• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. A. Latar Belakang Masalah. proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit gigi dan mulut yang sering diderita oleh hampir semua penduduk Indonesia adalah karies gigi. Karies gigi merupakan penyakit infeksi dengan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar gigi serta dapat dicegah (Angela, 2005). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi terjadinya karies gigi pada penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 53,2% atau kurang lebih di Indonesia terdapat 93. 998. 727 jiwa yang menderita karies gigi. Kejadian karies gigi lebih banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah dasar. Peningkatan prevalensi terbesar ditinjau dari kelompok umur terjadi pada usia 12 tahun yaitu sebesar 13,7% dan diatas 56 tahun sebesar 14,3% (Kemenkes, 2013). Prevalensi karies gigi lebih besar terjadi pada anak-anak berkebutuhan khusus dibandingkan dengan populasi umum (Liu dkk, 2014).

Retardasi mental atau keterbelakangan mental adalah suatu keadaan ketidaksempurnaan perkembangan kemampuan mental yang mengakibatkan keterlambatan perkembangan gerakan (motorik), bicara, dan keterbatasan menyesuaikan diri dengan lingkungan (Maulani, 2005). Retardasi mental (tunagrahita) adalah anak yang memiliki problema belajar disebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi, sosial dan fisik (Delphie, 2012).

(2)

Anak-anak dengan gangguan perkembangan memiliki resiko lebih tinggi terhadap karies gigi dari pada anak dengan perkembangan yang normal. Penelitian yang dilakukan di SLB YPAC Manado menunjukkan bahwa status karies gigi pada anak retardasi mental ringan termasuk dalam kategori sedang, dengan indeks DMF-T 3,6 (DMF-Tulangow dkk., 2015). Retardasi mental ringan diartikan sebagai anak yang secara fisik tidak terlihat seperti seseorang dengan ketunagrahitaan dan memiliki tingkat kecerdasan berkisar antara 50-70 (Sugihartono dkk., 2007). Pada anak retardasi mental, diketahui memiliki kebersihan mulut yang buruk dan prevalensi penyakit periodontal maupun karies gigi yang tinggi (Bhambal dkk., 2011). Pernyataan diatas diperkuat oleh pernyataan Maulani (2005), bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering menyerang penderita retardasi mental diantaranya yaitu periodontitis, karies gigi dan maloklusi. Karies gigi merupakan penyakit yang paling umum menyerang anak-anak retardasi mental di dunia (Jain dkk., 2009). Pada anak-anak retardasi mental ringan dan sedang memiliki persentasi karies gigi yang paling tinggi (Bhambal dkk., 2011).

Keadaan rongga mulut yang buruk pada anak retardasi mental dipengaruhi oleh kesulitan anak dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya secara mandiri dan otot mulut yang kurang aktif untuk mendapatkan pembersihan dengan baik (Maulani, 2005). Pernyataan diatas diperkuat oleh Bhambal dkk. (2011) yang menyatakan bahwa kesehatan mulut anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak terawat disebabkan oleh kondisi kecacatan, manifestasi penyakit atau terbatasanya akses terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Status kesehatan mulut yang buruk pada anak retardasi mental dipengaruhi oleh etiologi kecacatan, tingkat IQ

(3)

dan tingkat pengetahuan orang tua anak (Jain dkk., 2009). Kebersihan mulut yang buruk dan masalah pada jaringan periodontal disebabkan oleh ketidakmampuan anak retardasi mental dalam menggunakan sikat gigi dengan tepat dan tidak mampu memenuhi prosedur pembersihan rongga mulut (Bhambal dkk., 2011)

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk anak retardasi mental diantaranya adalah pendidikan kesehatan gigi dan mulut, kontrol plak, pit dan fisur sealing, fluoride, skaling rutin dan propilaksis, serta pelayanan kesehatan mulut di sekolah (Bhambal dkk., 2011). Pada anak retardasi mental lebih bermanfaat jika ditekankan pada kegiatan pendidikan kesehatan gigi dan mulut (Maulani, 2005). Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu kegiatan promosi kesehatan (Sriyono, 2011). Pernyataan tersebut didukung oleh Jain dkk., (2009) yang menyatakan bahwa program promosi kesehatan gigi dan mulut harus ditujukan secara spesifik pada Sekolah Luar Biasa dan orang tua anak berkebutuhan khusus. Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu proses belajar yang ditujukan kepada individu dan kelompok masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan gigi yang setingi-tingginya, salah satu kegiatan pendidikan kesehatan gigi yaitu dengan dilakukannya penyuluhan kesehatan (Herijulianti dkk., 2001).

Penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti tetapi mau dan dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan diperlukan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran (Maulana, 2009). Pernyataan ini didukung oleh Tjahja, dkk. (2006) yang menyatakan bahwa pengetahuan kesehatan

(4)

gigi dan mulut dapat diperoleh akibat stimulus yang ditangkap oleh panca indera. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui suatu proses pendidikan.

Ada beberapa bentuk metode penyuluhan kesehatan gigi dan mulut, diantaranya yaitu metode konvensional dan metode dongeng. Metode konvensional merupakan metode penyuluhan yang dilakukan oleh individu secara lisan dengan atau tanpa bantuan alat peraga (Kuswareni dkk., 2016). Salah satu bentuk metode konvensional yaitu metode ceramah dengan menggunakan alat peraga berupa poster. Ceramah merupakan cara penyajian informasi yang dilakukan penyuluh dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap pendengar atau sasaran (Herijulianti dkk., 2001). Pesan-pesan yang terkandung dalam ceramah akan mudah diterima sasaran dengan bantuan media penyuluhan kesehatan, salah satunya yaitu poster. Poster merupakan media cetak yang berisi pesan atau informasi kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

Mendongeng adalah kegiatan bercerita atau menuturkan cerita secara lisan dan dapat memberikan rangsangan bagi kecerdasan anak, karena melalui kegiatan bermain, bercanda dan berinteraksi maka kemampuan berpikir logis dan rasional akan terpacu sehingga membantu percepatan belajar anak (Agus, 2008). Pendidikan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan suatu pola layanan tersendiri, khususnya bagi anak-anak retardasi mental. Program pendidikan anak berkebutuhan khusus memanfaatkan permainan terapeutik meliputi permainan eksplorasi, permainan keterampilan, permainan sosialisasi, permainan puzzle dan permainan imajinatif (Delphie, 2012). Mendongeng merupakan salah satu kegiatan

(5)

permainan imajinatif, hal ini sesuai dengan pernyataan Priyono (2006), bahwa mendongeng akan merangsang dan menumbuhkan imajinasi serta daya fantasi anak secara wajar, selain itu juga megembangkan daya penalaran sikap kritis dan kreatif anak.

Kegiatan mendongeng akan lebih menarik jika dilengkapi dengan alat bantu, seperti gambar dan boneka (Asfandiyar, 2010). Di beberapa negara, seperti Indonesia, Jepang dan Filipina, dongeng sering kali disampaikan dengan menggunakan alat peraga berupa boneka atau wayang (traditional puppet) (Agus, 2008). Pernyataan ini didukung oleh Priyono (2006) yang menyatakan bahwa mendongeng dengan alat peraga adalah alternatif lain, pendongeng dapat mendongeng dengan cara membacakan buku cerita bergambar, sambil memainkan boneka atau dibantu oleh adegan fragmen. Alat peraga disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima dan ditangkap melalui panca indera, semakin banyak mengerahkan indera kepada suatu objek atau pesan maka semakin mempermudah pemahaman dan pengetahuan yang diterima semakin banyak (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan penyuluhan metode dongeng menggunakan boneka tangan dengan metode konvensional terhadap tingkat pengetahuan kebersihan mulut anak retardasi mental ringan.

(6)

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah :

1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh penyuluhan metode dongeng menggunakan boneka tangan dibandingkan metode konvensional terhadap tingkat pengetahuan kebersihan mulut anak retardasi mental ringan?

2. Apakah terdapat peningkatan pengetahuan kebersihan mulut anak retardasi mental ringan dengan jumlah frekuensi penyuluhan pada metode dongeng menggunakan boneka tangan?

3. Apakah terdapat peningkatan pengetahuan kebersihan mulut anak retardasi mental ringan dengan jumlah frekuensi penyuluhan pada metode konvensional?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai perbedaan antara penyuluhan metode dongeng menggunakan boneka tangan dibandingkan metode konvensional terhadap tingkat pengetahuan kebersihan mulut anak retardasi mental ringan belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Firdausi (2013) adalah perbedaan efektivitas metode penyuluhan kesehatan gigi dan mulut menggunakan dongeng (storytelling) dan bermain peran (role playing) pada anak usia 7-11 tahun. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek yang diteliti merupakan anak retardasi mental ringan, metode penyuluhan pembanding dan alat bantu penyuluhan yang digunakan berupa poster dan boneka tangan.

(7)

D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Perbedaan penyuluhan metode dongeng menggunakan boneka tangan dengan metode konvensional terhadap tingkat pengetahuan kebersihan mulut anak retardasi mental ringan.

2. Perbedaan peningkatan pengetahuan kebersihan mulut anak retardasi mental ringan dengan jumlah frekuensi penyuluhan pada metode dongeng mengguanakn boneka tangan.

3. Perbedaan peningkatan pengetahuan kebersihan mulut anak retardasi mental ringan dengan jumlah frekuensi penyuluhan pada metode konvensional.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan

a. Bagi Kedokteran Gigi

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah di bidang Kedokteran Gigi Anak mengenai penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode dongeng menggunakan boneka tangan dan metode konvensional serta assesment untuk menilai peningkatan pengetahuan pada anak retardasi mental ringan.

b. Bagi Keperawatan Gigi

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bagi keperawatan gigi tentang alternatif metode penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk anak retardasi mental ringan.

(8)

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang model pembelajaran dan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan metode dongeng menggunakan boneka tangan dan metode konvensional untuk anak retardasi mental ringan.

Referensi

Dokumen terkait

 berguna untuk untuk sintesis sintesis senyawa-senyawa senyawa-senyawa aromatik aromatik yang yang mengandung mengandung atom atom N N dan dan senyawa lainya yang

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut : data sikap siswa setelah penerapan kurikulum yang bermuatan pendidikan antikorupsi pada mata pelajaran PKn

Pirmiausia buvo siekiama nustatyti, kurie Seimo nariai apskritai kalbėjo svarstant Nepilnamečių apsaugos įstatymą ir kurie iš jų – ilgiausiai (1 lentelė, laikas

‫قرنفلة ‪ " :‬لم يكن ضحية لى كما قد تظن ‪ ,‬كان ضحية ضعفه‪6"...‬‬ ‫الخطاب أعاله هو شكل من أشكال فعل الكالم الجازم في شكل

Jika user memilih menu ini, maka user dipersilahkan untuk memilih kembali submenu yang tersedia yaitu: Laporan Persediaan Barang, Laporan Pembeli, Laporan Penjualan

8 Menentukan penyelesaian suatu sistem persamaan linear tiga variabel (SPLTV) adalah menentukan pasangan koordinat yang memenuhi ketiga persamaan linear yang ada dalam SPLTV

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lama fermentasi optimum Lactobacillus plantarum pada substrat padat singkong terhadap sifat kimia dan organoleptik MOCAF yang

Efek akhir stimulasi insulin pada metabolisme glukosa yaitu dalam hitungan detik setelah insulin berikatan dengan reseptor membran,... membran dari sekitar 80% sel