• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaminan Kesehatan Nasional

2.1.1 Definisi Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya telah dibayar oleh pemerintah.

BPJS Kesehatan adalah badan yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan, implementasinya telah dimulai sejak 1 Januari 2014. Dengan dasar hukumnya adalah Undang-Undang No 24 Tahun 2012 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

(2)

2.1.2 Kepesertaan BPJS

Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional pasal 2, disebutkan bahwa peserta jaminan kesehatan terdiri dari 2 kelompok, yaitu :

1. PBI Jaminan Kesehatan.

PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan 2. Bukan PBI Jaminan Kesehatan.

Peserta bukan PBI adalah peserta JKN yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu termasuk juga WNA yang bekerja paling singkat selama 6 bulan. Peserta bukan PBI jaminan kesehatan terdiri atas:

1. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya 2. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya 3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya

4. Penerima pensiun.

Anggota keluarga yang dimaksud di atas meliputi istri, suami serta anak yang sah dengan kriteria belum pernah menikah, tidak mempunyai penghasilan sendiri, belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal dengan batas maksimal anggota keluarga yang ditanggung adalah 5 orang. Namun peserta yang bukan PBI dapat juga mendaftarkan anggota keluarga lain seperti ayah, ibu, anak keempat, dll dengan membayar iuran tambahan (Kemenkes,2013)

(3)

2.1.3 Tempat Memperoleh Pelayanan JKN

Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing. Menurut BPJS Kesehatan (2013), fasilitas kesehatan tersebut terdiri dari :

1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang terdiri dari : puskesmas, fasilitas kesehatan milik TNI/Polri, praktek dokter umum bersama/pribadi, klinik umum, praktek dokter gigi.

2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat lanjut dari fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang terdiri dari : RSU, RSUP, RSUD, RS umum TNI/Polri, RS umum swasta, RS khusus (jantung, kanker, paru, mata, bersalin, kusta, jiwa dan lainya yang telah terakreditasi), RS bergerak, RS lapangan dan balai kesehatan khusus (paru, mata, KIA dan jiwa).

3. Fasilitas kesehatan penunjang yang merupakan jejaring dari fasilitas kesehatan tingkat pertama dan lanjutan untuk mendapat pelayanan kesehatan tingkat pertama ataupun tingkat lanjut yang terdiri dari laboratorium kesehatan, unit transfusi darah, serta apotek.

2.1.4 Prosedur Memperoleh Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional

Menurut BPJS Kesehatan (2013), beberapa prosedur yang wajib diikuti oleh peserta untuk memperoleh pelayanan kesehatan ialah :

a. Dalam memperoleh pelayanan, pertama-tama harus memanfaatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS

(4)

kesehtan tempat peserta terdaftar dengan menunjukkan kartu JKN untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

b. Selanjutnya apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama mendiagnosis peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka peserta dapat menuju ke fasilitas tingkat lanjutan dengan menunjukkan kartu JKN dan surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke BPJS Center rumah sakit untuk mendapatkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) agar dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan di RS

c. Namun dalam keadaan gawat darurat, maka peserta dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan baik yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan ataupun tidak meskipun tanpa surat ijin rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Dimana jika keadaan gawat darurat telah teratasi, maka peserta yang memperoleh pelayanan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dan segera melengkapi persyaratan yang ditentukan.

2.1.5 Jenis Pelayanan JKN

Berdasarkan pegangan sosialisasi JKN, ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

(5)

2.1.6 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan

mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur; b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS; c. Pelayanan bertujuan kosmetik; d. General checkup, pengobatan alternatif; e. Pengobatan untuk

(6)

mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi; f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba.

2.2 Rumah Sakit

2.2.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut Iskandar (2008) dalam Sumartini (2014), WHO mendeskripsikan rumah sakit sebagai sebuah usaha yang memberikan layanan penginapan dan medis dalam jangka pendek dan panjang, terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang yang menderita sakit, terluka atau melahirkan. Dalam pelaksanaannya, rumah sakit juga memberikan pelayanan dasar berobat jalan untuk pasien yang tidak membutuhkan pelayanan rawat inap. Adapun fungsi rumah sakit adalah sebagai penyedia pelayanan kesehatan yang holistik kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif dengan menjangkau keluarga dan lingkungan, sekaligus sebagai pusat untuk mengadakan latihan tenaga kesehatan serta melakukan penelitian (Ilyas, 2011).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan sebuah lembaga usaha yang padat karya yang multi disiplin, padat modal, padat teknologi, padat ilmu, padat sistem, padat tenaga, serta dipengaruhi oleh lingkungan yang selalu berubah.

Berdasarkan Permenkes No. 340 Tahun 2010 Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat

(7)

darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulans, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah.

2.2.2 Jenis Rumah Sakit

Berdasarkan kepemilikannya rumah sakit dapat dibagi menjadi dua yaitu rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Rumah sakit pemerintah adalah rumah sakit yang dimiliki oleh Departemen Kesehatan, pemerintah daerah, ABRI dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang kepemilikannya berbentuk yayasan, Perseroan Terbatas (PT), koperasi dan atau badan hukum lainnya (Mahayanti,2015).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340 / Menkes / per / III / 2010, tentang klasifikasi Rumah Sakit, yang dimaksud dengan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.

Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A; b. Rumah Sakit Umum Kelas B; c. Rumah Sakit Umum Kelas C; d. Rumah Sakit Umum Kelas D.

(8)

2.2.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.Untuk menjalankan tugasnya, Rumah Sakit mempunyai fungsi :

a) penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

b) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

c) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;dan

d) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.2.4 Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut

Rumah sakit dalam memberikan pelayanan pada pasien, khususnya pada pasien JKN memerlukan kesiapan dari semua pihak, termasuk dari bagian manajemen, petugas medis dan petugas non medis. Rumah sakit harus membangun komunikasi yang baik antara tim dokter dan manajemen untuk mengurangi variasi pelayanan dan pilihan layanan yang paling cost efective dengan menjalankan clinical pathway serta mengedepankan kendali mutu dan biaya, untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu, efisien dan cost efective (Kemenkes,2014).

a. Manajemen

Manajemen merupakan sebuah proses pengordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif

(9)

dengan dan melalui orang lain (Robbins dan Coulter, 2007). Manajemen dalam lingkup pelayanan kesehatan sama halnya seperti dalam manajemen perusahaan. Di bidang kesehatan juga dikenal berbagai jenis manajemen sesuai dengan lingkup kegiatan dan sumber daya yang dikelolanya. Ada bidang yang mengurus personalia (manajemen personalia), keuangan (manajemen keuangan), logistik-obat dan peralatan (manajemen logistik), pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan kesehatan), dan sistem informasi manajemen dan sebagainya ( Muninjaya,2011).

Untuk masing-masing bidang tersebut dikembangkan lagi manajemen yang lebih spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokok institusi kesehatan. Penerapan manajemen pada unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan rumah sakit merupakan upaya untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut, dan diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif, efisien, produktif dan bermutu.

Struktur manajemen RSIA Harapan Bunda terdiri dari seorang direktur, dibawah direktur terdapat lima kepala bagian yaitu kepala bidang pelayanan keperawatan, kepala bidang pelayanan medis, kepala bagian umum, kepala bagian SDM dan kepala bagian keuangan. Dalam menjalankan kegiatannya, bagian manajemen menjalankan fungsi manajemen.

Fungsi manajemen menurut George R. Terry dalam Muninjaya (2011) ada 4, yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Controlling (POAC). Fungsi manajemen ini juga diadopsi oleh Kementrian kesehatan RI.

(10)

1) Planning (Perencanaan)

Perencanaan adalah proses merumuskan tujuan organisasi sampai penetapan alternatif kegiatan untuk pencapaiannya. Tanpa fungsi perencanaan tidak akan ada kejelasan urutan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui fungsi perencanaan ditetapkan tugas-tugas pokok staf yang kemudian digunakan oleh pimpinan untuk melakukan supervisi, dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan staf dalam menjalankan tugas-tugasnya.

2) Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun dan mengatur semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannnya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Atas dasar pengertian tersebut, fungsi pengorganisasian juga meliputi proses mengintegrasikan semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh sebuah organisasi atau mengaturnya mencapai tujuan organisasi.

3) Actuating ( Penggerakan)

Fungsi penggerak pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka menjalankan tugas-tugas pokoknya secara terarah sesuai dengan keterampilan yang dimiliki (qualitiy of care), dan dukungan sumber daya yang tersedia (quality of services). Kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi, dan penerapan kepemimpinan yang efektif akan sangat membantu suksesnya manajer melaksanakan fungsi manajemen ini. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengembangan motivasi pekerja yang

(11)

dilakukan oleh Williams James (Harvard University) diketahui bahwa kemampuan seorang pekerja akan dapat ditingkatkan sampai 60% lebih tinggi dari rata-rata kemampuannya apabila motivasi kerja mereka terus dikembangkan. Dalam hal ini, inti pokok fungsi manajemen adalah bagaimana seorang manajer mengembangkan kebijakan dan strategi kepemimpinannya untuk memacu motivasi kerja staf.

4) Controlling (Pengawasan)

Pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk mengamati secara terus menerus kegiatan staf dalam melaksanakan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan. Fungsi manajemen ini memerlukan rumusan standar kinerja staf (standard performance) sebagai bahan dari standar prosedur tetap organisasi. Menetapkan standar ini merupakan bagian dari fungsi perencanaan. Standar prosedur digunakan oleh manajer untuk menilai kegiatan staf atau kelompok kerja di dalam organisasi. Jika ditemukan adanya penyimpangan terhadap standar, fungsi pengawasan manajerial harus dilakuakn untuk melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.

b. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai salah satu sub-sistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan medik, penunjang medik, rehabilitasi medik, dan layanan keperawatan. Pelayanan administrasi mencakup semua jenis pelayanan yang bersifat administratif,

(12)

termasuk administrasi keuangan yang fungsi utamanya dalah membantu kelancaran pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Alur pelayanan pasien di rumah sakit dari bagian pendaftaran pasien rawat jalan dan rawat inap, setelah pasien teregistrasi di data rumah sakit maka pasien akan mendapatkan pelayanan sesuai dengan keluhan. Pelayanan medis dilakukan oleh petugas medis dan paramedis. Petugas pemberi pelayanan medis terdiri dari para dokter (medis), dan paramedis yaitu bidan, dan perawat. Dalam menjalankan tugas para dokter, bidan dan perawat menjalankan sesuai dengan SOP atau clinical pathway yang telah ditentukan sebagai sebuah standar pelayanan di rumah sakit. Clinical pathway adalah konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan dan standar pelayanan kesehatan lainnya ( Rivani,2009).

Setiap pasien yang mendapat pelayaan medis, maka data pasien akan tercatat pada rekam medis. Seuai dengan Permenkes No. 269/ Menkes/Per/III/2008, rekam medis merupakan suatu berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Depkes RI, 2008). Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari pengisian rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Wijono, 2000).

Petugas yang bertugas dalam pencatatan dan penyimpanan data pasien di rumah sakit adalah petugas rekam medis. Petugas rekam medis memiliki peranan penting dalam pelaksanaan program JKN, ini karena dalam

(13)

pengklaiman berdasarkan kesesuaian diagnosis dan posedur pada tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM (dengan melihat buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya).

Semua bagian di rumah sakit bekerja sama agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien. Namun dalam pelaksanaannya terkadang terdapat kendala, seperti mengalami kendala pencairan klaim. Masalah ini ditemukan pada penelitian Sunarto, 2011, pada penelitian ini kendala pencairan klaim terjadi karena harus disesuaikan dengan mekanisme keuangan daerah (Sunarto, 2011).

Pada setiap rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terdapat petugas verifikator. Untuk menjalankan tugasnya dalam melakukan verifikasi klaim, verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnosis dan posedur pada tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM (dengan melihat buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau softcopy-nya). Ketentuan koding mengikuti panduan koding yang terdapat dalam Juknis INA-CBGs (BPJS Kesehatan, 2014).

Tarif INA-CBGs untuk rumah sakit pemerintah dan swasta adalah sama, perbedaannya yaitu pada kelompok kelas rumah sakit. Oleh karena itu di era JKN rumah sakit harus berlomba untuk meningkatkan akreditasi rumah sakitnya. Dengan ditetapkannnya metode pembayaran INA-CBGs, terjadi perubahan cara pandang dan perilaku dalam pengelolaan rumah sakit serta pelayanan terhadap pasien. Rumah sakit dituntut untuk merubah cara pandang dari pola pembayaran fee for service ke pembayaran INA-CBGs,

(14)

dari mulai tingkat manajemen rumah sakit, dokter dan seluruh karyawan rumah sakit.

Rumah sakit provider BPJS kesehatan setelah menangani pasien peserta BPJS Kesehatan maka dapat mengajukan klaim ke pihak BPJS Kesehatan. Pengesahan tagihan dilakukan oleh direktur/kepala fasilitas kesehatan lanjutan dan petugas verifikator BPJS Kesehatan. Klaim pada FKRTL diajukan secara kolektif oleh rumah sakit kepada BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan berikutnya dengan kelengkapan administrasi umum yang terdiri dari (BPJS, tanpa tahun):

a) Surat perintah rawat inap

b) Surat Eligibilitas Peserta (SEP).

c) Resume medis yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh dokter penanggung jawab.

2.3 Pelaksanaan JKN di Fasilitas Kesehatan Lanjutan

2.3.1 Beberapa upaya yang sebaiknya dilakukan rumah sakit sebagai pemberi pelayanan pada fasilitas kesehatan lanjutan adalah:

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014.

1) Membangun Tim Rumah Sakit

Manajemen dan profesi serta komponen rumah sakit yang lain harus mempunyai persepsi dan komitmen yang sama serta mampu bekerja sama untuk menghasilkan produk pelayanan rumah sakit yang bermutu dan cost efective. Bukan sekedar untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Sebagai tim semua komponen rumah sakit harus memahami tentang konsep tarif paket, dimana dimungkinkan suatu kasus atau kelompok CBG tertentu mempunyai

(15)

selisih positif dan pada kasus atau kelompok kasus CBG yang sama pada pasien berbeda ataupun pada kelompok CBG lain mempunyai selisih negatif. Surplus atau selisih positif pada suatu kasus atau kelompok CBG dapat digunakan untuk menutup selisih negatif pada kasus lain atau kelompok CBG lain (subsidi silang). Sehingga pelayanan rumah sakit tetap mengedepankan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

2) Meningkatkan Efisiensi

Efisiensi tidak hanya dilakukan pada sisi proses seperti penggunaan sumber daya farmasi, alat medik habis pakai, lama rawat, pemeriksaan penunjang yang umumnya menjadi area profesi tetapi juga pada sisi input seperti perencanaan dan pengadaan barang dan jasa yang umumnya menjadi area/tanggung jawab manajemen. Sisi proses umumnya lebih menekankan pada aspek efektifitas sedangkan sisi input umumnya lebih menekankan aspek efisiensi. Keduanya harus mampu berinteraksi untuk menghasilkan produk pelayanan yang cost effective. Sisi proses dalam hal melakukan efisiensi juga harus mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan pelayanan yang berlebih dan tidak diperlukan (over treatment dan atau over utility). Seperti penggunaan/pemilihan obat yang berlebihan dan pemeriksaan penunjang yang tidak selektif dan tidak kuat indikasinya. Efisiensi juga harus dilakukan pada biaya umum seperti penggunaan listrik, air, perlengkapan kantor dan lain-lain. Inefisiensi pada sisi input maupun proses akan berpengaruh pada ongkos/biaya produksi pelayanan rumah sakit yang mahal.

(16)

3) Memperbaiki Mutu Rekam Medis

Tarif INA-CBGs sangat ditentukan oleh output pelayanan yang tergambar pada diagnosis akhir (baik diagnosis utama maupun diagnosis sekunder) dan prosedur yang telah dilakukan selama proses perawatan. Kelengkapan dan mutu dokumen rekam medis akan sangat berpengaruh pada koding, grouping dan tarif INA-CBGs.

4) Memperbaiki Kecepatan dan Mutu Klaim

Kecepatan dan mutu klaim akan mempengaruhi cash flow rumah sakit. Kecepatan klaim sangat dipengaruhi oleh kecepatan penyelesaian berkas rekam medis. Sehingga rumah sakit harus menata sistem pelayanan rekam medis yang baik agar kecepatan dan mutu rekam medis bisa memperbaiki dan meningkatkan cash flow rumah sakit.

5) Melakukan Standarisasi

Perlu terus dibangun standard input dan proses di tingkat rumah sakit. Standard input misalnya farmasi, alat medik habis pakai. Perlu dibuat formularium rumah sakit (perencanaan), perlu dibuat standar pengadaan obat rumah sakit (e-katalog dan atau lelang), standar penulisan resep misal dokter hanya menulis nama generik sedangkan obat yang diberikan berdasar hasil/perolehan pengadaan. Standar proses misalnya PPK/SPO dan atau clinical pathway. Keputusan/penetapan standar proses akan sangat berpengaruh pada pembuatan keputusan pada standar input.

(17)

6) Membentuk Tim Casemix/Tim INA-CBG Rumah Sakit

Tim Casemix/Tim INA-CBGs rumah sakit akan menjadi penggerak membantu melakukan sosialisasi, monitoring dan evaluasi implementasi INA-CBGs di rumah sakit.

7) Memanfaatkan Data Klaim

Data INA-CBGs rumah sakit dapat digunakan/dimanfaatkan tidak hanya untuk klaim tetapi juga dapat digunakan untuk menilai performance rumah sakit dan

performance SDM khususnya profesi dokter. Data INA-CBGs bisa juga

digabungkan dengan data HIMS (Health Information Management System) bahkan bisa dibandingkan dengan rumah sakit lain yang sekelas. Jadi data INA-CBGs dan data klaim dapat digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan/kebijakan tingkat rumah sakit.

8) Melakukan Review Post-Claim

Review post-claim yang dilakukan secara berkala sangat penting dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian biaya dan mutu dalam pelayanan yang akan diberikan. Idealnya kegiatan review ini melibatkan seluruh unit yang ada di rumah sakit baik manajemen, tenaga profesional, serta unit penunjang maupun pendukung dan dilakukan dengan data yang telah dianalisis oleh tim casemix rumah sakit.

9) Pembayaran Jasa Medis

Perubahan metode pembayaran rumah sakit dengan metode paket INA-CBGs sebaiknya diikuti dengan perubahan pada cara pembayaran jasa medis. Pembayaran jasa medis sebaiknya disesuaikan dengan menggunakan sistem remunerasi berbasis kinerja.

(18)

10) Untuk masa yang akan datang diharapkan seluruh rumah sakit provider JKN bisa berkontribusi untuk mengirimkan data koding dan data costing sehingga dapat dihasilkan tarif yang mencerminkan actual cost pelayanan di rumah sakit.

2.3.2 Hal-hal yang perlu dihindari rumah sakit terkait pelaksanaan JKN

Implementasi INA-CBG sebaiknya dilakukan dengan benar dan penuh tanggunggung jawab dari semua pihak. Sebaiknya rumah sakit tidak melakukan hal-hal dibawah ini:

1) Merubah atau membongkar software

2) Menambah diagnosis yang tidak ada pada pasien yang diberikan pelayanan untuk tujuan meningkatkan tingkat keparahan atau untuk tujuan mendapatkan grouping pada kelompok tarif yang lebih besar.

3) Menambah prosedur yang tidak dilakukan atau tidak ada bukti pemeriksaan untuk tujuan mendapatkan grouping pada kelompok tarif yang lebih besar. 4) Melakukan input diagnosis dan prosedur hingga proses grouping berkali-kali

dengan tujuan mendapatkan kelompok tarif yang lebih besar.

5) Upcoding, yaitu memberikan koding dengan sengaja dengan tujuan

meningkatkan pembayaran ke rumah sakit.

6) Melakukan manipulasi terhadap diagnosis dengan menaikkan tingkatan jenis tindakan. Misalnya : appendiectomy tanpa komplikasi ditagihkan sebagai appendiectomy dengan komplikasi, yang memerlukan operasi besar sehingga menagihkan dengan tarif yang lebih tinggi.

7) Memberikan pelayanan dengan mutu yang kurang baik. Misalnya: memperpendek jam pelayanan poliklinik, pelayanan yang bisa diselesaikan

(19)

dalam waktu satu hari dilakukan pada hari yang berbeda, tidak melakukan pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan, tidak memberikan obat yang seharusnya diberikan, serta membatasi jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit untuk peserta JKN.

Dalam proses pembentukan tarif INA-CBGs dilakukan pengumpulan data keuangan secara agregat sehingga analisa kecukupan tarif juga harus menggunakan data agregat, tidak bisa lagi melihat kasus per kasus yang rugi atau untung, yang perlu dilihat adalah secara agregat pendapatan rumah sakit, hal ini dikarenakan dalam tarif INA-CBGs yang terdiri dari 1077 group tarif berlaku sistem subsidi silang antar group yang ada.

2.4 Simple Kellog Logic Model

Dalam penelitian menggunakan kerangka konsep dari Simple Kellogg Logic Model. Logic model merupakan suatu cara yang sistematis dan visual untuk menyajikan hubungan antara sumber daya yang dimiliki dalam menjalankan suatu program, kegiatan yang akan dilaksanakan, serta perubahan atau hasil yang ingin dicapai. Metode ini bermanfaat untuk menunjang mulai dari tahap perencanaan, implementasi, hingga tahap evaluasi program. Pengembangan logic model bermanfaat untuk meningkatkan dan menciptakan keselarasan pemahaman evaluator akan program yang dievaluasi. Hal inilah yang akan mengevaluasi sejauh mana kontribusi input dalam mencapai tujuan, sehingga dapat dilihat tingkat kesuksesan suatu program yang sedang berjalan (Kellog, 2004). Komponen dasar dari logic model ialah komponen input, activities, output, outcome, dan impact. Komponen input merupakan sumber daya yang digunakan dalam suatu program. Sumber daya tersebut terdiri dari 6M yaitu manusia (man), uang (money),sarana (material), metode (method), dan pasar (market) (Kellog, 2004). Man

(20)

(SDM), dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Money (uang), yang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.

Materials (bahan), materi terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki. Machines (mesin), dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan mesin akan membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja. Methods (metode), dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama

(21)

dalam manajemen tetap manusianya sendiri. Market (pasar), memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.

Komponen activities merupakan seluruh proses atau kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan suatu program. Komponen output merupakan produk langsung yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan. Komponen outcome merupakan perubahan spesifik yang terjadi baik itu dalam hal perilaku, pengetahuan, keterampilan, status maupun tingkatan fungsi terkait dengan pelaksanaan program. Sementara komponen impact merupakan perubahan akhir yang diinginkan sebagai hasil dari kegiatan program (Kellogg,2004).

Referensi

Dokumen terkait

(1) Jika sesuatu kesalahan telah dilakukan di bawah mana-mana undang- undang bertulis, sama ada atau tidak seseorang telah disabitkan atasnya, dan kesalahan itu telah dilakukan

Sesuai dengan Surat Penetapan Pemenang PP-13/Setpres/P2BJ/Bid-PI.I/12/2012 tanggal 27 Desember 2012, dengan ini diumumkan hasil pelelangan umum pascakualifikasi

Selanjutnya, jika teks ini (yang merujuk anak-anak kecil sebagai pemilik Kerajaan Allah) merupakan suatu metafora dari pengarang Markus, tidakkah dengan demikian gereja

Jing, in ``Network model- ing of strong and intermediate wettability on electrical resistivity and capillary pressure'', use a state-of-the- art pore-network model to study the

Brand equity menurut Kotler (p.258, 2006) adalah nilai yang diberikan pada produk dan jasa, nilai tersebut dapat mempengaruhi bagaimana cara konsumen berpikir, merasakan, dan

Center of Excellence for Biotechnology Page 22 with other Center of excellent, Improved Academic reputation and achieved excel services and management of institution

[r]

Kebutuhan akan informasi bagi pecinta sepak bola Italia bisa didapatkan melalui media internet, informasi tentang berita sepak bola liga Italia, jadwal pertandingan, dan bursa