• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - 03.40.0022 Ninditya Ayugrahani BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - 03.40.0022 Ninditya Ayugrahani BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wanita sekarang ini memang menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan walaupun sejak dahulu sudah menjadi pembicaraan serius hingga kemunculan emansipasi wanita. Saat ini topik mengenai wanita menjadi semakin menarik di tengah perjuangan kaum wanita mencapai kesempurnaan kesetaraan gender dengan berbagai pengaruh globalisasi, modernisasi, edukasi, dan demokratisasi. Pengaruh tersebut membawa berbagai dampak bagi wanita, yaitu berupa dampak positif dan negatif.

(2)

hanya dalam kehidupan rumah tangga saja, menepis pandangan “tradisional” yang selalu menomorduakan posisi wanita.

Dampak negatif dari perkembangan jaman pada wanita adalah tekanan yang semakin terasa berat dalam diri wanita masa kini dibandingkan dengan generasi sebelumnya, sehingga tidak jarang wanita yang telah berkarier lebih memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaan karena tuntutan kerja yang semakin meningkat Hal ini juga didukung oleh adanya paham tradisional tentang wanita yang ternyata masih banyak dianut oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan pada tahun 2005 yaitu perempuan (50,65%), laki–laki (85,55%) dan pada tahun 2006 yaitu perempuan (48,63%), laki–laki (84,74%). Adanya penurunan partisipasi kaum perempuan dalam hal ini disebabkan kualitas hidup wanita masih rendah. (Semarang Metro, 2007, kolom M). Tekanan yang dirasakan kaum wanita terutama ada pada ibu bekerja yang masih memiliki orientasi peran jenis tradisional karena selain harus berperan sebagai seorang ibu dan isteri yang baik juga mampu berperan sebagai karyawati yang bertanggung jawab terhadap jabatan yang telah dipercayakan perusahaan. Tekanan akan terasa berat ketika dalam diri ibu bekerja ada keinginan ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara proporsional dan seimbang.

(3)

lelah karena dituntut untuk terus memberi dan memenuhi kebutuhan orang lain. Kadang – kadang suami dan anak merasa kurang mendapat perhatian sehingga akan timbul rasa bersalah karena merasa gagal menjadi ibu dan isteri yang baik. Keadaan tersebut akan menjadi sumber tekanan yang berat bagi seorang ibu. Tidak heran jika masih sering terdengar cerita bahwa seorang ibu menolak dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi atau bahkan memilih untuk menghentikan karier demi mempertahankan keharmonisan rumah tangga. Hal ini bisa dibuktikan dengan melihat data pada tahun 1998 yang menunjukkan bahwa setiap wanita yang berpendidikan sarjana ternyata 14 orang diantaranya memilih menjadi ibu rumah tangga dalam artian sengaja meninggalkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan yang dimiliki dan memutuskan menjadi pengurus rumah tangga (Kompas, 20 Oktober, 2003). Perempuan dinilai tidak cukup sukses apabila keberhasilan membangun karier tidak disertai dengan kesuksesan dalam mengelola rumah tangga (Irvanus, 2002). Jadi mudah dipahami jika banyak wanita yang takut meraih sukses yang lain jika dengan kesuksesan tersebut fungsi sebagai isteri dan ibu dapat terhambat (Sarlito, 2005, h.29).

(4)

persaingan dengan suami atau konflik rumah tangga. Anggapan peran tradisional yang melekat dalam diri wanita bahwa masyarakat masih menganggap peran ideal bagi seorang wanita adalah mengurus rumah tangga.

Kenyataan menunjukkan kesempatan kerja yang semakin terbuka kurang dapat membuat wanita berkembang. Dunia karier yang identik dengan dunia laki–laki yang penuh kompetisi dan prestasi mengharuskan wanita mampu bersaing dengan laki–laki. Persaingan dengan kaum laki–laki membuat wanita cenderung untuk menghindari keadaan ini. Penghindaran terhadap situasi ini dikarenakan ada ketakutan dalam diri wanita atas anggapan masyarakat bahwa wanita akan kehilangan feminitas, kehilangan penghargaan sebagai seorang wanita yang feminin serta ditolak oleh lingkungan sosial sehingga wanita akan mengalami penurunan prestasi yang sebenarnya tidak dikehendaki. Perasaan ketakutan ini disebut juga dengan ketakutan akan sukses (fear of success). Konsekuensi dari ketakutan akan sukses (fear

of success) ini dalam diri wanita akan memunculkan motivasi

menghindari sukses (Kompas, 20 Oktober 2003).

Dikatakan oleh Dowling (1995, h.33–35), berdasarkan data dari Biro Sensus Amerika Serikat bahwa pada masa ini wanita yang menikah dan hidup bersama suami separuh diantaranya masih lebih suka tinggal di depan perapian dapur. Banyak wanita yang mencapai sejumlah keberhasilan di bidang karier dan profesi namun tetap merasa tidak aman. Dituliskan oleh Katty Keating dalam majalah Better Homes and

(5)

pekerjaan itu menimbulkan lebih banyak stress dan kecemasan (Dowling, 1995, h.31).

Eryani (1993, h. 42) mengatakan bahwa ketakutan akan sukses mempunyai beberapa efek yaitu adanya kecenderungan untuk menjadi

underachiever, motivasi intrinsik yang lebih rendah, cenderung

menggunakan istilah keberuntungan terhadap keberhasilan yang dicapai, dan cenderung mengubah rencana masa depan (karier) ke bentuk yang lebih tradisional, feminin dan kurang ambisius.

(6)

Menurut Vuuren (Setiasih, 2005, h.20), seorang ibu dikatakan bekerja bila setelah mengerjakan tugas akan mendapatkan penghasilan atau gaji. Para ibu bekerja mempunyai jadwal tertentu sehingga waktu untuk suami dan anak menjadi terbatas. Soedarto (Setiasih, 2005, h.21) mendefinisikan ibu bekerja sebagai ibu yang memiliki kegiatan secara publik (bekerja diluar pekerjaan domestik) dan mempunyai jadwal tertentu untuk mengembangkan hidupnya, baik secara fisik maupun psikis.

Seorang ibu yang bekerja di luar rumah mempunyai beberapa faktor yang menyebabkan ibu menjadi takut sukses yaitu : konteks sosial budaya, orientasi peran jenis, situasi persaingan kerja (kompetisi kerja), tingkat pendidikan, dukungan sosial, usia dan jenis kelamin, konflik peran ganda dan karakteristik pekerjaan (Zuckerman dan Wheleer, 1975, h.938; Atkinson dan Raynor dikutip Febriani, 2005, h.12; Hoffman dan Horner dikutip Febriani, 2005, h.10; Puryear dan Mednick dikutip Donelson dan Gullahorn, 1977, h.174).

(7)

yang mendasar diantara pria dan wanita. Fakta menunjukkan bahwa wanita dapat hamil, melahirkan dan mengasuh anak. Tugas pengasuhan hanya bisa dilakukan jika ibu dekat dengan anak. Pria secara fisik lebih kuat sehingga untuk tugas yang membutuhkan kekuatan, ketahanan dan mobilitas tinggi cenderung dikerjakan oleh pria, sedangkan wanita tinggal di rumah, dan mengurus rumah.

Penelitian O’Leary dan Hammack (Unger, 1979, h.125) menunjukkan bahwa seorang siswi dengan orientasi peran jenis yang bersifat non tradisional umumnya menunjukkan respon penolakan sukses yang lebih rendah dibanding siswi yang berorientasi tradisional. Ketakutan akan sukses pada wanita dianggap sebagai ketakutan yang dialami oleh wanita karena takut menyimpang dari standar peran jenis wanita. Tidak jarang wanita yang melepaskan karier yang telah dirintis ketika sedang mencapai puncak kesuksesan hanya karena takut dianggap sebagai wanita yang agresif, ambisius, dan lain–lain. Anggapan–anggapan tersebut akan menimbulkan penolakan dalam masyarakat.

(8)
(9)

Seorang ibu bekerja yang mempunyai persepsi positif terhadap kompetisi maka akan merasa puas dalam bekerja dan akan bekerja dengan sungguh–sungguh, selain itu seorang ibu bekerja yang mempersepsikan kompetisi dengan baik maka lebih dapat bekerja semaksimal mungkin demikian sebaliknya, seorang ibu bekerja yang mempersepsikan kompetisi secara negatif maka akan merasa cemas sehingga membuat sulit berkonsentrasi dalam bekerja, merasa frustrasi dan menarik diri dari kompetisi. Dikatakan oleh Karabenick & Marshall, (2004, h.220) bahwa prestasi yang berorientasi tugas yang bersifat kompetitif dan agresif membuat wanita merasa tidak nyaman untuk melakukan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan pencapaian prestasi yang tampak tidak feminim dan dapat menyebabkan penolakan sosial. Persaingan pada pria tampak menimbulkan konflik menurut wanita, sehingga hal tersebut dapat menurunkan penampilan kerja seorang ibu. Menurut Dowling (1995, h.40) sejumlah wanita memprotes tentang persaingan dalam dunia pekerjaan laki–laki dan menolak untuk ikut berprestasi di dalam pekerjaan tersebut.

(10)

ibu, meskipun bisnis, teknik, dan ilmu–ilmu yang lain juga cukup populer bagi perubahan status wanita (Gilmer, 1984, h.157).

Hasil penelitian Feather (Haber & Runyon, 1984, h.99) ternyata menunjukkan bahwa wanita tidak selalu mengalami ketakutan akan sukses, terutama sekali dalam pekerjaan–pekerjaan yang secara konvensional merupakan pekerjaan wanita. Wanita terutama seorang ibu terlihat menghindari sukses dalam profesi teknik atau bidang yang secara umum dimonopoli oleh pria.

Pembagian karakteristik pekerjaan yang sesuai dengan harapan masyarakat cenderung berorientasi pada peran maskulin dan feminin. Guru, pekerja sosial, perawat, sekretaris merupakan jenis pekerjaan yang bersifat feminin, karena dalam pekerjaan tersebut membutuhkan sifat–sifat yang dianggap feminin seperti telaten, penuh perhatian, sabar, dan sebagainya, sedangkan bidang bisnis, dokter spesialis tertentu (misal spesialis bedah) dan teknik merupakan jenis pekerjaan yang bersifat maskulin karena membutuhkan kompetisi, agresivitas, keberanian mengambil resiko yang cukup tinggi yang merupakan karakteristik maskulin.

(11)

pemasaran, sementara itu saat ini persaingan kerja dalam dunia perbankan juga sangat ketat, dimana perusahaan yang satu dengan yang lain berlomba untuk mencapai target dan memuaskan pelanggan agar dapat tetap bertahan dalam sektor bisnis, sehingga para karyawati khususnya bagian customer service dan marketing yang biasa diperankan oleh seorang ibu juga dituntut untuk mampu mencapai target perusahaan sekaligus memberikan kepuasan kepada pelanggan.

Situasi pekerjaan yang serba kompetitif seringkali dapat mengakibatkan munculnya ketegangan dalam lingkungan kerja. Ketegangan yang berlarut–larut dapat mengganggu situasi kerja. Lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan keadaan dalam diri seseorang akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis serta mengakibatkan ketegangan emosi, sehingga seorang pekerja akan rentan terkena stress. Di satu sisi seorang ibu harus bertanggungjawab terhadap jabatan ataupun pekerjaan yang telah dipercayakan perusahaan, namun di sisi yang lain juga harus mampu mempertahankan keharmonisan keluarga dan memberikan perhatian yang cukup bagi suami dan anak, serta melakukan pekerjaan rumah tangga. Ketegangan emosi yang semakin meningkat dalam pekerjaan akibat persaingan kerja yang dialami ibu bekerja lambat laun mengakibatkan ketakutan akan sukses. Horner (1978, h.50–61) mengatakan bahwa ketakutan akan sukses lebih kuat dalam situasi yang kompetitif atau penuh persaingan.

(12)

waktu untuk keluarga menjadi minim karena hampir setiap hari bekerja hingga larut malam. Adanya orientasi peran jenis tradisional yang masih melekat erat dalam kehidupan rumah tangga ibu bekerja tersebut menjadikan ibu muda tersebut menolak dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi, bahkan sempat terbersit dalam benaknya untuk mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut namun di sisi lain kebutuhan hidup kian bertambah.

(13)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data secara empirik apakah ada hubungan antara orientasi peran jenis tradisional dan situasi kompetisi kerja dengan ketakutan akan sukses pada ibu bekerja.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian limu bagi pengembangan Psikologi Industri dan Organisasi khususnya bidang Psikologi Kerja dan sumbangan ilmiah bagi Psikologi Perkembangan khususnya Psikologi Wanita dalam kaitan antara ketakutan akan sukses pada ibu bekerja dengan orientasi peran jenis tradisional dan situasi kompetisi kerja.

2. Manfaat Praktis

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

pendidikan 37Yo responden menjawab ingin beke{a dan melanjutkan strata dua. Responden kurang berani untuk mengambil resiko memulai sebuah usaha dengan kendala-kendala

Variabel reliability (X 2 ), yang meliputi indikator petugas memberikan pelayanan yang tepat, petugas memberikan pelayanan yang cepat, petugas memberikan pelayanan

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI