• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan motivasi belajar terhadap kegiatan belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK) siswa kelas IV di SD Kanisius Temanggung tahun ajaran 2013/2014 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peranan motivasi belajar terhadap kegiatan belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK) siswa kelas IV di SD Kanisius Temanggung tahun ajaran 2013/2014 - USD Repository"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP

KEGIATAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) SISWA KELAS IV DI SD KANISIUS TEMANGGUNG

TAHUN AJARAN 2013/2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Dominikus Suryo Setiawan NIM : 071124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan cinta Skripsi ini kupersembahakan kepada:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan membimbingku, Kedua orang tuaku, bapak Cornelius Susilo dan ibu ML. Nuratri Subarmastuti

yang selalu memberikan cinta kasih dan semangat yang terus menerus, Adikku CB. Candra Bayu Aji,

Yohana Jessica Indraswari yang selalu memberikan semangat dan motivasi, Serta teman-teman angkatan 2007 dan 2008, terima kasih atas cinta dan semangat

(5)

v MOTTO

“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran”

(Amsal 17:17)

“Dalam kemenangan akan perjuangan itu kita menikmati anugerah buah-buah

Roh: damai sejahtera, sukacita, kasih, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri”

(Gal 5:22)

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERANAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KEGIATAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) SISWA KELAS IV DI SD KANISIUS TEMANGGUNG TAHUN AJARAN 2013/2014. Latar belakang pengambilan judul skripsi ini adalah situasi pendidikan saat ini terutama yang terjadi di SD Kanisius Temanggung. Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan semua aspek hidup manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai, dan sikap serta keterampilan. Di dalam lingkungan sekolah Katolik, Pendidikan Agama Katolik mengusahakan agar siswanya berkembang secara maksimal baik dalam segi intelektual maupun kepribadiannya. Namun dalam kenyataannya, Pendidikan Agama Katolik terkadang kurang mendapatkan perhatian dari para siswa. Hal ini dikarenakan metode yang dipilih oleh guru dan juga kurangnya sarana yang digunakan dalam menyampaikan mata pelajaran agama katolik itu sendiri terkadang membuat siswa bosan.

Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat, akan memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Pemberian motivasi belajar kepada siswa semata-mata agar siswa memiliki keinginan untuk mengetahui secara lebih lanjut dan mendalam, mempunyai kesenangan menyelidiki dan memahami secara lebih luas dan lebih mendasar, mempunyai sikap kesediaan untuk aktif dalam memajukan kegiatan belajar PAK. Dengan kata lain, motivasi diberikan demi memantau tercapainya tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah.

(9)

ix ABSTRACT

This thesis entitled A STUDY ON THE ROLE OF MOTIVATION FOR LEARNIG IN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION (CRE) OF GRADE IV STUDENTS IN SD KANISIUS TEMANGGUNG ACADEMIC YEAR 2013/2014. The background of this thesis is based on the current educational situation that occurs primarily in Kanisius Elementary School in Temanggung. Education is a conscious effort to develop all aspects of human life, which includes knowledge, values, and attitudes as well as skills. In the Catholic school, Catholic Religious Education aims to enhance students to develop optimally both in terms of intellectual and personality. But in reality, the Catholic Religious Education sometimes get less attention from the students. This is because the method chosen by the teacher and also the lack of means used to teach the materials the subject's of Catholic religion sometimes makes students bored.

Motivation to learn is an overall driving force in students that lead to learning activities, which ensures continuity of learning activities and which give direction to the activities of learning, so that students desired goal can be achieved. Students who have a strong motivation, will have plenty of energy to perform learning activities. Giving students the motivation to learn is solely to make the students have a desire to know more and in depth, have the pleasure to investigate and understand the broader and more fundamental, have a willingness to be active in promoting learning activities of CRE. In other words, motivation is given for the sake of monitoring the achievement of Religious Education in Catholic schools.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan bagi Allah sumber kebaikan karena berkat rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERANAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KEGIATAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) SISWA KELAS IV DI SD KANISIUS TEMANGGUNG TAHUN AJARAN 2013/2014.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tak luput dari dukungan, pendampingan, bimbingan dan kerja sama dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan penuh rasa syukur penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya dan mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung. ,SJ., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAK yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada saya dalam penulisan skripsi ini.

2. Dra. Y. Supriyati, M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan waktu luang untuk membimbing, mengarahkan, memberikan masukan-masukan juga pengetahuannya yang membangun dan bermanfaat dari awal hingga akhir penulisan skripsi dengan penuh kesabaran hingga selesainya penulisan skripsi ini.

(11)

xi

4. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si. selaku dosen penguji III yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan-masukan yang memperkaya penulisan skripsi ini.

5. Segenap staf dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan penuh keterbukaan, kasih dan rasa kekeluargaan telah mendidik, mendampingi, memperkaya wawasan, mengarahkan dan membimbing penulis selama menempuh proses perkuliahan dari awal sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Segenap staf karyawan Prodi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang selalu memberikan pelayanan terbaik dengan kasih, kesabaran dan keramahan bagi penulis sejak awal perjumpaan hingga saat ini.

7. Kedua orang tua tercinta: bapak Cornelius Susilo dan ibu ML. Nuratri Subarmastuti, serta adikku CB. Candra Bayu Aji yang tanpa lelah dan penuh kasih selalu mendoakan, mendukung, memberi semangat, memberi nasehat, dan mendorong penulis untuk tetap berjuang dalam setiap perjalanan studi di IPPAK-USD Yogyakarta untuk menyelesaikan studi ini.

(12)

xii

apapun sehingga penulis semakin mampu dan dikuatkan untuk terus berjuang dari awal studi sampai akhir studi ini.

9. Yohana Jessica Indraswari yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan, doa, perhatian, masukan-masukan dan kesetiaan yang menguatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan proses studi dari awal hingga menyelesaikan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung penulis dengan caranya masing-masing upahmu besar di surga.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan berupa saran dari berbagai pihak yang dapat semakin menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berguna bagi berbagai pihak khususnya guru dan siswa dalam meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik.

Yogyakarta, 16 Juni 2014 Penulis,

(13)

xiii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... ABSTRAK... B.Identifikasi Masalah...………....…... C.Pembatasan Masalah...

(14)

xiv

c. Prinsip-prinsip Belajar... d. Tujuan Belajar... e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar... 2. Motivasi... d. Cara Menumbuhkan Motivasi Belajar... 1) Memberi Angka....…………... B.Gambaran Umum Pendidikan Agama Katolik... 1. Pendidikan pada Umumnya... a. Pengertian Pendidikan Umumnya... b. Tujuan Pendidikan Pada Umumnya... 2. Pendidikan Agama Katolik (PAK)...

a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik... b. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah... c. Hakikat Pendidikan Agama Katolik... d. Tujuan Pendidikan Agama Katolik………...

(15)

xv

e. Fungsi Pendidikan Agama Katolik... 1) Fungsi PAK Menurut Negara... 2) Fungsi PAK Menurut Gereja... f. PAK sebagai Mata Pelajaran di Sekolah dan

Dampaknya... g. Materi PAK... C.Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK)... D. Peranan Guru...

BAB III: GAMBARAN KEGIATAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS IV DI SD

KANISIUS TEMANGGUNG... A.Gambaran Umum SD Kanisius Temanggung... B.Metodologi Penelitian...

(16)

xvi

9. Teknik Pengumpulan Data... C.Laporan Hasil Penelitian...

1. Gambaran Motivasi Belajar Siswa kelas IV SD

Kanisius Temanggung Th. Ajaran 2013/2014... 2. Kegiatan Belajar PAK Siswa kelas IV SD Kanisius

Temanggung Th. Ajaran 2013/2014... D.Pembahasan Hasil Penelitian...

1. Gambaran Motivasi Belajar Siswa kelas IV SD

Kanisius Temanggung Th. Ajaran 2013/2014... 2. Kegiatan Belajar PAK Siswa kelas IV SD Kanisius

Temanggung Th. Ajaran 2013/2014... E. Kaitan Motivasi Belajar Terhadap Kegiatan Belajar

PAK di SD Kanisius Temanggung... F.Keterbatasan Penelitian...

BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN... A.Kesimpulan... B.Saran...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian... Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian... Lampiran 3: Kuesioner Penelitian ...

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

FKIP : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan GBHN : Garis-garis Besar Haluan Negara

GBPP : Garis-garis Besar Program Pengajaran

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi

KBM : Kegiatan Belajar Mengajar KOMKAT : Komisi Kateketik

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia MPR : Majelis Perwakilan Rakyat PAK : Pendidikan Agama Katolik RI : Republik Indonesia

SD : Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas

TH : Tahun

UU : Undang-undang

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses terpadu untuk membantu seseorang dalam menyiapkan diri guna mengambil tempat yang semestinya dalam pengembangan masyarakat dan dalam dunianya di hadapan Tuhan. Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan semua aspek hidup manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai, dan sikap serta keterampilan (Sadulloh, 2003: 57). Pendidikan adalah usaha untuk membantu siswa untuk mengembangkan talenta yang dimiliki. Pendidikan menjadi sarana untuk membekali siswa menjadi manusia yang lebih baik, mengembangkan segi intelektual, afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

Pendidikan adalah hak semua orang. Melalui pendidikan diharapkan menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di dalam masyarakat, yang bertanggung jawab, proaktif dan kooperatif, sekaligus memiliki pribadi yang utuh. Pendidikan membantu individu berkompetensi dan mampu berperilaku dan berkembang dalam kepribadian sesuai dengan ajaran imannya (Komkat, 2007: 5).

(19)

dunia. Semua menuntut ilmu sebagai kebutuhan hidup. Proses belajar selama 9 tahun itu dilalui dengan berbagai pengalaman belajar. Tujuan akhir dari belajar adalah mencapai sukses yakni sukses dalam hidup. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal (motivasi) mau pun faktor eksternal. Faktor internal adalah kekuatan / daya yang berasal dari dalam diri. Faktor ini merupakan faktor yang penting sebagai penentu utama keberhasilan siswa dalam belajar. Namun selain itu terdapat pula faktor lain yang tak kalah penting adalah faktor ekstern. Faktor ini merupakan faktor pendukung yang berasal dari luar diri. Faktor yang ada dalam diri akan semakin berkembang maksimal jika mendapat dukungan dari faktor di luar diri. Maka untuk dapat mencapai keseimbangan, keduanya perlu berjalan beriringan.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, motivasi dirasakan sangat penting peranannya karena setiap individu memiliki kondisi internal yang berperan dalam aktivitas belajarnya. Motivasi merupakan dorongan dasar yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.

(20)

intelektual maupun kepribadiannya. Siswa diharapkan mampu mencerminkan sikap, perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang beriman.

Begitu pula dengan Pendidikan Agama Katolik (PAK) yang tidak hanya kita dapat pada saat di sekolah tetapi kita dapat mendapatkannya saat di rumah baik itu dari orang tua ataupun tetangga di sekitar kita dalam sehari-hari. Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama sangat penting bagi kehidupan umat manusia maka agama dalam kehidupan setiap pribadi yang ditempuh melalui pendidikan agama, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Motivasi diketahui sebagai daya dorong dan peningkatan tenaga sehingga terjadi perbuatan yang tampak pada organisasi. Motivasi juga mempunyai daya untuk mempertahankan agar perbuatan atau minat dapat berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama.

(21)

Berdasarkan permasalah tersebut, penulis merasa tertarik untuk memberi judul karya ilmiah ini PERANAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP KEGIATAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) SISWA KELAS IV DI SD KANISIUS TEMANGGUNG TAHUN AJARAN 2013/2014 dengan harapan mata pelajaran PAK di sekolah semakin diminati dan dapat mengembangkan iman para siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis menemukan masalah diantaranya, faktor dari orang tua, bagaimana peran orang tua dalam membantu anak untuk termotivasi dalam hal belajar, faktor dari lingkungan, apakah lingkungan juga berperan dalam membantu anak agar termotivasi dalam belajar, motivasi anak dalam mengikuti pelajaran pendidikan agama katolik, metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar sehingga anak terpacu dalam mengikuti pelajaran agama katolik dan sarana yang digunakan oleh guru dalam mengajar. Selain beberapa contoh masalah tadi yang telah disebutkan, ada beberapa contoh masalah lagi seperti, materi yang disampaikan kepada anak tentang pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) telah sampai kepada anak.

(22)

banyak anak yang dapat menerima materi yang diberikan guru kepada dirinya dan menarik atau tidak dalam guru menyampaikan materi kepada anak-anak.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang dapat dikaji, maka penulis membatasi permasalahan pada PERANAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KEGIATAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) SISWA KELAS IV DI SD KANISIUS TEMANGGUNG TAHUN AJARAN 2013/2014.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian motivasi belajar menurut siswa kelas IV SD Kanisius Temanggung?

2. Apa peranan motivasi belajar menurut siswa kelas IV SD Kanisius Temanggung?

3. Apa pengertian Pendidikan Agama Katolik menurut siswa kelas IV SD Kanisius Temanggung?

(23)

E. Tujuan Penulisan

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian motivasi belajar dari siswa kelas IV SD Kanisius Temanggung.

2. Untuk mengetahui peranan motivasi belajar anak terhadap kegiatan belajar Pendidikan Agama Katolik.

3. Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Agama Katolik dari siswa kelas IV SD Kanisius Temanggung.

4. Untuk mengetahui peranan motivasi belajar anak terhadap kegiatan belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK) di SD Kanisius Temanggung.

F. Manfaat Penulisan

Dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat menemukan manfaat sebagai berikut:

1. Peneliti mendapatkan gambaran seberapa jauh anak mengerti tentang motivasi belajar dari siswa kelas IV SD Kanisius Temanggung.

2. Peneliti mengetahui peranan motivasi belajar anak terhadap kegiatan belajar Pendidikan Agama Katolik.

3. Peneliti mendapatkan gambaran tentang kegiatan belajar Pendidikan Agama Katolik menurut siswa kelas IV SD Kanisius Temanggung.

(24)

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis dan penelitian untuk memperoleh gambaran mengenai Peranan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Kegiatan Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa Kelas IV di SD Kanisius Temanggung.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai skripsi yang berjudul Peranan Motivasi Belajar Terhadap Kegiatan Belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK) Siswa Kelas IV di SD Kanisius Temanggung Tahun Ajaran 2013/2014, penulis membuat perincian dalam bentuk sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I merupakan bagian pendahuluan yang akan menguraikan: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

(25)

dari pengertian motivasi belajar, fungsi motivasi belajar, macam-macam motivasi belajar, dan cara menumbuhkan motivasi belajar. Sub bab gambaran umum Pendidikan Agama Katolik terbagi dalam dua bagian, yaitu menjelaskan tentang pendidikan pada umumnya dan Pendidikan Agama Katolik itu sendiri. Bagian pertama menjelaskan tentang pengertian pendidikan dan tujuan pendidikan pada umumnya. Bagian kedua menguraikan tentang pengertian PAK, PAK di sekolah, hakikat PAK, tujuan PAK, fungsi PAK, PAK sebagai mata pelajaran dan dampaknya dan materi PAK.

Bab III Pada bab ini penulis memaparkan mengenai gambaran umum SD Kanisius Temanggung, metodologi penelitian, laporan hasil penelitian, pembahasan penelitian dan keterbatasan penelitian. Adapun metodologi penelitian meliputi tujuan penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian, variabel penelitian dan teknik pengumpulan data.

(26)

BAB II

MOTIVASI BELAJAR DAN KEGIATAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK)

Motivasi diketahui sebagai daya dorong dan peningkatan tenaga sehingga terjadi perbuatan yang tampak pada organisasi. Motivasi juga mempunyai daya untuk mempertahankan agar perbuatan atau minat dapat berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Peranannya yang khas dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Memiliki motivasi dalam diri seseorang itu sangat perlu, karena dengan motivasi orang akan lebih terpacu untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

(27)

pengertian belajar, hakikat belajar, tujuan belajar dan pendidikan agama katolik (PAK).

A. Motivasi Belajar 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri, maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Dipahami ataupun tidak dipahami, sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari kita merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian dapat kita katakan, tidak ada ruang dan waktu di mana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti (Aunurrahman, 2012:33).

Menurut Witherington dalam Prawira (2012:225), belajar adalah suatu perubahan pada kepribadian ditandai adanya pola sambutan baru yang dapat berupa suatu pengertian. Definisi tentang kegiatan belajar adalah:

1) Pertama, belajar merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang. Perubahan tersebut dapat terjadi dalam hal kecakapan, dalam suatu sikap, atau dalam suatu pengertian, dan seterusnya.

(28)

dengan mengadakan integrasi yang memadai terhadap susunan-susunan dasar dari suatu pengertian.

3) Ketiga, belajar adalah penguasaan kecakapan, sikap dan pengertian. Definisi belajar ini menyebutkan secara eksplisit sifat-sifat atau hasil belajar yang harus diperoleh dan berbeda-beda jenisnya.

Menurut Gates dalam Prawira (2012:226), yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan (learning is the modification of behavior through experience and training).

Winkel (1991:34) menyatakan belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan, hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh dari belajar. Maka, berdasarkan perilaku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar.

Menurut Marx sebagaimana dikutip dalam Prawira (2012:227), belajar adalah perubahan yang dialami secara relatif abadi dalam tingkah laku yang pada dasarnya merupakan fungsi dari suatu tingkah laku sebelumnya. Dalam hal ini, sering atau biasa disebut praktik atau latihan (learning is a relatively enduring change in behavior which is a function of prior behavior, ussulay called practice).

(29)

Menurut Kimble dikutip dalam Prawira (2012:227), belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam potensialitas tingkah laku yang terjadi pada seseorang atau individu sebagai suatu hasil latihan atau praktik yang diperkuat dengan diberi hadiah (learning as a relatively permanent change in behavior potentiality that occurs as aresult of reinforced practice).

Dari berbagai penjelasan mengenai belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan, penguasaan seseorang untuk mencapai sebuah hasil yang maksimal dari apa yang telah kita lakukan.

b. Hakikat Belajar

(30)

c. Prinsip-Prinsip Belajar

Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu, apalagi dalam waktu yang singkat. Meskipun demikian, indikator terjadinya perubahan kearah perkembangan pada peserta didik dapat dicermati melalui instrumen-instrumen pembelajaran yang dapat digunakan guru. Oleh karena itu seluruh proses dan tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan potensi-potensi anak tersebut.

Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar. Davies dalam buku Aunurrahman (1991:32), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsisp-prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu;

1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap

kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.

(31)

4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.

5) Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik.

Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran. Bagi guru, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran akan dapat membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam perencanaan pembelajaran. Sementara bagi siswa prinsip-prinsip pembelajaran akan membantu tercapainya hasil belajar yang diharapkan (Aunurrahman, 2012:113-114).

Senada dengan pendapat Aunurrahman tersebut, Sardiman (2012: 24-25), mengungkapkan prinsip-prinsip belajar yaitu:

1) Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya. 2) Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri para

siswanya.

3) Belajar akan menjadi lebih efektif dan mantap jika didorong dengan motivasi, terutama motivasi yang berasal dari kesadaran.

(32)

5) Kemampuan belajar siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pembelajaran.

6) Belajar dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu: a) diajar secara langsung; b) kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman langsung, (misal: anak belajar bicara, sopan santun, dan lain-lain); c) pengenalan dan peniruan.

7) Belajar melalui praktek atau mengalami secara langsung akan lebih efektif untuk membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis dan lain-lain, bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja.

8) Perkembangan pengalaman siswa akan banyak mempengaruhi kemampuan belajar siswa yang bersangkutan.

9) Bahan pelajaran yang bermakna atau berarti lebih mudah dan menarik untuk untuk dipelajari daripada bahan yang kurang bermakna.

10) Informasi tentang kelakuan baik, pengetahuan, kesalahan serta keberhasilan siswa, akan banyak membantu kelancaran dan gairah belajar.

11) Belajar sedapat mungkin diubah dalam bentuk aneka ragam tugas sehingga siswa melakukan dialog dalam dirinya atau mengalaminya sendiri.

d. Tujuan Belajar

(33)

tampak melalui perilaku siswa mempelajari bahan belajar. Perilaku belajar tersebut merupakan respon siswa terhadap tindakan mengajar atau tindakan pembelajaran dari guru. Perilaku belajar tersebut ada hubungannya dengan desain instruksional guru, karena di dalam desain instruksional, guru membuat tujuan instruksional khusus atau sasaran belajar.

Siswa yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Ada beberapa ahli yang mempelajari ranah-ranah tersebut dengan hasil penggolongan kemampuan-kemampuan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara hirarkis, diantara Bloom, Krathwohl dan Simpson. Mereka menyusun penggolongan perilaku berkenaan dengan kemampuan internal dalam hubungannya dengan tujuan pembelajaran. Hasil penelitian mereka dikenal dengan “Taksonomi Instruksional Bloom dan kawan-kawan”. Bloom dan kawan

-kawan tergolong pelopor yang mengkategorikan jenis perilaku hasil belajar. Meskipun tidak luput dari kritik, taksonomi tersebut masih dapat digunakan untuk mempelajari perilaku dan kemampuan internal sebagai akibat belajar (Aunurrahman, 2012:48-49).

(34)

peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana prasarana belajar mengajar yang tersedia.

Dari uraian di atas, kalau dirangkum dan ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis.

1) Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol.

2) Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep juga memerlukan suatu konsep keterampilan. Keterampilan memang dapat dididik, yaitu dengan banyak melatih kemampuan. Demikian juga mengungkapkan perasaan melalui bahasa tulis atau lisan, bukan soal kosa kata atau tata bahasa, semua memerlukan banyak latihan. Interaksi yang mengarah pada pencapaian itu akan menuruti kaidah-kaidah tertentu dan bukan semata-mata hanya menghafal atau meniru.

3) Pembentukan sikap

(35)

kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model. Dalam interaksi belajar mengajar guru akan senantiasa diobservasi, dilihat, didengar, ditiru semua perilakunya oleh para siswanya. Dari proses observasi siswa mungkin juga menirukan perilaku gurunya, sehingga diharapkan terjadi proses internalisasi yang dapat menumbuhkan proses penghayatan pada setiap diri siswa untuk kemudian diamalkan.

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Sumadi Suryabrata (1990: 246-254), mengungkapkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar antara lain:

1) Faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa a) Faktor non-sosial

Faktor non-sosial ini ada banyak sekali macamnya. Contohnya keadaan udara, suhu udara, waktu, alat-alat yang digunakan untuk belajar seperti alat tulis, buku, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat membantu proses belajar secara maksimal.

b) Faktor sosial

(36)

mengganggu proses belajar. Lain halnya ketika orang hadir untuk membimbing seseorang ketika mengalami kesulitan dalam memahami bahan ajar. Dalam hal ini kehadiran orang lain menjadi pendukung.

2) Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa a) Faktor fisiologis

Faktor fisiologi inipun dapat dibagi menjadi dua, yaitu keadaan jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu. Keadaan jasmani yang segar tentu akan lain pengaruhnya terhadap hasil belajar dengan keadaan yang lelah. Jasmani yang segar dipengaruhi oleh asupan nutrisi dalam tubuh siswa. Siswa yang kekurangan nutrisi akan mudah mengantuk, cepat lelah dan sebagainya. Keadaan fisik yang demikian ini tentu akan menghambat proses belajar siswa. Selain itu beberapa siswa dapat juga terserang berbagai penyakit yang menghambat belajar seperti pilek, sakit gigi, batuk dan lainnya.

Sedangkan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu misalnya panca indera. Orang mengenal dunia sekitarnya dan belajar melalui panca inderanya. Panca indera yang berfungsi dengan baik menjadi penunjang bagi berlangsungnya proses belajar siswa. Karena itu, sangat wajib menjaga menjaga kesehatan panca indera.

b) Faktor psikologi

(37)

- Adanya sifat yang kreatif yang ada pada siswa dan keinginan untuk selalu maju;

- Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman;

- Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dialami; - Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran; - Adanya ganjaran atau hukuman.

2. Motivasi

Menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2012:73), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Motivasi juga dapat dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang.

(38)

tujuan-tujuan tertentu. Motivasi merupakan usaha memperbesar atau mengadakan gerakan untuk mencapai tujuan tertentu (Prawira, 2012:319).

Maslow dalam Prawira (2012:320), mendefinisikan motivasi sebagai sesuatu yang bersifat konstan (tetap), tidak pernah berakhir, berfluktuasi dan bersifat kompleks, dan hal itu kebanyakan merupakan karakteristik universal pada setiap kegiatan organisme.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat dijelaskan secara lebih ringkas bahwa motivasi pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk di dalamnya kegiatan belajar. Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: (1) mengetahui apa yang akan dipelajari; dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Dengan berpijak pada dua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang baik untuk belajar. Sebab tanpa motivasi (tidak mengerti apa yang akan dipelajari dan tidak memahami mengapa hal itu perlu dipelajari) kegiatan belajar-mengajar sulit untuk berhasil (Sardiman 2012:40).

(39)

dapat disebabkan seseorang mempunyai keinginan untuk dapat menggapai sesuatu (cita-cita) dan lain sebagainya.

3. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi Belajar

Aspek motivasi dalam keseluruhan Proses Belajar Mengajar (PBM) sangat penting, karena motivasi dapat mendorong siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Dalam hal belajar, motivasi yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong atau memberikan semangat kepada seseorang agar lebih giat lagi dalam belajarnya untuk memperoleh prestasi yang lebih baik.

Winkel (1983:73) mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa untuk menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, maka tujuan yang dikehendaki siswa tercapai.

Sardiman (1988:75) mengatakan bahwa: motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek pelajar itu dapat tercapai.

(40)

daya penggerak dan memberi arah dalam aktivitas belajar sehingga tujuan yang mau dicapai oleh subjek belajar tercapai.

b. Fungsi Motivasi Belajar

Dalam proses belajar, motivasi memiliki peranan yang sangat penting. Motivasi dirasakan penting tidak hanya bagi siswa tetapi juga bagi pendidik. Fudyartanto dalam Prawira (2012:320-322), mengungkapkan fungsi-fungsi motivasi belajar sebagai berikut:

1) Motivasi bersifat mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu. Motivasi dalam kehidupan sering digambarkan sebagai pembimbing, pengarah dan pengorientasi suatu tujuan tertentu. Tingkah laku individu dikatakan bermotif jika bergerak menuju ke arah tertentu, mengandung ketekunan dan kegigihan dalam bertindak.

2) Motivasi dapat menjadi penyeleksi tingkah laku bagi seseorang. Motif yang dimiliki membuat individu yang bersangkutan bertindak secara terarah menuju pada suatu tujuan yang telah diniatkan oleh individu tersebut. dengan kata lain, motif dapat menghindarkan individu dari kebuyaran atau tanpa arah dalam bertingkah laku untuk mencapai tujuannya.

(41)

motivasi tersebut lemah maka energi yang dimiliki individu tersebut juga akan lemah.

Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka siswa yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

c. Macam-macam Motivasi Belajar

Berbicara tentang motivasi atau jenis motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Macam-macam motivasi perlu diketahui oleh seorang pendidik atau guru agar dapat memberikan motivasi bagi siswanya. Menurut Setyakarjana (1997:116-117), motivasi belajar ada yang berasal dari dalam (intrinsik) dan ada yang berasal dari luar (ekstrinsik).

1) Motivasi Intrinsik

(42)

memajukan kegiatan belajarnya. Sikap seperti ini dapat dilihat dari keterlibatan siswa tersebut secara rela dan sadar untuk menjalankan tugas-tugas.

Siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan untuk menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. satu-satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai adalah dengan belajar, tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi seorang ahli. Dorongan yang menggerakkan itu semua bersumber pada suatu kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi motivasi itu memang muncul dari kesadaran diri sendiri (Sardiman, 2012: 90).

2) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik merupakan motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya, siswa mempunyai keinginan untuk berprestasi agar mendapatkan pujian dari orang lain, demi mendapatkan imbalan, dan lain sebagainya.

(43)

d. Cara Menumbuhkan Motivasi Belajar

Sardiman (2012:91), mengungkapkan bahwa di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Ada beberapa bentuk- bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu:

1) Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik, sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik.

Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada juga, bahkan banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan prestasi.

2) Hadiah

(44)

3) Saingan/kompetisi

Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.

4) Ego-involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga untuk siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.

5) Memberi ulangan

(45)

6) Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.

7) Pujian

Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.

8) Hukuman

Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.

9) Hasrat untuk belajar

(46)

maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.

10) Minat

Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:

1) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan.

2) Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau. 3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik. 4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.

11) Tujuan yang diakui

Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka timbul gairah untuk terus belajar.

B. Gambaran Umum Pendidikan Agama Katolik 1. Pendidikan pada Umumnya

a. Pengertian Pendidikan Umumnya

(47)

dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya sehingga ia mencapai kualitas diri yang lebih baik. Inti pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh dirinya sendiri maupun orang lain, dalam arti tuntutan agar anak didik memiliki kemerdekaan berpikir, merasa, berbicara, dan bertindak serta percaya diri dengan penuh rasa tanggung jawab dalam setiap tindakan dan perilaku sehari-hari (Basri, 2007:34).

Pendidikan merupakan usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam segala hal aspeknya. Pendidikan sebagai aktivitas yang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dan lainnya, sehingga membentuk satu sistem yang saling memengaruhi (Tedi Priatna, 2004:27).

(48)

serta terbuka kepada setiap orang sehingga menumbuhkan sikap persahabatan satu dengan yang lain.

Supriyati (2001:4) menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal pokok yang melekat dalam proses kehidupan manusia sehari-hari sebagai usaha untuk memanusiakan manusia muda. Pendidikan berfungsi bagi manusia untuk membentuk pribadi yang utuh agar mencapai tujuan pendidikan nasional yakni meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan sehingga tumbuhlah manusia-manusia yang bertanggungjawab dalam segala tindakannya.

Oleh karena itu pendidikan seharusnya berusaha membentuk seseorang menjadi manusia berbudaya bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan mengusahakan perkembangan kepribadian, sikap dan nilai hidup, pengetahuan, keterampilan, dan perkembangan jasmani sehingga manusia secara bersama-sama mampu membangun masyarakat serta memberdayakan alam sekitar (Mardiatmadja, 1986:50-51).

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu:

(49)

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

b. Tujuan Pendidikan pada umumnya

Tujuan pendidikan adalah membentuk pribadi seseorang secara bertahap agar semakin tumbuh menjadi dewasa, bukan hanya tumbuh dalam kemampuan atau keterampilan saja, melainkan juga mampu berkembang dalam hal kerohanian, yang membuat seseorang semakin sadar atas karunia iman yang diterimanya sehingga dapat menghadapi hidup dengan jujur, suci dan benar (Mardiatmadja, 1986).

Pendidikan bertujuan mencetak anak didik yang beriman. Wujud tujuan itu adalah akhlak anak didik mengacu pada kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan yang dilaksanakan di berbagai lembaga, baik lembaga pendidikan formal maupun nonformal (Tatang, 2012: 61).

(50)

2. Pendidikan Agama Katolik (PAK) a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan siswa berinteraksi (berkomunikasi) pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman. Jadi interaksi ini mengandung unsur pengetahuan iman, unsur pergumulan iman dan unsur penghayatan iman. Dengan kemampuan berinteraksi pemahaman iman, pergumulan iman dan penghayatan iman itu, diharapkan iman siswa semakin diperteguh (Standar Kompetensi Kurikulum 2004).

Dalam hal ini memang Pendidikan Agama Katolik sangat mempunyai tempat yang sentral dalam kehidupan umat Kristiani, di mana manusia diajak untuk menyadari kehadiran Tuhan yang hidup. Manusia bisa membentuk kepribadian yang utuh melalui penghayatan imannya.

(51)

tindakan dari pada konsep atau teori. Oleh sebab itu Pendidikan Agama Katolik lebih menekankan proses perkembangan, pendewasaan iman, serta peneguhan pengharapan dan perwujudan kasih terhadap sesama (Heryatno, 2008:15-16). Dalam hal ini memang pendidikan Agama Katolik mempunyai tempat yang sentral dalam kehidupan umat Kristiani, di mana manusia diajak untuk menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup. Manusia bisa membentuk kepribadian yang utuh melalui penghayatan imannya.

PAK secara operasional ialah komunikasi iman antara guru-murid dan antar murid melalui proses berdasar pendekatan tertentu dengan bantuan materi, metode, dan media, yang bertitik tolak dari keadaan awal tertentu menuju tujuan tertentu. (Dapiyanta, FX 2008:1)

b. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Negara Indonesia menempatkan Pendidikan Agama Katolik sebagai bagian dari pendidikan nasional dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya. Secara khusus PAK dan pendidikan agama yang lain diposisikan oleh negara guna memperkuat iman ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membina kerukunan hidup demi mewujudkan persatuan nasional.

(52)

dan dan dilaksanakan secara terpadu dengan Pendidikan Agama Katolik di lembaga-lembaga tersebut.

Dalam buku tentang Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2008:4), dikemukakan bahwa Pendidikan Agama katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksanaan pewartaan Kristus demi perubahan batin dan pembaharuan hidup secara langsung bagi kaum muda, baik di sekolah negeri maupun swasta Katolik. Secara langsung maksudnya di dalam PAK iman kepada Kristus dibicarakan dan diolah bersama. Di sekolah negeri PAK merupakan satu-satunya sarana pewartaan secara langsung bagi peserta didik yang percaya kepada Kristus. Adapun di sekolah swasta Katolik PAK merupakan satu kemungkinan pewartaan secara langsung, di sekolah itu. Pewartaan tidak langsung itu ialah pengajaran agama yang dipadukan ke dalam seluruh pelajaran dan kehidupan komunitas sekolah Katolik.

(53)

masyarakat. Semua itu berpengaruh terhadap pelaksanaan PAK. Keadaan guru agama Katolik demikian juga, ada yang memang dipersiapkan menjadi guru agama, ada yang sukarela, ada yang terpaksa karena tidak ada guru lain, dan sebagainya.

Jacob, sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2008:5) merumuskan PAK di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi iman yang meliputi unsur pengetahuan, pergumulan, dan penghayatan dalam pelbagai bentuk. Dengan komunikasi iman itu pengetahuan siswa diperluas, pergumulan siswa diteguhkan, dan penghayatan iman siswa diperkaya.

Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu bentuk komunikasi dan interaksi iman Katolik. Kegiatan komunikasi dan interaksi tersebut terjadi di sekolah antara guru dengan kelompok siswa, antara guru dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa (GBPP, 1992:7). Kegiatan tersebut harus berkisar pada hidup iman kristiani, yaitu hidup yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus, dan Allah yang mendatangi manusia. Hidup beriman kristiani tersebut mempunyai unsur-unsur obyektif yang dapat diketahui, dipelajari dan dipahami.

(54)

c. Hakikat Pendidikan Agama Katolik

Setiap penyelenggaraan pendidikan lebih-lebih PAK harus bervisi spiritual. Yang dimaksud spiritual di sini adalah hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Maka bervisi spiritual berarti PAK secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalaman hidup naradidik, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka. PAK juga berusaha membantu naradidik memperkembangkan jiwa dan interioritas hidup mereka. Jiwa merupakan tempat di mana Allah bersemayam dan karena itu membuat manusia rindu kepadaNya dan peduli kepada hidup sesamanya, lebih-lebih sesama yang menderita. Sedang interioritas berhubungan dengan kesadaran, kedalaman hidup dan nilai hidup yang dipegang dan diwujudkan. Karena itu, PAK di sekolah tidak hanya mengejar prestasi akademis dan juga tidak berhenti pada pengetahuan yang teoritis, melainkan secara sungguh-sungguh memperkembangkan kejujuran, kepekaan, kepedulian, kebijaksanaan dan hati nurani naradidik.

(55)

d. Tujuan Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik pada dasarnya bertujuan memampukan siswa untuk membangun hidup yang semakin beriman melalui nilai-nilai Kristiani. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan, situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.

Pendidikan Agama Katolik (PAK) dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman yang diselenggarakan oleh gereja, sekolah, keluarga dan kelompok jemaat lainnya untuk membantu naradidik agar semakin beriman kepada Tuhan Yesus sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh terwujud di tengah-tengah hidup mereka. Sebagai suatu proses, pendidikan hidup beriman berlangsung secara berkesinambungan, demikian pula pencapaian tujuannya.

(56)

menemukan makna hidup dari pergulatan mereka. Mereka juga merasa haus akan cinta kasih, rindu akan kehadiranNya dan ingin sekali mewujudkan relasi yang personal dan sekaligus mendalam dengan teman-teman dan dengan sesamanya (Heryatno Wono Wulung, 2008: 23).

(57)

e. Fungsi Pendidikan Agama Katolik

1) Fungsi Pendidikan Agama Katolik Menurut Negara

Undang-Undan RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam penjelasan pasal 37 menyebutkan bahwa: “Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.”

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimengerti bahwa PAK berfungsi memperkuat iman dan ketakwaan pada siswa yang menganutnya serta membangun kerukunan hidup beragama demi persatuan nasional. Hal ini dikuatkan oleh Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1993 tentang GBHN, bab IV, bagian E, nomor 3 yang menyebutkan: :penataan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang harmonis, yang tercermin dalam makin meningkatnya keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, makin meningkatnya kerukunan kehidupan umat beragama dan penganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa,....”.

(58)

yakni menjalankan hukum, ajaran, upacara dan lain-lain sekedar memenuhi tradisi, tanpa dapat menghayati relasi dengan Allah. Dengan itu agama justru menjadi beban, memisahkan dan mengkotak-kotakkan orang. Ketetapan di atas hendaknya menyatakan bahwa PAK tidak hanya berhenti pada agama yakni hal-hal lahiriah itu, melainkan ia harus berusaha mengolah semuanya itu hingga menghantar orang sampai pada iman dan taqwa terhadap Tuhan serta penuh persaudaraan dengan siapa saja.

Dalam buku Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (1992:8), secara khusus fungsi Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:

a) Mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa Sekolah Dasar dan kesesuaiannya dengan lingkungan, dan kebutuhan pembangunan nasional.

b) Membantu mewujudkan tugas Gereja dalam mewartakan misteri penyelamatan Allah dalam mengusahakan perkembangan kehidupan siswa seutuhnya.

c) Membantu mewujudkan tugas orang tua dalam pendidikan anaknya terutama pendidikan hidup beriman.

2) Fungsi Pendidikan Agama Katolik Menurut Gereja

(59)

PAK, iman kepada Kristus dibicarakan dan diolah bersama. Di sekolah negeri PAK merupakan satu-satunya sarana pewartaan secara langsung bagi peserta didik yang percaya kepada Kristus. Adapun di sekolah Katolik PAK merupakan satu kemungkina pewartaan secara langsung, di samping pewartaan yang tidak langsung kepada sekuruh peserta didik di sekolah itu, yakni pengajaran agama yang dipadukan ke dalam seluruh pelajaran dan kehidupan komunitas sekolah Katolik.

“Misi Gereja adalah mewartakan kabar gembira demi perubahan batin dan pembaruan manusia. Bagi kaum muda, sekolah merupakan salah satu jalan terlaksananya pewartaan kabar gembira. Kiranya bermanfaat mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Magisterium: “Bersama dan bekerjasama dengan keluarga, sekolah menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk berkatekese yang tidak boleh dilalaikan... . Tentu saja, hal ini khusus menunjuk sekolah Katolik, tidaklah layak lagi mendapatkan sebutan „Katolik‟, tidak peduli betapa hebat nama baiknya untuk pengajaran di bidang-bidang lain jika hanya ada alasan-alasan untuk menyesali kelalaian atau penyimpangan dalam pendidikan agama yang tepat disebut demikian. Tidaklah benar bahwa pendidikan seperti itu senantiasa diberikan secara tersirat atau tidak langsung. Ciri khas sekolah Katolik dan alasan yang mendasari keberadaannya, alsan mengapa para orang tua Katolik lebih suka sekolah Katolik justru adalah mutu pengajaran agama yang dipadukan ke dalam seluruh pendidikan para siswa” (KWI-MNPK, 1991, 108-109).

(60)

manusia sehingga perkembangannya pun merupakan hasil kerjasama antara rahmat Allah dan kebebasan manusia (Adisusanto dalam rohani, September 1988: 339-341).

f. PAK sebagai Mata Pelajaran di Sekolah dan Dampaknya

Berbagai pihak yang terkait dengan PAK mengetahui bahwa PAK merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah. Namun, tidak semua dari mereka menyadari akibat- akibat dari kedudukan PAK di sekolah. Sebab akibat-akibat itu penting bagi pemilihan tujuan, dan penentuan program serta penerimaan hasil capaiannya.

Pendidikan di sekolah merupakan jalur pendidikan formal. Disebut formal karena pendidikan di sekolah dijalankan dalam kelembagaan yang formal yang diatur oleh undang- undang (Winkel, 1989). Program, proses, pelaksanaan dan evaluasi serba terencana dan diatur oleh undang-undang. Demikian juga tentang pelaksananya, yakni tenaga pendidik, peserta didik dan tenaga administratif telah diatur oleh sistem perundangan-undangan yang berlaku. Bentuk konkret dari perencanaan itu ialah jadwal pelajaran di sekolah yang telah disusun dalam satuan jam pelajaran.

(61)

lagi, baik dari murid, orangtua, maupun sekolah. Pelajaran tambahan dan daya upaya sekolah, orangtua, serta murid akan dipusatkan pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional.

Alokasi waktu PAK dalam hari dan jam tergantung situasi masing-masing sekolah. Materi pelajaran pendidikan agama katolik (PAK) mendapatakan waktu dua jam pelajaran yang berurutan, ada pula yang terpisah dalam satu hari bahkan ada juga yang terpisah pada lain hari. Untuk penataan jam pelajaran ini ada kecenderungan umum untuk PAK yakni pada jam-jam akhir. Jam-jam pelajaran saat mana murid sudah kelelahan. Bahkan ada juga sekolah yang mengambil guru PAK berasal dari sekolah lain, dan muridnya sedikit, jam pelajaran PAK dapat dialokasikan pada jam sebelum masuk atau sesudah pulang, dan muridnya gabungan beberapa kelas baik paralel (kelas 2A, 2B, 2C) maupun bertingkat (kelas 1, 2 dan 3) ini lebih memprihatinkan lagi.

(62)

afeksi dan penghayatan diusahakan sejauh bisa. Sehubungan dengan itu, jika PAK hanya mencapai tujuan pada aspek pengetahuan hal itu tidak harus dianggap gagal, berbagai pihak semestinya menerima. Melihat keadaan yang melingkupi PAK, senyatanya hal itulah yang mungkin dicapai. Jika pihak-pihak terkait ingin PAK mencapai hal yang lebih dari itu, yakni pengembangan sikap, maka situasi formal yang ada perlu disiasati (Dapiyanta, FX 2008:45-48).

g. Materi PAK

Dalam dunia pendidikan untuk istilah “isi” kerap digunakan istilah

“materi” atau “bahan”, namun perlu diperhatikan agar jangan terjadi kerancuan,

sebab materi atau bahan dapat menunjuk pada materi atau bahan pelajaran. Sedangkan isi dimaksudkan di sini berbeda dengan materi atau bahan. Isi di sini lebih menunjuk pada aspek tertentu dalam tujuan pembelajaran, yakni terhadap hal apa perilaku/kompetensi yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan istilah materi atau bahan lebih menunjuk pada hal-hal yang diolah selama pelajaran berlangsung. Istilah “pokok bahasan” atau “sub

pokok bahasan” atau “tema” dapat menunjuk isi dapat juga menunjuk materi.

(63)

sarana di sini harus dibedakan dengan istilah „media‟ pengajaran. Media biasanya

menunjuk pada suatu yang non personal. Misalnya, buku pelajaran, Kitab Suci, Madah Bakti, tape reccorder, dll. Contoh lain untuk isi dan materi, siswa SD harus dapat menggambarkan mengenai orang miskin. Untuk aspek isi „orang miskin‟

dapat dipilih materi-materi antara lain, foto-foto dalam koran, berkomunikasi langsung dengan para gelandangan, cerita tentang Lazarus dan orang kaya dalam Lukas, dan sebagainya (Dapiyanta, FX 2008:58-59).

Seperti pada lokakarya di Malino dan arah reformasi pendidikan di Indonesia, bahan merupakan sarana, bukan tujuan. Bahan ditentukan sejauh membantu pergulatan dan penghayatan hidup beriman. Dengan itu bahan sulit ditargetkan.

(64)

Meskipun bahan sebagai sarana namun bukan berarti bahan itu bahan mati, abstrak yang tidak menyentuh hidup. Oleh karena bahan mesti mendukung pergulatan dan penghayatan hidup beriman. Bahan yang hidup dapat menjadi partner dialog. Maka sangat cocok jika bahan dikemas dalam bentuk narasi (bukan narasi isapan jempol, melainkan narasi yang menyentuh pengalaman hidup manusia secara mendasar) yang menampilkan nilai-nilai, sehingga terjadi pergulatan pilihan nilai dalam diri tokoh beserta akibat-akibat pilihannya.

Ruang lingkup materi ialah hidup siswa, masyarakat dan Tradisi Kristen. Sehubungan dengan itu materi di sini tidak dalam arti objek melulu (kehidupan), melainkan juga menyangkut cara pandang mengenai hidup, cara menjalani hidup dalam perspektif iman kristen. Ini berarti juga menyangkut relasi dengan Tuhan dan sesama serta alam (Dapiyanta, FX 2008:33-34).

Materi Pendidikan Agama Katolik, menurut pakar teologi dan Kitab Suci, sebaiknya mengandung 4 (empat) dimensi atau aspek ajaran iman kita, yaitu:

1) Dimensi atau aspek pribadi siswa, termasuk relasinya dengan sesama dan lingkungan hidupnya. Materi PAK mau tidak mau harus menyentuh pribadi siswa dan pengalaman hidupnya.

(65)

3) Dimensi Gereja. Gereja sebagai persekutuan murid-murid Yesus yang melanjutkan karya Yesus Kristus. Ajaran dan iman Gereja tumbuh dan berkembang dalam persekutuan ini.

4) Dimensi kemasyarakatn. Kehidupan Yesus dan Gereja-Nya bukan untuk diri-Nya sendiri, tetapi untuk dunia. Maka, dimensi kemasyarakatan hendaknya menjadi materi pendidikan agama Katolik.

Berdasarkan 4 (empat) dimensi tersebut di atas, maka materi PAK dijabarkan dalam tema-tema dan materi pokok. Materi pokok merupakan bagian dari struktur keilmuan suatu bahan kajian yang ditetapkan, yang dapat berupa bidang ajaran, gugus isi, proses, keterampilan, konteks, dan atau pengertian konseptual.

Materi pokok PAK SD yang disusun di sini bersifat spiral. Tema yang sama muncul pada tiap tahunnya, tetapi selalu diperdalam dan diperluas sesuai dengan tahap perkembangan siswa (Seri Murid-Murid Yesus 2011: 8-9).

C. Motivasi Terhadap PAK

(66)

agama Katolik namun dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain sehingga tercipta hubungan kerukunan antar umat beragama.

Sedangkan motivasi terhadap PAK itu sendiri adalah segala usaha yang dilakukan untuk memperkenalkan dan memperkembangkan kehidupan iman yang berpola Kristiani dengan berbagai macam jalan yang saling melengkapi. Adapun yang diperkenalkan dan dikembangkan ialah kehidupan berpola kristiani seperti yang telah diajarkan dan diteladankan oleh Yesus sendiri tentang cinta kasih, sehingga dalam hal ini siswa dapat terdorong untuk melakukanya dalam kehidupan sehari-hari atas kehendaknya sendiri bukan dari paksaan orang lain.

D. PERANAN GURU

Sehubungan dengan fungsinya sebagai ”pengajar”, “pendidik” dan “pembimbing”, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan

guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar-mengajar, dapat dipandang sebagain sentral bagi peranannya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu untuk menggarap proses belajar-mengajar dan berinteraksi dengan siswanya.

Mengenai apa peranan guru itu ada beberapa pendapat yang dijelaskan sebagai berikut:

(67)

sebagai pemberi inpirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang diajarkan.

2. Havighurst juga menjelaskan di dalam Sardiman (2012:143) bahwa peranan guru di sekolah sebagai pegawai (employee) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua.

3. James W. Brown dalam Sardiman (2012:144), mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencana dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.

4. Federasi dan Organisasi Profesional Guru Sedunia, mengungkapkan bahwa peranan guru di sekolah, tidak hanya sebagai transmiter dari ide tetapi juga berperan sebagai tansformer dan katalisator dari nilai dan sikap.

Dari beberapa pendapat di atas maka secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar-mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Informator

(68)

- Teori stimulus-respons. - Teori dissonance-reduction. - Teori pendekatan fungsional.

b. Organisator

Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang

berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.

c. Motivator

Peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan

swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar. Dalam semboyan pendidikn di Taman Siswa sudah lama dikenal istilah “ing madya

mangun karsa”. Peranan guru sebagai motivator ini sangat penting

(69)

d. Pengarah/direktor

Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Guru juga harus “handayani”.

e. Inisiator

Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya. Jadi termasuk pila dalam lingkup semboyan “ing ngarso sung tulodho” dalam Sardiman (2012:145).

f. Transmitter

Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.

g. Fasilitator

(70)

h. Mediator

Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusi iswa. Mediator juga diartikan penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasi penggunaan media.

i. Evaluator

Gambar

Tabel 2: Variabel Penelitian Motivasi Belajar dan Pendidikan Agama
tabel variabel penelitian.
Tabel 3 : Menyebutkan Makna dan Tujuan Motivasi Belajar (N=20)
Tabel 4: Keinginan untuk Belajar (N=20)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja karyawan pada PT PLN (Persero) Area Malang sudah sangat baik yang berdampak pada motivasi kerja,

1.) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. 2.) Arus darah melalui paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh

Dari pemikiran yang telah disebutkan sebelumnya, diduga akan ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan TGT dengan kemampuan analisis terhadap prestasi

Membuat aplikasi yang dapat dikombinasikan dengan sensor yang terdapat di slot parkir menggunakan mikrokontroller untuk memberikan informasi keberadaan kendaraan di slot

dapat menerapkan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia. secara komprehensif melalui pendekatan manajemen

Amin Johanda. Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

Untuk mewujudkan tegaknya konstitusi dalam upaya mewujudkan Negara hukum Indonesia yang demokratis, maka dalam amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia

Dalam upaya menyelesaikan masalah tersebut, penulis membuat program aplikasi seperti program Pascal 7.0 untuk membantu menyelesaikan persamaan linier dengan menggunakan 2