Studi Kasus di Yayasan Swana Santa Palang Biru, Kutoarjo
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Maria Vari Yovinta
NIM : 072114051
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Studi Kasus di Yayasan Swana Santa Palang Biru, Kutoarjo
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Maria Vari Yovinta NIM: 072114051
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
Skripsi
EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Studi Kasus di Yayasan Swana Santa Palang Biru, Kutoarjo
Oleh:
Maria Vari Yovinta NIM: 072114051
Telah Disetujui oleh:
Pembimbing
iii
Skripsi
EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Studi Kasus di Yayasan Swana Santa Palang Biru, Kutoarjo
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Maria Vari Yovinta NIM: 072114051
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal 24 April 2014
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Dr. Fr. Reni Retno Anggraini, M.Si., Ak., C.A. …………..
Sekretaris : Lisia Apriani, S.E., M.Si., Ak., QIA.,C.A. ...………...
Anggota : Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Ak., QIA.,C.A. ………….
Anggota : Drs. Yusef Widya Karsana, M.Si., Ak., QIA.,C.A. ……….…
Anggota : Dra. YFM. Gien Agustinawansari, MM., Ak.,C.A. ………….
Yogyakarta, 30 Agustus 2014 Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma Dekan
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Jika niat sudah terpancar karena Allah, tidak akan ada halangan yang bisa
menghentikan seseorang melakukan sesuatu. Niat karena Allah ialah motivator yang
utama dan seharusnya menjadi satu-satunya motivator kita. (NN)
Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi alan dan dilempari
dengan batu, tapi membalasnya dengan buah. (NN)
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Allah Bapa, Tuhan Yesus, Bunda Maria di Surga.
Ibu yang sangat aku sayangi, yang selalu mendoakan dan
mendukungku
Adik-adik dan Saudara-saudara ku yang sangat aku sayangi yang
selalu memberikan doa dan dukungan.
v
UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21, Studi Kasus di Yayasan Swna Santa Palang Biru adalah hasil karya saya.
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Yogyakarta, 4 April 2014
Yang membuat pernyataan,
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Maria Vari Yovinta
NIM : 072114051
Dengan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul EvaluasiPenghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Untuk Pegawai Tetap (Studi Kasus di Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo) beserta perangkat yang diperlukan (bila ada) . Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 4 April 2014 Yang menyatakan
vii
ABSTRAK
EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Studi Kasus di Yayasan Swana Santa Palang Biru, Kutoarjo
Maria Vari Yovinta NIM: 072114051 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Tujuan penelitian ini untuk memberikan penilaian tentang penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo tahun pajak 2011. Studi kasus ini dilakukan karena diberlakukannya With Holding System yang memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Jenis penelitian adalah studi kasus. Data diperoleh dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan metode komparasi yang bertujuan membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan dasar penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut PER-31/ PJ/ 2009.
viii
ABSTRACT
THE EVALUATION ON THE CALCULATION OF INCOME TAX SECTION 21
A Case Study in the Foundation of Swana Santa Palang Biru Kutoarjo Foundation
Maria Vari Yovinta NIM: 072114051 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2013
The aim of this research is to give an appraisement on the calculation of Income Tax Section 21 in the Swana Santa Palang Biru Kutoarjo Foundation for the fiscal year of 2011. This case study was conducted for the enactment ofWith Holding System which enables the discrepancy in the calculation of Income Tax Section 21.
The type of this research is case study. The data were gathered from observation, interview, and documentation. The data analysis technique used is comparative method which aims to compare the calculation of Income Tax Section 21 which was undertaken by the Swana Santa Palang Biru Kutoarjo Foundation with the basis of calculation on Income Tax Section 21 according to PER-31/ PJ/ 2009.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. Yesus Kristus bersama Roh Kudus yang telah melimpahkan berkat, rahmat,
kasih, serta bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. J. Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan
kepribadian kepada penulis.
3. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt., QIA selaku Dosen Pembimbing yang
telah dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, serta pengarahan
selama penyusunan skripsi ini.
4. Suster Rosalina Sri Rahayu, ADM selaku ketua Yayasan Swana Santa Palang
Biru Kutoarjo yang memberikan saya ijin untuk melakukan penelitian.
5. Suster Vianney, ADM yang telah banyak membantu dengan menyiapkan data
x
6. Ibuku Maria Magdalena Astiyah dan Budeku Aurelia Istiyah yang selalu setia
memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
7. Saudara-saudaraku (Sigit, Tyo, Santi, Tutik, Nuri, Danu, Abel, Cinta, Banyu)
yang membantu dalam doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. My love yang telah memberikan semangat dan doa dalam penyelesaian
skripsi ini.
9. Teman-teman RT 08 (Utik, Sari, Afie, Anggra, Linda, Rara, Rani),
teman kampus, teman seperjuangan MPT 2007, dan semua
teman-teman akuntansi angkatan 2007.
10. Keluarga UBSD (Papa Nono, Bu Minyong, Bunda Omi, Mama Santi, Mas
Krisna, Mas Wahyu) yang telah memberikan semangat dan doa dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi pembaca.
Yogyakarta, 4 April 2014
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN……….. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS... v
LEMBAR PENYATAAN PUBLIKASI………... vi
ABSTRAK……… vii
ABSTRACK……… viii
HALAMAN KATA PENGANTAR ... ix
HALAMAN DAFTAR ISI ... x
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Batasan Masalah... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Pajak ... 7
1. Pengertian Pajak... 7
2. Fungsi Pajak ... 8
3. Jenis Pajak... 8
4. Tata Cara Pemungutan Pajak... 10
5. Timbulnya Utang Pajak ... 12
6. Berakhirnya Utang Pajak... 13
7. Tarif Pajak... 14
B. Pajak Penghasilan... 15
1. Pengertian Pajak Penghasilan ... 15
2. Dasar Hukum ... 16
3. Subjek Pajak Penghasilan ... 17
4. Objek Pajak Penghasilan ………. 18
5. Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan ………….... 20
6. Penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final ... 23
C. Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 24
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 24
2. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 24
3. Tidak termasuk Wajib Pajak Penghasikan Pasal 21 ... 26
4. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak ... 27
5. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21... 29
xii
7. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21... 33
8. Penghasilan yang dikecualikan dari Pengenaan PPh Pasal 21 …... 35
9. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap ... 36
10. Pengurangan Penghasilan Bruto ... 37
11. Penghasilan Tidak Kena Pajak………. 37
12. Tarif Pajak Penghasilan……… 38
13. Cara Menghitung PPh Pasal 21……… 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 43
A. Jenis Penelitian... 43
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 43
C. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian ... 43
D. Data yang dicari ... 44
E. Teknik Pengambilan Sampel... 44
F. Teknik Pengumpulan Data... 45
G. Teknik Analisis Data... 45
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 49
A. Sejarah berdirinya Yayasan Swana Santa Palang Biru ... 49
B. Alamat Yayasan Swana Santa Palang Biru……… 52
C. Visi, Misi, Nilai-Nilai Dasar Suster-uster Amalkasih Darah Mulia Privinsi Indonesia ... 52
D. Struktur Organisasi Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo ... 53
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 54
A. Deskripsi Data... 54
B. Analisis Data ... 57
1. Penentuan penghasilan teratur... 57
2. Penentuan penghasilan tidak teratur... 89
C. Pembahasan ... 141
1. Penghasilan teratur ... 141
2. Penentuan penghasilan tidak teratur... 145
BAB VI PENUTUP ... 184
A. Kesimpulan ... 184
B. Keterbatasan Penelitian... 184
C. Saran... 185
DAFTAR PUSTAKA... ... 186
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tarif Pajak... 38
Tabel 3.1 Data Sampel ... 45
Tabel 5.1 Data Sampel ... 56
Tabel 5.2 Perbandingan cara menentukan Penghasilan Bruto sebulan yang dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ……….. 58
Tabel 5.3 Cara penghitungan penghasilan bruto sebulan Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo (sampel A) ... 59
Tabel 5.4 Cara penghitungan penghasilan bruto sebulan menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan (sampel A) ... 60
Tabel 5.5 Cara penghitungan penghasilan bruto sebulan Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo (sampel B) ... 61
Tabel 5.6 Cara penghitungan penghailan bruto sebulan menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan (sampel B) ... 62
Tabel 5.7 Perbandingan cara menentukan Biaya Jabatan yang
dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ... 65
Tabel 5.8 Cara penghitungan biaya jabatan sebulan Yayasan Swana Santa
Palang Biru Kutoarjo (Sampel A) ... 66
Tabel 5.9 Cara penghitungan biaya jabatan sebulan
menurut peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A).. 66
Tabel 5.10 Cara penghitungan biaya jabatan sebulan Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B) ... 67
Tabel 5.11 Cara penghitungan biaya jabatan sebulan menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)... 67
xiv
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ... 69
Tabel 5.13 Cara penghitungan penghasilan neto sebulan Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel A) ... 71
Tabel 5.14 Cara penghitungan penghasilan neto sebulan menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A)... 71
Tabel 5.15 Cara penghitungan penghasilan neto sebulan Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B) ... 72
Tabel 5.16 Cara penghitungan penghasilan neto sebulan menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)... 72
Tabel 5.17 Perbandingan cara menentukan yang penghasilan neto setahun dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ... 73
Tabel 5.18 Cara penghitungan penghasilan neto setahun Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel A) ... 75
Tabel 5.19 Cara penghitungan penghasilan neto sebulan menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A)... 75
Tabel 5.20 Cara penghitungan penghasilan neto setahun Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B) ... 76
Tabel 5.21 Cara penghitungan penghasilan neto sebulan menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)... 76
Tabel 5.22 Perbandingan cara menentukan Penghasilan Kena Pajak dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ... 77
Tabel 5.23 Penghasilan Tidak Kena Pajak yang dikenakan ... 78
Tabel 5.24 Cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak Yayasan Swana Santa
Palang Biru Kutoarjo (Sampel A)………..………. 79
Tabel 5.25 Cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak menurut
xv
Tabel 5.26 Cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B) ... 80
Tabel 5.27 Cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)... 80
Tabel 5.28 Perbandingan cara menentukan PPh Pasal 21 terutang setahun dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ... 82
Tabel 5.29 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel A)... 83
Tabel 5.30 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A) ………. 83
Tabel 5.31 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B)………..…. 84
Tabel 5.32 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)... 84
Tabel 5.33 Perbandingan cara menentukan PPh Pasal 21 terutang sebulan dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ... 85
Tabel 5.34 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel A) ... 87
Tabel 5.35 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A)... 87
Tabel 5.36 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B) ... 88
Tabel 5.37 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)... 88
Tabel 5.38 Perbandingan cara menentukan penghasilan neto sebulan dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ... 90
xvi
Santa Palang Biru Kutoarjo (sampel A)... 92
Tabel 5.40 Cara penghitungan penghasilan bruto sebulan menurut peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A)... 93
Tabel 5.41 Cara penghitungan penghasilan bruto sebulan Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo (sampel B) ... 94
Tabel 5.42 Cara penghitungan penghailan bruto sebulan menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan (sampel B)... 95
Tabel 5.43 Perbandingan cara menentukan biaya jabatan untuk penghasilan teratur dan tidak teratur dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjodengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ... 96
Tabel 5.44 Cara penghitungan biaya jabatan Yayasan Swana Santa
Palang Biru Kutoarjo (Sampel A) ... 98
Tabel 5.45 Cara penghitungan biaya jabatan menurut peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A) ... 98
Tabel 5.46 Cara penghitungan biaya jabatan Yayasan Swana Santa
Palang Biru Kutoarjo (Sampel B) ... 99
Tabel 5.47 Cara penghitungan biaya jabatan menurut peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)... 99
Tabel 5.48 Perbandingan cara menentukan yang penghasilan neto setahun dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku... 101
Tabel 5.49 Cara penghitungan penghasilan neto setahun Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel A) ... 102
Tabel 5.50 Cara penghitungan penghasilan neto setahun menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A)... 102
Tabel 5.51 Cara penghitungan penghasilan neto setahun Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B) ... 103
Tabel 5.52 Cara penghitungan penghasilan neto setahun menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan (sampel B)………. 103
xvii
dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ………..……… 104
Tabel 5.54 Penghasilan Tidak Kena Pajak yang dikenakan ……...…… 105
Tabel 5.55 Cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak Yayasan Swana Santa
Palang Biru Kutoarjo (Sampel A)………..….. 107
Tabel 5.56 Cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A)…….. 107
Tabel 5.57 Cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak Yayasan Swana Santa
Palang Biru Kutoarjo (Sampel B)…….……….. 108
Tabel 5.58 Cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)……. 108
Tabel 5.59 Perbandingan cara menentukan PPh Pasal 21 terutang setahun dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku ……….. 109
Tabel 5.60 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel A)………..…. 111
Tabel 5.61 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel A).….. 111
Tabel 5.62 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B)………. 112
Tabel 5.63 Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang setahun menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan (sampel B)……. 112
Tabel 5.64 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Teratur dan Penghasilan Tidak Teratur berupa THR menurut Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel A)………. 113
Tabel 5.65 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Teratur dan Penghasilan Tidak Teratur berupa THR menurut peraturan
xviii
Tabel 5.66 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Teratur dan Penghasilan Tidak Teratur berupa THR menurut Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo (Sampel B)………. 116
Tabel 5.67 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Teratur dan Penghasilan Tidak Teratur berupa THR menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan (Sampel B)……….…. 119
Tabel 5.68 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Teratur menurut Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo
(Sampel A)……….. 123
Tabel 5.69 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Teratur menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
(Sampel A)……… 125
Tabel 5.70 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Teratur menurut Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo
(Sampel B)……….. 127
Tabel 5.71 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Teratur menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
(Sampel B)……… 129
Tabel 5.72 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan
Tidak Teratur menurut Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo
(Sampel A)……….. 133
Tabel 5.73 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
(Sampel A)……… 135
Tabel 5.74 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan
Tidak Teratur menurut Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo
(Sampel B)……….. 137
Tabel 5.75 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
(Sampel B)……… 139
Tabel 5.76 Perbandingan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang
Tahun pajak 2011 atas Penghasilan Teratur………. 148
xix
Tabel Perbandingan PTKP, PKP, PPh Pasal 21 antara Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dan Undang-undang Perpajakan yang berlaku untuk
Dokter dan Karyawan (sampel A)... 188 Tabel Perbandingan PTKP, PKP, PPh Pasal 21 antara Yayasan Swana Santa
Palang Biru Kutoarjo dan Undang-undang Perpajakan yang berlaku untuk
ABSTRAK
EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Studi Kasus di Yayasan Swana Santa Palang Biru, Kutoarjo
Maria Vari Yovinta NIM: 072114051 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Tujuan penelitian ini untuk memberikan penilaian tentang penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo tahun pajak 2011. Studi kasus ini dilakukan karena diberlakukannya With Holding System yang memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Jenis penelitian adalah studi kasus. Data diperoleh dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan metode komparasi yang bertujuan membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan oleh Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo dengan dasar penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut PER-31/ PJ/ 2009.
ABSTRACT
THE EVALUATION ON THE CALCULATION OF INCOME TAX SECTION 21 A Case Study in the Foundation of Swana Santa Palang Biru Kutoarjo Foundation
Maria Vari Yovinta NIM: 072114051 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2013
The aim of this research is to give an appraisement on the calculation of Income Tax Section 21 in the Swana Santa Palang Biru Kutoarjo Foundation for the fiscal year of 2011. This case study was conducted for the enactment of With Holding System which enables the discrepancy in the calculation of Income Tax Section 21.
The type of this research is case study. The data were gathered from observation, interview, and documentation. The data analysis technique used is comparative method which aims to compare the calculation of Income Tax Section 21 which was undertaken by the Swana Santa Palang Biru Kutoarjo Foundation with the basis of calculation on Income Tax Section 21 according to PER-31/ PJ/ 2009.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara, menurut
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sumber pendapatan
terbesar didapat dari sektor perpajakan meskipun masih banyak sektor lain
seperti minyak dan gas bumi, serta bantuan luar negeri. Adanya
pemungutan pajak berarti pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan. Pengendalian inflasi dapat dilakukan antara lain dengan
mengatur peredaran uang dimasyarakat, pemungutan pajak, pemungutan
pajak yang efektif dan efisien.
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan atas penghasilan baik yang
diperoleh Orang pribadi, Warisan yang belum dibagi, Badan maupun
Bentuk Usaha Tetap. Pajak Penghasilan perorangan atau yang lazim
disebut Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan
yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan.
Berdasarkan sistem pemungutan pajak self assessment, di mana
Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab oleh pemerintah
untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang
terutang. Setiap subjek pajak yang menerima penghasilan, apabila jumlah
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak wajib membayar Pajak
Penghasilan (PPh) kepada pemerintah menurut Undang-Undang (UU)
perpajakan yang berlaku. Dengan self assessment, pemerintah berharap
agar pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dapat berjalan lebih
mudah dan lancar.
Subjek Pajak Penghasilan dalam kegiatan usaha dari perusahaan
ada dua, yaitu perusahaan itu sendiri dan karyawan. Perusahaan sebagai
Subjek Pajak Penghasilan dari PPh Wajib Pajak Badan dikenakan pajak
atas laba yang diperoleh dari kegiatan usahanya, sedangkan karyawan
sebagai subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 dikenakan pajak atas
penghasilan yang diperoleh dari pemberi kerja (Lumbantoruan, 2004).
Perhitungan PPh Pasal 21 cukup rumit sehingga diperlukan pemahaman
yang serius terhadap Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Jika
pajak yang dipotong tidak sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan
yang berlaku maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, jika pajak
dipotong terlalu besar menyebabkan PPh terutang lebih bayar yang akan
merugikan karyawan. Kedua, jika pajak yang dipotong terlalu kecil
menyebabkan PPh terutang lebih kecil akan merugikan Negara. Pemotong
pajak wajib menyetor kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
terutang apabila jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dalam
suatu tahun takwim lebih besar daripada Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
telah disetor dan kekurangan tersebut harus dilakukan sebelum
selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya. Dari
permasalahan tersebut, maka perlu adanya evaluasi penghitungan Pajak
Penghasilan Pasal 21.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan
masalah yang diajukan penulis adalah apakah penghitungan Pajak
Penghasilan Pasal 21 di Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo tahun
pajak 2011 sudah mengacu pada peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku?
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku adalah
Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
C. Batasan Masalah
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang
pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima
atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak,
dari pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sebagai imbalan
dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai termasuk
penerima pensiun.
Dalam penelitian ini, penulis hanya memfokuskan pada Wajib
Pajak pegawai tetap dalam hal ini adalah pegawai tetap Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo yang menerima penghasilan teratur berupa gaji
rutin.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara garis besar adalah untuk memberikan
penilaian tentang penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Yayasan
Swana Santa Palang Biru Kutoarjo tahun pajak 2011.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Yayasan Swana Santa Palang Biru Kutoarjo
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai suatu
penilaian dan referensi yang dapat digunakan oleh Yayasan Swana
Santa Palang Biru Kutoarjo dalam meningkatkan kualitas kemajuan
instansi.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
sumbangan referensi yang dapat digunakan untuk menambah
3. Bagi Penulis
Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk
dapat menerapkan teori yang telah diperoleh dan memperdalam
pengetahuan terhadap kasus nyata.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan
yang dibahas penulis dan sebagai dasar untuk pembahasan.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini terdiri dari jenis penelitian, subjek penelitian, objek
penelitian, waktu penelitian, tempat penelitian, teknik
pengumpulan data, serta teknik analisis data yang digunakan untuk
menjawab permasalahan.
Bab IV Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini berisi sejarah umum berdirinya Yayasan Swana Santa
Bab V Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisi analisis data yang diperoleh dari yayasan dengan
menggunakan metode dan teknik yang sesuai dengan teori-teori
yang sudah ada serta pembahasannya.
Bab VI Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2008: 1)
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplusnya” digunakan untuk public savingyang merupakan sumber utama untuk membiayai
public investment.
Menurut Djajadiningrat dalam Resmi (2003: 1)
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan oleh keadaan, kejadiaan dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.
Menurut Adriani dalam Zain (2003: 10)
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan umum dengan tidak mendapat prestasi yang langsung dapat digunakan adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.
Dari beberapa definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Pajak dapat dipungut berdasarkan atau dengan Undang-Undang serta
aturan pelaksanaanya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
c. Pajak dapat dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun
daerah.
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk
membiayaipublic investment.
2. Terdapat dua fungsi pajak (Resmi, 2009: 3), yaitu:
a. FungsiBudgetair(Sumber Keuangan Negara)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
b. FungsiRegulerend(Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai
tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
3. Jenis-jenis Pajak
Jenis-jenis pajak dapat digolongkan menjadi tiga (Resmi, 2009: 7-9),
yaitu:
a. Menurut Golongannya
1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau
ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat
dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak
ketiga. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya
memperhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau
pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
Contoh: Pajak Penghasilan.
2) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya
memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan,
perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan
pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
1) Pajak Negara (Pajak pusat), adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing. Contoh Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi):
Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin
Penangkapan Ikan di wilayahnya. Contoh Pajak Daerah tingkat
II (Kabupaten/ Kotamadya): Pajak Pembangunan I, Pajak
Penerangan Jalan dan lain-lain.
4. Tata Cara Pemungutan Pajak
Tata cara pemungutan pajak terdiri dari (Resmi, 2009: 9-12), sebagai
berikut :
a. Stelsel Pajak
1) Stelsel nyata (riil), pengenaan pajak didasarkan pada objek yang
sesungguhnya terjadi (untuk Pajak Penghasilan maka objeknya
adalah penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru
dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua
penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui.
Kelebihannya adalah penghitungan pajak didasarkan pada
penghasilan yang sesungguhnya sehingga lebih akurat dan realistis.
Kelemahannya adalah semua wajib pajak akan membayar pajak
pada akhir tahun sehingga jumlah uang beredar secara makro akan
terpengaruh.
2) Stelsel anggapan (fiktif), pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. Kelebihannya adalah
sampai akhir suatu tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak
yang dibayar tidak berdasar pada keadaan yang sesungguhnya,
sehingga penentuan pajak menjadi tidak akurat.
3) Stelsel campuran, pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi
antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal suatu tahun,
besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian
pada akhir tahun besarnya pajak dihitung berdasar keadaan yang
sesungguhnya. Jika besarnya pajak berdasar keadaan sesungguhnya
lebih besar daripada besarnya pajak menurut anggapan, Wajib
Pajak harus membayar kekurangan tersebut. Sebaliknya, jika
besarnya pajak lebih kecil daripada besarnya pajak menurut
anggapan, atas kelebihan tersebut dapat diminta kembali (restitusi)
ataupun dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya setelah
diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.
b. Asas Pemungutan Pajak
1) Asas domisili (asas tempat tinggal), negara berhak mengenakan
pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal
di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri
maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2) Asas sumber, negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan
yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tinggal Wajib Pajak.
kebangsaan suatu negara.
c. Sistem Pemungutan Pajak
1) Official assesment system, suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan
sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku (peranan
dominan ada pada aparatur perpajakan).
2) Self assesment system, suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah
pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan
undang-undang perpajakan yang berlaku (peranan dominan ada
pada Wajib Pajak).
3) Witholding system, suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
5. Timbulnya Utang Pajak
Saat timbulnya utang pajak mempunyai peran yang sangat penting
karena berkaitan dengan (Resmi, 2009: 12-13):
a. Pembayaran pajak;
b. Memasukkan surat keberatan;
c. Menentukan saat dimulai dan berakhirnya jangka waktu kadaluwarsa;
Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan lain-lain; dan
e. Menentukan besarnya denda maupun sanksi administrasi lainya.
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan
adanya utang pajak), yaitu ajaran materiil dan ajaran formil.
a. Ajaran Materiil
Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena
diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini
seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan
pajak atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Ajaran ini konsisten dengan penerapanself assessment system.
b. Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena
dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk
menentukan apakah seseorang dikarenakan pajak atau tidak, berapa
jumlah pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu
pembayarannya dapat diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut.
Ajaran ini konsisten dengan penerapanofficial assessment system.
6. Berakhirnya Utang Pajak
Utang pajak akan berakhir atau hapus jika terjadi hal-hal sebagai
berikut (Resmi, 2009: 13-14) :
a. Pembayaran/ Pelunasan, dapat dilakukan dengan pemotongan/
pemungutan oleh pihak lain, pengkreditan pajak luar negeri, maupun
b. Kompensasi, dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian maupun
kompensasi karena kelebihan pembayaran.
c. Daluwarsa, telah lewat batas waktu tertentu berarti jika dalam waktu
tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka utang
pajak tersebut dianggap telah lunas/ dihapus/ berakhir dan tidak dapat
ditagih lagi.
d. Pembebasan/ Penghapusan, kewajiban pajak oleh Wajib Pajak tertentu
dinyatakan hapus oleh fiskus karena setelah dilakukan penyidikan
dipandang perlu bahwa Wajib Pajak tidak mampu lagi memenuhi
kewajibannya.
7. Tarif Pajak
Jenis-jenis tarif pajak dibedakan menjadi (Resmi, 2009: 15-17) :
a. Tarif Tetap, adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapa
pun besarnya dasar pengenaan pajak.
b. Tarif Proporsional (sebanding), adalah tarif berupa persentase tertentu
yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya.
c. Tarif Progresif (meningkat), adalah tarif berupa persentase tertentu
yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasar
pengenaan pajak.
1) Tarif progresif-proporsional
2) Tarif progresif-progresif
3) Tarif progresif-degresif
semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan
pajak.
B. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Kata Pajak Penghasilan mengandung dua pengertian yang disatukan
satu dengan yang lainnya. Pengertian pertama mengenai arti “pajak”
secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban kenegaraan berupa
pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk
membiayai berbagai keperluan negara yang berupa Pembangunan
Nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Sementara penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang
dilakukan orang perseorangan, badan, dan dalam bentuk usaha lainnya
yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengonsumsi dan/
atau menimbun serta menambah kekayaan. (Prabowo, 2004: 21). Menurut
Resmi (2009: 80) Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan
terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam suatu tahun pajak.
Menurut Resmi (2009: 86) tambahan kemampuan ekonomis kepada
Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokan menjadi:
a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris,
b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
c. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan
harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha, dan lain-lain.
d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah.
2. Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang
Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983. Sebelum tahun 1983, pengenaan pajak
yang berhubungan dengan penghasilan diistilahkan dengan nama: Pajak
Perseroan (Ord. Pps 1925), Pajak Kekayaan (Stb. 1932), Pajak Pendapatan
(Ord. Ppd 1944), Pajak Penjualan (UU No. 19 Drt. Th. 1951). Dengan
semakin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil
pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi di berbagai bidang,
maka perlu dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna
meningkatkan fungsinya dan peranannya dalam rangka mendukung
kebijakan pembangunan nasional khususnya bidang ekonomi.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah beberapa
kali diubah dan disempurnakan, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000, dan yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor
3. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh
Undang-Undang untuk dikenakan pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak.
Yang menjadi subjek pajak adalah :
a. Orang pribadi
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat tinggal atau berada di
Indonesia atau di luar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
c. Badan
Terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan
lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan
bentuk lainnya.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap yang dimaksud adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
tidak melebihi dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, serta badan
yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia untuk
Usaha Tetap merupakan Subjek Pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan Subjek Pajak Badan.
4. Objek Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, Objek Pajak
adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya;
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.
5. Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
c. Warisan;
d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus(deemed profit).
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; dan
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
6. Penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
C. Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/ PJ/ 2009,
menyatakan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek
pajak dalam negeri.
2. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21
Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 menurut peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/ PJ/ 2009 adalah orang pribadi
yang merupakan:
a. Pegawai
b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, termasuk ahli warisnya
c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain
1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis,
dan seniman lainnya.
3) Olahragawan
4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah
6) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer, dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi
dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan
7) Agen iklan
8) Pengawas atau pengelola proyek
9) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara
10) Petugas penjaja barang dagangan
11) Petugas dinas luar asuransi
12) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling
d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain
meliputi:
1) Peserta lombaan dalam segala bidang, atara lain perlombaan olah
raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya.
2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja
3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu
4) Peserta kegiatan lainnya
3. Tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
Yang tidak termasuk penerima Wajib Pajak PPh Pasal 21 menurut
peraturan Dirjen Pajak PER-31/ PJ/ 2009 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 adalah:
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaanya
tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik.
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud
yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
4. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Hak-hak Wajib Pajak (Resmi, 2009: 174) adalah:
a. Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada
Pemotong Pajak. Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dapat
dikreditkan dari PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh
Pasal 21 yang bersifat final.
b. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak, jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan
ini dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah
pajak yang dipotong menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai
alasan-alasan yang jelas. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam
jangka waktu 3 bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali apabila
Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak
dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekusaan.
c. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis
dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai
keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan surat
keputusan tersebut. Apabila badan peradilan pajak belum terbentuk,
maka permohonan banding dapat diajukan kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan
merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
Kewajiban Wajib Pajak adalah:
a. Wajib Pajak (penerima penghasilan) wajib menyerahkan surat
pernyataan kepada Pemotong Pajak, yang menyatakan jumlah
tanggungan keluarga pada suatu tahun takwim, untuk mendapatkan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Penyerahan tersebut dilakukan pada saat mulai bekerja, atau pada
permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri, atau mulai
pensiun, atau dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga
menurut keadaan pada permulaan tahun takwim. Wajib Pajak
berkewajiban untuk menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21
kepada:
1) Pemotong Pajak kantor cabang baru dalam hal yang
bersangkutan dipindahtugaskan.
2) Pemotong Pajak tempat kerja yang baru dalam hal yang
bersangkutan pindah kerja.
3) Pemotong Pajak dana pensiun dalam hal yang bersangkutan
b. Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak Orang Pribadi, jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan
lebih dari satu pemberi kerja.
5. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21 adalah setiap orang atau badan yang
diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 dan terakhir UU
No. 36 Tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong
PPh Pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.
03/2008 adalah (Resmi, 2009: 170):
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik
merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha
tetap, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama apa pun, sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai.
b. Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga-lembaga negara
lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang
membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,
dan kegiatan.
badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua
atau Jaminan Hari Tua.
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
serta badan yang membayar:
1) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas
namanya sendiri, bukan untuk atas nama persekutuannya;
2) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Subjek Pajak luar negeri;
3) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan,
pelatihan, dan magang;
4) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi
yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang
pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan,
yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam
bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban
untuk melakukan pemotongan pajak adalah:
b. Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang
telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang
pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan
bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas;
d. Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan
tersebut, organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi
kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak.
6. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Hak-hak pemotong PPh Pasal 21:
a. Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21
yang terjadi karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 (satu)
tahun takwin lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 21 yang telah
disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan PPh
Pasal 21 yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan
penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan,
diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
b. Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk
memperpanjang jangka waktu penyimpanan Surat Pemberitahuan (SPT)
tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan
formulir yang telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai
surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh Pasal 21 yang
terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21
yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan.
c. Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal
Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.
Kewajiban pemotong pajak adalah sebagai berikut:
a. Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke KKP atau Kantor
Penyuluhan Pajak setempat.
b. Pemotong Pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang
diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan pada KKP
atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
c. Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong dan menyetorkan PPh
Pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwim. Penyetoran
Pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke
Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya.
d. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun
nihil dengan menggunakan SPT Masa ke KKP atau Kantor Penyuluhan
berikutnya.
e. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak
kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang
tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima pesangon, dan
penerima dana pensiun.
f. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan
menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak
dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun pajak berakhir. Apabila
pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim,
maka Bukti Pemotongan tersebut diberikan oleh pemveri kerja yang
bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang
bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
7. Penghasilan yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Yang termasuk Objek Pajak yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
adalah:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji,
uang pensiun bulanan, upah honorarium (termasuk honorarium anggota
dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang
lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri,
tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan
pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asuransi
yang dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan
nama apapun.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa
jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya,
tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis
lainnya yang sifatnya tidak tetap.
c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan yang
diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atap atau tenaga kerja lepas
serta uang saku tenaga kerja lepas serta uang saku harian atau mingguan
yang diterima peserta pendidikan, pemagangan yang merupakan calon
pegawai.
d. Uang pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan
hubungan kerja.
e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak dalam Negeri.
f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain terkait gaji yang
diterima oleh pejabat negara, PNS serta uang pensiun dan
tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang terima
g. Penerima dalam bentuk natura dan kenikmatan lainya dengan nama apa
pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit).
8. Penghasilan yang dikecualikan dari Pengenaan PPh Pasal 21
Penghasilan yang dikecualikan dari Pengenaan PPh Pasal 21, yaitu:
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk
apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, yang diberikan
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan
yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus.
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan serta Iuran Tabungan Hari
Tua atau Tunjangan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara Jamsostek
yang dibayar oleh pemberi kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau
diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
e. Beasiswa, beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
9. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap
Penghitungan PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Per-31/ PJ/ 2009 untuk pegawai tetap dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh
Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan
dalam SPT masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Desember atau masa
pajak di mana pegawai berhenti bekerja:
b. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A1 atau
1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa
pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti
bekerja.
Penghitungan kembali ini dilakukan pada:
1) Bulan di mana pegawai tetap berhenti kerja atau pensiun;
2) Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir
tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang