• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika Pertumbuhan Penduduk dan Ekonomi Pulau Jawa serta

Share-nya dalam Konteks Nasional dari Waktu ke Waktu

Dinamika Pertumbuhan Penduduk Pulau Jawa

Pertumbuhan penduduk dianggap sebagai faktor yang berperan penting dalam proses pembangunan. Dari data yang berhasil dihimpun oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dapat diketahui bahwa penduduk yang menghuni Pulau Jawa terus meningkat dari waktu ke waktu. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari tahun 1930 hingga kini, jumlah penduduk di Pulau Jawa terus bertambah, yaitu berjumlah sekitar 41.7 juta jiwa (tahun 1930) menjadi 134.4 juta jiwa (tahun 2008). Dari angka tersebut, dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu kurang dari delapan dekade, jumlah penduduk di Pulau Jawa meningkat lebih dari tiga kali lipat.

Dari Tabel 5.1 juga dapat dilihat bahwa lebih dari separuh jumlah penduduk nasional mendiami Pulau Jawa, meskipun besarnya persentase jumlah penduduk Pulau Jawa terhadap total penduduk nasional dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 5.1, dapat diketahui bahwa besarnya proporsi jumlah penduduk Pulau Jawa tahun 2008 mencapai sekitar 58.8% penduduk nasional. Besarnya persentase tersebut menunjukkan betapa kuatnya daya tarik Pulau Jawa sehingga sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah yang luasnya tidak lebih dari 7% luas daratan nusantara tersebut. Adapun dinamika pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa, luar Jawa dan nasional dari tahun 1930 hingga 2008 serta proporsinya secara grafis disajikan pada Gambar 5.1 (a) dan (b).

Tabel 5.1. Jumlah Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930- 2008 (juta jiwa)

Jumlah Penduduk (juta jiwa) Pulau 1930 1961 1971 1980 1990 1995 2000 2005 2008 Jawa+Madura 41.7 63.0 76.1 91.3 107.6 114.7 121.3 128.5 134.4 Luar Jawa 19.2 34.0 43.1 56.2 71.8 80.0 83.8 90.4 94.1 Nasional 60.9 97.0 119.2 147.5 179.4 194.7 205.1 218.9 228.5 % Penduduk Jawa thd Nasional 68.5 64.9 63.8 61.9 60.0 58.9 59.1 58.7 58.8 % Penduduk Luar Jawa thd Nasional 31.5 35.1 36.2 38.1 40.0 41.1 40.9 41.3 41.2

Sumber: Sensus Penduduk (SP) dan Supas (Survei Penduduk Antar Sensus), BPS.

(2)

(a) (b)

Gambar 5.1. (a) Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930-2008 (juta jiwa);

(b) Proporsi Jumlah Penduduk di Pulau Jawa dan Luar Jawa terhadap Nasional Tahun 1930-2008.

Pulau Jawa mengalami peningkatan laju pertumbuhan penduduk hingga tahun 1980 (sebagaimana disajikan pada Tabel 5.2 di bawah ini). Dari tahun 1980-an hingga tahun 2000 besarnya laju pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa terus mengalami penurunan. Fenomena menurunnya laju pertumbuhan penduduk dalam periode waktu tersebut ternyata bukan hanya dialami oleh Pulau Jawa, tetapi terjadi juga di luar Jawa. Namun sejak tahun 2000 laju pertumbuhan penduduk baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa mengalami peningkatan kembali, dimana besarnya laju pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa cenderung mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan penduduk di luar Jawa maupun laju pertumbuhan penduduk nasional. Data trend laju pertumbuhan penduduk di Jawa, luar Jawa dan nasional disajikan secara grafis pada Gambar 5.2.

Tabel 5.2. Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930-2008

Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun (Juta Jiwa)

Pulau 1930-1961 1961-1971 1971-1980 1980-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005 2005-2008 Jawa+Madura 1.76 2.08 2.22 1.79 1.32 1.15 1.19 1.52 Luar Jawa 2.66 2.68 3.38 2.78 2.28 0.95 1.58 1.38 Nasional 2.04 2.29 2.64 2.16 1.71 1.07 1.35 1.46

Sumber: Sensus Penduduk (SP) dan Supas (Survei Penduduk Antar Sensus), BPS (diolah).

0 50 100 150 200 250 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000 2010 2020 Tahun P o p u la s i P e n d u d u k ( ju ta j iw a ) Jaw a+Madura Luar Jaw a Nasional 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 1930 1961 1971 1980 1990 1995 2000 2005 2008 Tahun P ro p o rs i (% ) Luar Jaw a Jaw a

(3)

Gambar 5.2. Dinamika Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930-2008.

Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan per Kapita di Pulau Jawa Kuatnya daya tarik Pulau Jawa ternyata juga dibuktikan dari peranannya yang sangat signifikan terutama dilihat dari besarnya kontribusi PDRB yang disumbangkan terhadap total PDRB nasional. Dari grafik yang ditampilkan pada Gambar 5.3, dapat diketahui bahwa pada tahun 2000 hingga 2007, Pulau Jawa secara konsisten menyumbangkan sekitar 60% dari total PDRB nasional, sedangkan sisanya (sekitar 40%) merupakan kontribusi PDRB dari luar Jawa (yang luas wilayahnya meliputi 93% luas daratan nusantara).

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun P e rs e n ta s e ( % ) Jaw a Luar Jaw a

Gambar 5.3. Persentase PDRB Pulau Jawa dan Luar Jawa terhadap PDRB Nasional Tahun 2000-2007 (dalam %).

Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah secara sederhana dapat dilihat dari laju pertambahan nilai Gross Domestic Products (GDP) atau di Indonesia sering dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data BPS yang ditampilkan secara grafis pada Gambar 5.4, dapat dilihat bahwa besarnya PDRB di Pulau Jawa terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana nilainya selalu lebih besar daripada PDRB di luar Jawa.

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 1930-1961 1961-1971 1971-1980 1980-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005 2005-2008Tahun L a ju P e rt u m b u h a n P e n d u d u k p e r T a h u n ( % ) Jaw a+Madura Luar Jaw a Nasional

(4)

0.00E+00 2.00E+08 4.00E+08 6.00E+08 8.00E+08 1.00E+09 1.20E+09 1.40E+09 1.60E+09 1.80E+09 2.00E+09 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun P D R B T a n p a M ig a s H a rg a K o n s ta n 2 0 0 0 (j u ta R p ) Jaw a Luar Jaw a Nasional

Gambar 5.4. Dinamika Pertumbuhan PDRB di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 2000-2007 (juta rupiah).

-1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000 9,000,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun P D R B p e r K a p it a T a n p a M ig a s H a rg a K o n s ta n 2 0 0 0 ( R u p ia h /k a p it a ) Jaw a Luar Jaw a Nasional

Gambar 5.5.Dinamika Peningkatan PDRB per Kapita di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 2000-2007.

Ditinjau dari besarnya nilai PDRB per kapita seperti yang ditampilkan secara grafis pada Gambar 5.5, dapat diketahui bahwa PDRB per kapita di Pulau Jawa lebih tinggi dari PDRB per kapita di luar Jawa maupun nasional. Dari fakta tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Pulau Jawa relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di luar Jawa yang notabene PDRB per kapita-nya masih lebih rendah dari rata-rata PDRB per kapita nasional.

Dari semua uraian di atas dapat diketahui bahwa Pulau Jawa memegang peranan yang sangat signifikan dalam konstelasi pembangunan nasional. Kuatnya magnet Pulau Jawa yang tercermin dari kondisi geobiofisik wilayahnya yang sangat subur, kondisi sosial-budaya yang relatif berkembang, tingkat perekonomian dan iklim usaha yang kondusif, membuat pulau ini berkembang dengan munculnya pusat-pusat pertumbuhan. Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anwar (2004) yang menyatakan bahwa pendekatan

(5)

pembangunan nasional cenderung bersifat “Bias Jawa” (Java Bias) dan “Bias Perkotaan” (Urban Bias).

Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Masing-masing Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dari Waktu ke Waktu

Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan pembangunan. Beberapa alasan pentingnya aspek tersebut dalam pembangunan antara lain adalah untuk memacu perkembangan sosial-ekonomi dan mengurangi segala bentuk disparitas pembangunan antar wilayah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui tingkat perkembangan suatu wilayah, dapat dilakukan dengan melihat pencapaian hasil pembangunan melalui indikator-indikator kinerja di bidang sosial-ekonomi maupun bidang-bidang lain dengan menggunakan berbagai metode analisis. Dalam penelitian ini, tingkat perkembangan wilayah dianalisis dengan dua metode, yaitu indeks diversitas entropy untuk melihat perkembangan atau keberagaman sektor-sektor perekonomiannya, serta tipologi Klassen untuk mengelompokkan wilayah berdasarkan tingkat perkembangan ekonominya, khususnya dilihat dari kriteria rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya pendapatan per kapita di masing-masing wilayah.

Perkembangan Aktivitas Perekonomian Wilayah di Masing-masing Kabupaten/Kota di Pulau Jawa

Perkembangan aktivitas perekonomian di suatu wilayah dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversitasnya menggunakan konsep entropy. Adapun prinsip dari indeks diversitas entropy ini adalah semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial suatu aktivitas, maka semakin tinggi nilai entropy suatu wilayah, yang berarti bahwa wilayah tersebut semakin berkembang. Aktivitas suatu wilayah dapat dicerminkan dari perkembangan sektor-sektor perekonomian dalam PDRB. Semakin besar nilai indeks entropy-nya, maka dapat diperkirakan bahwa sektor-sektor perekonomian dalam wilayah tersebut semakin berkembang (beragam) dengan komposisi yang semakin berimbang (proporsional). Sebaliknya, semakin kecil nilai indeks entropy di suatu wilayah mencerminkan bahwa sektor perekonomian di wilayah tersebut tidak beragam. Biasanya pada wilayah tersebut hanya ada satu atau beberapa sektor perekonomian yang dominan, sedangkan sektor-sektor lainnya kurang

(6)

berkembang dengan baik. Dalam penelitian ini, indeks diversitas entropy dipakai untuk menganalisis tingkat perkembangan aktivitas ekonomi di masing-masing kabupaten/kota di Pulau Jawa dengan menggunakan data PDRB 9 sektor dari tahun 2000-2006. Ringkasan hasil analisis indeks diversitas entropy perkembangan aktivitas perekonomian wilayah kabupaten/kota di Pulau Jawa berdasarkan data PDRB 9 sektor tahun 2000 hingga 2006 disajikan pada Tabel 5.3, sedangkan hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 5.3. Ringkasan Hasil Analisis Indeks Diversitas Entropy (IDE) dan Koefisien Variasi (CV) Sektor-sektor Ekonomi Wilayah

Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Tahun 2000-2006

Provinsi 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 DKI Jakarta* Rata-rata IDE 0.2089 0.2096 0.2106 0.2119 0.2132 0.2186 0.2196 CV (%) 48.5728 48.4895 48.4954 48.9896 49.0707 49.3152 49.3900 Jawa Barat Rata-rata IDE 0.0549 0.0552 0.0554 0.0553 0.0552 0.0537 0.0536 CV (%) 73.1985 72.4420 72.3384 72.3168 72.1625 72.7449 73.4618 Jawa Tengah Rata-rata IDE 0.0264 0.0263 0.0264 0.0262 0.0261 0.0267 0.0264 CV (%) 79.4896 79.8578 81.7062 82.6552 83.5780 78.5983 79.0271 DI Yogyakarta Rata-rata IDE 0.0256 0.0256 0.0256 0.0256 0.0256 0.0259 0.0255 CV (%) 36.0553 36.3708 36.6461 36.9761 37.2901 37.4177 37.7070 Jawa Timur Rata-rata IDE 0.0394 0.0393 0.0390 0.0388 0.0388 0.0387 0.0388 CV (%) 118.1339 118.8278 119.1348 119.2852 119.8538 117.9080 118.1092 Banten Rata-rata IDE 0.0578 0.0582 0.0586 0.0594 0.0598 0.0611 0.0614 CV (%) 56.1044 55.4007 55.5750 56.6090 56.8319 58.6190 59.6341

Total IDE (Jawa) 5.5218 5.5285 5.5327 5.5318 5.5313 5.5544 5.5521 Rata2 IDE

kab/kota di Jawa 0.0480 0.0481 0.0481 0.0481 0.0481 0.0483 0.0483 CV jawa (%) 118.5831 118.7555 119.1608 119.9015 120.6008 121.3484 122.1118

Sumber: Hasil Analisis. Keterangan:

* Khusus Provinsi DKI terdiri dari 5 kotamadya dan 1 kabupaten administratif. Rumus: ; dan CV= (standar deviasi/rata-rata) x 100%.

Dari hasil analisis entropy sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa nilai entropy total Pulau Jawa mengalami peningkatan dalam kurun waktu dari tahun 2000 hingga 2006 meskipun besarnya peningkatan nilai indeks tersebut tidak terlalu signifikan (yaitu sebesar 5.5218 di tahun 2000 menjadi 5.5521 di tahun 2006). Namun, hal tersebut mencerminkan bahwa sektor

i n i n i i P P IDE

∑ ∑

= = − = 1 1 ln

(7)

perekonomian di Pulau Jawa mengalami perkembangan, khususnya dilihat dari keberagaman jenis aktivitasnya.

Sementara itu, dilihat dari besarnya nilai indeks diversitas entropy masing-masing kabupaten/kota di tiap provinsi di Pulau Jawa, dapat diketahui bahwa kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata nilai indeks diversitas entropy yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelima provinsi lainnya. Sedangkan dari besarnya nilai coefficient of variation (CV) pada tiap-tiap provinsi tahun 2000-2006, dapat dilihat bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki nilai CV yang paling besar (lebih dari 100%), yang kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Tengah (sekitar 80%) dan Jawa Barat (sekitar 72%) (lihat Gambar 5.6.a dan b).

(a) (b)

Gambar 5.6. (a) Besarnya Rata-rata Indeks Diversitas Entropy (IDE) dan (b) Nilai Coefficient of Variation (CV) IDE Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2000-2006.

Hal ini menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur memiliki tingkat perkembangan wilayah dengan keragaman yang sangat tinggi. Artinya, ada beberapa wilayah (kabupaten/kota) yang sektor perekonomiannya sangat berkembang, namun masih banyak juga wilayah lain dalam provinsi tersebut yang relatif kurang berkembang. Kondisi serupa juga dialami oleh Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, meskipun dengan tingkat keragaman yang masih lebih rendah dibandingkan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan bila ditinjau dari besarnya CV nilai rata-rata indeks diversitas entropy kabupaten/kota di Pulau Jawa (Tabel 5.3), dapat diketahui bahwa nilainya secara konsisten mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Fakta ini memperlihatkan adanya suatu bentuk disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa, khususnya ditinjau dari struktur perekonomian dan sektor-sektor pembentuknya.

0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun R a ta -r a ta I D E DKI Jakarta Jawa B arat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur B anten 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun C o e ff ic ie n t o f v a ri a ti o n ( C V )

(8)

Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Pulau Jawa

Tipologi Klassen merupakan salah satu metode analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau mengelompokkan wilayah berdasarkan struktur pertumbuhan ekonominya. Pada penelitian ini, pengelompokan wilayah kabupaten/kota di Pulau Jawa dengan tipologi Klassen dilakukan berdasarkan indikator besarnya laju pertumbuhan ekonomi (Lampiran 2) dan besarnya PDRB per kapita di tiap kabupaten/kota (Lampiran 3) yang dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di Pulau Jawa. Dengan menggunakan matriks Klassen, seluruh kabupaten/kota di Pulau Jawa dapat dikelompokkan ke dalam 4 kuadran berdasarkan dua indikator tersebut, yaitu: wilayah maju (kuadran I), wilayah maju tapi tertekan (kuadran II), wilayah relatif terbelakang (kuadran III), dan wilayah berkembang cepat (kuadran IV). Pengelompokan ini bersifat dinamis, karena sangat tergantung pada perkembangan kegiatan pembangunan di masing-masing kabupaten/kota. Artinya, dari waktu ke waktu pengelompokan akan dapat berubah sesuai dengan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita di kabupaten/kota yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, pengelompokan wilayah dengan tipologi Klassen dilakukan pada dua periode waktu yang berbeda, yaitu sebelum masa Otonomi Daerah dan setelah masa Otonomi Daerah. Hal tersebut bertujuan untuk membandingkan tingkat perkembangan wilayah pada masa sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah. Dengan cara tersebut, maka dapat dilihat bagaimana pengaruh/dampak diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah terhadap kemandirian dan tingkat perkembangan di masing-masing wilayah, khususnya ditinjau dari perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita penduduk di wilayah tersebut.

A. Sebelum Masa Otonomi Daerah

Analisis tipologi Klassen pada masa sebelum diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah dilakukan dengan membandingkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita di masing-masing kabupaten/kota dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita di Pulau Jawa. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data PDRB tiap kabupaten/kota dan PDRB total di Pulau Jawa tahun 1986 s.d 1999 (untuk menghitung rata-rata

(9)

laju pertumbuhan ekonomi) serta data PDRB per kapita tahun 1999, baik di tiap kabupaten/kota maupun PDRB per kapita di Pulau Jawa. Gambar 5.7 berikut menyajikan hasil scatterplot tipologi Klassen kabupaten/kota di Pulau Jawa dalam empat kuadran berdasarkan kriteria rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan besarnya PDRB per kapita pada masa sebelum diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah.

Gambar 5.7. Scatterplot Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria Besarnya Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita) Sebelum Masa Otonomi Daerah (Periode 1986-1999) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di Pulau Jawa pada masa sebelum kebijakan Otonomi Daerah masing-masing adalah sebesar 6.04% dan Rp. 5,348,565,-/tahun, Berdasarkan kriteria nilai tersebut, maka sesuai hasil scatterplot (Gambar 5.7), dapat diketahui bahwa sebagian besar kabupaten/kota di Pulau Jawa masuk dalam kategori kuadran 3. Untuk mempermudah mengetahui nama-nama kabupaten/kota yang masuk ke dalam masing-masing kategori, berikut disajikan hasil tipologi Klassen dalam empat kuadran (Gambar 5.8).

Tipologi Klassen Kab/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (Th.1986-1999)

dan PDRB per Kapita Tahun 1999

GROBOGANBREBESSAMPANGTRENGGALEKKEBUMENPURBALINGGAPEMALANGPAMEKASANBLORABANYUMAS WONOSOBOPACITANTEGALMAGELANGDEMAKWONOGIRI SRAGENPURWOREJOPONOROGOREMBANGMAJALENGKANGAWIBONDOWOSOBANJARNEGARA KUNINGANBOJONEGOROJEPARAKLATENMADIUNCIANJURPATIPASURUANMAGETANLAMONGANBANGKALANJOMBANGCIREBONPEKALONGANGUNUNG KIDULLUMAJANGTASIKMALAYACIAMISBANTULNGANJUKBATANGBLITARGARUTMALANGBOYOLALISUKABUMIKOTA BLITARKEDIRIJEMBERPANDEGLANGTUBANINDRAMAYUKOTA TEGALLEBAKTEMANGGUNG

KULON PROGOSUMENEPSITUBONDOKOTA PASURUANMOJOKERTOSUMEDANGPROBOLINGGOKOTA PEKALONGANKOTA SALATIGAKOTA MOJOKERTOBANYUWANGISUBANGSERANG SEMARANGKOTA MADIUNSLEMANKENDALTANGERANGKOTA SUKABUMIBANDUNGKARAWANGSUKOHARJOKOTA BOGORKARANGANYAR

KOTA BEKASI KOTA YOGYAKARTAKOTA MAGELANGKOTA PROBOLINGGOBOGORTULUNGAGUNGKOTA SURAKARTAKOTA BANDUNGCILACAP PURWAKARTA

SIDOARJO

KOTA SEMARANGGRESIKKUDUS KOTA TANGERANG

KOTA JAKARTA BARATKOTA JAKARTA TIMURKOTA CIREBONKOTA MALANG

KOTA SURABAYA BEKASI

KOTA JAKARTA SELATANKOTA JAKARTA UTARA*

KOTA JAKARTA PUSAT KOTA KEDIRI

-6.0 -4.0 -2.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0

Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Th.1986-1999 (%)

-10,000,000 0 10,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 60,000,000 70,000,000 P D R B p e r K a p it a T h .1 9 9 9 ( R p /j iw a )

GROBOGANBREBESSAMPANGTRENGGALEKKEBUMENPURBALINGGAPEMALANGPAMEKASANBLORABANYUMAS WONOSOBOPACITANTEGALMAGELANGDEMAKWONOGIRI SRAGENPURWOREJOPONOROGOREMBANGMAJALENGKANGAWIBONDOWOSOBANJARNEGARA KUNINGANBOJONEGOROJEPARAKLATENMADIUNCIANJURPATIPASURUANMAGETANLAMONGANBANGKALANJOMBANGCIREBONPEKALONGANGUNUNG KIDULLUMAJANGTASIKMALAYACIAMISBANTULNGANJUKBATANGBLITARGARUTMALANGBOYOLALISUKABUMIKOTA BLITARKEDIRIJEMBERPANDEGLANGTUBANINDRAMAYUKOTA TEGALLEBAKTEMANGGUNG

KULON PROGOSUMENEPSITUBONDOKOTA PASURUANMOJOKERTOSUMEDANGPROBOLINGGOKOTA PEKALONGANKOTA SALATIGAKOTA MOJOKERTOBANYUWANGISUBANGSERANG SEMARANGKOTA MADIUNSLEMANKENDALTANGERANGKOTA SUKABUMIBANDUNGKARAWANGSUKOHARJOKOTA BOGORKARANGANYAR

KOTA BEKASI KOTA YOGYAKARTAKOTA MAGELANGKOTA PROBOLINGGOBOGORTULUNGAGUNGKOTA SURAKARTAKOTA BANDUNGCILACAP PURWAKARTA

SIDOARJO

KOTA SEMARANGGRESIKKUDUS KOTA TANGERANG

KOTA JAKARTA BARATKOTA JAKARTA TIMURKOTA CIREBONKOTA MALANG

KOTA SURABAYA BEKASI

KOTA JAKARTA SELATANKOTA JAKARTA UTARA*

KOTA JAKARTA PUSAT KOTA KEDIRI

Kuadran II Kuadran I

(10)

Gambar 5.8. Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan Besarnya PDRB per Kapita pada Masa Sebelum Otonomi Daerah (Tahun 1986-1999)

Hasil klasifikasi tipologi Klassen sebagaimana disajikan pada Tabel 5.4 menunjukkan perbandingan relatif kabupaten/kota di Pulau Jawa berdasarkan kriteria rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita. Dari hasil tipologi Klassen tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 62.96% dari total

Kuadran I Kuadran II Kuadran IV Kuadran III 14.81% 3.70% 18.52% 62.96% Kota Kediri, Jak-ut, Jak-sel, Kab.Bekasi, Surabaya, Kota Cirebon, Kota Malang, Jak-tim,

Kota Tangerang, Kudus, Gresik, Kota Semarang, Sidoarjo, Kota Bandung, Kota

Probolinggo, Purwakarta

Kota Surakarta, Tulungagung, Cilacap, Karawang, Bandung, Tangerang, Kota Sukabumi,

Karanganyar, Kota Madiun, Semarang, Kota Bogor, Sukoharjo, Indramayu, Kota Tegal, Temanggung, Lebak, Banjarnegara, Wonogiri,

Pemalang, Wonosobo Jakarta Pusat, Jakarta

Barat, Kota Yogyakarta, Kota Magelang

Bogor, Kota Bekasi, Kota Mjkerto, Kota Peklongan, Kota Pasuruan, Sleman, Kota Salatiga, Kendal, Probolinggo, Bywangi, Serang, Subang, Sumedang,

Sumenep, Mjkerto, Stbondo, Klnprogo, Garut, Jombang, Malang, Magetan, Gnkidul, Lumajang,

Kota Blitar, Blitar, Ciamis, Bantul, Pasuruan, Nagnjuk, Byolali, Tuban, Tskmalaya, Kediri, Cianjur,

Madiun, Jember, Jepara, Bjnegoro, Pklongan, Lamongan, Batang, Bangkalan, Pandeglang, Cirebon, Skbumi, Pati, Klaten, Kuningan, Mjlngka,

Prwrejo, Bndwoso, Rembang, Ngawi, Pnorogo, Sregen, Demak, Mgelang, Pamekasan, Trenggalek,

Brebes, Pacitan, Blora, Purbalingga, Bnyumas, Kebumen, Tegal, Sampang, Grobogan

K3: Wilayah relatif terbelakang K2: Wilayah maju tapi tertekan

K4: Wilayah berkembang cepat K1: Wilayah maju

(11)

kabupaten/kota di Pulau Jawa3 termasuk ke dalam kuadran III, yang berarti bahwa sebagian besar wilayah kabupaten/kota pada masa sebelum Otonomi Daerah tergolong wilayah yang kurang berkembang (rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita pada wilayah dalam kuadran ini berada di bawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di Pulau Jawa). Sedangkan wilayah-wilayah yang tergolong dalam kuadran I (memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di atas rata-rata Pulau Jawa) berjumlah 16 kabupaten/kota (sekitar 14.81% dari jumlah total kabupaten/kota di Pulau Jawa).

Apabila pengelompokan wilayah dibedakan berdasarkan klasifikasi kabupaten dan kota, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar kabupaten masuk dalam kategori kuadran III (75.61%), sedangkan sebagian besar kota masuk dalam kategori kuadran I (42.31%). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kondisi perkotaan lebih berkembang dibandingkan dengan kabupaten. Karena kabupaten identik dengan kawasan perdesaan, maka hasil klasifikasi tipologi Klassen tersebut mengindikasikan bahwa kondisi perkotaan lebih berkembang dibandingkan perdesaan. Atau dengan perkataan lain, hal ini juga mengindikasikan adanya bentuk ketimpangan desa-kota. Klasifikasi kabupaten/kota di Pulau Jawa berdasarkan tipologi Klassen sebelum masa Otonomi Daerah (periode 1986-1999) pada masing-masing kuadran disajikan pada Tabel 5.4. Adapun pengelompokan wilayah dari hasil analisis tipologi Klassen disajikan secara spasial pada Gambar 5.9.

Tabel 5.4. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Tipologi Klassen Sebelum Masa Otonomi Daerah (Periode 1986-1999)

Sumber: Hasil Analisis.

Keterangan: *) Sampai dengan tahun 1999 di Pulau Jawa terdapat 108 kab/kota.

3 Sampai dengan tahun 1999, di Pulau Jawa terdapat 108 kabupaten/kota.

Kuadran Banyaknya Kabupaten % Banyaknya Kota % Banyaknya kab/kota Persentase terhadap Total (%) Kuadran I 5 6.10 11 42.31 16 14.81 Kuadran II 0 0.00 4 15.38 4 3.70 Kuadran III 62 75.61 6 23.08 68 62.96 Kuadran IV 15 18.29 5 19.23 20 18.52 Jumlah 82 100.00 26 100.00 108*) 100.00

(12)

Gambar 5.9. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Hasil Tipologi Klassen Sebelum Masa Otonomi Daerah

Dilihat dari sebaran spasial kabupaten/kota di Pulau Jawa berdasarkan hasil tipologi Klassen sebelum masa Otonomi Daerah sebagaimana disajikan pada Gambar 5.9, dapat diketahui bahwa kabupaten/kota yang berada di kuadran I umumnya merupakan kabupaten/kota yang sebagian besar berada di kawasan metropolitan Jabodetabek (yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Kabupaten Bekasi, dan Kota Tangerang), kawasan metropolitan Gerbangkertosusila (terutama Kabupaten Gresik, Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo), serta beberapa wilayah kabupaten/kota lain (Kota Bandung, Kabupaten Purwakarta, Kota Cirebon, Kota Semarang, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Kudus), dimana secara geografis letak kabupaten/kota tersebut berada di Pantai Utara Jawa (Pantura). Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah yang berada di Pantai Utara Jawa lebih berkembang dibandingkan wilayah-wilayah yang berada di Pantai Selatan Jawa.

Dari sebaran spasial tersebut juga dapat dilihat bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur di luar Kawasan Gerbangkertosusila, Kota Kediri dan Kota Malang didominasi oleh wilayah-wilayah yang tergolong dalam kuadran III, yaitu kabupaten/kota yang masuk dalam kategori wilayah relatif terbelakang/kurang berkembang. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang cukup tinggi, dimana bentuk ketimpangan tersebut tercermin dari adanya kesenjangan tingkat perkembangan wilayah antar kabupaten/kota.

(13)

B. Setelah Masa Otonomi Daerah

Analisis tipologi Klassen pada masa setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah juga dilakukan dengan membandingkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita di masing-masing kabupaten/kota dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita di Pulau Jawa. Data dalam analisis ini diambil pada periode waktu setelah diberlakukannya Otonomi Daerah (mulai tahun 2000). Adapun data yang digunakan adalah data PDRB di masing-masing kabupaten/kota dan PDRB total di Pulau Jawa tahun 2000 s.d 2007 (untuk menghitung rata-rata laju pertumbuhan ekonomi) serta data PDRB per kapita tahun 2007, baik di tiap kabupaten/kota maupun PDRB per kapita di Pulau Jawa. Gambar 5.10 dan 5.11 berikut menyajikan hasil scatterplot dan tipologi Klassen kabupaten/kota di Pulau Jawa berdasarkan kriteria rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) dan besarnya PDRB per kapita pada masa setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah.

Gambar 5.10. Scatterplot Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria Besarnya Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita) Setelah Masa Otonomi Daerah (Periode 2000-2007)

Tipologi Klassen Kab/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (Th.2000-2007)

dan PDRB per Kapita Tahun 2007

GROBOGAN TEGAL

TRENGGALEKBANDUNG BARATKARANGANYARCIREBONKOTA BLITARBREBESSUKABUMIKOTA DEPOKKOTA BEKASIPURBALINGGAJEMBERKOTA SUKABUMIKOTA BOGORSEMARANGREMBANGBANYUWANGIBANYUMASTANGERANGSUKOHARJOLUMAJANGKOTA BATUKOTA TEGALTUBANKUNINGAN

KOTA SURAKARTAKOTA CIMAHI KARAWANG

KOTA BANDUNG

KOTA TANGERANGKUDUS

BEKASI KOTA JAKARTA BARAT

KOTA CILEGON KOTA JAKARTA UTARA* KOTA JAKARTA PUSAT

BLORAWONOSOBOKEBUMEN

PAMEKASANBANJARNEGARATEMANGGUNGSRAGENDEMAKPACITANWONOGIRI LEBAKPEMALANG SAMPANGMAGELANGBONDOWOSO TASIKMALAYA SUMENEPBATANGGUNUNG KIDULPEKALONGANPASURUANMADIUNKULON PROGOCIANJURLAMONGANBOYOLALIKEDIRIBOJONEGOROBANGKALANPURWOREJOPATIBANTULNGAWIPONOROGOJEPARAMAJALENGKAINDRAMAYUPANDEGLANGNGANJUKKLATEN SERANGKEPULAUAN SERIBUBANDUNG KOTA MOJOKERTOBOGORCIAMISKOTA MAGELANGKOTA SALATIGAKOTA PASURUANKENDALCILACAPTULUNGAGUNGKOTA PROBOLINGGOMAGETANMOJOKERTOPROBOLINGGOKOTA PEKALONGANSUMEDANGJOMBANGGARUTSITUBONDOBLITARKOTA MADIUNKOTA TASIKMALAYAPURWAKARTAKOTA BANJARMALANGSLEMANSUBANG

KOTA YOGYAKARTA KOTA SEMARANG

GRESIKKOTA MALANGSIDOARJO

KOTA CIREBON KOTA JAKARTA TIMUR KOTA SURABAYA

KOTA JAKARTA SELATAN KOTA KEDIRI

-4.0 -2.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0

Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Th.2000-2007 (%)

-20,000,000 0 20,000,000 40,000,000 60,000,000 80,000,000 100,000,000 120,000,000 140,000,000 160,000,000 180,000,000 P D R B pe r K a pi ta Th. 2 0 0 7 ( R p/ ji w a ) GROBOGAN TEGAL

TRENGGALEKBANDUNG BARATKARANGANYARCIREBONKOTA BLITARBREBESSUKABUMIKOTA DEPOKKOTA BEKASIPURBALINGGAJEMBERKOTA SUKABUMIKOTA BOGORSEMARANGREMBANGBANYUWANGIBANYUMASTANGERANGSUKOHARJOLUMAJANGKOTA BATUKOTA TEGALTUBANKUNINGAN

KOTA SURAKARTAKOTA CIMAHI KARAWANG

KOTA BANDUNG

KOTA TANGERANGKUDUS

BEKASI KOTA JAKARTA BARAT

KOTA CILEGON KOTA JAKARTA UTARA* KOTA JAKARTA PUSAT

BLORAWONOSOBOKEBUMEN

PAMEKASANBANJARNEGARATEMANGGUNGSRAGENDEMAKPACITANWONOGIRI LEBAKPEMALANG SAMPANGMAGELANGBONDOWOSO TASIKMALAYA SUMENEPBATANGGUNUNG KIDULPEKALONGANPASURUANMADIUNKULON PROGOCIANJURLAMONGANBOYOLALIKEDIRIBOJONEGOROBANGKALANPURWOREJOPATIBANTULNGAWIPONOROGOJEPARAMAJALENGKAINDRAMAYUPANDEGLANGNGANJUKKLATEN SERANGKEPULAUAN SERIBUBANDUNG KOTA MOJOKERTOBOGORCIAMISKOTA MAGELANGKOTA SALATIGAKOTA PASURUANKENDALCILACAPTULUNGAGUNGKOTA PROBOLINGGOMAGETANMOJOKERTOPROBOLINGGOKOTA PEKALONGANSUMEDANGJOMBANGGARUTSITUBONDOBLITARKOTA MADIUNKOTA TASIKMALAYAPURWAKARTAKOTA BANJARMALANGSLEMANSUBANG

KOTA YOGYAKARTA KOTA SEMARANG

GRESIKKOTA MALANGSIDOARJO

KOTA CIREBON KOTA JAKARTA TIMUR KOTA SURABAYA

KOTA JAKARTA SELATAN KOTA KEDIRI

Kuadran II Kuadran I

(14)

Gambar 5.11. Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan Besarnya PDRB per Kapita pada Masa Setelah Otonomi Daerah (Tahun 2000-2007)

Setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah (terhitung sejak tahun 2000), mulai banyak kabupaten/kota di Pulau Jawa yang mengalami pemekaran wilayah. Kabupaten/kota hasil pemekaran wilayah tersebut (beserta kabupaten induknya) berdasarkan urutan terbentuknya adalah sebagai berikut: Kota Depok (Bogor), Kota Cilegon (Serang), Kepulauan Seribu (Jakarta Utara), Kota Cimahi

Kuadran I Kuadran II Kuadran IV Kuadran III 8.62% 12.07% 23.28% 56.03% Jakarta Pusat, Jakarta Utara,

Kota Cilegon, Jakarta Barat, Bekasi, Kudus, Kota Tangerang, Kota Bandung,

Karawang, Kota Cimahi

Kota Surakarta, Kota Bekasi, Kota Batu, Kota Sukabumi, Banyuwangi, Lumajang, Tuban, Semarang, Tangerang, Kota Bogor, Bandung

Barat, Sukoharjo, Karanganyar, Kota Blitar, Kota Tegal, Jember, Kota Depok, Sukabumi, Rembang,

Cirebon, Kuningan, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Trenggalek, Tegal, Grobogan

Kota Kediri, Jakarta Selatan, Kota Surabaya, Jakarta Timur,

Kota Cirebon, Kota Malang, Sidoarjo, Gresik, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Mojokerto, Cilacap, Kota

Probolinggo, Purwakarta

Bogor, Kep.Seribu, Bandung, Tulungagung, Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kota Tasikmalaya, Kota Madiun, Kota Pasuruan, Probolinggo, Sleman,

Mojokerto, Situbondo, Malang, Sumedang, Kendal, Ciamis, Blitar, Magetan, Garut, Kota Salatiga, Subang, Kota Banjar, Jombang, Serang, Bojonegoro, Sumenep, Klaten, Pasuruan, Nganjuk, Indramayu, Bantul, Klprogo, Gnkidul, Kediri, Madiun,Prwrejo, Cianjur, Bylali, Ngawi, Pklongan,

Jepara, Mjlengka, Lamongan, Pati, Batang, Pandeglang, Bangkalan, Pnorogo, Tskmalaya,

Bjrnegara, Sragen,Temanggung, Bndwoso, Mglang, Lebak, Wnogiri, Sampang,

Pemalang, Demak, Pacitan, Pamekasan, Wonosobo,

Kebumen, Blora K3: Wilayah relatif terbelakang

K1: Wilayah maju

K2: Wilayah maju tapi tertekan

K4: Wilayah berkembang cepat Keterangan:

(15)

(Bandung), Kota Tasikmalaya (Tasikmalaya), Kota Batu (Malang), Kota Banjar (Ciamis), hingga yang terakhir kali terbentuk tahun 2006 adalah Kabupaten Bandung Barat (hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung).

Dari kedelapan kabupaten/kota yang mengalami pemekaran, lima diantaranya merupakan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan sisanya merupakan kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur dan Banten. Kabupaten/kota pada kedua provinsi lainnya di Pulau Jawa (Provinsi Jawa Tengah dan DIY) sama sekali tidak terjadi pemekaran, baik pada masa sebelum maupun setelah Otonomi Daerah.

Berbekal otoritas penuh dalam mengelola sendiri wilayahnya, kedelapan kabupaten/kota yang memisahkan diri dari kabupaten induk berkembang menjadi pusat pertumbuhan yang baru. Bahkan, ditinjau dari tingkat perkembangan wilayahnya, kabupaten/kota tersebut mampu menyaingi tingkat perkembangan wilayah kabupaten induknya. Dari hasil pengelompokan wilayah berdasarkan analisis tipologi Klassen seperti yang disajikan pada Gambar 5.11, dapat diketahui bahwa konfigurasi kabupaten/kota yang mengisi tiap-tiap kuadran dalam matriks Klassen mengalami perubahan. Perubahan konfigurasi tersebut dipengaruhi oleh pergeseran besarnya rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya rata-rata PDRB per kapita di Pulau Jawa. Pada masa sebelum Otonomi Daerah, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa adalah sebesar 6.04%, namun setelah Otonomi Daerah rata-rata laju pertumbuhan ekonominya turun menjadi 4.93%. Dilihat dari besarnya rata-rata PDRB per kapita di Pulau Jawa, telah terjadi peningkatan dari Rp 5.348.564,-/kapita (sebelum Otonomi Daerah) menjadi Rp 14.224.731,-/kapita (setelah Otonomi Daerah).

Pada masa setelah Otonomi Daerah, besarnya laju pertumbuhan ekonomi di sebagian besar kabupaten/kota di Pulau Jawa mulai melambat, tidak sebesar laju pertumbuhan pada masa sebelum Otonomi Daerah (periode 1986-1999). Dari Gambar 5.11 dan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa pada masa setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah, jumlah kabupaten/kota di Pulau Jawa yang termasuk ke dalam kuadran I (kategori wilayah maju) justru berkurang, dengan persentase yang hanya mencapai 8.62%. Namun, pada kondisi yang sama, jumlah kabupaten/kota yang semula terpolarisasi ke dalam kuadran III (kategori wilayah relatif terbelakang) juga berkurang, dengan persentase sebesar 56.03%. Hal ini berarti bahwa pada masa setelah Otonomi Daerah (saat campur tangan pemerintah pusat tidak lagi mendominasi), banyak kabupaten/kota yang

(16)

mengalami tingkat perkembangan yang cukup signifikan dengan kemandirian penuh dari wilayahnya masing-masing.

Delapan kabupaten/kota yang mengalami pemekaran wilayah (sebagaimana yang telah disebutkan di atas), juga ikut merasakan dampak Otonomi Daerah. Dilihat dari pengelompokan wilayah hasil analisis tipologi Klassen (Gambar 5.11), dapat diketahui bahwa dari kedelapan wilayah yang memisahkan diri dari kabupaten induknya, 2 diantaranya (Kota Cilegon dan Kota Cimahi) termasuk ke dalam kuadran I (kategori wilayah maju), 3 wilayah (Kota Batu, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Depok) masuk dalam kuadran IV (kategori wilayah berkembang cepat), dan 3 wilayah sisanya (Kepulauan Seribu, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar) berada pada kuadran III (kategori wilayah relatif terbelakang). Sedangkan seluruh kabupaten induk dari kedelapan kabupaten/kota tersebut (kecuali Jakarta Utara) tergolong dalam kuadran III.

Tabel 5.5. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Tipologi Klassen Setelah Masa Otonomi Daerah (Periode 2000-2007)

Sumber: Hasil Analisis.

Keterangan: *) Sampai dengan tahun 2007 di Pulau Jawa terdapat 116 kab/kota (8 kab/kota mengalami pemekaran wilayah).

Dari Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa pada masa setelah diterapkannya kebijakan Otonomi Daerah, jumlah kabupaten/kota yang masuk dalam kuadran II (kategori wilayah maju tapi tertekan) dan kuadran IV (kategori wilayah berkembang cepat) bertambah banyak, yang ditandai dengan besarnya persentase yang semakin meningkat. Dilihat dari kategori pengelompokan wilayah berdasarkan klasifikasi kabupaten dan kota sebagaimana ditampilkan pada Tabel 5.5, dapat diketahui bahwa sebagian besar kabupaten terpolarisasi di kuadran III dan IV dengan besarnya persentase masing-masing adalah 67.44% dan 24.42%. Sedangkan untuk wilayah kota jumlahnya relatif merata di masing-masing kuadran. Apabila perbedaan distribusi ini dibandingkan dengan masa sebelum Otonomi Daerah, maka dapat diketahui bahwa besarnya persentase jumlah

Kuadran Banyaknya Kabupaten % Banyaknya Kota % Banyaknya kab/kota Persentase terhadap Total (%) Kuadran I 3 3.49 7 23.33 10 8.62 Kuadran II 4 4.65 10 33.33 14 12.07 Kuadran III 58 67.44 7 23.33 65 56.03 Kuadran IV 21 24.42 6 20.00 27 23.28 Jumlah 86 100.00 30 100.00 116*) 100.00

(17)

kabupaten yang terpolarisasi di kuadran III mengalami penurunan (berkurang), dan persentase jumlah kabupaten yang terpolarisasi di kuadran IV mengalami peningkatan. Namun demikian, pada masa setelah Otonomi Daerah, kuadran I masih didominasi oleh wilayah perkotaan (kota), sehingga hal ini juga mengindikasikan bahwa kawasan perkotaan di Pulau Jawa secara umum masih lebih berkembang dibandingkan dengan kabupaten. Untuk selengkapnya, daftar nama kabupaten/kota yang termasuk ke dalam masing-masing kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.11. Sedangkan pengelompokan wilayah dari hasil analisis tipologi Klassen disajikan secara spasial pada Gambar 5.12.

Gambar 5.12. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Hasil Tipologi Klassen Setelah Masa Otonomi Daerah

Dilihat dari sebaran spasial klasifikasi kabupaten/kota di Pulau Jawa berdasarkan hasil tipologi Klassen setelah masa Otonomi Daerah seperti yang disajikan pada Gambar 5.12, dapat diketahui bahwa kuadran I masih terkonsentrasi pada kabupaten/kota yang terletak di Pantai Utara Jawa (Pantura) meskipun konfigurasinya sedikit mengalami pergeseran. Dari Gambar 5.12 tersebut terlihat bahwa kuadran I didominasi oleh kabupaten/kota yang terletak di Kawasan Jabodetabek (Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Kabupaten Bekasi dan Kota Tangerang), Kota Cilegon, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Karawang, dan Kabupaten Kudus. Sedangkan beberapa kabupaten/kota di Kawasan Gerbangkertosusila yang pada masa sebelum Otonomi Daerah tergolong dalam kuadran I, pada masa setelah Otonomi Daerah tidak lagi berada di kuadran I, melainkan di kuadran II. Sementara itu, kabupaten/kota yang tergolong ke dalam kuadran IV letaknya secara spasial lebih tersebar di seluruh provinsi. Dan dapat diamati pula bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sepertinya

(18)

menjadi lebih merata setelah masa Otonomi Daerah. Hal tersebut dapat disaksikan dari besarnya persentase jumlah kabupaten/kota yang mengisi tiap-tiap kuadran dan konfigurasinya secara spasial berdasarkan tipologi Klassen.

Apabila dibandingkan antara masa sebelum dan setelah Otonomi Daerah (Tabel 5.6), maka dapat dilihat bahwa secara umum rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (PDRB) seluruh kabupaten/kota di Pulau Jawa pada masa sebelum Otonomi Daerah (1986-1999) relatif lebih tinggi dibandingkan pada masa setelah Otonomi Daerah (2000-2007), begitu pula dengan nilai maksimumnya.

Tabel. 5.6. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB), PDRB per Kapita dan Persentase Jumlah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dalam Tipologi Klassen pada Masa Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah

Variabel Sebelum OTDA

(1986-1999)

Setelah OTDA (2000-2007) Laju Pertumbuhan Ekonomi

(PDRB) (%/tahun)

Rata-rata 6.04 4.93

Minimum -3.53 -2.41

Maksimum 18.36 8.21

PDRB per Kapita (Rp/tahun)

Rata-rata 5,348,565 14,224,731

Minimum 1,220,150 3,436,540

Maksimum 59,292,867 163,094,130

Persentase Jumlah Kab/Kota

dalam Tipologi Klassen (%)

Kuadran I 14.81 8.62

Kuadran II 3.70 12.07

Kuadran III 62.96 56.03

Kuadran IV 18.52 23.28

Sumber: Hasil Analisis.

Hal ini dapat mencerminkan cukup tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi pada masa sebelum Otonomi Daerah. Namun, ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997-1998, maka secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi menurun drastis. Sehingga dampak dari terjadinya krisis ekonomi tersebut masih dapat dirasakan pada masa setelah Otonomi Daerah. Hal itulah yang menyebabkan besarnya rata-rata laju pertumbuhan ekonomi seluruh kabupaten/kota di Pulau Jawa pada masa setelah Otonomi Daerah relatif lebih rendah dibandingkan pada masa setelah Otonomi Daerah, meskipun dilihat dari besarnya PDRB per kapita yang terjadi justru sebaliknya.

(19)

Dari perubahan konfigurasi wilayah hasil tipologi Klassen, dapat diketahui bahwa Otonomi Daerah cukup membawa dampak positif bagi beberapa kabupaten/kota di Pulau Jawa. Persentase jumlah kabupaten/kota yang termasuk ke dalam kuadran I (kategori wilayah maju) berkurang dari 14.81% menjadi 8.62%, sementara jumlah kabupaten/kota yang termasuk ke dalam kuadran III (kategori wilayah relatif terbelakang) berkurang, yaitu dari yang semula 62.96% menjadi 56.03%. Perubahan persentase dan sebaran kabupaten/kota pada kuadran-kuadran tersebut disebabkan oleh pergeseran besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita secara relatif terhadap rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di Pulau Jawa. Pergeseran konfigurasi kabupaten/kota dalam tipologi Klassen pada masa setelah Otonomi Daerah juga dapat mencerminkan kemampuan recovery tiap-tiap wilayah untuk bangkit dari keterpurukan kondisi perekonomian pasca terjadinya krisis.

Dampak Diberlakukannya Kebijakan Otonomi Daerah terhadap Struktur Perekonomian Wilayah di Masing-masing Kabupaten/Kota di Pulau Jawa

Ditinjau dari hasil analisis tipologi Klassen pada masa sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa telah terjadi pergeseran struktur perekonomian wilayah di masing-masing kabupaten/kota di Pulau Jawa. Pergeseran struktur perekonomian wilayah tersebut terutama disebabkan karena berubahnya tingkat pencapaian kinerja ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari besarnya rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan nilai PDRB per kapita di masing-masing wilayah.

Dengan diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah, ada wilayah-wilayah yang mampu mengoptimalkan potensi daerahnya sehingga dapat meningkatkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi serta PDRB per kapita masyarakatnya. Namun tak sedikit juga wilayah yang belum mampu memanfaatkan momentum dikeluarkannya kebijakan tersebut untuk menggali potensi di daerahnya sehingga tak kunjung berkembang/relatif terbelakang. Hal tersebut tercermin dari pergeseran struktur perekonomian wilayah di masing-masing kabupaten/kota yang dapat dilihat dari kategori kuadran-kuadran dalam tipologi Klassen. Merujuk pada ketentuan pembagian kuadran sebagaimana telah dijelaskan di bagian metode penelitian (Gambar 3.3), maka struktur pergeseran tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut (Gambar 5.13).

(20)

Gambar 5.13. Struktur Pergeseran Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Pasca Diberlakukannya Kebijakan Otonomi Daerah

Dengan merujuk pada struktur pergeseran kuadran hasil tipologi Klassen sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 5.13, maka klasifikasi kabupaten/kota di Pulau Jawa secara spasial dan tabular disajikan pada Gambar 5.14 dan Tabel 5.7.

Gambar 5.14. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Struktur Pergeseran Tipologi Klassen Pasca Otonomi Daerah

Berdasarkan Gambar 5.14 tersebut terlihat bahwa wilayah-wilayah yang tergolong ke dalam kategori 1, 2, dan 3 terkonsentrasi di sekitar Kawasan Jabodetabek, Kota Bandung, Kota Cilegon, dan Kabupaten Kudus, yang pada umumnya berada di kawasan Pantura. Sedangkan kabupaten/kota yang tergolong ke dalam kategori 8 dan 9 pada umumnya merupakan wilayah-wilayah yang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 ++

A

C

B

o+ -+ +o oo -o +- o- --++

A

C

B

o+ -+ +o oo -o +- o- --KUADRAN (sebelum OTDA) KUADRAN (setelah OTDA) 1 2 4 3 1 2 4 3 Struktur Pergeseran KUADRAN (sebelum OTDA) KUADRAN (setelah OTDA) 1 2 4 3 1 2 4 3 Struktur Pergeseran Baik - Baik Sedang - Baik Terbelakang - Baik Baik - Sedang Sedang - Sedang Terbelakang - Sedang Baik - Terbelakang Sedang - Terbelakang Terbelakang - Terbelakang Baik Sedang Terbelakang

(21)

letaknya jauh dari kota-kota besar. Dari gambar tersebut juga dapat diamati bahwa Jawa timur merupakan provinsi yang mempunyai kabupaten/kota

Tabel 5.7. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Struktur Pergeseran Tipologi Klassen Beserta Persentasenya

Jumlah Kabupaten % Jumlah Kota % Total Kab/Kota % 2 2.38 3 9.38 5 4.31 1 1.19 4 12.50 5 4.31 0 0.00 0 0.00 0 0.00 3 3.57 8 25.00 11 9.48 6 7.14 7 21.88 13 11.21 14 16.67 3 9.38 17 14.66 0 0.00 0 0.00 0 0.00 9 10.71 2 6.25 11 9.48 49 58.33 5 15.63 54 46.55 84 100.00 32 100.00 116 100.00

Sumber: Hasil Analisis.

Dari hasil klasifikasi berdasarkan struktur pergeseran kuadran pada tipologi Klassen yang ditampilkan pada Gambar 5.14 dan Tabel 5.7 tersebut, dapat diketahui bahwa wilayah yang termasuk ke dalam kategori 1, jumlahnya hanya 5 kabupaten/kota (sekitar 4.31%), yaitu 2 kabupaten dan 3 kota. Sedangkan kabupaten/kota yang termasuk ke dalam kategori 9 jumlahnya paling banyak, yaitu 54 kabupaten/kota (atau sekitar 46.55% dari total jumlah kabupaten/kota yang ada di Pulau Jawa). Dari 54 kabupaten/kota yang tergolong ke dalam kategori 9 tersebut, 49 diantaranya merupakan wilayah kabupaten dan 5 lainnya merupakan wilayah kota. Dominansi wilayah kabupaten dalam konfigurasi tersebut menunjukkan bahwa secara umum, wilayah-wilayah kabupaten di Pulau Jawa mengalami tingkat perkembangan yang lebih rendah dibandingkan dengan wilayah kota (perkotaan). Dari Tabel 5.7 tersebut juga dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah kabupaten tergolong ke dalam kategori 9, yaitu sekitar 58.33%. Artinya, sebagian besar wilayah-wilayah tersebut tidak mengalami pergeseran tipologi Klassen, yaitu tetap berada pada kuadran III, meskipun secara relatif besarnya rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan rata-rata PDRB per kapita mengalami pergeseran dari masa sebelum dan setelah Otonomi Daerah. Namun, nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita pada wilayah-wilayah tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan rata-rata PDRB per kapita Pulau Jawa.

Kategori

(22)

Terhitung sudah lima tahun sejak dikeluarkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hasilnya, beberapa kabupaten/kota memang berhasil mengalami peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di wilayahnya. Namun begitu, tidak sedikit pula wilayah-wilayah yang pada kenyataannya belum dapat memanfaatkan momentum dikeluarkannya kebijakan Otonomi Daerah untuk menggali potensi dan mengelola sumberdaya yang ada di wilayahnya secara maksimal, sehingga tingkat perkembangan wilayah-wilayah tersebut relatif rendah (lambat), dengan laju pertumbuhan ekonomi dan nilai PDRB per kapita yang masih berada di bawah rata-rata Pulau Jawa.

Beberapa dari kabupaten/kota yang tingkat perkembangannya masih relatif rendah tersebut diantaranya adalah wilayah-wilayah yang mengalami pemekaran (dalam hal ini adalah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar). Sebagian daerah mengartikan bahwa otonomi harus dilakukan dengan pemekaran wilayah. Padahal pemekaran wilayah yang terjadi tidak selalu memberikan hasil yang positif. Pemekaran merupakan strategi yang tepat untuk beberapa daerah, terutama daerah yang mempunyai luas wilayah sangat besar, dan didukung oleh sumberdaya yang cukup baik. Namun harus diingat bahwa pemekaran wilayah bukanlah ‘obat’ bagi penyelesaian segala permasalahan yang dihadapi oleh daerah-daerah tertinggal.

Dari sekian banyak daerah otonom baru, hanya beberapa saja yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Selebihnya masih sangat bergantung pada bantuan dari pemerintah. Dalam hal ini, perlu disadari bahwa pembangunan ekonomi daerah memerlukan upaya yang keras dan perencanaan yang baik. Membangun infrastruktur ke kantong-kantong kawasan produksi sangat dibutuhkan untuk mengangkat ekonomi masyarakat. Namun tanpa perencanaan dan pelaksanaan yang baik maka semuanya akan sia-sia. Oleh karena itu, pelaksanaan Otonomi Daerah perlu dievaluasi kembali karena sejauh ini banyak daerah yang dimekarkan dalam implementasinya ternyata belum siap untuk otonom, malah hanya menyebabkan pemborosan APBD dan APBN saja.

Sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Namun, adanya latar belakang demografi, geografi, infrastruktur dan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumberdaya yang berbeda, maka salah satu konsekuensi dari pelaksanaan Otonomi Daerah

(23)

adalah keberagaman daerah dalam hal kinerja pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan kesenjangan antar daerah, timbulnya konflik dan kemungkinan disintegrasi bangsa.

Disparitas Regional di Pulau Jawa

Disparitas pembangunan antar wilayah bukan hanya menjadi isu penting yang terjadi antara Jawa dan luar Jawa, namun juga di dalam Pulau Jawa itu sendiri. Sesuai dengan hipotesis yang dikembangkan di dalam penelitian ini, disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa diduga dapat bersumber dari (1) disparitas antar provinsi; (2) disparitas antara kawasan metropolitan dan non metropolitan; (3) disparitas antara Kawasan Jabodetabek dan non Jabodetabek; (4) disparitas antara kabupaten dan kota (perkotaan); (5) disparitas antara kawasan pesisir dan non pesisir; dan (6) disparitas antara kawasan pesisir Jawa bagian Utara dan pesisir Jawa bagian Selatan. Dalam penelitian ini, akan dibuktikan kebenaran dari hipotesis yang dibangun tentang dugaan adanya disparitas pada keenam bentuk pembagian wilayah (sebagaimana telah disebutkan di atas), serta dikaji mana di antara keenam bentuk disparitas yang mempunyai derajat disparitas terbesar sebagai penyebab ketidakmerataan pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa. Kajian ini terutama difokuskan untuk melihat trend besarnya tingkat disparitas yang terjadi pada masa sebelum dan setelah Otonomi Daerah.

1. Disparitas Antar Provinsi

Pulau Jawa terdiri dari 6 provinsi4, yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur dan Banten. Ditinjau dari jumlah penduduknya (Tabel 5.8), dapat diketahui bahwa dari tahun 1986 hingga 2007 jumlah penduduk masing-masing provinsi di Pulau Jawa mengalami peningkatan, dimana penduduk paling banyak menghuni Provinsi Jawa Barat, yang kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Provinsi DIY adalah provinsi dengan jumlah penduduk paling sedikit di Pulau Jawa. Sedangkan Provinsi DKI Jakarta dengan luas wilayah yang relatif sempit merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi (terpadat di Indonesia). Secara grafis, dinamika pertumbuhan jumlah penduduk masing-masing provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 5.15.

4

Pulau Jawa sebelumnya terdiri dari 5 provinsi. Namun, sejak tahun 2000, Banten memisahkan diri dari provinsi induk (Jawa Barat).

(24)

Tabel 5.8. Jumlah Penduduk per Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (jiwa) Tahun DKI Jakarta Jawa Barat* Jawa Tengah DIY Jawa

Timur Banten Jumlah

1986 7,578,565 31,721,169 27,197,434 2,859,810 31,078,213 - 101,063,796 1990 7,927,999 34,986,368 28,417,036 2,908,232 32,060,457 - 106,300,092 1993 8,705,600 37,408,822 29,202,565 2,922,371 33,762,049 - 112,001,407 1997 9,316,300 40,843,975 29,739,137 3,055,396 34,365,750 - 117,320,558 2000 8,347,083 35,453,747** 31,255,990 3,121,701 35,319,050 8,380,987 121,878,558 2003 8,725,049 37,581,957** 31,880,632 3,211,181 36,638,914 9,024,662 127,062,395 2007 8,723,416 40,329,050** 32,380,284 3,434,533 36,895,561 9,423,370 131,186,215

Sumber: Sensus Penduduk (SP) dan Supas (Survei Penduduk Antar Sensus), BPS.

Keterangan:

*) Sejak tahun 2000 Provinsi Jawa Barat mengalami pemekaran, terbagi menjadi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

**) Setelah pemekaran.

Gambar 5.15. Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007

Tabel 5.9. Persentase Jumlah Penduduk Masing-masing Provinsi terhadap Jumlah Penduduk Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%)

Tahun DKI Jakarta Jawa Barat* Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten 1986 7.55 31.58 27.08 2.85 30.94 - 1990 7.46 32.91 26.73 2.74 30.16 - 1993 7.77 33.40 26.07 2.61 30.14 - 1997 7.94 34.81 25.35 2.60 29.29 - 2000 6.85 29.09** 25.65 2.56 28.98 6.88 2003 6.87 29.58** 25.09 2.53 28.84 7.10 2007 6.65 30.74** 24.68 2.62 28.12 7.18 Rata-rata 7.30 31.73 25.81 2.64 29.50 7.05

Sumber: Sensus Penduduk (SP) dan Supas (Survei Penduduk Antar Sensus). Statistik Indonesia, BPS (diolah).

Keterangan:

*) Sejak tahun 2000 Provinsi Jawa Barat mengalami pemekaran, terbagi menjadi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

**) Setelah pemekaran. -5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000 40,000,000 45,000,000 1986 1990 1993 1997 2000 2003 2007 Tahun J u m la h P e n d u d u k ( ji w a ) DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten

(25)

Dari besarnya persentase rata-rata jumlah penduduk masing-masing provinsi terhadap jumlah penduduk total di Pulau Jawa tahun 1986-2007 (Tabel 5.9), dapat diketahui bahwa 31.73% penduduk Pulau Jawa menghuni Provinsi Jawa Barat, 29.50% di Provinsi Jawa Timur, 25.81% di Provinsi Jawa Tengah, 7.30% di Provinsi DKI Jakarta, 7.05% di Provinsi Banten, sedangkan penduduk dengan persentase paling kecil (2.64%) berdomisili di Provinsi DIY.

Dilihat dari besarnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk (Tabel 5.10), dapat diketahui bahwa Provinsi Banten (sebagai provinsi yang baru terbentuk pada tahun 2000) memiliki rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.83% per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk di provinsi induknya (Jawa Barat) menempati urutan pertama, yaitu sebesar 2.21% per tahun. Dalam kasus ini, Provinsi DKI Jakarta menempati urutan ketiga dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.01% per tahun, sedangkan ketiga provinsi lainnya (Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur) masing-masing memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.88%, 0.86% dan 0.89% per tahun. .

Tabel 5.10. Laju Pertumbuhan Penduduk Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) Tahun DKI Jakarta Jawa Barat* Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten Total (Jawa) 1986-1990 1.15 2.57 1.12 0.42 0.79 - 1.46 1990-1993 3.27 2.31 0.92 0.16 1.77 - 1.79 1993-1997 1.75 2.30 0.46 1.14 0.45 - 1.19 1997-2000 -1.61 2.27** 1.70 0.72 0.92 - 1.30 2000-2003 1.51 2.00** 0.67 0.96 1.25 2.56 1.42 2003-2007 0.00 1.83** 0.39 1.74 0.18 1.10 0.81 Rata-rata 1.01 2.21 0.88 0.86 0.89 1.83 1.33

Sumber: Sensus Penduduk (SP) dan Supas (Survei Penduduk Antar Sensus). Statistik Indonesia, BPS (diolah).

Keterangan:

*) Sejak tahun 2000 Provinsi Jawa Barat mengalami pemekaran, terbagi menjadi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

**) Setelah pemekaran (tidak memperhitungkan Provinsi Banten).

Besarnya nilai PDRB masing-masing provinsi di Jawa juga dapat menunjukkan adanya disparitas pembangunan antar wilayah di pulau tersebut. Dari Tabel 5.11, dapat diamati bahwa dari tahun 1986 hingga 2007 total PDRB masing-masing provinsi di Pulau Jawa mengalami peningkatan. Namun, besarnya PDRB Provinsi DKI Jakarta (yang notabene wilayahnya hanya meliputi sebagian kecil dari total luas wilayah Pulau Jawa) merupakan kontributor PDRB yang

(26)

tertinggi dan paling mendominasi. Sedangkan provinsi-provinsi lainnya (dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang lebih besar) juga berkontribusi, namun dengan nilai PDRB yang lebih rendah dibandingkan Provinsi DKI Jakarta. Secara grafis, dinamika pertumbuhan PDRB masing-masing provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 5.16 di bawah ini.

Tabel 5.11. Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (Juta Rupiah)

Tahun Jakarta DKI Barat* Jawa Jawa Tengah DIY Timur Jawa Banten Total (Jawa)

1986 106,097,276 88,975,629 48,630,485 7,720,269 95,790,186 - 347,213,845 1990 153,517,315 110,276,488 63,369,763 9,439,030 126,722,646 - 463,325,242 1993 192,945,920 146,289,725 81,169,888 11,305,397 157,629,778 - 589,340,708 1997 261,372,980 226,162,636 104,982,774 14,463,983 211,239,380 - 818,221,753 2000 226,504,721 171,432,926** 101,205,220 13,559,853 198,108,411 47,380,332 758,191,463 2003 262,173,023 200,035,422** 110,889,265 15,387,722 221,369,215 55,210,456 865,065,103 2007 329,833,000 252,844,820** 135,334,540 18,307,860 266,524,010 69,835,960 1,072,680,190

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia 1986-2007 (BPS). (Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan telah distandarisasi).

Keterangan:

*) Sejak tahun 2000 Provinsi Jawa Barat mengalami pemekaran, terbagi menjadi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

**) Setelah pemekaran (tidak memperhitungkan Provinsi Banten).

Gambar 5.16. Dinamika Pertumbuhan PDRB Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007

Tabel 5.12 berikut ini menampilkan besarnya persentase kontribusi PDRB masing-masing provinsi terhadap nilai PDRB total di Pulau Jawa tahun 1986-2007. Dari Tabel 5.12, dapat diketahui bahwa kontribusi PDRB yang disumbangkan oleh Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 31.33%. Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah masing-masing menyumbangkan 26.30%,

0 50,000,000 100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 300,000,000 350,000,000 1986 1990 1993 1997 2000 2003 2007 Tahun P D R B ( ju ta r u p ia h ) DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten

(27)

24.46% dan 13.30%. Sedangkan dua provinsi dengan persentase kontribusi PDRB terendah adalah Provinsi Banten (6.38%) dan DIY (1.89%).

Tabel 5.12. Persentase Besarnya Kontribusi PDRB Masing-masing Provinsi terhadap Nilai PDRB Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%)

Tahun DKI Jakarta Jawa Barat* Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten 1986 30.56 25.63 14.01 2.22 27.59 - 1990 33.13 23.80 13.68 2.04 27.35 - 1993 32.74 24.82 13.77 1.92 26.75 - 1997 31.94 27.64 12.83 1.77 25.82 - 2000 29.87 22.61** 13.35 1.79 26.13 6.25 2003 30.31 23.12** 12.82 1.78 25.59 6.38 2007 30.75 23.57** 12.62 1.71 24.85 6.51 Rata-rata 31.33 24.46 13.30 1.89 26.30 6.38

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 1986-2007 (BPS), diolah.

Keterangan:

*) Sejak tahun 2000 Provinsi Jawa Barat mengalami pemekaran, terbagi menjadi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

**) Setelah pemekaran.

Tabel 5.13. Laju Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) Tahun DKI Jakarta Jawa Barat* Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten Total (Jawa) 1986-1990 11.17 5.99 7.58 5.57 8.07 - 8.36 1990-1993 8.56 10.89 9.36 6.59 8.13 - 9.07 1993-1997 8.87 13.65 7.33 6.98 8.50 - 9.71 1997-2000 -4.45 -1.39** -1.20 -2.08 -2.07 - -2.45 2000-2003 5.25 5.56** 3.19 4.49 3.91 5.51 4.70 2003-2007 6.45 6.60** 5.51 4.74 5.10 6.62 6.00 Rata-rata 5.98 6.88 5.30 4.38 5.27 6.07 5.90

Sumber: PDRB Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 1986-2007 (BPS), diolah.

Keterangan:

*) Sejak tahun 2000 Provinsi Jawa Barat mengalami pemekaran, terbagi menjadi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten.

**) Setelah pemekaran (tidak memperhitungkan Provinsi Banten).

Dilihat dari besarnya laju pertumbuhan ekonomi masing-masing provinsi di Pulau Jawa dari tahun 1986 hingga 2007 (Tabel 5.13), dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun besarnya laju pertumbuhan ekonomi pada masing-masing provinsi berfluktuatif. Namun, pada tahun 1997-2000 semua provinsi di Pulau Jawa mengalami penurunan laju pertumbuhan ekonomi hingga nilainya negatif. Hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada saat itu, sehingga hampir seluruh wilayah di nusantara turut terkena dampak dari krisis tersebut, tidak terkecuali Pulau Jawa (Tabel 5.13).

(28)

Ditinjau dari besarnya PDRB per kapita di masing-masing provinsi (Gambar 5.17), dapat terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki PDRB per kapita yang sangat tinggi, jauh lebih unggul dibandingkan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa dan trend perkembangannya dari tahun ke tahun terus meningkat tajam. Sedangkan kelima provinsi lainnya memiliki PDRB per kapita yang masih berada di bawah rata-rata PDRB per kapita Pulau Jawa.

Gambar 5.17. Perkembangan Besarnya PDRB per Kapita di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007

Apabila keenam provinsi di Pulau Jawa diperbandingkan satu dengan lainnya, terutama dari segi luas wilayah, jumlah penduduk dan besarnya kontribusi PDRB yang disumbangkan, maka dapat dilihat bahwa disparitas pembangunan antar wilayah yang terjadi di Pulau Jawa (dalam hal ini disparitas antar provinsi) lebih disebabkan karena dominansi Provinsi DKI Jakarta yang memegang pengaruh kuat dalam perekonomian di Pulau Jawa (Gambar 5.18).

Gambar 5.18. Proporsi Luas Wilayah, Rata-rata Jumlah Penduduk dan Besarnya Kontribusi PDRB Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun

-5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000 40,000,000 1986 1990 1993 1997 2000 2003 2007 Tahun P D R B p e r k a p it a ( R p /t h ) DKI Jakart a Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bant en Jawa 7.4 31.3 25.2 31.7 24.5 25.6 25.8 13.3 2.3 2.6 1.9 38.6 29.5 26.3 7.7 7.1 6.4 0.5 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

% Luas % Penduduk % PDRB Param eter

P ro p o rs i Banten Jaw a Timur DIY Jaw a Tengah Jaw a Barat DKI Jakarta

(29)

1986-2007

Besarnya Derajat Disparitas Antar Provinsi dengan Indeks Williamson dan Indeks Theil Entropy

Disparitas pembangunan antar wilayah dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan indeks Theil entropy dan indeks Williamson. Hasil analisis disparitas antar provinsi dengan metode indeks Williamson menggunakan data PDRB per kapita tiap provinsi di Pulau Jawa tahun 1986-2007 (sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.14 dan Gambar 5.19), menunjukkan bahwa pada tahun 1986, besarnya derajat disparitas antar provinsi di Pulau Jawa mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu 0.769. Angka tersebut berangsur-angsur menurun hingga tahun 1993 (0.657), namun kembali meningkat sampai dengan tahun 2000 (hingga mencapai 0.736). Namun demikian, pada masa setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah (mulai tahun 2000), besarnya derajat disparitas antar provinsi di Pulau Jawa menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun.

Tabel 5.14. Besarnya Disparitas Antar Kabupaten/Kota pada masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson Indeks Williamson Disparitas Antar Kab/Kota 1986 1990 1993 1997 2000 2003 2007 Prov.DKI Jakarta 0.251 0.305 0.358 0.447 0.444 0.563 0.552 Prov.Jawa Barat 0.383 0.379 0.402 0.548 0.671 0.636 0.611 Prov.Jawa Tengah 0.627 0.593 0.685 0.733 0.694 0.658 0.711 Prov.DIY 0.344 0.351 0.351 0.404 0.389 0.435 0.393 Prov.Jawa Timur 0.908 1.008 1.049 1.223 1.173 1.152 1.165 Prov.Banten *) *) *) *) 0.625 0.645 0.650 Disparitas antar provinsi di P.Jawa 0.769 0.666 0.657 0.684 0.736 0.712 0.707 Sumber: Hasil Analisis.

Keterangan: *) Kab/kota di Provinsi Banten masih termasuk dalam Provinsi Jawa Barat.

Dari Gambar 5.19 dapat disaksikan bahwa di antara keenam provinsi yang ada di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan derajat disparitas yang paling tinggi. Angka tersebut meningkat tajam dari tahun 1986 hingga tahun 1997, yaitu dari 0.908 menjadi 1.223, dimana pada tahun 1997 Provinsi Jawa Timur mengalami kondisi yang paling timpang selama periode waktu tersebut. Namun, tingginya derajat disparitas di Provinsi Jawa Timur tersebut kemudian berangsur-angsur turun pasca diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah. Sedangkan provinsi dengan derajat disparitas yang relatif rendah dibandingkan provinsi-provinsi lainnya adalah Provinsi DIY.

Gambar

Tabel 5.4.   Klasifikasi  Kabupaten/Kota  di  Pulau  Jawa  Berdasarkan  Tipologi  Klassen Sebelum Masa Otonomi Daerah (Periode 1986-1999)
Gambar 5.9.  Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Hasil                               Tipologi Klassen Sebelum Masa Otonomi Daerah
Tabel 5.5.   Klasifikasi  Kabupaten/Kota  di  Pulau  Jawa  Berdasarkan  Tipologi  Klassen Setelah Masa Otonomi Daerah (Periode 2000-2007)
Tabel 5.7.   Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Struktur   Pergeseran Tipologi Klassen Beserta Persentasenya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka penulis menyimpulkan bahwa laporan keuangan PT Astra Otoparts Tbk sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia

1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. 2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. 3) Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen. 4)

(c) Siswa bersungguh-sungguh dalam bekerja sama dengan teman. Indikator kinerja untuk siswa bersungguh-sungguh dalam bekerja sama dengan teman 92,29% atau sekitar 26

Wawancara dengan SB di Palangka Raya,... 123 Wawancara dengan SR di Palangka Raya,... 124 Wawancara dengan AA di Palangka Raya,... 125 Wawancara dengan Dr. SM di Palangka

Kesimpulan : Terdapat pengaruh yang signifikan pendidikan kesehatan tentang metode kontrasepsi pria terhadap pengetahuan dan sikap keikutsertaan suami menjadi

Gading, Kota Jkt Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia dan setelah ditelusuri web Balai Samudra yang baisa dipakai tempat acara resepsi pernikahan... JIBES UNIVERSITY :

Menahan diri dari buang air kecil untuk waktu yang lama memungkinkan bakteri waktu untuk berkembang biak, begitu sering buang air kecil dapat mengurangi risiko cystitis pada

Laporan Tahunan Layanan Informasi Publik PPID Balai Diklat PUPR Wilayah IV Bandung Tahun 2018 Selanjutnya di tahun 2010 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 61