• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan sumber daya. manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan sumber daya. manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai sumber daya manusia untuk dapat bersikap arif dan bijaksana. Manusia sebagai makhluk Tuhan, dikodratkan untuk hidup di bumi dengan mengembangkan akal dan pikirannya. Selama manusia hidup selalu dihadapkan pada beberapa pertanyaan. Hal ini terbukti setiap permasalahan satu selesai dipecahkan maka akan muncul permasalahan kedua dan seterusnya. Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia sebagai wahana dalam menempuh perjalanan hidup yang tidak terlepas dari permasalahan yang selalu membutuhkan solusi yang paling tepat.

Pendidikan berbasis kewirausahaan adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah internalisasi nilai-nilai pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi dengan perkembangan yang terjadi baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat serta penggunaan model dan strategi pembelajarn yang relevan dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Lembaga pendidikan tidak boleh hanya bertugas melahirkan banyaknya lulusan, akan tetapi jauh lebih penting adalah seberapa besar lulusannya itu dapat menolong dirinya sendiri dalam menghadapi tantangan di masyarakat atau dengan

(2)

kata lain sekolah haruslah meningkatkan kecakapan hidup lulusannya (Anwar, 2004:36).

Seseorang yang memiliki jiwa wirausaha adalah mereka yang didalam kepribadiannya telah terinternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan, yakni kepribadian yang memiliki tindakan kreatif sebagai nilai, gemar berusaha, tegar dalam berbagai tantangan, percaya diri, memiliki self determination, berkemampuan mengelola risiko, perubahan dipandang sebagai peluang, toleransi terhadap banyaknya pilihan, inisiatif dan memiliki need for achievement, perfeksionis, perpandangan luas, menganggap waktu sangat berharga serta memiliki motivasi yang kuat, dan karakter itu semua telah menginternal sebagai nilai-nilai yang diyakini benar (Kuratko, 2003:49).

Pada dasarnya, sekolah kejuruan membagi mata pelajaran/mata diklat menjadi kelompok normatif, adaptif, dan kelompok produktif sesuai dengan program keahlian masing masing. Kewirausahaan masuk di kelompok adaptif, bergabung dengan mata pelajaran lain seperti matematika, bahasa Inggris, dan keahlian adaptif sesuai dengan program keahlian semisal ekonomi untuk kelompok bisnis manajemen atau IPA untuk kelompok pariwisata.

Sekolah kejuruan sebagai salah satu model lembaga pendidikan yang tujuannya adalah (1) Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional (2) Menyiapkan siswa agar mampu memilih karier, mampu berkompetisi san mampu mengembangkan diri, (3) Menyiapkan tenagas kerja tingkat menengah uyntuk mengisi kebutuhan dunia usaha dan imdustri pada saat ini mapun pada masa yang akan datang, dan (4) Menyiapkan

(3)

tamatan agar menjadi warga negara yang produktif, adaptif dan kreatif, maka lembaga ini sebenarnya memiliki tanggung jawab yang sangat relevan terhadap pembentukan jiwa kewirausahaan bagi lulusannya.

Pembelajaran kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan harus benar-benar diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. Hal ini dianggap perlu karena dengan menanamkan sikap wirausaha bagi siswa sejak di bangku sekolah maka kedepan mereka siap dan mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan yang bisa dimanifestasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat.

Sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Jika sikap merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom, serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap (Munandar, 1999:27).

Pengangguran kaum muda merupakan salah satu masalah serius yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Ada suatu kebutuhan pada kaum muda Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan atau menciptakan pekerjaan yang layak dan produktif melalui wirausaha. Oleh karena itu kaum muda diharapkan dapat mencari peluang agar dapat mewujudkan potensi diri mereka. Kemungkinan lainnya adalah tidak ditanamkan kepada siswa bagaimana mengeksplorasi diri mereka menjadi manusia-manusia yang memiliki aset dalam hal berwirausaha.

Wirausaha belum sepenuhnya menjadi pilihan bagi kaum muda. Namun mengubah pandangan sebagian besar masyarakat yang terlanjur menganggap wirausaha sebagai profesi yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi ini tidaklah

(4)

mudah, karena pandangan ini sudah tertanam di sebagian besar masyarakat Indonesia yang lebih menginginkan bekerja kantoran (Alma, 2005:72), sehingga tidak mengherankan jika dikatakan Indonesia adalah negara pegawai (Sumahamijaya, 2003:49). Upaya ini turut dipersulit dengan adanya kendala rendahnya tingkat keterampilan dan keahlian kaum muda Indonesia untuk berwirausaha. Pengangguran tidak hanya disebabkan oleh terbatasnya kesempatan kerja, tetapi juga oleh ketidakmampuan pencari kerja untuk memenuhi persyaratan atau kualifikasi yang diminta oleh dunia usaha. Oleh karena itu, setiap pencari kerja perlu dibekali pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu. Sikap yang diperlukan oleh semua orang baik yang akan berwirausaha maupun sebagai pencari kerja adalah sikap wirausaha. Peran dunia pendidikan dalam mengatasi masalah di atas sangat dibutuhkan.

Sehubungan dengan pembentukan sikap kewirausahaan, para ahli sependapat bahwa pada dasarnya sikap muncul karena adanya stimulus. Sikap dapat dibentuk dari berbagai rangsangan yang diperoleh dari lingkungan sosial dan kebudayaan seperti: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, norma, golongan agama dan adat istiadat (Ahmadi, 2002:170). Sikap siswa dapat diarahkan kearah positif manakala stimulus yang diterimanya ketika berinteraksi di lingkungan sekolah khususnya dalam pembelajaran memberikan kebermaknaan dan wawasan baru tentang bagaimana mereka bersikap dalam menghadapi kehidupannya kelak. Berkaitan dengan itu, sehingga apabila guru kewirausahaan telah memiliki keprofesionalan mengajar maka sikap kewirausahaan siswa dapat dibentuk dan dikembangkan secara optimal.

(5)

Sikap kewirausahaan perlu dimiliki oleh siswa sebagai bekal hidup, sebab setelah lulus diharapkan mereka bisa lebih kreatif dan inovatif, serta lebih mandiri, sehingga tidak semata-mata mengharapkan menjadi pegawai kantoran baik negeri maupun pegawai kantoran swasta. Fenomena ini banyak terjadi pada siswa-siswi baik di sekolah umum maupun sekolah kejuruan. Padahal tujuan Sekolah Menengah Kejuruan adalah dapat menyiapkan lulusannya untuk mampu bekerja secara mandiri (berwirausaha). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa nampaknya sekolah baru mampu mempersiapkan lulusannya untuk mengisi lowongan kerja dan sangat bergantung pada pihak lain (pemerintah dan swasta) dan belum mampu mempersiapkan lulusannya berwirausaha. Artinya sikap kewirausahaan yang dimiliki siswa masih rendah. Rendahnya sikap kewirausahaan siswa juga disebabkan oleh pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan yang kurang efektif. Untuk menumbuhkan sikap kewirausahaan siswa merupakan tanggung jawab pemerintah (sekolah dalam hal ini guru sangat berperan), masyarakat/lingkungan, keluarga (orang tua) dan dunia usaha/dunia industri.

Pemberian mata pelajaran atau mata diklat kewirausahaan di sekolah menengah kejuruan dimaksudkan untuk memberikan nilai lebih kepada para lulusan SMK. Yakni, agar mereka bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri atau menjadi seorang entrepreneurship muda kelak jika sudah menyelesaikan pendidikannya.

Berdasarkan beberapa konsep pembelajaran dan konsep kewirausahaan nampak bahwa pembelajaran kewirausahaan di sekolah adalah suatu aktifitas atau

(6)

kegiatan belajar mentransformasi nilai-nilai yang berhubungan dengan wirausaha dan kegiatan kewirausahaan seta berfungsi sebagai wahana pembentukan sikap dan kesadaran berwirausaha para siswa.

Peran seorang guru kewirausahaan dimunculkan untuk memberikan bekal kepada para siswa SMK agar mempunyai pemahaman dunia usaha dalam kehidupan sehari hari. Terutama di lingkungan masyarakat, sehingga mereka dapat berwirausaha yang tentu saja disesuaikan dengan program keahliannya serta mampu menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya. Hal itulah yang menjadi tujuan mata pelajaran kewirausahaan yang telah dijabarkan di dalam kurikulum. Memang, mata pelajaran kewirausahaan difokuskan pada perilaku wirausaha sebagai fenomena empiris yang terjadi di lingkungan peserta didik. Karena itu, siswa SMK dituntut lebih aktif mempelajari peristiwa ekonomi di lingkungannya.

Pembelajaran kewirausahaan harus dapat menghasilkan perilaku wirausaha dan jiwa kepemimpinan pada peserta didik. Dengan bekal itu, mereka diharapkan dapat mengelola usaha dan berusaha secara mandiri. Soemanto (2006:85) menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan berusaha untuk menjawab manusia yang berkualitas guna menjadikan manusia bukan hanya mampu mencari pekerjaan, melainkan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang mampu menciptakan pekerjaan bagi dirinya, atau bahkan mampu menyediakan lapangan kerja bagi orang lain. Tujuan mulia itulah yang dapat disampaikan oleh seorang guru kewirausahaan kepada anak didiknya. Dengan kata lain, pembelajaran yang dilaksanakan sarat dengan aspek-aspek penting dari

(7)

kewirausahaan sehingga siswa dapat sukses menjadi entreprenuer dan dapat survive dalam kehidupannya. Pembelajaran kewirausahaan seperti ini memberikan keterampilan khusus pada siswa sehingga dapat mengembangkan keterampilannya sebagai sumber penghidupan.

Kenyataan yang terjadi mengindikasikan bahwa banyak lulusan SMK yang tidak mampu survive ditengah-tengah masyarakat dengan tuntutan dan kebutuhan yang kompleks dalam kehidupannya. Kenyataan tersebut dapat diihat dari grafik penelusuran tamatan siswa SMK berikut.

Tabel 1.1

Penelusuran Tamatan Siswa SMK Kelompok Bisnis dan Manajemen di Kota Tanjung Pinang Tahun 2006-2009

No Toko, Swalayan, Instansi Penerima Jurusan Jumlah Akuntansi Penjualan 06 07 08 09 06 07 08 09 1 PT. Sumber Rezeki 2 3 5 4 12 7 9 4 46 2 PT. Bintan 21 - 3 7 4 13 5 7 5 44 3 PT. Pinang Indah 1 - 3 2 8 4 4 2 24 4 Bappeko 2 - 3 3 - 2 2 3 15 5 Adpel 2 4 5 2 - - 1 - 17 6 Ramayana 2 2 6 2 15 6 7 9 49 7 PT. Rezeki Bunda - 5 2 2 3 2 2 4 20 8 Kantor Walikota 2 1 1 2 - 1 1 - 8 9 Hotel Laguna 1 - 1 - - 1 - 1 4 10 Lain-lain 48 62 77 44 39 51 62 49 432 Jumlah 60 80 110 65 90 79 95 77 659

Sumber: Data Olahan Tamatan SMK Kelompok Bisnis dan Manajemen di Kota Tanjung Pinang

(8)

Berdasarkan tabel penulusuran di atas, maka dapat dilihat bahwa tamatan SMK belum sepenuhnya terserap di berbagai instansi atau dengan kata lain siswa SMK belum terbentuk sikap kewirausahaan secara optimal sehingga belum memanfaatkan keterampilan dan keahlian dalam kehidupan nyata di masyarakat berdasarkan disiplin ilmu mereka.

Jika dikaitkan dengan keadaan wilayah sekitar siswa yang ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (Bintan, Batam, Karimun) per tanggal 1 April 2009, para siswa diharapkan dapat lebih mempersiapkan diri dan memacu serta mengeksplorasi kompetensi yang dimiliki agar kedepan setelah mereka menyelesaikan studi, mereka dapat berperan serta dalam pembangunan di wilayah tersebut. Realitas mengenai pemberlakuan wilayah Bintan sebagai bagian dari wilayah free trade zone berdampak pada kegiatan ekonomi, perdagangan, industri, pariwisata, dan lalu lintas pelayaran berlaku dalam skala internasional, maka implikasinya pada siswa adalah bagaimana paradigma berpikir serta sikap mereka diarahkan agar nantinya dapat berperan dalam mensukseskan program yang telah ditetapkan pemerintah tersebut.

Pembelajaran yang unggul memerlukan para guru yang profesional dalam mengajar sebagai produk dari profesionalisasi secara berkelanjutan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus sehingga melahirkan para guru yang memiliki profesionalitas yaitu sikap mental merasa bangga dan komitmen terhadap pekerjaannya dan profesionalisme yaitu sikap mental untuk komitmen terhadap kinerja bermutu sesuai dengan standar yang diharapkan baik dari sisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

(9)

Guru memiliki peran strategis dalam upaya membentuk sikap kewirausahaan siswa, karena dengan kompetensi profesional yang dimiliki guru maka pembelajaran yang berlangsung akan memberikan kebermaknaan bagi siswa dalam mengkonstruksikan dan mempraktekkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan pada PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.

Guru merupakan kunci keberhasilan sebuah lembaga pendidikan. Guru adalah agent of change, dimana perubahan paradigma berpikir, bersikap dan berperilaku siswa diharapkan kearah yang lebih baik, maka baik atau buruknya perilaku atau cara mengajar guru akan sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Suryadi (Alma, 2008:133) menyatakan bahwa untuk menjadi seorang guru profesional, maka seorang guru harus memiliki:

1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan PBM.

2. Guru menguasai secara mendalam mata pelajaran yang diajarkannya.

3. Guru bertanggungjawab memantau hasil belajar melalui berbagai cara evaluasi.

4. Guru mampu berpikir sistematis.

5. Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Realita yang ada mengindikasikan guru dalam proses pembelajaran cenderung belum menggali kompetensi dan sikap kewirausahaan yang seharusnya dikembangkan agar pembelajaran yang dilaksanakan benar-benar memberikan pencerahan, motivasi, serta sikap positif kepada siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah didapat. Pengelolaan program

(10)

pembelajaran harus ditata sedemikian baik agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan pembelajaran yang terjadi tidak memberikan pencerahan dan pengalaman berharga bagi siswa. Kelemahan dan kendala seperti ini hanya memberikan kebosanan kepada siswa dan tidak memberikan motivasi serta pengembangan kemampuan berpikir dan apresiasi nilai yang dibutuhkan mereka dalam menjalani kehidupannya sebagai warga masyarakat yang selalu dihadapkan pada masalah-masalah sosial yang ada.

Berdasarkan pemikiran di atas maka penulis tertarik mengkaji lebih lanjut tentang pengaruh kompetensi profesional mengajar dalam pembelajaran kewirausahaan terhadap penguasaan materi dan pembentukan sikap kewirausahaan siswa SMK kelompok Bisnis dan Manajemen di Kota Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang dipaparkan pada latar belakang penelitian, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pengaruh kompetensi profesional mengajar terhadap penguasaan materi dan pembentukan sikap kewirausahaan siswa SMK kelompok Bisnis dan Manajemen di Kota Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau?”

Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh positif antara kompetensi profesional mengajar guru kewirausahaan terhadap penguasaan siswa tentang materi kewirausahaan?

(11)

2. Apakah terdapat pengaruh positif antara penguasaan siswa tentang materi kewirausahaan terhadap pembentukan sikap kewirausahaan siswa?

3. Apakah terdapat pengaruh positif antara kompetensi profesional mengajar guru kewirausahaan terhadap pembentukan sikap kewirausahaan siswa?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompetensi profesional mengajar dalam pembelajaran kewirausahaan terhadap penguasaan siswa tentang materi kewirausahaan dan pembentukan sikap kewirausahaan siswa.

Tujuan umum tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tujuan khusus, yaitu: 1. Mengetahui bagaimana pengaruh kompetensi profesional mengajar guru

kewirausahaan terhadap penguasaan siswa tentang materi kewirausahaan siswa.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh penguasaan siswa tentang materi kewirausahaan terhadap pembentukan sikap kewirausahaan siswa.

3. Mengetahui bagaimana pengaruh kompetensi profesional mengajar guru kewirausahaan terhadap pembentukan sikap kewirausahaan siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini bersifat teoritik dan praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

(12)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dalam mengoptimalkan pembelajaran kewirausahaan sehingga sikap

kewirausahaan siswa dapat terbentuk dengan objektif setelah melaksanakan pembelajaran yang dikelola oleh guru profesional dalam mengajar.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan bahan masukan kepada guru kewirausahaan agar dalam proses pembelajaran mengarahkan siswa dalam penguasaan materi dan pembentukan sikap kewirausahaan siswa.

b. Memberikan referensi bagi pihak sekolah dalam melaksanakan pembelajaran yang berkualitas dan dapat diterapkan siswa.

c. Memberikan masukan bagi dinas pendidikan sebagai pihak yang berkompeten dalam masalah pendidikan, agar berupaya mengembangkan pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia berkualitas, mampu menolong dirinya sendiri dalam menghadapi tantangan di masyarakat dan memiliki kecakapan hidup.

d. Memberikan informasi untuk dijadikan bahan kajian bagi yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah ini.

E. Asumsi

Agar penelitian mempunyai pijakan yang kukuh bagi masalah yang diteliti, peneliti perlu merumuskan anggapan dasar. Menurut Surakhmad (Suharsimi,

(13)

1997:58), anggapan dasar adalah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti.

Dalam merumuskan anggapan dasar penelitian ini ditempuh melalui telaah berbagai konsep dan teori yang berkaitan dengan kompetensi profesional mengajar yang dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran, penguasaan materi, dan sikap kewirausahaan. Untuk kepentingan penelitian ini dirumuskan anggapan dasar sebagai berikut:

1. Kompetensi profesional mengajar yang dimiliki guru dapat memberikan kontribusi positif pada penguasaan materi kewirausahaan pada siswa.

2. Kompetensi profesional mengajar yang dimiliki guru dapat memberikan kontribusi positif pada pembentukan sikap kewirausahaan siswa karena sikap merupakan hasil belajar.

3. Penguasaan materi kewirausahaan akan diperoleh siswa manakala siswa mampu memahami konsep materi kewirausahaan yang dijabarkan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

4. Sikap terbentuk dari pengalaman yang didapat siswa berdasarkan hasil interaksi yang dilakukannya dengan lingkungan sosial dimana siswa berada, termasuk lingkungan sekolah dan interaksinya dalam pembelajaran yang dilaksanakan.

5. Sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Jika sikap merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap.

(14)

F. Hipotesis

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas penulis mengajukan hipotesis. Sukardi (2003:42) dan Sugiyono (2004:70) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan berdasarkan pada teori yang relevan, sehingga belum menjadi jawaban yang empiris. Sesuai dengan rumusan masalah, maka dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan yaitu:

1. Terdapat pengaruh positif antara kompetensi profesional mengajar guru kewirausahaan terhadap penguasaan siswa tentang materi kewirausahaan. 2. Terdapat pengaruh positif antara penguasaan siswa tentang materi

kewirausahaan terhadap pembentukan sikap kewirausahaan siswa.

3. Terdapat pengaruh positif antara kompetensi profesional mengajar guru kewirausahaan terhadap pembentukan sikap kewirausahaan siswa.

G. Kerangka Pemikiran

Tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran adalah kualitas pembelajaran. Secara garis besar kualitas dapat dikatakan sebagai materi yang harus dipelajari dan dikuasai serta diaplikasikan siswa baik ketika siswa masih berada dalam lingkungan sekolah, maupun setelah siswa menyelesaikan studi.

Kualitas pembelajaran sangat didukung oleh peran seorang guru yang mampu merespons siswa agar tertarik pada pembelajaran yang dilaksanakan. Keprofesionalan guru dalam mengajar akan berdampak pada penguasaan materi

(15)

pembelajaran oleh siswa karena selama proses pembelajaran siswa merespon positif dan antusias dengan pembelajaran yang berlangsung. Uno (2008:19) menyatakan dengan jelas bahwa guru profesional dalam mengajar harus memiliki kemampuan merencanakan sistem pembelajaran, melaksanakan sistem pembelajaran, mengevaluasi sistem pembelajaran, dan mengembangkan sistem pembelajaran. Sehingga apabila guru dalam proses pembelajaran memiliki keprofesionalan maka pembelajaran yang maksimal akan dicapai. Jika hal ini terlaksana dengan baik maka proses pembelajaran benar-benar mencapai sasaran sehingga siswa dapat menguasai konsep dan materi kewirausahaan serta pada akhirnya dapat menumbuhkan sikap kewirausahaan pada siswa.

Penguasaan materi kewirausahaan akan dapat dicapai siswa manakala siswa telah memenuhi standar kompetensi serta kompetensi dasar yang ditetapkan. Siswa dapat menguasai materi kewirausahaan jika siswa mampu memahami konsep kewirausahaan. Hal ini penting dikuasai siswa dan menunjang dalam menyelesaikan masalah nantinya. Usman dan Setiawati (2001:112) menyebutkan bahwa”...dalam klasifikasi domain kognitif Bloom, pemahaman konsep diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Kemampuan pemahaman diklasifikasikan Bloom atas kemampuan mentranslasi, menginterpretasikan dan mengekstrapolasi.

Ketika proses pembelajaran memberikan kebermaknaan dan hal positif bagi siswa, maka dapat dikatakan konsep dan materi kewirausahaan akan terkuasai. Implikasi dari hal tersebut adalah secara bersamaan sikap kewirausahaan siswa akan terbentuk. Hal ini dipertegas oleh Bloom (Munandar, 1999:27), ia

(16)

menyatakan bahwa serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap.

Pembelajaran kewirausahaan sebagai bagian dari pendidikan IPS merupakan pengajaran yang berkenaan dengan kehidupan nyata di masyarakat. Alma (2008:7) menyatakan bahwa keberanian membentuk sikap kewirausahaan didorong oleh guru di sekolah, sekolah yang memberikan mata pelajaran kewirausahaan yang praktis dan menarik dapat membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha.

Karakteristik sikap kewirausahaan secara jelas diklasifikasikan oleh Meredith (1996:18) yaitu:

1. Penuh percaya diri, meliputi indikator penuh keyakinan, disiplin, berkomitmen, optimisme dan bertanggung jawab.

2. Berorientasi pada tugas dan hasil, meliputi kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energetik dan inisiatif.

3. Pengambilan resiko, meliputi kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar (penuh perhitungan) dan suka tantangan.

4. Kepemimpinan, meliputi memiliki jiwa dan perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik.

5. Keorisinilan, meliputi inovatif, kreatif dan fleksibel.

6. Berorientasi ke masa depan, meliputi pandangan ke depan, perspektif

Berdasarkan pendapat tersebut, maka wirausahawan adalah orang yang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap sumber, tenaga kerja, alat, bahan, dan aktiva lainnya, dan juga orang yang memperkenalkan perbuatan, inovasi dan cara-cara yang baru, memadukan kepribadian, peluang keuangan, dan sumber daya yang ada di lingkungannya. Kepribadian ini meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku.

(17)

Untuk menjadi seorang wirausaha, sikap mental berani tetapi dengan perhitungan yang matang sangat membantu keberhasilannya. Perolehan hasil pendidikan formal juga membantu tetapi menurut hasil penelitian Charles (Alma, 2008:18) bahwa keberhasilan seseorang yang ditentukan oleh pendidikan formal hanya sebesar 15%, dan selebihnya 85% ditentukan oleh sikap mental atau kepribadian.

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Berpikir

H. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif eksplanasi dengan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian ini digunakan untuk mengetahui kontribusi kompetensi profesional mengajar dalam pembelajaran kewirausahaan terhadap penguasaan materi dan pembentukan sikap

PIPS: Pend. Ekonomi

Penddidikan Kewirausahaan di SMK (mata pelajaran adaptif)

Kompetensi profesional mengajar guru kewirausahaan: merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan sistem pembelajaran Strategi : bimbingan, pengajaran, dan praktek

Pembelajaran kewirausahaan Adanya perubahan, Respon positif terhadap pembelajaran Penguasaan materi kewirausahaan Terbentuknya sikap kewirausahaan

(18)

kewirausahaan siswa SMK kelompok Bisnis dan Manajemen di kota Tanjung Pinang. Teknik pengumpulan data yaitu dengan menyebarkan angket kepada responden (siswa) untuk mengetahui sikapnya dengan menggunakan skala sikap Likert dan tes penguasaan materi kewirausahaan. Biasanya sikap dan tingkah laku tersebut dikuantifikasi dengan berbagai cara sehingga diperoleh skor numerik. Skor itu ditabulasi dan dihitung, dan hubungannya dengan variabel-variabel lain dikaji secara empirik. Selain itu juga data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi untuk mengetahui kegiatan pembelajaran kewirausahaan dan pembentukan sikap kewirausahaan siswa. Instrumen untuk observasi ini menggunakan lembar observasi dengan poin-poin seperti yang dikembangkan pada angket.

I. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di seluruh SMK kelompok Bisnis dan Manajemen yang berada di kota Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau yaitu sejumlah 3 (tiga) SMK yang terdiri dari SMKN 1, SMK Pembangunan, dan SMK Indra Sakti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMK kelompok Bisnis dan Manajemen kelas X di Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Sampel yang diambil dengan teknik simple random sampling, dimana sampel diambil secara acak sederhana dari seluruh jumlah populasi yang ada.

Gambar

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat hamil kebutuhan akan zat gizi mengalami peningkatan sehingga bila dengan konsumsi makanan sampel yang defisit dan tingkat kepatuhan mengkonsumsi tablet

Daripada andaian-andaian yang telah dibuat dalam Teori Kegunaan dan Kepuasan dapat disimpulkan bahawa teori ini amat sesuai untuk melihat kesan media sosial ke atas

@eala klinis pada pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B seperti pada umumnya, tidak berbeda antara anita hamil dengan anita yang tidak hamil. Pada kasus infeksi akut

Ekonomi Biru, merupakan koreksi dan pengayaan terhadap Ekonomi Hijau (green economy) dengan semboyan “Blue Sky – Blue Ocean” dimana ekonomi tumbuh, rakyat sejahtera,

Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa daun brokoli yang diberi perlakuan ekstrak campuran lebih tinggi mengakibatkan kematian pada serangga uji dibandingkan dengan yang

Setelah menjalani perawatan, tanyakan kepada dokter mengenai tindak lanjut yang perlu Anda lakukan baik di rumah ataupun untuk pemeriksaan lanjutan:.. Jenis tindak lanjut apa yang

Pihak perantara yaitu perusahaan efek yang terdapat dalam transaksi ini harus lebih hati-hati dalam melaksanakan tugasnya terlebih jika terdapat kewajiban pelaporan

Saat dilangsungkannya pertempuran akbar umat Islam melawan kaum frank, sebanyak 20.000 tentara kaum Frank mengalami situasi yang nahas karena mampu ditaklukan oleh