• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Teoritis 2.1.1. Signaling Theory

Signalling theory merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu dari laporan keuangan, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar (Jogiyanto, 2009: 392).

Teori sinyal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal-sinyal pada pengguna laporan keuangan (Tandelilin, 2010:117).

(2)

Prinsip signaling theory adalah setiap tindakan mengandung informasi. Hal ini disebabkan karena adanya asymetric information. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Misalnya, pihak manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak investor di pasar modal. Tingkat asymetric information ini bervariasi dari sangat tinggi ke sangat rendah (Husnan, 2005:93).

Kualitas keputusan investor dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan dalam laporan keuangan. Kualitas informasi tersebut bertujuan untuk mengurangi asimetri informasi yang timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa mendatang dibanding pihak eksternal perusahaan. Informasi yang berupa pemberian peringkat obligasi perusahaan yang dipublikasikan diharapkan dapat menjadi sinyal kondisi keuangan perusahaan tertentu dan menggambarkan kemungkinan yang terjadi terkait dengan utang yang dimiliki (Fahmi dkk, 2009:38).

Pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik atau buruk di masa mendatang. Apabila informasi keuangan memiliki penilaian yang baik maka informasi yang diserap investor merupakan informasi yang baik (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham. Apabila informasi keuangan yang disampaikan mengandung informasi buruk seperti penurunan kinerja maka informasi yang diserap investor merupakan informasi yang tidak baik (bad news) sehingga investor tidak tertarik untuk melakukan

(3)

perdagangan saham, dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar (Sharpe, 2005: 211).

Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan (Harahap, 2006:37).

2.1.2. Economic Value Added (EVA) 2.1.2.1.Pengertian EVA

Pendekatan yang lebih baru dalam penilaian saham adalah dengan menghitung EVA suatu perusahaan. EVA adalah ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan.

(4)

Asumsinya adalah jika kinerja manajemen baik/efektif (dilihat dari besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga saham perusahaan (Tandelilin, 2010:324).

Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart dan Stern seorang analisis keuangan dari perusahaan Stern Stewart dan Co pada tahun 1993. Di Indonesia metode tersebut dikenal dengan nama Nilai Tambah Ekonomi (NITAMI). EVA merupakan perbedaan di antara laba operasi setelah pajak dan total biaya modal, termasuk biaya ekuitas modal. EVA adalah suatu estimasi dari nilai yang diciptakan oleh manajemen selama tahun berjalan, dan secara substansial berbeda dari laba akuntansi karena tidak ada pembebanan akibat penggunaan ekuitas modal yang tercermin di dalam laba akuntansi (Brigham dan Houston, 2006:69).

Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2006:633) EVA adalah sebaran antara ROA dan biaya modal (cost of capital) dikalikan jumlah modal yang diinvestasikan dalam perusahaan. EVA mengukur nilai dolar dari selisih bagi hasil yang diperoleh perusahaan dengan biaya peluangnya. Pengertian lain menyatakan bahwa EVA didasarkan pada gagasan keuntungan ekonomis (juga dikenal sebagai penghasilan sisa atau residual income) yang menyatakan bahwa kekayaan hanya diciptakan ketika sebuah perusahaan meliputi biaya operasi dan biaya modal (Young dan O’Byrne, 2001:17). Lebih lanjut lagi Young dan O’Byrne (2001:32) menyatakan bahwa EVA merupakan laba ekonomis yang dapat dihitung untuk setiap kesatuan, termasuk divisi, departemen, lini produk, segmen bisnis secara geografis, dan sebagainya.

(5)

EVA atau ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen. EVA yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal karena perusahaan mampu menghasilkan tingkat penghasilan yang melebihi tingkat biaya modalnya. Hal ini sejalan dengan tujuan untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Sebaliknya EVA yang negatif menunjukkan bahwa nilai perusahaan menurun karena tingkat pengembalian lebih rendah daripada biaya modalnya.

2.1.2.2. Manfaat EVA

EVA sangat bermanfaat bagi penilaian kinerja perusahaan di mana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai (value creation). Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA, para manajer akan berpikir dan juga bertindak seperti halnya pemegang saham, yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.

EVA sebagai alat ukur kinerja dan nilai tambah perusahaan, memiliki beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan. Menurut Tunggal (2001) beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain:

1. EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri sendiri tanpa memerlukan ukuran lain baik berupa perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisis kecenderungan (trend),

(6)

2. hasil perhitungan EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah.

Selain manfaat yang telah dijelaskan diatas, EVA merupakan pengukuran yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai signal terjadinya Financial Distress pada suatu perusahaan (Salmi dan Virtanen dalam Iramani dan Eri, 2005:4). Jika suatu perusahaan tidak dapat memperoleh profit di atas required of return, maka EVA akan menjadi negatif, dan hal ini merupakan warning akan terjadinya financial distress bagi perusahaan tersebut.

2.1.2.3.Keunggulan dan Kelemahan EVA

Menurut Iramani dan Erie (2005:6) Salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain adalah :

1. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi.

2. EVA merupakan alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari segi ekonomis dalam pengukurannya, yaitu dengan memperhatikan harapan penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku.

3. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian.

(7)

4. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction concepts.

5. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.

EVA sebagai ukuran kinerja juga mempunyai beberapa keterbatasan antara lain (Naser, 2003):

1. Sebagai ukuran kinerja masa lampau EVA tidak mampu memprediksi dampak strategi yang kini diterapkan untuk masa depan perusahaan. 2. Sifat pengukurannya merupakan potret jangka pendek, sehingga

manajemen cenderung enggan berinvestasi jangka panjang, karena bisa mengakibatkan penurunan nilai EVA dalam periode yang bersangkutan. Hal ini bisa mengakibatkan turunnya daya saing perusahaan di masa depan.

3. EVA mengakibatkan kinerja non keuangan yang sebenarnya bisa meningkatkan kinerja keuntungan. Tanpa balanced scorecard, strategi value based management memang dapat menurunkan biaya dan meningkatkan intensitas aktiva tetapi akan kehilangan kesempatan menciptakan tambahan nilai, yaitu strategi pertumbuhan pendapatan

(8)

jangka panjang melalui investasi pelanggan, inovasi, perbaikan proses, teknologi informasi dan kemampuan karyawan.

4. Tidak cocok diterapkan pada industri tertentu. Penggunaan EVA untuk mengevaluasi kinerja keuangan mungkin tidak tepat untuk beberapa perusahaan, misalkan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada sektor teknologi.

5. Memerlukan tambahan biaya. Penggunaan EVA mungkin akan meningkatkan auditing fees dan bisa menimbulkan potential litigation costs.

2.1.2.4. Perhitungan EVA

Menurut Valez (dalam Iramani dan Erie, 2005:4) ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur EVA, tergantung dari struktur modal dari perusahaan. Apabila dalam struktur modalnya perusahaan hanya menggunakan modal sendiri, secara matematis EVA dapat ditentukan sebagai berikut:

EVA = NOPAT – (i x E) Keterangan:

NOPAT = Net Operating Profit After Taxes ie = Opportunity cost of equity

E = Total Equity

Namun apabila dalam struktur modal perusahaan terdiri dari hutang dan modal sendiri, secara matematis EVA dapat dirumuskan sebagai berikut:

(9)

Keterangan :

NOPAT = Net Operating Profit After Taxes WACC = Weighted Average Cost of Capital

TA = Total Asset (Total modal yang diinvestasikan) Interpretasi dari hasil perhitungan EVA adalah sebagai berikut :

1. Jika EVA > 0 hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.

2. Jika EVA < 0 hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.

3. Jika EVA = 0 hal ini menunjukkan posisi impas karena laba telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun pemegang saham.

Menurut Young & O’Byrne (2001: 39), EVA sama dengan selisih antara laba operasi perusahaan setelah pajak (NOPAT) dengan biaya modal. Biaya modal sama dengan yang diinvestasikan perusahaan (juga disebut modal atau modal yang dipakai) dikalikan dengan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC).

EVA = NOPAT – (WACC x Modal yang diinvestasikan) Adapun penjelasan untuk masing-masing komponen sebagai berikut: 1. Net Operating Profit After Tax (NOPAT)

Net Operating Profit After Taxes (NOPAT) atau laba operasi bersih setelah pajak merupakan sejumlah laba perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan tersebut tidak memiliki utang dan tidak memiliki asset

(10)

financial. NOPAT dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Sartono, 2001:100).

NOPAT = EBIT (1- Tarif Pajak)

Faktor yang non operasional dan laba rugi luar biasa, seperti laba/rugi dari penghentian unit usaha serta beberapa akun laba/rugi lain-lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan operasional rutin perusahaan dan tidak ada keterangan yang jelas dalam catatan laporan keuangan perusahaan, tidak diikutsertakan dalam perhitungan NOPAT.

2. Weighted Average Cost of Capital (WACC)

Weighted Average Cost of Capital (WACC) atau biaya modal rata-rata tertimbang adalah biaya ekuitas dan biaya hutang masing-masing dikalikan dengan persentase ekuitas dan hutang dalam struktur modal. WACC dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Prawironegoro dan Ari, 2008:35):

Debt equity

WACC = --- x Cost of Debt (1-T) + --- x Cost of Equity

debt + equity debt + equity

Atau :

Rumus untuk menghitung WACC adalah (Brigham dan Houston, 2006:484) :

WACC = Wd.Kd (1-T) + Wp.Kp + Ws.Ks Keterangan:

WACC : Weighted Average Cost of Capital (Biaya Modal Rata-rata Tertimbang) Wd : Persentase hutang dari modal

(11)

Kd : Biaya hutang

Kp : Biaya saham preferen

Ws : Persentase saham biasa atau laba ditahan dari modal Ks : Biaya laba ditahan

T : Tarif Pajak

WACC dihitung dengan mengetahui hal-hal sebagai berikut : 1. Wd adalah persentase hutang dalam struktur modal

2. We adalah persentase ekuitas dalam struktur modal 3. Kd adalah biaya hutang (cost of debt)

4. Tingkat pajak

5. Ke adalah biaya modal sendiri atau biaya ekuitas (cost of equity) 6. Total investasi

Menurut Young dan O’Byrne (2001:148) biaya modal (cost of capital) adalah biaya kesempatan yaitu tingkat dari pengembalian yang diharapkan oleh penyedia dana, jika modal itu diinvestasikan ke tempat lainnya dalam suatu proyek, aktiva atau perusahaan dengan risiko yang sebanding. Biaya modal terdiri dari biaya pendanaan dengan utang (cost of debt financing) yaitu biaya bunga setelah pajak yang berkaitan dengan peminjaman uang. Biaya pendanaan dengan ekuitas (cost of equity financing) adalah tingkat pengembalian modal yang diharapkan (baik berupa deviden maupun peningkatan harga pasar dan investasi) yang digunakan untuk menarik investor agar mau memberikan modal ekuitas.

Biaya hutang adalah tingkat sebelum pajak yang dibayar perusahaan kepada pemberi pinjamannya (Young & O’Byrne, 2001 :150). Tingkat pajak

(12)

korporasi penting untuk tujuan WACC karena pembayaran bunga adalah dapat memotong pajak. Biaya hutang dapat di hitung menggunakan rumus (Pradhono dan Yulius (2005):

Biaya Hutang(Kd) =

Biaya bunga tahunan Total hutang jangka panjang

Biaya ekuitas adalah pengembalian yang diminta investor untuk membuat investasi ekuitas dalam perusahaan. Setiap investor menginginkan pengembalian yang setinggi mungkin, yang sudah jelas tidak memberikan pedoman kongkrit apapun untuk memperkirakan biaya ekuitas. Model yang paling popular untuk tujuan ini disebut model penetapan harga aktiva modal (capital asset pricing model/CAPM).

Dengan menggunakan CAPM, biaya ekuitas akan dihitung dengan menggunakan rumus (Young dan O’Byrne, 2001:151) :

E (R) = Rf + [ Beta x ( E(Rm) – Rf)]

Dimana E(R) adalah harapan pengembalian dari aktiva berisiko manapun, Rf

adalah pengembalian atas suatu aktiva bebas risiko (seperti obligasi pemerintah). Beta adalah pengukuran dari risiko dan E(Rm) adalah harapan pengembalian atas

pasar saham.

3. Modal yang Diinvestasikan

Modal yang diinvestasikan merupakan jumlah seluruh keuangan perusahaanterlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva tidak menanggung bunga ( noninterest bearing liabilities) seperti hutang, upah yang akan jatuh tempo (accrued wages), dan pajak yang akan jatuh tempo (accrued taxes) Young & O’Byrne (2001:39). Modal yang diinvestasikan merupakan jumlah ekuitas

(13)

pemegang saham ditambah dengan hutang jangka pendek dan seluruh hutang jangka panjang.

Modal yang diinvestasikan = utang jangka pendek + utang jangka panjang + kewajiban jangka panjang lainnya + ekuitas pemegang saham.

2.1.3. Likuiditas

2.1.3.1.Pengertian Likuiditas

Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Likuiditas juga dapat dikatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi kurang dari satu tahun. Rasio likuiditas yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung dari sumber informasi tentang modal kerja yaitu pada pos aktiva lancar dan hutang lancar (Munawir, 2004:27).

Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek yang akan jatuh tempo dengan tepat waktu. Perusahaan dalam keadaan likuid berarti mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya, dan perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat waktu apabila perusahaan memiliki alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar dari hutang lancar (jangka pendek). Sedangkan

(14)

perusahaan dalam keadaan illikuid berarti perusahaan tersebut tidak dapat segera memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih (Husnan, 2005:41).

Rasio lancar digunakan untuk menilai likuiditas suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik kemampuan likuiditas perusahaan yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi baik akan semakin besar. Apabila hal tersebut terjadi maka hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya keuntungan perusahaan. Dengan keuntungan yang tinggi maka tingkat pengembalian (return) saham juga tinggi (Sawir, 2005:32).

2.1.3.2. Jenis-Jenis Likuiditas a. Current Ratio

Current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Rasio ini dapat pula mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya. Selain itu, current ratio juga dapat menunjukkan sejauh mana tagihan jangka pendek dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversikan menjadi kas dalam waktu dekat (Munawir, 2004:27).

Rumus current ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h224), dinyatakan sebagai berikut:

(15)

Semakin tinggi nilai current ratio, maka akan semakin baik posisi pemberi pinjaman, sebaliknya current ratio yang rendah menunjukkan tingkat likuiditas perusahaan yang bermasalah. Current ratio berbentuk kali (x). Mengacu pada pendapat Munawir (2004:27), nilai current ratio yang memuaskan bagi suatu perusahaan adalah 200% atau 2 kali, akan tetapi nilai rasio sebesar 200% dapat menjadi titik tolak untuk mengadakan analisa lebih lanjut. Hal ini dikarenakan current ratio yang tinggi belum menjamin hutang perusahaan dapat dibayar, misalnya:

 Jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut.

 Saldo piutang yang besar memungkinkan sulit untuk ditagih.

 Rasio lancar yang terlalu tinggi kemungkinan menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan kebutuhan saat ini.

Gibson (2011:224) menyatakan “the guideline for the minimum current ratio has been 2,00”. Gibson juga menambahkan perusahaan yang tidak berhasil mempertahankan current ratio di atas 2,00 mengindikasikan penurunan likuiditas dan dapat pula mengindikasikan pengendalian yang kurang baik atas kas, piutang dan persediaan untuk menutupi kewajiban lancarnya. Apabila hal ini terjadi maka akan dapat menyulitkan perusahaan dalammenjalankan aktivitas operasionalnya.

(16)

b. Acid-Test Ratio

Acid-Test Ratio sering juga disebut sebagai quick ratio, dimana rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk dikonversi menjadi uang kas, walaupun pada kenyataannya persediaan mungkin lebih likuid daripada piutang. Nilai current ratio yang tinggi tetapi quick ratio nya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. Rasio ini berbentuk kali (x), semakin cepat rasio ini berputar semakin baik bagi perusahaan.

Rumus acid-test ratio yang mengacu pada Gibson (2011:225), adalah sebagai berikut:

x 100%

Semakin tinggi Acid-test ratio menunjukkan semakin tinggi tingkat likuiditas perusahaan. Akan tetapi, jika rasio ini terlalu tinggi maka hal ini tidak terlalu baik karena mengindikasikan adanya praktek manajemen yang kurang baik. Acid-test yang bernilai 2 kali menunjukkan bahwa perusahaan cukup melunasi kewajiban lancar dengan membayar setengah dari aset lancar tanpa persediaan yang dimiliki, sedangkan rasio yang bernilai kurang dari 1 kali mengindikasikan terdapat kewajiban lancar yang tidak terbayarkan meskipun seluruh aset lancar tanpa persediaan telah dikonversi menjadi kas.

Menurut Gibson (2011:225) angka 1,00 atau 1 kali dianggap cukup aman. Sependapat dengan Prihadi, Gibson (2011:226) menyatakan “the guideline for the

(17)

minimum acid-test ratio was 1,00”. Angka ini merupakan angka minimum yang perlu dipertahankan oleh perusahaan agar perusahaan tidak mengalami ketidakmampuan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Perusahaan yang memiliki rasio cepat yang tinggi akan terhindar dari ancaman likuidasi.

2.1.3.3.Pengukuran Rasio Likuiditas

Pengukuran rasio likuiditas adalah menggunakan Current Ratio yaitu perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Aktiva lancar terdiri dari kas, persediaan, piutang dan investasi jangka pendek, sedangkan hutang lancar terdiri dari hutang dagang yang jatuh tempo kurang dari satu tahun. Indikator likuiditas(Munawir, 2004:27) adalah :

x 100%

Rasio lancar yang terlalu tinggi menunjukan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya. Perusahaan haruslah jeli dalam menilai kondisi likuiditas keuangannya. Likuiditas yang terlalu tinggi juga tidak akan menguntungkan bagi perusahaan karena adanya aset lancar yang tidak produktif, sebaliknya perusahaan juga jangan sampai memiliki likuiditas yang rendah karena akan menyulitkan perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya.

(18)

2.1.4.Return Saham

2.1.3.1.Pengertian Return Saham

Return merupakan laba atas suatu investasi yang biasanya dinyatakan sebagai tarif persentase tahunan (Fakhruddin, 2008:169). Fahmi dan Yovi (2009:151) mengatakan return adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya. Semakin tinggi return saham maka semakin baik investasi yang dilakukan karena dapat menghasilkan keuntungan, sebaliknya semakin rendah return saham atau bahkan negatif maka semakin buruk hasil investasi yang dilakukan.

Return saham adalah pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham meliputi keuntungan jual beli saham, di mana jika untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss (Samsul, 2006:291). Return saham yang diperoleh dari kegiatan investasi yang berupa dividen bukanlah hal yang mudah untuk diprediksi, karena kebijakan dividen merupakan kebijakan yang sulit bagi manajemen perusahaan. Keputusan mengenai dividen terkadang dikaitkan dengan keputusan pendanaan dan keputusan investasinya, dividen setiap periodenya sesuai dengan fluktuasi dalam jumlah kesempatan investasi yang dapat diterima yang tersedia bagi perusahaan tersebut.

Return dapat terdiri dari return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa depan.

(19)

Menurut Jogiyanto (2009:199) ada 2 (dua) cara untuk memperoleh tingkat keuntungan, yaitu: return realisasi dan return ekspektasi.

1. Return realisasi

Tingkat keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli. Return ini merupakan return yang sesungguhnya terjadi (return realisasi). Return realisasi penting digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja dari sebuah perusahaan yang dihitung berdasarkan data historis.

2. Return historis

Return historis atau yang sering disebut juga sebagai tingkat keuntungan saham yang diperoleh dari investasi saham ekspektasi.

2.1.3.2.Jenis-jenis Return

Menurut Jogiyanto (2009:199-214), jenis return ada dua yaitu return realisasi dan return ekspektasi.

1. Return realisasi

Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Pentingya return ini karena digunakan indikator kinerja atau keberhasilan perusahaan. Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan resiko di masa datang. Ekspektasi biasanya digunakan sebagai dasar analisa teknikal yaitu menggunakan pola pergerakan harga saham masa lalu untuk memprediksi harga saham di masa datang

(20)

2. Return Ekspektasi

Return Ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang dan return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Return ini dapat dihitung dengan mengalikan masing-masing hasil masa depan (outcome) dengan probabilitas kejadiannya dan menjumlah semua produk perkalian tersebut.

Jogianto (2009: 200) mengemukakan beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah return total, relatif return, kumulatif return, dan return disesuaikan. Rata-rata dari return dapat dihitung berdasarkan aritmatika (arithmetic mean) atau rata-rata geometrik (geometric mean). Perhitungan ini menggunakan data harga saham historis yaitu pergerakan harga saham dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan.

2.1.3.3. Pengukuran Return Saham

Berdasarkan pengertian return, bahwa return suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen, maka dapat ditulis rumus: (Samsul, 2006:291)

Ri =

Pt – P t-1

P t-1

Dimana:

Ri = Return saham

Pt = Harga saham pada periode t

(21)

2.1.3.4.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Return Saham

Kinerja keuangan merupakan faktor penentu naik turunnya return saham. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan return saham, begitu pula sebaliknya. Kinerja keuangan dapat di ukur dari nilai tambah ekonomis (EVA) dan likuiditas perusahaan (CR). Untuk itu perusahaan harus dapat meningkatkan kinerja keuangannya agar dapat meningkatkan return saham.

Menurut Asnawi dan Wijaya, (2005:95) kinerja keuangan keuangan yang secara langsung mempengaruhi return saham dikelompokkan yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio pasar dan economic value added (EVA).

1. Rasio likuiditas, yang menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pendek. Rasio ini terbagi menjadi Current ratio, quick ratio, dan net working capital. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan diterima investor. 2. Rasio solvabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka panjang, dimana rasio ini terbagi menjadi menjadi debt ratio, debt to equity ratio, long term debt to equity ratio, long term debt to capitalization ratio, times interest earned, cash flow interest coverage, cash flow to net income, dan cash return sales. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah return saham yang akan diterima investor.

3. Rasio aktivitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan harta yang dimilikinya, terbagi menjadi total asset

(22)

turnover, fixed asset turnover, account receivable turnover, inventory turnover, average collection period, dan day’s sales in inventory. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan diterima investor. 4. Rasio profitabilitas, menunjukkan kemampuan dari perusahan dalam

menghasilkan keuntungan, terbagi menjadi gross profit margin, net profit margin, operating return on assets, return on equity dan operating ratio. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan diterima investor.

5. Rasio pasar, menunjukkan informasi yang penting perusahaan dan diungkapkan dalam basis per saham, terbagi menjadi dividend yield, devidend per share, earning per share, devidend payout ratio, price earning ratio, book value per share, dan price to book value. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan diterima investor. 6. EVA merupakan suatu cara untuk mengukur profitabilitas operasi yang

sesungguhnya, apakah sudah mampu memberikan nilai tambah atau belum terhadap perusahaan. Jika kinerja manajemen baik atau efektif dilihat dari nilai tambah, maka akan tercermin dalam peningkatan harga saham perusahaan. EVA yang positif akan dapat meningkatkan harga saham, begitu juga profitabilitas meningkat akan dapat meningkatkan harga saham.

(23)

2.2. Review Penelitian Terdahulu

Berikut ini dikemukakan penelitian-penelitian terdahulu tentang pengaruh EVA, dan likuiditas terhadap return saham pada tabel 2.1.

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Sebelumnya NO Peneliti dan

Tahun

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Hidayat

(2011)

-Economic Value Added (EVA),

-Market Value Added

(MVA)

-Debt to Equity Ratio (DER)

Return saham

Hasil penelitiannya secara parsial EVA berpengaruh terhadap return

saham, dengan perolehan nilai

probabilitas sebesar 0,022. Variabel Market Value Added (MVA) dan Debt to Equity Ratio (DER) secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham. Semakin tinggi EVA maka semakin tinggi pula return sahamnya.

2 Pradhono (2004) -EVA, -Residual income, -earnings, -arus kas, -return saham.

Variabel EVA tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap return saham, namun pengaruhnya positif. Semakin tinggi EVA maka semakin tinggi pula return sahamnya

3 Rosy (2008) - pertumbuhan aset - kebjakan dividen - rasio likuiditas - rasio keuntungan - tingkat utang - PER - EPS - Return Saham

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial tidak terdapat pengaruh antara Economic Value Added (EVA) terhadap return saham,

sedangkan Market Value Added

(MVA) dengan harga saham terdapat pengaruh secara parsial.

4 Mardiyanto

(2013)

- EVA

- MVA

- return saham

Nilai Tambah Ekonomis (EVA) dan

Nilai Tambah Pasar (MVA)

berpengaruh terhadap return saham.

5 Laksana

(2000)

- EVA

- return saham

Hsil penelitiannya membuktikan

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara EVA dengan return saham, kenaikan dan penurunan EVA tidak dapat dihubungkan secara

langsung dengan kenaikan atau

penurunan return saham

6 Ulupui (2007) - CR - ROA - ATO - DTE - return saham

Hasil penelitiannya membuktikan bahwa CR dan ROA berpengaruh signifikan terhadap return saham, sedangkan ATO dan DTE tidak berpengaruh signifikan.

(24)

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu dapat diketahui adanya perbedaan-perbedaan hasil penelitian berkaitan dengan pengaruh EVA terhadap return saham. Hasil penelitian Hidayat (2011) dan Mardiyanto (2013) membuktikan EVA berpengaruh terhadap return saham, sedangkan hasil penelitian Pradhono (2004), Rosy (2008) dan Laksana (2000) membuktikan EVA tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap return saham. Kedua hasil penelitian yang berbeda inilah yang memotivasi peneliti untuk meneliti kembali dengan originalitas dari penelitian Hidayat (2011). Perbedaanya adalah pada penelitian sekarang hanya menggunakan dua variabel bebas yaitu EVA dan likuiditas. Objek penelitian juga berbeda dimana sebelumnya hanya menggunakan satu objek perusahaan saja maka pada penelitian sekarang menggunakan objek yang berbeda yaitu perusahaan-perusahaan pertambangan di BEI yang berjumlah 15 perusahaan.

2.3. Kerangka Konseptual

Berdasarkan rumusan masalah dan teori yang ada maka penelitian ini dapat digambarkan kedalam skema kerangka konseptual yang dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual EVA

Return Saham Likuiditas

(25)

Return memiliki peran yang signifikan dalam menentukan nilai dari suatu investasi. Suharli (2005) menyebutkan bahwa return dapat menjadi indikator untuk meningkatkan wealth para investor termasuk didalamnya para pemegang saham. EVA adalah suatu cara untuk mengukur profitabilitas operasi yang sesungguhnya. EVA mengukur nilai tambah dalam suatu periode tertentu. Nilai tambah ini tercipta apabila perusahaan memperoleh keuntungan (profit) di atas cost of capital perusahaan. Penelitian mengenai EVA pernah diteliti oleh Resmi (2002), hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa EVA tidak berpengaruh terhadap return saham. Penelitian yang serupa pernah diteliti juga oleh Tinneke (2007) dan Husniawati (2008) penelitian mereka menunjukkan bahwa variabel EVA berpengaruh terhadap return saham.

Perusahaan yang memiliki likuiditas baik maka memungkinkan pembayaran deviden dengan lebih baik pula (Michelle & Megawati,2005). Dari sudut pandang pemberi pinjaman terdapat anggapan bahwa semakin tinggi nilai rasio lancar, maka semakin baik posisi pemberi pinjaman. Hal ini juga dapat dilihat dari sudut pandang investor, dimana semakin tinggi nilai rasio lancar akan memberikan perlindungan terhadap kemungkinan kerugian drastis bila terjadi kegagalan perusahaan. Kelebihan aktiva lancar yang besar atas kewajiban lancar tampaknya membantu melindingi klaim, karena persediaan dapat dicairkan dengan pelelangan atau karena tidak terdapat banyak masalah dalam penagihan piutang usaha.

Semakin tinggi tingkat likuiditas maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar deviden sehingga menghasilkan return

(26)

positif dan dapat meningkatkan harga saham (Wild, 2005:27). CR digunakan untuk menilai likuiditas suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik kemampuan likuiditas perusahaan yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi baik akan semakin besar. Apabila hal tersebut terjadi maka hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya keuntungan perusahaan. Dengan keuntungan yang tinggi maka tingkat pengembalian (return) saham juga tinggi (Michelle & Megawati,2005).

2.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Economic Value Added (EVA) dan likuiditas (CR) berpengaruh terhadap Return Saham baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan industri Pertambangan yang terdaftar di BEI”.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual EVA

Referensi

Dokumen terkait

Dengan penerapan metode Neural Fuzzy Sistem pada sistem untuk menentukan hotel di Kota Surabaya berbasis android ini, dapat memberikan alternatif-alternatif mobil bekas

Dalam kesempatan ini tak lupa saya sampaikan terimakasih kepada orang tua saya yaitu ibu dan almarhum ayah saya yang telah banyak membimbing saya dalam segala hal sehingga saya

Ciri-ciri model formatif diantaranya sebagai berikut: a) arah hubungan kausalitas dari indikator ke variabel laten, b) antar indikator diasumsikan tidak berkorelasi

Pendanaan untuk kegiatan rutin dan kegiatan pembangunan  di manca negara,  banyak  dilakukan  dengan  mengeluarkan  surat  utang  pemerintah.  Artinya 

Hasil persentase dari tiga indikator soal diketahui bahwa persentase rata-rata siswa yang menuliskan perencanaan penyelesaian (rumus) kurang lengkap sebesar 7,7%

Hal ini sejalan dengan tujuan dari teknik latihan asertif yaitu mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan

Soetomo pada pasien pneumonia memang didominasi gram negatif dan juga kemungkinan dipengaruhi oleh komorbid yang hampir sama pada kedua kelompok penelitian,

Adapun kelompok industri makanan terdapat 1.867 unit yang terdiri dari usaha tahu-tempe sejumlah 769 unit dan terkonsentrasi di desa Adiwerna, serta usaha kerupuk