• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBARAN KUALITAS TEMBAKAU DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEBARAN KUALITAS TEMBAKAU DI KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN KUALITAS TEMBAKAU DI KABUPATEN TEMANGGUNG,

JAWA TENGAH

Suci Dwi Rahsetya, M.H Dewi Susilowati, Tarsoen Waryono

Abstrak

Tembakau (Nicotianae tabacum L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang dikembangkan di Indonesia. Salah satu penghasil tembakau di Indonesia adalah Kabupaten Temanggung. Tembakau yang dihasilkan di Kabupaten Temanggung memiliki kualitas yang terbaik karena wilayah Temanggung yang cocok untuk penanaman tembakau. Faktor fisik dan penggunaan tanah di Kabupaten Temanggung memiliki pengaruh terhadap kualitas tembakau. Kualitas tembakau dalam penelitian ini dinilai berdasarkan harga jual tembakau dengan melihat pengaruh kesesuaian lahan dan penggunaan lahan. Sebaran kualitas tembakau tinggi berada di lahan sesuai dan lahan cukup sesuai dengan jenis penggunaan lahan mayoritas lahan tegalan. Sebaran tembakau rendah berada di lahan sesuai marjinal dengan jenis penggunaan lahan sawah.

Kata kunci: kualitas tembakau, tembakau temanggung, sebaran kualitas, faktor fisik. Abstract

Tobacco (nicotianae tabacum L) is one of the agricultural commodities that developed in Indonesia. One producer of tobacco in Indonesia is Temanggung. Tobacco produced in Temanggung has the best quality because the area is suitable for tobacco. Physical factors and landuse in Temanggung has an impact on the quality of tobacco. Quality of tobacco based on the selling price of tobacco . Distribution of high quality tobacco has located in the Distribution of high-quality tobacco land is suitable and sufficient land in accordance with the majority of types of land use dry land. Low tobacco distribution is in accordance marginal land with the use of wetland types.

Keywords: quality tobacco, tobacco , the distribution of quality, physical factors.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, karena sektor yang menjadi unggulan dan dikuasai oleh masyarakat luas adalah sektor pertanian (Sandy, 1978). Selain sebagai petani penggarap, masyarakat juga memiliki peran sebagai petani pemilik lahan, dan atau bekerja pada organisasi (badan-badan) yang berkecimpung di dalam sektor pertanian. Lebih jauh Sandy (1978) menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan berusaha pada sektor pertanian, baik pada lahan basah maupun lahan kering sangat ditentukan oleh; (a) sistem budidaya usaha tani, (b) kesesuaian lahan terhadap jenis budidaya tertentu sebagai wahana tanah usaha, dan (c) kemampuan dalam mengelola budidaya usaha tani.

Sistem budidaya usaha tani di Indonesia khususnya yang diterapkan di Pulau Jawa seperti yang diungkapkan oleh Gunarwan (2001), secara mendalam telah dikuasai oleh masyarakat. Sistem yang dimaksud adalah penetapan awal budidaya (tanam) dan akhir budidaya (panen), dan diteruskan dengan teknik/penanganan proses produksi. Prinsip yang sama juga terhadap kesesuaian lahan (Sandy, 1978).

(2)

Wilayah Tanah Usaha (WTU), pada dasarnya merupakan kesesuaian budidaya jenis tertentu baik pada lahan kering maupun lahan basah, atas dasar persyaratan bio-fisik yang harus dipenuhi. Secara biologis menunjukkan kemampuan jenis budidaya dalam merespon dan beradaptasi terhadap kondisi fisik wilayah dan lingkungannya. Lebih jauh dikatakan bahwa fisik wilayah dalam WTU, merupakan bentuk medan yang ditentukan oleh dua faktor, yaitu ketinggian tempat dan kemiringan lereng.

Pertumbuhan suatu jenis komoditas yang dibudidayakan menurut Waryono (2002), sangat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: (a) edaphis (tanah), (b) climatis (iklim), (c) fisiografis (bentang alam), dan (d) biologis. Komponen tanah yang penting adalah struktur dan tektur tanah, termasuk susunan partikel tanah, air tanah, temperatur tanah, dan hara mineral tanah yang terkandung. Struktur dan tekstur tanah, mencirikan agregat/butir tanah, karena berhubungan dengan ketersediaan udara dalam tanah, dan persentase kandungan (pasir, liat dan debu), hubungannya dengan porositas dan permeabilitas tanah. Iklim merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan atmosfer, dan pengaruhnya terhadap kehidupan tetumbuhan, terutama berhubungan dengan temperatur (suhu udara), air, dan cahaya dan kelembaban udara. Fisiografis merupakan konfigurasi bumi termasuk ketinggian tempat, dan kemiringan lereng. Biologis, merupakan kemampuan tumbuh tanaman untuk memberikan respon dan adaptasi terhadap lingkungan hidup tumbuhan. Lebih jauh Sukotjo (2000) menyebutkan bahwa keempat faktor seperti uraian tersebut, sangat menentukan keberhasilan budidaya komoditas tertentu, baik pada lahan basah maupun lahan kering.

Budidaya usaha tani lahan kering khususnya di Pulau Jawa, selain produk-produk tanaman pangan, juga produk-produk tanaman industri. Salah satu produk-produk tanaman industri yang memiliki aspek dan prospek jangka panjang berdasarkan pemenuhan pasar baik regional, nasional maupun intermasional adalah budidaya tembakau (Nicotianae tabacum L), seperti yang dikembangkan berbasis kemasyarakatan di Kabupaten Temanggung.

Wilayah Temanggung memiliki kondisi fisik yang sesuai untuk budidaya tanaman tembakau, karena didukung oleh ketinggian tempat lebih dari 500 meter dpl, dengan kelembaban yang cukup tinggi dan memiliki suhu udara optimal. Di sisi lain hamparan lahan pada ketinggian tersebut, didukung juga oleh penyinaran matahari dan tanahnya cukup dengan kandungan unsur hara dan mineral tanah. Indikasi dari kondisi fisik wilayah tersebut, hampir mencakup 25% wilayah

(3)

Kabupaten Temanggung, sehingga daerah tersebut merupakan sentra penghasil tembakau yang memiliki kualitas baik di Provinsi Jawa Tengah, dan atau Pulau Jawa, bahkan di Indonesia (Bappeda, 2012).

Tembakau temanggung, akan sesuai apabila dibudidayakan pada kondisi fisik wilayah yang sesuai pada kisaran antara 700 dan 1500 meter dpl, memiliki kisaran curah hujan berkisar antara 2.200 dan 3.100 mm/tahun, serta memiliki bulan basah antara 8 dan 9 bulan, atau memiliki bulan kering antara 3 dan 4 bulan kering (Basuki 2009).

Menurut Purlani & Rachman (1991) dan Basuki (2009) bahwa besaran curah hujan berpengaruh terhadap kualitas/mutu produk tembakau Temanggung. Lebih jauh Sholeh (2000), menyebutkan bahwa intensitas penyinaran matahari lebih dari 5 jam, sangat diperlukan saat panen dan pengeringan produk. Ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap kualitas produk tembakau (Purlani dan Rachman, 1991). Wilayah dengan ketinggian tempat yang cukup tinggi (± 700 meter dpl), secara umum memiliki potensi mutu tembakau lebih tinggi dibandingkan dengan produk tembakau yang bersumber dari ketinggian tempat kurang dari 500 meter dpl. Di sisi lain, perlakuan dalam proses pasca produksi juga berpengaruh besar terhadap kualitas/mutu tembakau.

Tantangan dan peluang dalam pengembangan komoditas tembakau, sebaiknya disikapi secara benar, karena (a) kurangnya informasi hasil-hasil penelitian kepada petani tembakau, karena sangat terbatasnya petugas lapangan (penyuluh); (b) kebutuhan tembakau untuk industri rokok cenderung meningkat maka kebutuhan tembakau juga meningkat dan (c) adanya dilema antara konsumsi rokok dengan kesehatan, karena gencarnya regulasi pemerintah dalam peningkatan kesehatan masyarakat secara umum. Atas dasar itulah penelitian untuk menelusuri kualitas tembakau, menjadi strategis untuk dilakukan, dengan judul “Sebaran Kualitas Tembakau di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah”. Penelitian ini menginformasikan sebaran kualitas dari tembakau Temanggung berdasarkan transek evaluasi kesesuaian lahan tembakau mulai dari ketinggian 500 meter dpl hingga 1500 meter dpl, juga mengetahui pengaruh penggunaan teknologi budidaya terhadap kualitas tembakau.

Adapun alasan mendasar terhadap penelitian ini, antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) komoditas tembakau, walaupun banyak mendapatkan tekanan dari pemerintah karena alasan kesehatan, akan tetapi masih memberikan

(4)

devisa yang cukup besar, dan merupakan sumber pendapatan masyarakat yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan usaha tani lainnya, terutama di Kabupaten Temanggung yang memiliki kualitas tembakau terbaik, (b) di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, jumlah petani tembakau tercatat lebih dari 1,2 juta orang petani, dan (c) adanya perbedaan kualitas tembakau yang ditanam di lahan tegalan dan lahan sawah di Kabupaten Temanggung.

1.2. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, pertanyaan yang akan diangkat didalam penelitian ini yaitu:

(1). Bagaimana pengaruh kesesuaian lahan tembakau terhadap kualitas tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah?

(2). Bagaimana pengaruh penggunaan lahan terhadap kualitas tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain meliputi:

(1). Mengetahui pengaruh kesesuaian lahan tembakau terhadap kualitas tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

(2). Mengetahui pengaruh penggunaan lahan terhadap kualitas tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

1.4. Batasan Penelitian

(1). Daerah penelitian berdasarkan garis transek peta kesesuaian lahan tembakau (LPT) Kabupaten Temanggung

(2). Kualitas tembakau dalam penelitian ini dinilai berdasarkan harga jual tembakau. (3). Tembakau musim kemarau adalah tembakau yang ditanam diakhir musim

hujan dan dipanen di musim kemarau.

(4). Faktor fisik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas tanaman tembakau,faktor fisik tersebut yaitu jenis tanah, curah hujan, ketinggian lereng dan lamanya penyinaran matahari.

(5). Penggunaan lahan yang digunakan yaitu penggunaan lahan sawah dan penggunaan lahan tegalan.

(5)

(6). Lahan tegalan adalah lahan kering yang ditanami dengan tanaman musiman atau tahunan, seperti padi ladang, palawija, dan holtikultura.

(7). Lahan sawah adalah Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut.

(8). Teknologi budidaya pertanian adalah penerapan dan teknik pada kegiatan pertanian

2. METODE PENELITIAN 2.1 Variabel Data Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel fisik, penggunaan lahan dan kualitas berdasarkan harga nilai jual produk tembakau. Variabel fisik merupakan faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan terhadap tanaman tembakau, antara lain meliputi tanah, curah hujan, ketinggian, dan lereng. Dari faktor fisik tersebut akan didapat suatu kesesuaian lahan budidaya tembakau di Kabupaten Temanggung. Variabel penggunaan lahan yang digunakan adalah penggunaan lahan tegalan dan penggunaan lahan sawah. Harga jual berdasarkan kelompok produk, semakin tinggi kualitas produknya. Keseluruhan dari variabel-variabel tersebut berdasarkan korelasi keruangan, didapatkan sebaran kualitas tembakau di Kabubapen temanggung, khususnya di kecamatan Tlogomulyo, Bulu dan Kedu.

2.2 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh baik dari instansi terkait maupun observasi lapang, untuk selanjutnya diolah dan diproses, dengan alat bantu komputasi (software GIS). Semua data yang diolah, melalui visualisasi dalam bentuk peta yang memiliki informasi database spasial. Data yang akan divisualisasikan ke dalam bentuk peta antara lain meliputi : Peta titik-titik sampel, curah hujan, wilayah ketinggian tempat, kelerengan, dan kondisi tanah. Korelasi dari ke 4 peta tersebut akan membentuk suatu kesesuaian lahan tembakau. Matriks dari kesesuaian lahan tembakau adalah sebagai berikut:

(6)

Tabel 3.1 Matriks Kesesuaian Lahan Tembakau

Variabel Matriks

Sangat Sesuai Sesuai Tidak Sesuai

Curah Hujan 80-200 mm/bln 200-300 mm/bln <80 mm/bln, >300mm/bln Jenis Tanah Entisols Andisols Ultisol,Inceptisols

Lereng <8%, 8-15%, 15-25% 25-40%, >40%

Ketinggian 1100-1500 mdpl 700-1100 mdpl <700 mdpl, >1500 mdpl Sumber: Departemen Pertanian, 2009

Peta tersebut nantinya akan dibandingkan denga peta kesesuaian lahan LPT Bogor. Pembandingan dilakukan karena terdapat perbedaan dalam hal curah hujan.

Daerah penelitian yang telah ditentukan berdasarkan transek nantinya akan dikorelasikan dengan sampel harga jual tembakau, sehingga akan terlihat hubungan antara keduanya. Selain itu hasil korelasi keruangan antara kesesuaian tumbuh dengan kondisi eksisting tanaman tembakau, akan diperoleh sebaran tanaman tembakau. Untuk memperoleh gambaran kualitas/mutu tembakau, dalam penelitian ini ditelusuri atas dasar harga jual produk tembakau. Asumsi semakin tinggi harga jual tembakau berdasarkan kelompok produk, dianggap memiliki kualitas (mutu) yang tinggi. Titik-titik sampel yang menunjukan kualitas tembakau nantinya akan diubah dalam bentuk area, sehingga kualitas tersebut menjadi suatu wilayah kualitas tembakau. Daerah penelitian yang mencakup 3 kecamatan tersebut dianggap sudah mewakili kualitas tembakau di Kabupaten Temanggung.

Gambaran klasifikasi kualitas tembakau berdasarkan harga pasar (BPS, 2010) memiliki kisaran atara Rp 50.000,-/kg dan Rp 250.000,-/kg. Untuk itu dalam penelitian ini klasifikasi harga produk tembakau dikelompokan menjadi 3 kualitas, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kualitas tinggi dengan nilai harga antara Rp 150.000,- dan Rp 250.000 per kg, untuk kualitas sedang dengan nilai harga antara Rp 50.000,- dan Rp 150.000,- per kg, sedangkan kualitas rendah dengan nilai harga kurang dari Rp 50.000,- per kg.

Tabel 3.2 Klasifikasi Kualitas Berdasarkan Harga

Sumber: BPS 2010

Kualitas Range Harga (Rp./Kg) Tinggi 150.000-250.000 Sedang 50.000-150.000 Rendah <50.000

(7)

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil

3.1.1 Faktor Fisik a) Ketinggian

Ketinggian pada daerah penelitian bervariasi mulai dari 500-1500 mdpl. Ketinggian berpengaruh terhadap kualitas tembakau itu sendiri sehingga pada masing-masing wilayah ketinggian menghasilkan kualitas yang berbeda-beda. Begitupun yang terjadi pada masing-masing kecamatan. Ketinggian berkorelasi dengan baik terhadap kualitas hal tersebut dibuktikan dengan semakin tinggi suatu tempat maka semakin tinggi kualitasnya. Hal ini terjadi pada 3 Kecamatan yang memiliki wilayah ketinggian yang berbeda-beda. Selain itu pada setiap wilayah ketinggian akan menghasilkan kualitas yang berbeda. Kualitas yang berbeda dapat diketahui berdasarkan jenis tembakau yang dihasilkan pada setiap wilayah ketinggian. Secara umum jenis tembakau yang dihasilkan di Kabupaten Temanggung yaitu jenis tembakau lamuk, lamsi, paksi, swanbin, swatingjan, tuoalo dan sawah

b) Lereng

Lereng di daerah penelitian sangat bervariasi mulai dari 0-25 %. Lereng yang baik untuk tanaman tembakau adalah lereng < 8%, dengan lereng tersebut maka tanaman tembakau dapat tumbuh dengan baik sehingga akan menghasilkan kualitas yang baik. Namun hal tersebut berbeda pada daerah penelitian. Daerah penelitian didominasi oleh lereng antara 8-25%. Berdasarkan kualitas tembakau dan lereng pada masing-masing kecamatan memperlihatkan bahwa lereng tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas tembakau. Pada lereng yang curam seperti di Kecamatan Tlogomulyo dapat menghasilkan jenis tembakau dengan harga jual yang tinggi. Namun berbeda dengan Kecamtan Kedu dengan lereng yang mendominasi yaitu 2-15% tidak menghasilkan tembakau dengan kualitas yang baik.

.c) Jenis Tanah

Jenis tanah di Kabupaten Temanggung yaitu andisols, ultisols, entisols, dan iceptisols. Namun di daerah penelitian hanya terdapat 2 jenis tanah yaitu andisols dan ultisols. Jenis tanah pada Kecamatan Tlogomulyo yaitu andisols dan entisols. Pada jenis tanah tersebut kualitas tembakau yang dihasilkan adalah kualitas

(8)

tembakau tinggi. Selain dikarenakan jenis tembakaunya, penggunaan pupuk pada saat pengolahan tanah juga berpengaruh terhadap kualitas tembakau. Kecamatan Tlogomulyo dengan ketinggian >1000 mdpl membutuhkan pupuk yang lebih banyak. Pupuk yang digunakan pada kecamatan ini secara umum adalah pupu kandang. Namun di Kecamatan Tlogomulyo juga dikenal pupuk dengan nama vertila. Pupuk vertila sangat baik digunakan untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas yang tinggi. Namun penggunaan pupuk vertila tersebut tidak digunakan oleh banyak petani, hanya petani pada lokasi kebun 3,4,30 dan 31 hal terseut dikarenakan harga pupuk yang mahal. Pada Kecamatan Bulu yaitu andisols dan entisols. Pada jenis tanah tersebut kualitas yang dihasilkan di Kecamatan Bulu didominasi oleh kualitas sedang. Penggunaan pupuk di kecamatan ini juga turut mempengaruhi kualitas tembakau. namun berbeda dengan Kecamatan Tlogomulyo, di kecamatan ini para petani tidak ada yang menggunakan pupuk vertila. Pupuk yang digunakan di kecamatan ini hanya pupuk kandang.

Pada Kecamatan Kedu adalah andisols. Kualitas tembakau yang dihasilkan pada jenis tanah tersebut adalah kualitas rendah. Kecamatan Kedu memiliki jenis tanah yang sama dengan Kecamatan Tlogomulyo dan Kedu namun kualitas yang dihasilkan berbeda. Kualitas yang berbeda tersebut dikarenakan jenis tembakaunya. Jenis tembakau di kecamatan ini memang memiliki kualitas yang paling rendah yaitu jenis tembakau sawah.

d) Curah Hujan

Curah hujan di daerah penelitian hampir sama, rata-rata curah hujan berkisar antara 80-300 mm/tahun. Curah hujan tersebut merupakan rata-rata curah hujan pada saat penanaman tembakau hingga panen tembakau. Curah hujan yang baik untuk penanaman tembakau yaitu tidak lebih dari 500 mm/bln dan tidak kurang dari 80 mm/th. Kecamatan Tlogomulyo memiliki rata-rata curah hujan 80-300 mm/bln. Kualitas tembakau pada curah hujan tersebut yaitu kualitas tembakau tinggi. Hal tersebut dikarenakan curah hujan yang tidak terlalu banyak pada bulan-bulan kering atau pada saat musim tanam tembakau. Pada saat pembibitan curah hujan sangat berpengaruh pada bibit. Oleh karena itu pada bedeng tempat bibit diletakan diberikan penutup diatasnya agar tidak terlalu banyak terkena hujan sehingga pada saat pemindahan bibit ke tanah tidak akan mudah layu. Untuk Kecamatan Bulu memiliki 2 wilayah curah hujan yaitu < 80 mm/bln dan 80-300 mm/bln. Kualitas

(9)

tembakau pada 2 wilayah curah hujan tersebut tidak berbeda. Kualitas yang dihasilkan adalah tembakau dengan kualitas sedang. Apabila curah hujan terlalu sedikit atau tidak hujan sama sekali para petani mengatasinya dengan melakukan penyiraman tanaman tembakau agar tanaman tidak mati.

Pada Kecamatan Kedu memiliki curah hujan antara 80-300mm/bln dan 300-500mm/bln. Kualitas yang dihasilkan pada wilayah curah hujan tersebut yaitu kualitas rendah. Curah hujan antara 300-500 mm/bln dapat mengakibatkan kualitas tembakau yang rendah karena dengan banyaknya curah hujan dapat mengakibatkan tanaman tembakau mudah layu.

3.1.2 Kesesuaian Lahan Tembakau

Kesesuaian lahan tembakau di Kabupaten Temanggung terdiri dari 4 kelas kesesuaian lahan yaitu, lahan sesuai, lahan cukup sesuai, lahan sesuai marjinal dan lahan tidak sesuai (peta 1. )

Peta 1. Kesesuaian Wilayah Tembakau

Berdasarkan peta 1 dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan sesuai didominasi oleh tembakau dengan kualitas sedang dan tinggi terlihat dengan banyaknya titik lokasi kualitas tembakau tinggi dan sedang pada lahan sesuai.

(10)

Lahan cukup sesuai didominasi oleh tembakau kualitas tinggi dan sedikit tembakau kualitas rendah terlihat dengan adanya titik lokasi tembakau kualitas tinggi dan rendah. Lahan sesuai marjinal didominasi tembakau kualitas rendah. Perbedaan kualitas tersebut pada jenis kelas kesesuaian yang sama dikarenakan adanya penggunaan budidaya yang berbeda. Budidaya tersebut yaitu pada penggunaan jenis bibit dan pupuk. Jenis bibit yang berbeda maka menghasilkan jenis tembakau yang berbeda. Kecamatan Tlogomulyo menggunakan Jenis Gober Genjah dan menghasilkan tembakau jenis lamuk, sedangkan Kecamatan Kedu menggunakan bibit Gober Gewol dan menghasilkan jenis tembakau sawah. Maka atas perbedaan itu kualitas yang dihasilkan berbeda. Pada kelas kesesuaian lahan sesuai seharusnya menghasilkan kualitas tembakau tinggi, tetapi tembakau yang dihasilkan adalah kualitas sedang. Hal ini dikarenakan penggunaan bibit yang berbeda dan pada Kecamatan Bulu terdapat 2 jenis penggunaan lahan yaitu sawah dan tegalan. Sehingga kualitas yang dihasilkan adalah kualitas sedangSelain itu, pupuk yang digunakan pada kedua kecamatan tersebut berbeda. Pada Kecamatan Tlogomulyo pupuk yang digunakan adalah pupuk vertila, namun harga pupuk ini jauh lebih mahal dari pada pupuk kandang.pada Kecamatan Kedu, pupuk yang digunakan hanyalah pupuk kandang.

3.1.3 Penggunaan Lahan

Pada wilayah penanaman tembakau tersebut dapat dilihat sebaran kualitas tembakau pada masing-masing Kecamatan. Sebaran kualitas tembakau tinggi berada di Kecamatan Tlogomulyo dengan ketinggian >1000 mdpl, dengan jenis tanah entisols, lereng 15-25% dan curah hujan antara 80-300mm/bln. Sebaran kualitas tembakau sedang mendominasi Kecamatan Bulu dengan ketinggian antara 700-1000 mdpl, lereng 2-15% dan 15-25%, dan jenis tanah andisols. Sebaran kualitas tembakau rendah secara keseluruhan di Kecamatan Kedu dengan ketinggian < 700 mdpl dengan jenis tanah entisols dan lereng 15-25% (peta 2)

(11)

Peta 2. Sebaran Kualitas Tembakau

Pada setiap wilayah kualitas tembakau, memiliki luas yang berbeda-beda. Luas wilayah kualitas tembakau tinggi sebesar 28,91 km2, luas wilayah kualitas tembakau sedang sebesar 42,49 km2 dan luas wilayah kualitas tembakau rendah sebesar 16,63 km2. Luas ketiga wilayah kualitas tembakau dapat dilihat pada gambar 1.

(12)

Sebesar 32, 83% luas wilayah kualitas tembakau tinggi dari wilayah tanam tembakau, sebesar 48,26% luas wilayah kualitas tembakau sedang dari wilayah tanam tembakau dan sebesar 18,88% luas wilayah kualitas tembakau rendah dari wilayah tanaman tembakau. Pada wilayah tanam tersebut tanaman tembakau ditanam pada jenis penggunaan lahan yang berbeda. penggunaan lahan tersebut diantaranya adalah penggunaan lahan sawah dan tegalan. Penggunaan lahan pada daerah penelitian sangat bervariasi, namun sebagian besar penggunaan tanahnya adalah tegalan dan sawah. Berdasarkan penggunaan lahan di masing-masing kecamatan maka kualitas tembakau yang dihasilkan pun berbeda-beda. Penggunaan jenis lahan yang berbeda juga mempengaruhi budidaya penanaman tembakau, baik dalam pemilihan jenis bibit maupun penggunaan pupuknya. Kualitas tembakau tinggi berada pada jenis penggunaan lahan Tegalan sedangkan kualitas tembakau rendah berada pada jenis penggunaan lahan sawah.

Perbedaan penggunaan lahan mengakibatkan perbedaan waktu tanam tembakau. Pada lahan tegalan waktu penanaman dapat dimulai lebih awal dibanding pada lahan sawah. Perbedaan waktu penanaman dijelaskan oleh tabel 1.

Jenis   Penggunaan   Lahan     Bulan   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   Tegalan                                                   Sawah                                                  

Tabel 1. Masa Tanam dan Panen Tembakau

Perbedaan penggunaan lahan dalam penanaman tanaman tembakau tersebut berpengaruh terhadap pada masa tanam tembakau. Pada tabel 1 dapat dijelaskan bahwa masa tanam tembakau pada lahan tegalan lebih awal yaitu dimulai pada bulan Maret. Sedangkan pada lahan sawah penanaman tembakau dilakukan pada bulan April hingga. Masa panen dapat dilakukan bersamaan yaitu pada bulan

Keterangan   Masa  Tanam       Masa  Panen       Masa  Pertumbuhan        

(13)

Agustus hingga bulan Oktober. Perbedaan masa tanam tersebut dikarenakan pada lahan tegalan dilakukan di lereng gunung yang terjal sehingga dapat meloloskan air atau mengalirkan air lebih cepat. Sedangkan pada lahan sawah ketersediaan air sangat cukup dengan adanya irigasi. Kecamatan Tlogomulyo yang lahannya sebagian besar berupa tegalan menyebabkan masa tanam tembakau dilakukan lebih awal walaupun sebagian wilayahnya juga terdapat penggunaan lahan sawah. Berbeda dengan Kecamatan Tlogomulyo, Kecamatan Kedu hampir keseluruhan penggunaan lahannya adalah sawah sehingga masa tanam dilakukan pada bulan april. Meskipun demikian pelaksanaan masa panen dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Kesesuaian dan Kualitas

Berdasarkan kesesuaian lahan tembakau Kabupaten Temanggung, kualitas tembakau tinggi berada pada kelas lahan sesuai dan cukup sesuai ditandai dengan harga jual antara Rp. 150.000-Rp. 250.000. kualitas tembakau sedang berada pada kelas lahan cukup sesuai dengan harga jual tembakau antara Rp. 50.000- Rp.150.000. Kualitas tembakau rendah berada pada kelas lahan sesuai marjinal dengan harga jual tembakau <Rp. 50.000.

Untuk melihat hubungan antara kesesuian lahan dengan kualitas tembakau maka dilakukan uji analisis Chi Square. lokasi secara keseluruhan wilayah kesesuaian yang digunakan sebanyak 33.Pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai sebanyak 5 lokasi kualitas rendah, 3 lokasi kualitas sedang dan 6 lokasi kualitas tinggi. Pada kelas kesesuaian lahan sesuai sebanyak 3 lokasi kualitas sedang, 4 lokasi kualitas tinggi dan tidak ada lokasi dengan kualitas rendah. Pada kelas lahan sesuai marjinal sebanyak 6 lokasi kualitas rendah, dan tidak ada kualitas sedang , maupun tinggi. (Tabel 2).

(14)

Setelah dilakukan crosstabulation maka akan didapat nilai hitung ChiSquare (Tabel 3).

Tabel 3. Uji Chi Square

Berdasarkan tabel 3 didapat nilai Chi-Square Hitung pada output SPSS adalah 16,906, dengan tingkat signifikansi 5% dan derajat kebebasan (df)=4 maka nilaiChi Square tabel adalah 9,49. Dikarenakan Chi-Square Hitung > Chi-Square tabel (16,906 > 9,49), maka Ho ditolak.

Tabel 4 Coefficient Contingency

* Berdasarkan Probabilitas (signifikansi) pada tabel 4:

• Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima • Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak

Terlihat bahwa pada kolom Asymp. Sig adalah 0,02, atau probabilitas dibawah 0,05 (0,02 < 0,05) maka Ho ditolak. Dari kedua analisis di atas, bisa diambil kesimpulan yang sama, yaitu Ho ditolak, atau ada hubungan antara kesesuaian wilayah dengan kualitas tembakau. Dapat disimpulkan bahwa tanaman tembakau akan menghasilkan tembakau kualitas tinggi apabila ditanam pada lahan yang sesuai dan akan menghasilkan kuallitas rendah jika ditanam pada lahan sesuai marjinal.

(15)

3.2.2Penggunaan Lahan dan Kualitas

Berdasarkan penggunaan tanah di daerah penelitian, kualitas tembakau tinggi berada pada jenis penggunaan lahan tegalan. Kualitas tembakau sedang berada pada jenis penggunaan lahan tegalan namun pada ketinggian 700 mdpl dan kualitas tembakau rendah berada pada penggunaan lahan sawah. Pada jenis lahan tegalan harga jual tembakau antara Rp. 150.000- Rp. 250.000. sedangkan pada jenis lahan sawah harga tembakau < Rp. 50.000.

Untuk melihat hubungan antara penggunaan lahan denga kualitas tembakau dapat dilakukan dengan uji chi square.

Tabel 5. Crosstabulation

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat penggunaan lahan dan kualitas tembakau. Pada penggunaan lahan sawah terdapat 11 lokasi kualitas tembakau rendah, 3 lokasi kualitas tembakau sedang dan tidak ada kualitas tembakau tinggi. Pada penggunaan lahan tegalan terdapat 10 sampel dengan kualitas tinggi, 9 sampel dengan kualitas sedang dan tidak ada sampel dengan kualitas rendah. Setelah didapat data crosstabulation dari penggunaan lahan dan kualitas maka dilakukan uji chisquare (Tabel 6).

(16)

Berdasarkan tabel 6 didapat nilai Chi-Square Hitung pada output SPSS adalah 23,789, dengan tingkat signifikansi 5% dan derajat kebebasan (df)=2 maka nilaiChi Square tabel adalah 5,99. Dikarenakan Chi-Square Hitung > Chi-Square tabel (23,789 > 5,99), maka Ho ditolak.

Tabel 7. Coefficient Contingency

* Berdasarkan Probabilitas (signifikansi) pada tabel 7:

• Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima • Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak

Terlihat bahwa pada kolom Asymp. Sig adalah 0,00, atau probabilitas dibawah 0,05 (0,00 < 0,05) maka Ho ditolak. Dari kedua analisis di atas, bisa diambil kesimpulan yang sama, yaitu Ho ditolak, atau ada hubungan antara penggunaan lahan dengan kualitas tembakau. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan berpengaruh terhadap kualitas tembakau. Tembakau akan memiliki kualitas tinggi jika ditanam di lahan tegalan. Tembakau akan memiliki kualitas kurang baik apabila ditanam di sawah.

4. Kesimpulan

Kesesuaian lahan memiliki pengaruh terhadap kualitas tembakau. tanaman tembakau akan menghasilkan tembakau kualitas tinggi apabila ditanam pada lahan yang sesuai dan akan menghasilkan kuallitas rendah jika ditanam pada lahan sesuai marjinal. Kualitas tembakau tinggi sebagian besar berada pada kelas lahan cukup sesuai. Kualitas tembakau rendah berada di kelas lahan sesuai marjinal. Selain itu, penggunaan lahan juga memiliki pengaruh terhadap kualitas tembakau. Kualitas tembakau tinggi terdapat pada penggunaan lahan tegalan dan kualitas tembakau rendah terdapat pada lahan sawah. Tembakau akan memiliki kualitas lebih baik apabila ditanam pada lahan tegalan.

(17)

Daftar Rujukan

Akehurst, B.C. 1983. Tobacco. Longman, London.

Basuki, S., Rochman, F., dan Yulaikah, S., 2000. Biologi tembakau temanggung. Balittas. Malang

BPS. 2012. Temanggung Dalam Angka 2011

Daldjoeni, N. Geografi Baru: Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni, 1992

De Blij, H.J and Murphy, A. B. 1998. Human Geography, Culture, Society, and Space. Six Edition. New York: John Willey & Soons,Inc

Deptan. 2009. Koleksi: Komoditi Tanaman Tembakau. URL: http://ditjenbun.deptan.go.id/

Devlin, R.M. and F.H. Witham. 1983. Plant Physiology, fourth edition. Willard Grant Press, Boston.

Dirjen Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Tembakau. DirektoratPascapanen dan Peminaan Usaha, Dirjen Perkebunan; Kementerian Pertanian. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Temanggung

URL: http://www.bappeda-temanggung.org/

Djumali. 2011. Karakter Tanaman Tembakau Temanggung yang Berpengaruh Terhadap Hasil dan Mutu Rajangan Kering.

URL: http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/images/pdf/vol3257.pdf.

Djumali, 2008. Produksi dan Mutu Tembakau Temanggung Beserta Sebarannya di Daerah Tradisional. Balittas. Malang

Doorenbos, J. and Kassam. 1979. Yield response to water. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 33. FAO-UN, Rome.

Elda. 2009. Pengaruh Kondisi Ketinggian Tempat Terhadap Produksi dan Mutu Tembakau Temanggung. Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1985.Physiology of Crop Plants. Iowa, The Iowa State University Press.

Hartono, Joko, dkk. Pengaruh Cara Panen Terhadap Produksi dan Mutu Tembakau Madura di Lahan Sawah. Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Hawks, and W.K. Collins. 1983. Principles of Flue-cured Tobacco Production. Ed. Edited and pub. By S.N. Hawks and W.K. Collins. N.C. University

Jerie, Steven. 2011. The Impact of Rainfall Variability on Rain-Fed Tobacco in Manicaland Province of Zimbabwe. Vol 13 no.1

Joko-Hartono, AD. Hastono, dan S. Tirtosastro, 2000. Penilaian dan penetapan mutu tembakau rajangan temanggung. Dalam Tembakau Temanggung. p. 87-91. Monograf Balittas No. 5, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.

Purlani, E. Dan Rachman, A. 2000. Budidaya Tembakau Temanggung. Monograf Tembakau Temanggung. Balittas. Malang No.5. pp. 19-31.

Ropik, H. Suhendra, Sutrisno, M. Halim, Sarjana dan N. Suharta. 2004. Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertania Berdasarkan Zone Agroekologi Skala 1 : 50.000 di Kabupaten Temanggung. Laporan Akhir Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Tanah dan Poor Farmer‟s Income Improvement Through Innovation Project. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Jakarta

(18)

Depok.

Sholeh. M. 2000. Curah hujan dan waktu tanam tembakau temanggung. Balittas. Malang.

Sitorus. (1998). Evaluasi Sumber Daya Lahan, Bandung: Tarsito

Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy. United State Departement of Agriculture

Sulistyono. 1995. Pengaruh Tinggi Tempat terhadap (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sudarmaji, Bambang Wahyu. 1988. Pengaruh Iklim Terhadap Produktivitas dan Mutu Tanaman Tembakau Lereng Sindoro Sumbing. Skripsi Jurusan Geogrfi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok

Tirtosastro, S., 2000. Panen dan pengolahan tembakau rajangan temanggung. Dalam Tembakau Temanggung. p. 71-86. Monograf Balittas No. 5, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.

Tso, T.C. 1999. Seed to Smoke. Tobacco Production, Chemistry, and Technology. D. L. Davis and M.T. Nielsen (eds). Coresta Blackwell Science. Paris. France. Whynne Hammond, C. 1979. Elements Of Human Geography. London: Fakenham

Gambar

Gambar 1. Luas Wilayah Kualitas
Tabel 1. Masa Tanam dan Panen Tembakau
Tabel 3.  Uji Chi Square
Tabel 5. Crosstabulation

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan : (1) mengkaji kondisi biofisik lahan dan karakteristik usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu; (2) mengkaji

Sementara itu faktor penghambat usaha tani tembakau di Desa Salamrejo Kecamatan Selopampang Kabupaten Temanggung Jawa Tengah adalah modal usaha yang dimiliki terbatas,

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan : (1) mengkaji kondisi biofisik lahan dan karakteristik usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu; (2) mengkaji

d) Profil Rumah Tangga Informan Tengkulak Desa Pagergunung Kecamatan Bulu ... Sistem Jual Beli Tembakau ... Peran Ganda Tengkulak Tembakau ... Hasil Jual Beli Tembakau

Tanaman tembakau di wilayah lahan bawah ditanam pada Maret atau April dan mulai panen pada Juli atau Agustus dan berakhir pada September - Oktober, namun untuk

unyai ketersediaan air ndukung produktivitas ualitas mutu tembakau ditunjukkan pada hasil ian ini, menunjukkan rah pada variabel Menurut Djajadi dan oduktivitas tanaman tinggi,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pendapatan rumah tangga petani dari tembakau dengan kategori tinggi sebanyak 3,70 %, pendapatan non tembakau kategori tinggi sebanyak

Hasil pengamatan kualitas fisik air pada Air terjun Mandin Mangapan Variabel Standar Baku Mutu Hasil Pengamatan Titik Sampel 1 Titik Sampel 2 Warna Jernih Jernih Jernih Bau Tidak