangat Tahan

Gambar 4.3 Spasial Ketersediaan Pangan Tingkat Kabupaten Propinsi Jawa Timur

5. SIMPULAN

Dari hasil analisis dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa langkah-langkah Strategis dalam pemetaan rawan pangan dengan cara:

1.Pembuatan Peta rawan pangan sampai level kecamatan dan desa

2.Pemantapan ketersediaan pangan yang disertai dengan peningkatan nilai tambah melalui

penanganan pasca panen.

3.Pengentasan kemiskinan melalui : Percepatan pembangunan infrastruktur publik bersifat

padat tenaga kerja , Percepatan industrialisasi pedesaan dengan skala kecil dan rumah tangga, peningkatan layanan lembaga keuangan untuk pembiayaan usaha mikro, subsidi untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin : pangan, kesehatan , pendidikan.

4.Pengembangan prasarana dan sarana penting pedesaan (jalan, irigasi, listrik air minum.

5.Peningkatan layanan kesehatan di pedesaan

6.Revitalisasi kelembagaan pangan ,gizi dan kesehatan di pedesaan

7.Pengelolaan sumberdaya alam

8.Percepatan pembangunan daerah rawan pangan melalui program desa mandiri pangan

6. DAFTAR ACUAN

1) Bank Indonesia. “Pengembangan Pilot Project Program Ketahanan Pangan Beras di

Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.” Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan.

Jakarta: Bank Indonesia, 2012. 25.

2) Barlas, Yaman. “Multiple tests for validation of system dynamics type of simulation

models.” European Journal of Operational Research, 1989: 42:59-87.

3) Gordon, E, Won, W.K dan Maman H.K. Analysis Of Demand And Supply Of Rice In

Indonesia. Department of Agricultural Economics. North Dakota Agricultural Experiment Station North Dakota State University Fargo, North Dakota ,1985

4) Hartt, dan Maxwell D. Geographic Information Systems and System Dynamics -

Modelling the Impacts of Storm Damage on Coastal Communities. Canada: University of Ottawa, 2011

5) Sterman, Jhon D. Business Dynamics: Systems Thinking and Modeling for a Complex

World. Boston: McGraw-Hill; 2000

6) S., Ahmad, dan S. P. Simonovic. “Spatial System Dynamics: New Approach for

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan beberapa fitur sistem pangan tradisional dan modern  Fitur sistem pangan
Tabel 2.2 SPM bidang ketahanan pangan tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota Standar Pelayanan Minimal Ketersediaan dan cadangan pangan
Gambar 3.1 Flow Model Spatial system dynamics  Setelah itu hasil simulasi akan divalidasi  untuk memastikan bahwa model yang dibuat
Gambar 4.1 Diagram distribusi dan produksi beras Jawa Timur Hubungan sebab akibat distribusi dan produksi beras dalam mendukung ketahanan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sulawesi Tengah merupakan wilayah yang berpotensi mendukung program strategis pemerintah pusat dan daerah dalam pencapaian swasembada beras dan swasembada berkelanjutan sesuai

Pemerintah untuk terus meningkatkan produksi ubikayu sebagai bahan pangan.. alternatif mendukung ketahanan pangan Nasional

Produksi beras analog ini berpeluang untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi beras padi dengan memanfaatkan bahan pangan lokal lain yang dapat tumbuh

Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan beras yang menjadi faktor dalam mendukung ketahanan beras, semata-mata tidak hanya melibatkan produksi beras lokal saja,

Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan beras di Jawa Timur baik beras miskin (raskin) maupun beras umum yang beredar di pasaran dengan

Hasilnya adalah sebuah model sistem dinamik ketersediaan beras pada Divre Jawa Timur beserta skenario kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan beras di Sub Divre

Terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani padi sawah di Desa Sukamarga yaitu pendapatan padi, luas lahan padi, produksi padi,

pusat informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, sehingga pengembangan “Sistem Informasi Persediaan Produksi Beras Pada Unit Usaha Penggilingan Padi “