• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA RASIO PENDANAAN PADA DANA PENSIUN ANGKASA PURA I PERIODE TUGAS KARYA AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA RASIO PENDANAAN PADA DANA PENSIUN ANGKASA PURA I PERIODE TUGAS KARYA AKHIR"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

RASIO PENDANAAN PADA DANA PENSIUN ANGKASA

PURA I PERIODE 2008-2012

TUGAS KARYA AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi

ITA PUSPA DILLASARI 1206319403

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM SARJANA EKSTENSI DEPOK

(2)

Lil:+l::::::::::::::1'r!:i.:att:::::-:... ,fii:i:;:::::::::::. _"'":::::::::::::::= : ,- t'.u.,.. .-,::r:.r::::::::j.,iilitl llLl!-tit:r::r:r,,::::

''

i111$i1i.f':=

PROGRAM SARJANA EKSTENSI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

t*Eiii..:l:::!ttt:tt:w,:

,1,@' ''"'n""''"

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penyusunan tugas karya akhir dengan judul “Analisis Rasio Pendanaan Pada Dana Pensiun Angkasa Pura I Periode Tahun 2008 - 2012.” Penulisan tugas karya akhir ini merupakan pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Penulis sepenuhnya sadar bahwa banyak pihak yang telah memberikan bantuan dari masa perkuliahan hingga penyusunan tugas karya akhir ini. Oleh sebab itu, Penulis turut mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc.selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

2. Dr. Roy Valiant Salomo, M.Sos.Sc Selaku ketua Departemen Ilmu Administrasi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

3. Dr. Retno Kusumastuti, M.Si, selaku pembimbing dan Ketua Program Sarjana Ekstensi Departemen Ilmu Administrasi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, serta pikirannya untuk membantu mengarahkan penulis dalam penyusunan tugas karya akhir ini.

4. Eko Sakapurnama, S. Psi, MBA selaku Ketua Program Studi Administrasi Niaga

5. Ir. Bernardus Yuliarto Nugroho MSM., PhD selaku penguji ahli dalam sidang proposal dan juga sidang akhir.

6. Milla Sepliana Setyowati S.Sos., M.Ak. selaku ketua sidang dalam sidang akhir. 7. Prima Nurita Rusmaningsih S.A.P., M.A.selaku sekretaris sidang akhir yang telah memberikan masukan dan nasehat-nasehat yang sangat berharga selama sidang.

8. Bapak, mama, mas, dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis.

(5)

9. Nurul Arfianty dan Macario Marxal selaku teman satu bimbingan, yang telah berjuang bersama dan saling membantu selama penyusunan tugas karya akhir ini hingga selesai.

10. Teman-teman ekstensi Administrasi Niaga 2012 yang telah berjuang bersama selama menempuh pendidikan di Universitas Indonesia.

11. Teman-teman ekstensi jurusan keuangan yang saling membantu dalam menyelesaikan pendidikan serta tugas karya akhir pada program studi Ilmu Administrasi Niaga jurusan keuangan.

12. Sahabat-sahabat serta saudara-saudara yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih telah memberikan dukungan selama penulis menempuh pendidikan serta tugas karya akhir di Universitas Indonesia.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kiranya Allah SWT membalas kebaikan mereka.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas karya akhir ini memiliki banyak kekurangan, sehingga masih membutuhkan sumbangan pemikiran dari para pembaca. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tugas karya akhir ini. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Karya Akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, Juli 2014

(6)

PROGRAM SARJANA EKSTENSI

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama NPM Program Studi Departemslr ffi

Faltiltasffi

T Jenis_ Karyal

i'-

"'trtljli;i;,2 iitt defti TJ PENSIUN

(7)

ABSTRAK

Nama : Ita Puspa Dillasari

Program Studi : Administrasi Niaga

Judul Skripsi : Rasio Pendanaan Pada Dana Pensiun Angkasa Pura I Periode Tahun 2008 - 2012

Rasio pendanaan merupakan salah satu rasio keuangan dalam dana pensiun yang digunakan untuk menunjukan kemampuan dana pensiun dalam memenuhi kewajibannya membayar manfaat pensiun. Tujuan dari Tugas Karya Akhir ini adalah untuk menjelaskan rasio pendanaan DAPENRA untuk periode tahun 2008 - 2012. Metode penelitian yang digunakan dalam Tugas Karya Akhir ini yaitu dengan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitiannya yaitu deskriptif. DAta yang digunakan yaitu dengan menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan tahunan DAPENRA periode tahun 2008 -2012. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa rasio pendanaan DAPENRA tahun 2008 - 2011 berada di atas 100% dan berada pada kondisi pendanaan tingkat satu. Sedangkan di tahun 2012 rasio pendanaan nya di bawah 100% dan kondisi pendanaannya berada pada tingkat dua, dimana DAPENRA berada dalam keadaan defisit karena kewajiban aktuarianya lebih besar daripada kekayaan untuk pendanaannya.

(8)

ABSTRACT

Name : Ita Puspa Dillasari

Study Programme : Business Administration

Title : The Funding Ratio Of Angkasa Pura I Pension Fund Year Period 2008-2012

Funding ratio is one of the financial ratios that used in the pension fund to demonstrate the ability of pension funds to meet its obligation to pay pension benefits. The purpose of this study is explain the funding ratio of DAPENRA year period from 2008 to 2012. Research method used in this study is quantitive approach and its research type is descriptive. The data used is by using secondary data from annual financial reports of DAPENRA year 2008 -2012. The result of this study is that the funding ratio of DAPENRA year 2008 - 2011 is above 100% and they funding conditions are at the first level. Meanwhile in 2012 the funding ratio is below 100% and the funding condition is at level two, DAPENRA is in deficit condition because its actuarial liability is greater than the asset of its funding.

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ……… i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS ………..ii

LEMBAR PENGESAHAN ……….iii

KATA PENGANTAR………..…iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………...vi

ABSTRAK… ………...vii

ABSTRACT …….………...viii

DAFTAR ISI ……..………...ix

DAFTAR TABEL ………...xi

DAFTAR GRAFIK ………...xi

DAFTAR LAMPIRAN ………..xii

BAB 1 PENDAHULUAN…………...……….1

1.1 Latar Belakang Masalah ……….1

1.2 Perumusan Masalah …...……….6

1.3 Tujuan Penelitian ………6

1.4 Metode Penelitian …...………7

1.5 Sistematika Penelitian ………...8

BAB 2 KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN LITERATUR ...………...…....10

2.1 Pensiun ………..10

2.2 Dana Pensiun ………..………..………....11

2.2.1 Tujuan Dana Pensiun………..12

2.2.2 Asas-asas Dana Pensiun……….13

2.2.3 Jenis Dana Pensiun ……….……….…...15

2.3 Pendanaan Dana Pensiun ……..………....20

2.4 Pengertian Rasio ………..……….20

2.5 Rasio Pendanaan ………...21

2.5.1 Kekayaan untuk Pendanaan ………...22

2.5.2 Kewajiban Aktuaria ………...22

2.6 Tinjauan Literatur ……….25

BAB 3 PEMBAHASAN ………... 27

3.1 Gambaran Perusahaan ………... 27

3.2 Analisis Rasio Pendanaan ………...28

(10)

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN………..………..……..43

4.1 Kesimpulan ...………...……….43 4.2 Saran ……….44 DAFTAR REFERENSI

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Dana Pensiun 2008 – 2012 ………..……... 3

Tabel 3.1 Kekayaan untuk Pendanaan DAPENRA 2008 – 2012 ……… 30

Tabel 3.2 Kekayaan untuk Pendanaan DPPLN 2008 – 2012 …...……… 32

Tabel 3.3 Rasio Pendanaan DAPENRA 2008 – 2012……….. 33

Tabel 3.4 Tingkat Pendanaan DAPENRA 2008 - 2012…...……….. 36

Tabel 3.5 Rasio Pendanaan DPPLN 2008 – 2012……….. 37

Tabel 3.6 Perbandingan Rasio Pendanaan & Solvabilitas... 38

DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1 Rasio Pendanaan 2008 – 2012 DAPENRA dan DPPLN... 40

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Laporan Aktiva Bersih DAPENRA 2009

Lampiran 2 Laporan Perubahan Aktiva Bersih DAPENRA 2009 Lampiran 3 Laporan Aktiva Bersih 2010

Lampiran 4 Laporan Perubahan Aktiva Bersih 2010 Lampiran 5 Ikhtisar DAPENRA 2006 - 2010

Lampiran 6 Laporan Aktiva Bersih DAPENRA 2012 Lampiran 7 Laporan Perubahan Aktiva Bersih 2012 Lampiran 8 Neraca DAPENRA 2012

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Produktivitas manusia pada akhirnya ada batasnya. Pada umumnya setiap orang tentu berharap untuk selalu dapat hidup sejahtera, bukan hanya pada saat mereka aktif bekerja namun juga pada saat mereka sudah tidak lagi aktif bekerja atau pensiun. Akan tetapi untuk dapat hidup sejahtera di masa tua nya seseorang tidak ingin penghasilannya berhenti ketika mereka tidak lagi bekerja.

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pemerintah mengeluarkan UU No. 11 tahun 1992 yang mengatur tentang dana pensiun. Dalam setiap perusahaan baik BUMN maupun perusahaan yang bukan BUMN diberikan kesempatan untuk mendirikan dana pensiun bagi pegawainya. Dana pensiun diselenggarakan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawainya. Maka dengan adanya program pensiun yang diselenggarakan oleh perusahaan, diharapkan dapat memotivasi para pegawainya untuk dapat bekerja dengan baik sehingga akan memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Menurut UU No. 11 tahun 1992, dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Dana pensiun dikelola oleh suatu lembaga dan memungut dana dari pendapatan para karyawan suatu perusahaan yang kemudian dibayarkan kembali dana tersebut dalam bentuk pensiun setelah karyawan tersebut memasuki usia pensiun atau ada sebab sebab lain sehingga memperoleh hak untuk mendapatkan dana pensiun. Jadi kegiatan perusahaan dana pensiun adalah memungut dana dari iuran yang dipotong dari pendapatan karyawan yang kemudian iuran ini di investasikan kembali ke dalam berbagai bentuk kegiatan usaha yang dianggap paling menguntungkan.

Industri Dana Pensiun di Indonesia telah berkembang sejak tahun 1992, khususnya terkait dengan diterbitkannya Undang-undang Dana Pensiun nomor 11 tahun 1992. Secara umum, industri Dana Pensiun terdiri atas Dana Pensiun

(14)

Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Dalam penyelenggaraannya, DPPK dapat menjalankan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) atau Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), sedangkan DPLK hanya dapat menjalankan PPIP (Data Statistik OJK 2012 Industri Keuangan Non Bank).

Pada PPMP, besarnya pembayaran manfaat pensiun yang dijanjikan kepada peserta ditentukan dengan rumus manfaat pensiun yang telah ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun. Rumus tersebut dipengaruhi oleh masa kerja, faktor penghargaan per tahun masa kerja dan penghasilan dasar pensiun. Sedangkan pada PPIP, seluruh iuran serta pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun. Jumlah yang diterima oleh peserta pada saat pensiun tergantung pada jumlah iuran dari pemberi kerja, atau iuran peserta dan pemberi kerja atau iuran peserta, dan hasil usaha (Laporan Tahunan 2011 Dana Pensiun Bapepam).

Sejak tahun 1992 sampai dengan akhir tahun 2012, tercatat sebanyak 419 (empat ratus sembilan belas) Dana Pensiun yang telah memperoleh pengesahan dari Menteri Keuangan. Namun demikian, jumlah Dana Pensiun yang masih beroperasi per 31 Desember 2012 sebanyak 269 (dua ratus enam puluh sembilan) Dana Pensiun, yaitu terdiri atas 244 (dua ratus empat puluh empat) DPPK, baik yang menyelenggarakan PPMP maupun PPIP, dan 25 (dua puluh lima) DPLK. Secara total, jumlah tersebut mengalami penurunan 1 (satu) Dana Pensiun dibandingkan jumlah tahun sebelumnya. Hal itu terjadi karena terdapat 3 (tiga) pendirian Dana Pensiun yang baru dan 4 (empat) pembubaran Dana Pensiun pada tahun 2012 (Data Statistik OJK 2012 Industri Keuangan Non Bank).

(15)

Tabel 1.1 Dana Pensiun 2008 – 2012

JENIS DANA PENSIUN 2008 2009 2010 2011 2012 Akumulasi Pendirian Dana Pensiun

DPPK PPMP 313 315 315 317 319 DPPK PPIP 56 60 60 61 62 DPLK 37 37 37 38 38 JUMLAH 406 412 412 416 419 Akumulasi Pembubaran Dana Pensiun

DPPK PPMP 88 96 98 103 107 DPPK PPIP 26 28 29 30 30 DPLK 11 12 13 13 13 JUMLAH 125 136 140 146 150 Akumulasi Peralihan Program Dana Pensiun

DPPK PPMP ke DPPK PPIP 11 10 9 9 9 Akumulasi Dana Pensiun yang Masih Tercatat

DPPK PPMP 216 210 208 204 201 DPPK PPIP 39 41 40 41 43 DPLK 26 25 24 25 25 JUMLAH 281 276 272 270 269

Sumber : Laporan Tahunan Bapepam 2012

Salah satu contoh perusahaan yang menyelenggarakan dana pensiun dengan program manfaat pasti yakni Dana Pensiun Angkasa Pura I (DAPENRA). Dana Pensiun Angkasa Pura I (DAPENRA) adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. DAPENRA merupakan Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) untuk kepentingan sebagian atau seluruh karyawan PT. Angkasa Pura I (Persero) sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja, dalam hal ini yaitu PT. Angkasa Pura I. Pengertian DPPK menurut PSAK 24 yaitu suatu dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun bagi kepentingan karyawan, yang menimbulkan kewajiban bagi pemberi kerja. Sumber dana DAPENRA berasal

(16)

dari Iuran Pendiri, Iuran Peserta dan hasil pengembangan kekayaannya.. Dalam PPMP, iuran normal dapat berasal dari pemberi kerja dan juga dari karyawan nya. Pada DAPENRA, iuran yang berasal dari pemberi kerja besarnya dihitung berdasarkan perhitungan aktuaris dan untuk iuran yang berasal dari karyawan sebesar 6% dari penghasilannya per bulan (Laporan Tahunan 2010 DAPENRA).

Dalam tugas karya akhir ini, penulis menggunakan Dana Pensiun Angkasa Pura I (DAPENRA) sebagai objek dalam penelitian ini karena DAPENRA merupakan salah satu dana pensiun BUMN yang termuda yaitu berdiri tahun 1998 namun dalam sepuluh tahun mampu memiliki kekayaan diatas Rp 400 milyar

(Laporan tahunan 2008 BAPEPAM). Oleh karena itu penulis tertarik untuk memilih DAPENRA sebagai objek penelitian dalam tugas karya akhir ini.

Program pensiun pada intinya menjanjikan pemberian manfaat pensiun kepada para karyawan atau pesertanya yang dapat diartikan sebagai timbulnya sebuah kewajiban pembayaran bagi perusahaan yang menyelenggarakan dana pensiun. Sebagai sebuah janji pembayaran, setiap saat kewajiban tersebut sejak semula harus dapat diyakini akan dapat terlaksana, dan oleh karena itu harus didukung oleh tersedia dan terhimpunnya dana yang cukup. Manfaat pensiun yang telah dijanjikan diyakini akan dapat dibayarkan dengan baik. Ketersediaan dan kecukupan dana guna pembiayaan program pensiun tersebut tentu saja menjadi konsekuensi dan tanggung jawab dari Pemberi Kerja, yang telah memutuskan untuk membentuk program pensiun bagi karyawannya.

Aspek penting lainnya dalam penyelenggaraan Dana Pensiun, yaitu pendanaan, yang umumnya berasal dari iuran maupun hasil pengembangannya. Iuran tersebut dapat dilakukan oleh pemberi kerja sendiri atau bersama-sama antara pemberi kerja dan peserta (Statistik 2012 Industri Keuangan Non Bank, OJK). Sebuah program pensiun harus dikelola berdasarkan sebuah sistem pendanaan yang khusus, yang berupa adanya perhitungan yang tepat atas jumlah kewajiban manfaat pensiun dan tersedianya kekayaan yang setiap saat harus diperhitungkan cukup untuk menunjang dan mencukupi kewajiban tersebut.

(17)

Pendanaan dana pensiun berbeda dengan pendanaan perusahaan pada umumnya. Pendanaan perusahaan pada umumnya digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan baik yang bersifat operasional maupun non operasional. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dapat berasal dari dalam perusahaan (modal sendiri) maupun luar perusahaan (modal asing). Pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan berupa laba ditahan dan pendanaan dari luar perusahaan berupa hutang dan saham (Brigham dan Houston, 2001). Sedangkan pendanaan pada dana pensiun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pendanaan umumnya berasal dari iuran maupun hasil pengembangannya serta kewajiban dan kekayaan dana pensiun bebas dari semua tuntutan yang mungkin timbul terhadap kewajiban dan kekayaan pemberi kerja atau pihak lain, dan bebas dari akibat buruk yang mungkin dialami dan berlaku terhadap kewajiban dan kekayaan pemberi kerja dan pihak lain.

Pendanaan dana pensiun adalah kemampuan dana pensiun dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta dan kemampuan pemberi kerja dalam mendanai program pensiunnya. Dalam DPPK PPMP, posisi pendanaan dana pensiun dipengaruhi oleh besarnya kewajiban solvabilitas, kewajiban aktuaria dan kekayaan untuk pendanaan serta dilihat dari kualitas pendanaan dana pensiun tersebut yang dapat dilihat dari rasio pendanaan nya. Rasio Pendanaan adalah hasil bagi Kekayaan Untuk Pendanaan dengan Kewajiban Aktuaria (Statistik 2012 & Direktori 2013 Industri Keuangan Non Bank). Menurut Kadarisman (2003;10), rasio pendanaan adalah suatu rasio keuangan yang menunjukan kemampuan Dana Pensiun untuk memenuhi kewajibannya membayar Manfaat Pensiun untuk pesertanya.

Mengingat pentingnya kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya maka diperlukan alat yang dapat membantu memperlihatkan bagaimana kondisi Dana Pensiun untuk memenuhi kewajibannya, yakni rasio pendanaan. Dengan kondisi Dana Pensiun yang optimal maka tentu saja Dana Pensiun pasti mampu untuk membayar kewajiban nya dalam membayar Manfaat Pensiun peserta. Berdasarkan fenomena diatas, maka dalam tugas karya akhir ini penulis tertarik untuk menganalisis rasio pendanaan dari Dana Pensiun Angkasa

(18)

Pura I (DAPENRA) dari periode tahun 2008 – 2012 dan menggunakan Dana Pensiun PLN (DPPLN) sebagai benchmark dalam penelitian ini, karena DPPLN merupakan salah satu Dana Pensiun yang paling bagus kinerjanya dilihat dari hasil investasi yang diperoleh DPPLN (Laporan Tahunan Bapepam 2008).

1.2Perumusan Masalah

Pendanaan program pensiun manfaat pasti (PPMP) pemberi kerja merupakan program pensiun yang berjanji akan memberikan suatu jumlah pembayaran tertentu kepada karyawan atau ahli warisnya, sementara risiko pendanaan yang terjadi berada pada pemberi kerja. Untuk itu diperlukan upaya pemupukan dana, agar pendanaan untuk pembayaran manfaat pensiun di masa purna bakti dapat terlaksana. Oleh karena itu, kondisi dana yang tersedia untuk memenuhi kewajiban dana pensiun harus terus diupayakan. Perhitungan pendanaan PPMP dilakukan oleh aktuaris untuk menghitung kecukupan pendanaan dari dana pensiun. Dalam dana pensiun, terdapat rasio pendanaan yang digunakan untuk memperlihatkan kondisi dana pensiun dalam memenuhi kewajibannya membayar manfaat pensiun, yaitu apakah rasio berada pada kualitas pendanaan tingkat satu dimana kondisi dana pensiun berada dalam kondisi dana terpenuhi, atau berada pada kondisi tingkat dua dimana kekayaan untuk pendanaan kurang dari kewajiban aktuaria nya namun tidak kurang dari kewajiban solvabilitasnya dan atau berada pada kondisi tingkat ketiga yaitu kekayaan untuk pendanaan kurang dari kewajiban solvabilitas. Sehingga dengan menggunakan rasio pendanaan ini, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam Tugas Karya Akhir ini menjadi “Bagaimana rasio pendanaan DAPENRA selama periode 2008 hingga 2012?”

1.3Tujuan Penelitian

Sejalan dengan uraian perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian Tugas Karya Akhir ini adalah untuk menjelaskan Rasio Pendanaan pada Program Pensiun Manfaat Pasti Dana Pensiun Angkasa Pura I selama periode 5 tahun yaitu dari tahun 2008 hingga 2012 sehingga kemudian dapat

(19)

diketahui kondisi pendanaan Dana Pensiun Angkasa Pura I (DAPENRA) berada pada tingkat pendanaan I, II atau III.

1.4Metode Penelitian

1.4.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto (2006:12) penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut menguakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. Dalam penelitian ini dibutuhkan data yang sesuai dengan masalah serta tujuan penelitian yang ada, sehingga dari data yang dikumpulkan dapat dilakukan analisa dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena dalam penelitian digunakan data-data berupa angka-angka yang terdapat di dalam laporan keuangan yaitu laporan aktiva bersih, laporan perubahan aktiva bersih dan neraca untuk mendapatkan rasio pendanaan dan rasio solvabilitas dari DAPENRA untuk tahun 2008-2012. Jenis penelitian nya yaitu deskriptif yang merupakan dasar bagi semua penelitian. Penelitian desktiptif dapat dilakukan secara kuantitatif agar dapat dilakukan analisis statistik. (Sulistyo-Basuki, 2006)..

1.4.2 Populasi dan Sampel

Menurut Margono (2004: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan DAPENRA tahun 2008 – 2012, karena dalam menghitung rasio pendanaan diperlukan laporan keuangan sebagai data-datanya.

Sampel menurut Margono (2004: 121) adalah sebagai bagian dari populasi. Sampel penelitian ini adalah laporan aktiva bersih, laporan perubahan aktiva bersih dan neraca keuangan DAPENRA tahun 2008-2012 Untuk rasio pendanaan untuk mendapatkan kekayaan untuk pendanaan dan kewajiban aktuarianya terdapat pada ketiga laporan keuangan di atas yaitu laporan aktiva bersih, laporan perubahan aktiva bersih dan neraca keuangan.

(20)

1.4.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data terhadap data sekunder yang dilakukan dalam menyusun tugas karya akhir ini adalah:

1. Studi Kepustakaan

Dalam melakukan studi kepustakaan, peneliti membaca literature yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya laporan keuangan tahunan DAPENRA periode 2008 – 2012, jurnal, artikel, buku dan peraturan tentang dana pensiun.

1.4.4 Teknik Analisis Data

Data-data yang dianalisis berupa laporan keuangan yang terdiri dari laporan neraca, laporan aktiva bersih dan laporan perubahan aktiva bersih selama periode 5 tahun yaitu 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012. Penulis menggunakan analisis data sebagai berikut:

a. Analisis Time Series

Merupakan metode teknik analisis dengan cara membandingkan rasio-rasio keuangan dalam laporan keuangan pada jangka waktu tertentu. b. Analisis Rasio

Merupakan metode analisis dengan menggunakan hubungan antara angka-angka yang ditemukan dalam laporan keuangan. Laporan keuangannya adalah neraca, laporan aktiva bersih dan laporan perubahan aktiva bersih. Analisis rasio yang digunakan adalah analisis rasio pendanaan yaitu rasio keuangan yang menunjukan kemampuan Dana Pensiun untuk memenuhi kewajibannya membayar Manfaat Pensiun untuk Pesertanya.

1.5Sistematika Penulisan

Penulisan tugas karya akhir ini dibagi menjadi empat bab, yaitu:

(21)

Pada bab ini merupakan bagian dari pendahuluan yang berisi tentang latar belakang penelitian serta pokok permasalahan yang akan dibahas, selain itu bab ini juga menggambarkan sistematika penulisan dengan merumuskan beberapa hal pokok seperti tujuan dilakukannya penelitian ini serta menggambarkan penelitian dengan berisikan pendekatan yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini, tipe penelitian ini, dan teknik pengumpulan data dan metode penelitian yang diguna

BAB 2: KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi hasil tinjauan pustaka mengenai penelitian terdahulu yang membandingkan penelitian ini dengan penelitian lainnya, serta teori-teori yang akan digunakan dalam melakukan penelitian.

BAB 3: PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan hasil data dalam melakukan penelitian serta pembahasan masalah dengan menganalisa data yang di dapat peneliti menggunakan teori yang peneliti pakai dalam penelitian ini.

BAB 4: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi mengenai kesimpulan yang di dapat peneliti setelah melakukan rangkaian penelitian dari awal sampai akhir. Serta saran yang dapat diberikan kepada penelitian selanjutnya.

(22)

BAB 2

KERANGKA TEORI 2.1. Pensiun

Pensiun merupakan tugas perkembangan utama individu pada masa usia dewasa akhir (65 tahun dan lebih) dan tahapan terakhir dalam siklus pekerjaan. Terdapat beberapa pakar yang memberikan definisi pensiun, salah satunya adalah Kim dan Moen (Papilia, 2003:659) yang menyatakan pensiun sebagai “a

phased phenomenon, involving multiple transition out of and into paid and unpaid work.” Berbeda dengan definisi pensiun menurut Turner dan Helms (1995: 622), menurut mereka pensiun dikatakan sebagai “the end of formal work

and the beginning of a new role in life, one that involves behavioral expectations and a redefinition of self.”

Dari definisi pensiun menurut Turner dan Helms terlihat bahwa individu yang mengalami pensiun adalah ia yang masa kerja formalnya telah berakhir. Akan tetapi menurut Schulz (1999) mengatakan bahwa masa pensiun tidak harus berarti individu benar-benar lepas dari dunia kerja. Beberapa individu yang pensiun ada yang memilih untuk bekerja paruh waktu atau memilih melakukan pekerjaan lain yang sesuai dengan kemampuannya.

Kemudian pengertian pensiun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 850) terdapat dua pengertian pensiun, yang pertama pensiun merupakan suatu keadaan tidak bekerja lagi karena masa kerjanya telah selesai. Pengertian yang kedua menyatakan bahwa pensiun merupakan uang tunjangan yang diterima tiap-tiap bulan oleh karyawan sesudah ia berhenti bekerja atau oleh istri (suami) dan anak-anaknya yang belum dewasa kalau ia meninggal dunia.

Dari beberapa pengertian mengenai pensiun diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pensiun merupakan masa ketika telah berakhirnya masa kerja pekerjaan formal seseorang dan menerima uang tunjangan secara berkala untuk membantu masa-masa tua karyawan tersebut.

(23)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk pensiun. Faktor tersebut menurut Smolak (1993) bisa berasal dari individu itu sendiri dan institusi. Faktor individual yang mempengaruhi keputusan untuk pensiun mencakup sumber keuangan, status kesehatan, sikap terhadap pekerjaan dan pensiun, dan dukungan sosial. Sementara faktor institusi mencakup kondisi dan kebijakan perusahaan tempat individu bekerja, regulasi kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi, dan nilai sosial yang berlaku. Faktor institusi berupa regulasi kebijakan pemerintah inilah yang menjadi alasan sebagian besar individu yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus pensiun di usia 56 tahun.

2.2. Dana Pensiun

Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (selanjutnya disebut UU Dana Pensiun), industri Dana Pensiun terus tumbuh dan menunjukan perannya dalam perekonomian Indonesia. Indikator pertumbuhan industri Dana Pensiun diantaranya dapat terlihat dari pertumbuhan aset, investasi dan peserta yang terus bertambah. Sepanjang 20 tahun ini, pemerintah terus berupaya untuk menumbuhkan industri Dana Pensiun, antara lain melalui penyusunan dan penyempurnaan berbagai peraturan, kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta pemberian fasilitas perpajakan (Statistik 2012 & Direktori 2013 Industri Keuangan Non Bank). Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 1992, Dana Pensiun merupakan badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pesertanya, janda atau duda, atau anak, yang dikaitkan dengan dana pencapaian usia tertentu dengan memiliki status sebagai badan hukum serta memulai kegiatan sejak tanggal pengesahan Menteri Keuangan. Berdasarkan definisi tersebut dana pensiun merupakan lembaga atau badan hukum yang mengelola program pensiun yang dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawan suatu perusahaan terutama yang telah pensiun (Zulaini Wahab, 2001)

Pengertian lain menurut Suharsono Dana Pensiun adalah sebuah bentuk Tabungan Jangka Panjang para karyawan, yang akan dinikmati hasilnya setelah karyawan yang bersangkutan pensiun. Dengan demikian akan tercipta kesinambungan penghasilan hari tua, yang akan menimbulkan ketenteraman kerja,

(24)

sehingga akan meningkatkan motivasi kerja karyawan yang merupakan iklim kondusif bagi peningkatan produktifitas (“Dana Pensiun: Bukan Semata-mata Lembaga Investor”, n.d).

Dari definisi-definisi tersebut terlihat bahwa dana pensiun merupakan dana yang sengaja dihimpun secara khusus dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada karyawan pada saat mencapai usia pensiun, meninggal dunia atau cacat. Dana yang terhimpun ini dikelola dalam suatu lembaga yang disebut trust

sedangkan pengelolanya disebut trustee atau dapat juga dilakukan oleh perusahaan asuransi atau badan lain yang dibentuk secara khusus untuk mengelola dana tersebut.

2.2.1. Maksud dan Tujuan Dana Pensiun

Menurut Wahab, maksud dan tujuan dibentuknya Dana Pensiun dapat dilihat dari beberapa sisi (Zulaini Wahab, 2001):

1. Sisi Pemberi Kerja

Dana Pensiun merupakan suatu usaha yang menarik atau mempertahankan karyawan memiliki potensi cerdas, terampil, dan produktif yang diharapkan dapat meningkatkan atau mengembangkan perusahaan, disamping sbagai tanggung jawab moral dan sosial pemberi kerja kepada karyawan dan keluarganya pada saat karyawan tidak lagi mampu bekerja atau pensiun atau meninggal dunia.

2. Sisi Karyawan

Dana Pensiun merupakan suatu lembaga yang dapat memberikan rasa aman terhadap masa yang akan datang dalam arti tetap mempunyai penghasilan pada saat memasuki masa pensiun.

3. Sisi Pemerintah

Dengan adanya Dana Pensiun bagi karyawan akan mengurangi kerawanan sosial. Kondisi tersebut merupakan unsure yang sangat penting dalam menciptakan kestabilan ekonomi Negara.

Maka dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan dari dibentuknya Dana Pensiun adalah untuk memberikan kesinambungan

(25)

hidup yang berkelanjutan bagi peserta pada masa tua atau saat tidak produktif lagi dalam bekerja dan juga bagi pemberi kerja dapat meningkatkan kinerja pegawainya yang berkompeten agar tetep mengabdi pada perusahaan.

2.2.2. Asas-asas Dana Pensiun

Undang-undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun yang merupakan landasan hukum pembentukan Dana Pensiun dan penyelenggaraan Program Pensiun menetapkan adanya 5 (lima) asas-asas Dana Pensiun, yang pada dasarnya merupakan penegasan tentang keberadaan dan peranan Dana Pensiun. Kelima asas dana pensiun tersebut adalah (Pedoman/Kebijakan Aktuaria dan Pendanaan, ADPI):

1. Penyelenggaraan yang dilakukan dengan sistem pendanaan

Dengan asas ini, penyelenggaraan program pensiun, baik bagi karyawan, maupun bagi pekerja mandiri, harus dilakukan dengan pemupukan dana yang dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Pemupukan dana tersebut bersumber dari iuran dan hasil pengembangannya. Oleh karena itu, pembentukan cadangan pensiun dalam perusahaan untuk membiayai pembayaran manfaat pensiun tidak diperkenankan.

2. Pemisahan kekayaan dana pensiun dari kekayaan pendiri

Asas ini didukung oleh adanya badan hukum tersendiri bagi Dana Pensiun, dan diurus serta dikelola berdasarkkan ketentuan Undang-undang. Berdasarkan asas ini kekayaan Dana Pensiun yang terutama bersumber dari iuran, terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi pada pendirinya.

3. Penundaan manfaat

Penghimpunan dana dalam penyelenggaraan program pensiun dimaksudkan untuk memenuhi pembayaran hak peserta yang telah pensiun agar kesinambungan penghasilan terpelihara. Sejalan dengan itu, berlaku asas penundaan manfaat yang mengharuskan pembayaran

(26)

hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta memasuki masa pensiun dan dapat diberikan secara berkala.

4. Pembinaan dan pengawasan

Pengelolaan dan penggunaan kekayaan dana pensiun harus dihindarkan dari pengaruh kepentingan-kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya maksud utama dari pemupukan dana, yaitu memenuhi kewajiban pembayaran hak peserta. Di samping pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Dana Pensiun Departemen Keuangan dan pelaksanaan sistem pelaporan, pengawasan dilakukan pula melalui kewajiban para pengelola dana pensiun untuk memberikan informasi kepada para pesertanya.

5. Kebebasan untuk membentuk atau tidak membentuk Dana Pensiun. Berdasarkan asas ini keputusan membentuk Dana Pensiun merupakan prakarsa pemberi kerja untuk menjanjikan manfaat pensiun bagi karyawannya, yang membawa konsekuensi pendanaan. Dengan demikian prakarsa tersebut harus didasarkan pada kemampuan keuangan pemberi kerja. Hal pokok yang harus selalu menjadi perhatian utama adalah bahwa keputusan untuk menjanjikan manfaat pensiun merupakan suatu komitmen yang membawa konsekuensi pembiayaan, bahkan sampai pada saat Dana Pensiun terpaksa dibubarkan.

Kelima Asas Dana Pensiun tersebut memberikan penegasan, bahwa Dana Pensiun harus mengelola kegiatan Pendanaan dengan sebaik-baiknya, dalam arti mengelola dan mengembangkan dana yang terhimpun, dengan tujuan utama untuk dapat melakukan pembayaran Manfaat Pensiun dengan sebaik-baiknya.

Kecukupan dana tersebut menjadi tanggung jawab Pendiri, dan setiap kekurangan dana (defisit) dari jumlah kewajiban, harus disetor dan dipenuhi oleh Pendiri melalui pembayaran angsuran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan RI.

(27)

Semua kegiatan itu harus dilaksanakan dengan aman, hati-hati dan dengan pengawasan serta pembinaan yang ketat, sehingga terhindar dari risiko kerugian dan berkurangnya dana yang seharusnya dikembangkan sehingga akhirnya mencukupi untuk pembayaran Manfaat Pensiun (Pedoman/Kebijakan Aktuaria dan Pendanaan, ADPI).

2.2.3. Jenis Dana Pensiun

Dalam Undang-Undang dana pensiun, lembaga pengelola dana pensiun dibedakan dalam dua jenis, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Pembedaan kedua jenis lembaga pengelola dana pensiun ini didasarkan pada penyelenggaraannya atau pihak yang mendirikan ((Pedoman/Kebijakan Aktuaria dan Pendanaan, ADPI).

1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)

DPPK dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, untuk menyelenggarakan program pensiun. Dari pengertian di tersebut, jelas bahwa DPPK merupakan dana pensiun yang didirikan oleh perusahaan maupun perorangan yang memiliki karyawan. Perlu dijelaskan bahwa pendirian dan penyelenggaraan program pensiun melalui dana pensiun oleh pemberi kerja sifatnya tidak wajib. Akan tetapi, mengingat dampak dan peranan yang positif dari program dana pensiun kepada para karyawan, pemerintah sangat menganjurkan kepada setiap pemberi kerja untuk mendirikan dana pensiun.

Dana pensiun pemberi kerja dapat menyelenggarakan, baik program pensiun manfaat pasti, maupun program pensiun iuran pasti. Pemilihan jenis program pensiun didasarkan pada kemampuan pemberi kerja terhadap dana pensiun. Dengan mendirikan dana pensiun, timbul kewajiban dari perusahaan untuk menggiur sejumlah uang kepada dana pensiun. Mengingat adanya perbedaan mendasar diantara kedua jenis program pensiun ini yang tentunya menimbulkan konsekuensi yang berbeda pula, sebelumnya pemberi kerja harus

(28)

mempertimbangkan semuanya ini dengan seksama. Begitu mendirikan dana pensiun, pemberi kerja terikat dan tidak dapat menarik kembali keinginan tersebut.

Dana pensiun pemberi kerja dibentuk oleh oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri dan untuk menyelenggarakan sebagian atau seluruh karyawan sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)

Dana pensiun lembaga keuangan adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi pekerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Pihak yang diperkenankan untuk mendirikan dana pensiun hanyalah bank umum dan perusahaan asuransi jiwa. Oleh karena itu, bank umum dan perusahaan asuransi jiwa dapat menyelenggarakan dua jenis dana pensiun, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

DPLK dibentuk secara terpisah dari bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan dan terpisah pula dari dana pensiun pemberi kerja yang mungkin didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa tersebut. Sebagaimana diketahui, bank atau perusahaan asuransi jiwa dalam kapasitasnya sebagai pemberi kerja karyawannya, juga dapat memberikan dana pensiun pemberi kerja. Dana pensiun lembaga keuangan hanya dapat menjalankan program pensiun iuran pasti. Program ini terutama diperuntukkan bagi para pekerja mandiri atau perorangan mislanya dokter, pengacara, pengusaha yang bukan merupakan karyawan dari lembaga atau orang lain.

Di samping kedua jenis dana pensiun (lembaga pengelola pensiun) di atas, ada juga jenis dari program pensiun itu sendiri. Program pensiun tersebut yang umumnya digunakan di perusahaan

(29)

swasta dan perusahaan milik negara maupun bagi karyawan pemerintah terdiri atas dua jenis, yaitu sebagai berikut.

1. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)

Menurut Zulaini Wahab (2001:190) Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun atau program pensiun lain yang bukan merupakan Program Pensiun Iuran Pasti. Dalam Program Pensiun Manfaat Pasti, manfaat (benefit) sebagai sasaran telah ditetapkan. Menurut perhitungan yang dilakukan aktuaris, setelah penetapan besarnya iuran peserta (karyawan), maka kewajiban pemberi kerja adalah memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan untuk pemenuhan kewajiban dana pensiun kepada pesertanya menurut Peraturan Pensiun. Besarnya kontribusi yang harus dilakukan perusahaan pada setiap periode dihitung berdasarkan suatu rumus tertentu dengan memasukkan faktor-faktor seperti, tingkat inflasi, masa kerja, kenaikan gaji, tingkat pengembalian investasi, penyesuaian biaya hidup, perkiraan usia karyawan, tingkat perputaran karyawan, mortalitas, ketidakmampuan, pensiunan yang dipercepat, biaya-biaya, dan lainlain. Perhitungan dalam program ini biasanya kompleks dan dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi tentang berbagai faktor tersebut diatas.

Menurut Jonni Manurung dan Ferdinand D. Saragih (2003:182), defined-benefit plan atau program pensiun manfaat pasti merupakan program pensiun dengan janji manfaat khusus dari rencana jika mereka pensiun. Defined-benefit plan

membebani pekerja untuk menyediakan dana dan menjamin pembayaran dikemudian hari. Jika dana perusahaan cukup, maka rencana disebut fully funded, lebih dari cukup disebut overfunded, dan kurang dari cukup disebut underfunded.

(30)

2. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

Dalam Program Pensiun Iuran Pasti, jumlah yang diterima oleh Peserta pada saat pensiun tergantung pada jumlah iuran dari Pemberi Kerja, atau Peserta dan Pemberi Kerja, dan hasil usaha. Kewajiban dari pemberi kerja adalah membayar iuran sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun. Menurut Zulaini Wahab (2001:5), Program Pensiun Iuran Pasti adalah program pensiun yang iurannya telah dittetapkan dalam peraturan dana pensiun sedangkan besar manfaat pensiun tergantung dari besarnya akumulasi iuran dan hasil pengembangannya sampai seorang peserta berhenti bekerja yang kemudian harus dibelikan anuitas dari perusahaan asuransi jiwa.

Sedangkan menurut Jonni Manurung dan Ferdinand D. Saragih (2003:182), program pensiun iuran pasti atau define-contribution plans merupakan rencana pensiun dengan spesifikasi pada besar kontribusi terhadap dana. Manfaat pensiun sangat bergantung pada pendapatan dari pengumpulan dana. Biasanya perusahaan membebankan persentase tetap dari gaji tenaga kerja yang dibayar setiap periode. Define-contribution plans menjadi terkenal karena beban tenaga kerja lebih rendah dari defined-benefit plan. Hal ini mengurangi kewajiban tenaga kerja.

Terdapat beberapa perbedaan mendasar antara Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dengan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Perbedaan tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek (Zulaini Wahab: 2001), yaitu:

a. Aspek Manfaat Pensiun

Pada Dana Pensiun Pemberi Kerja – Program Pensiun Manfaat Pasti (DPPK - PPMP) ada kepastian besarnya Manfaat Pensiun berdasarkan rumus yang telah ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun sedangkan pada Dana Pensiun Pemberi Kerja – Program Pensiun Iuran Pasti (DPPK – PPIP) tidak ada

(31)

kepastian, tergantung dari akumulasi iuran dan hasil pengembangan.

b. Aspek Iuran Pasti

Pada Dana Pensiun Pemberi Kerja – Program Pensiun Manfaat Pasti (DPPK - PPMP) besar iuran Pemberi Kerja tidak pasti, bergantung pada kecukupan dana untuk memenuhi kewajiban pembayaran Manfaat Pensiun berdasarkan perhitungan aktuaria. Besar Iuran Peserta (apabila ada) sudah pasti dan telah ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun.

c. Aspek Hutang Kerja Masa Lalu

Pada Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), Past Service Liability (PSL) pada umumnya diakui oleh Pemberi Kerja dan pendanaannya menjadi tanggung jawab Pemberi Kerja, sedangkan pada Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), Past Service Liability (PSL) tidak diakui.

d. Aspek Kebijaksanaan Investasi

Pada Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), arahan investasi ditetapkan Pendiri, sedangkan pada Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) oleh Pendiri dan Dewan Pengawas.

e. Aspek Risiko Investasi

Pada Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) risiko menjadi tanggung jawab Pendiri, sedangkan pada Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) menjadi tanggung jawab peserta.

f. Aspek Perhitungan Aktuaria

Pada Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) mutlak diperlukan sejak awal pembentukan dan secara reguler untuk menghitung besarnya iuran dan valuasi dana, sedangkan pada Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) tidak memerlukan perhitungan aktuaria

g. Aspek Pembayaran Manfaat Pensiun

Pada Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dilaksanakan oleh Dana Pensiun sendiri atau dialihkan ke perusahaan Asuransi

(32)

Jiwa dengan membeli Anuitas, sedang Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) mutlak harus dialihkan ke Perusahaan Asuransi Jiwa dengan pembelian Anuitas tersebut dipilih oleh Peserta. h. Aspek Hubungan Antara Pemberi Kerja dengan Pensiunan

Pada Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) hubungan masih tetap terjalin, sedang pada Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) hubungan terputus.

2.3. Pendanaan Dana Pensiun

Pendanaan adalah suatu proses pemupukan dana yang dilakukan dalam rangka memenuhi suatu kewajiban. Kewajiban Dana Pensiun adalah memberikan kesinambungan penghasilan bagi pesertanya pada saat purna bakti atau disebut manfaat pensiun. Dengan skema pendanaan, suatu program pensiun dimungkinkan untuk membentuk suatu akumulasi dana yang dibutuhkan guna memelihara kesinambungan penghasilan peserta program pensiun di hari tua (Laporan Tahunan 2011 Dana Pensiun BAPEPAM).

Pemenuhan kewajiban pendanaan ini dapat dilakukan oleh pemberi kerja saja atau oleh pemberi kerja dan karyawan. Jika pemberi kerja mengikutsertakan partisipasi karyawan dalam pemenuhan kewajiban pendanaan tersebut, maka hal itu disebut contributory system. Sebaliknya, jika kewajiban tersebut ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja tanpa mengikutsertakan partisipasi dari karyawan, maka hal itu disebut non-contributory system.

Kondisi pendanaan bagi DPPK PPMP merupakan tanggung jawab pemberi kerja. Oleh karena itu, risiko keuangan tetap berada pada pemberi kerja. Sementara untuk DPPK PPIP, risiko keuangan pada pendanaan merupakan tanggung jawab peserta dan sangat bergantung pada periode waktu pemupukan dana dan pilihan jenis investasinya.

DPPK PPMP dapat dikatakan dalam keadaan dana terpenuhi, apabila jumlah asetnya telah mencukupi untuk memenuhi liabilitasnya. Apabila aset tersebut kurang dari liabilitasnya, pemberi kerja mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran sejumlah dana tambahan guna tercapainya keadaan dana

(33)

terpenuhi. Berbeda dengan DPPK PPMP, DPPK PPIP dikatakan dalam keadaan dana terpenuhi apabila iuran bulanan yang jatuh tempo telah disetorkan dengan tepat jumlah ke DPPK PPIP (Statistik 2012 & Direktori 2013 Industri Keuangan Non Bank, OJK).

2.4. Pengertian Rasio

Pengertian rasio menurut Syahrul dan Adfi (2000:693), adalah “Hubungan antara suatu jumlah terhadap jumlah lain”.

Sedangkan pengertian Rasio menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:933) adalah : “Hubungan taraf atau bilangan antara 2 (dua) hal yang mirip, perbandingan antara berbagai gejala yang dinyatakan dengan angka”.

Dari definisi-definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain agar dapat mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, hasil operasi dan prospek pertumbuhan.

2.5. Rasio Pendanaan

Menurut Kadarisman (2003:10), rasio pendanaan atau rasio kecukupan dana adalah “Rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan Dana Pensiun untuk memenuhi kewajibannya membayar Manfaat Pensiun untuk pesertanya”.

Sedangkan pengertian rasio pendanaan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.510/KMK.06/2002 pasal 1 ayat 10 adalah:

“Rasio Pendanaan (RP) adalah hasil bagi antara nilai kekayaan Dana Pensiun untuk pendanaan dengan nilai Kewajiban Aktuaria Dana Pensiun.”

Dari dua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Rasio Pendanaan merupakan alat ukur kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya yang didapat dari hasil perbandingan antara kekayaan untuk Pendanaan dan Kewajiban Aktuaria. Untuk menghitung besarnya rasio pendanaan, digunakan rumus :

(34)

Rasio pendanaan digunakan sebagai alat ukur kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya, Ketentuan Menteri terkait pendanaan menetapkan bahwa jika nilai Rasio Pendanaan telah mencapai 120% atau lebih, maka kelebihan kekayaan (surplus) yang dimiliki oleh Dana Pensiun wajib digunakan oleh pemberi kerja sebagai iuran normal (Pedoman/Kebijakan Aktuaria dan Pendanaan, ADPI).

2.5.1. Kekayaan untuk Pendanaan

Kekayaan untuk pendanaan adalah kekayaan Dana Pensiun yang diperhitungkan untuk menentukan kualitas pendanaan Dana Pensiun. UU Dana Pensiun telah menetapkan kepada Dana Pensiun yang berskema PPMP bahwa kekayaan Dana Pensiun yang dapat dipergunakan dalam perhitungan pendanaan adalah berupa kekayaan bersih Dana Pensiun dikurangi dengan (Pedoman/Kebijakan Aktuaria dan Pendanaan, ADPI):

a. Kekayaan dalam sengketa pengadilan;

b. Iuran, yang sampai dengan tanggal perhitungan aktuaria belum disetor ke Dana Pensiun lebih dari 3 bulan sejak tanggal jatuh tempo;

c. Kekayaan yang ditempatkan di luar negeri;

d. Kekayaan yang dikategorikan sebagai piutang lain-lain dan aktiva lain-lain;

e. Selisih lebih nilai investasi dari batasan investasi per pihak;

f. Selisih lebih nilai investasi dari batasan per jenis untuk tanah, bangunan, serta tanah dan bangunan.

2.5.2. Kewajiban Aktuaria

Untuk Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) diperlukan penilaian seorang aktuaris untuk mengetahui kebutuhan dana yang dihubungkan dengan perubahan obyektif yang terjadi antara lain pada mutasi Peserta, peraturan gaji, dan lain-lain. Demikian pula apabila pendiri melakukan perubahan peraturan Dana Pensiun yang mengakibatkan perubahan Manfaat Pensiun, maka laporan

(35)

aktuaris diperlukan pula untuk mengestimasi konsekuensi pendanaan yang timbul karena perubahan yang dimaksud.

Dalam Pedoman/Kebijakan Aktuaria dan Pendanaan (ADPI, 2011) pengertian aktuaris menurut KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NO.510/KMK.06/2002 adalah aktuaris yang bekerja pada Perusahaan Konsultan Aktuaria yang telah memperoleh ijin usaha dari Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang usaha perasuransian.

Definisi kewajiban aktuaria berdasarkan PSAK No.24, Kewajiban Aktuaria (Present Value of Accumulated Pension Benefit /Actuarial Present Value of Promised Retirement Benefit) adalah nilai sekarang pembayaran manfaat pensiun yang akan dilakukan Dana Pensiun kepada kayawan yang masih bekerja dan yang sudah pensiun, yang dihitung berdasarkan jasa yang telah diberikan. Sedangkan menurut KEPUTUSAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NO.510/KMK.06/2002 Kewajiban Aktuaria adalah kewajiban Dana Pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa Dana Pensiun terus berlangsung sampai dipenuhinya seluruh kewajiban kepada Peserta dan Pihak Yang Berhak.

Dari dua definisi diatas mengenai kewajiban aktuaria dapat disimpulkan bahwa Kewajiban Aktuaria adalah nilai sekarang pembayaran Manfaat Pensiun yang akan dilakukan Dana Pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa Dana Pensiun terus berlangsung sampai dipenuhinya seluruh kewajiban kepada Peserta dan Pihak yang Berhak berdasarkan jasa yang diberikan.

Menurut Kadarisman (2003, 10) ada tiga kondisi dalam pengendalian Rasio Pendanaan di Dana Pensiun, yaitu:

1. Kondisi I : Rasio Pendanaan = 100%

Kondisi ini merupakan kondisi dimana Rasio Pendanaan berada pada tingkat 100%, maksudnya jumlah Kekayaan untuk Pendanaan yang

(36)

dimiliki oleh Dana Pensiun sama besar dengan Kewajiban Aktuarianya. Kondisi ini memperlihatkan bahwa Dana Pensiun mengalami dana terpenuhi. Kondisi ini memberikan rasa aman kepada para Peserta karena pensiun terjamin 100%.

2. Kondisi II : Rasio Pendanaan > 100%

Kondisi ini merupakan keadaan dimana Dana Pensiun mengalami surplus, karena jumlah Kekayaan untuk Pendanaan lebih besar dari jumlah Kewajiban Aktuaria. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.510/KMK.06/2002 pasal 17 ayat 3 dalam hal Dana Pensiun mengalami surplus yang besarnya surplus melebihi jumlah yang lebih besar di antara:

a. Jumlah Kekayaan untuk Pendanaan lebih besar 20% dari Jumlah Kewajiban Aktuaria atau bisa disebutkan besarnya Rasio Pendanaan > 120%.

b. Bagian Iuran Normal Pemberi Kerja ditambah 10% dari jumlah Kewajiban Aktuaria.

Maka kelebihan surplus tersebut wajib diperhitungkan sebagai Iuran Normal Pemberi Kerja.

3. Kondisi III : Rasio Pendanaan < 100%

Kondisi ini menunjukan keadaan yang tidak aman bagi Peserta, karena pensiun tidak terjamin 100%. Keadaan ini terjadi akibat besar Kekayaan untuk Pendanaan kurang dari Kewajiban Aktuaria. Keadaan ini juga dapat disebut keadaan defisit. Selisih besar kekurangan Kekayaan untuk Pendanaan terhadap Kewajiban Aktuaria tersebut harus dilunasi oleh Pendiri dengan mengeluarkan iuran tambahan.

Dilihat dari tiga kondisi diatas, maka dapat diketahui bahwa kondisi II adalah kondisi Rasio Pendanaan terbaik, karena pada kondisi tersebut Peserta merasa aman karena pensiun nya terjamin 100%. Sedangkan bagi Pendiri, mereka tidak perlu mengeluarkan iuran tambahan karena Dana Pensiun tidak mengalami defisit.

(37)

Bila telah diketahui Rasio Pendanaan nya dan dibandingkan dengan ketiga kondisi Rasio Pendanaan, maka Dana Pensiun terutama yang PPMP dapat melihat berada dimanakah kondisi Rasio Pendanaannya atau dengan kata lain Dana Pensiun dapat mengetahui sampai dimanakah tingkat kemampuannya dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta Dana Pensiun dengan melihat jumlah Rasio Pendanaan, Pendiri dapat mengetahui berapa besarnya jumlah Kekayaan untuk Pendanaan yang harus dimiliki Dana Pensiun agar kewajibannya dapat terpenuhi untuk membayar Manfaat Pensiun kepada Peserta.

Sedangkan menurut KMK NOMOR 510/KMK.06/2002, dalam rasio pendanaan terdapat 3 (tiga) tingkat pendanaan untuk menilai kualitas dari pendanaaan suatu dana pensiun. Tingkat pendanaan Dana Pensiun merupakan gambaran kemampuan Dana Pensiun untuk membiayai kewajiban Dana Pensiun saat ini dan yang akan datang. Tiga kriteria tingkat pendanaan Dana Pensiun menurut KMK NOMOR 510/KMK.06/2002 yaitu (Statistik 2012 & Direktori 2013 Industri Keuangan Non Bank, OJK):

1. Tingkat Pertama, yaitu apabila dana pensiun berada dalam keadaan terpenuhi yaitu rasio nya diatas 100%

2. Tingkat Kedua, yaitu apabila kekayaan untuk pendanaan nya kurang dari kewajiban aktuaria dan tidak kurang dari kewajiban solvabilitasnya, atau dengan kata lain rasio pendanaan nya kurang dari 100% dan rasio solvabilitasnya diatas 100%.

3. Tingkat Ketiga, yaitu keadaan pendanaan dana pensiun apabila kekayaannya kurang dari kewajiban solvabilitas. Dengan kata lain baik rasio pendanaan maupun rasio solvabilitasnya dibawah 100%.

2.6. Tinjauan Literatur

Penelitian terdahulu pertama yang dilakukan oleh Arjen Siegmann dalam jurnalnya yang berjudul “Minimum Funding Ratios for Defined-Benefit Pension Funds” tahun 2008 menemukan bahwa minimal rasio pendanaan yang pantas untuk

(38)

Jika berada diatas 1.20, maka dana pensiun dengan program manfaat pasti akan menarik calon peserta pensiun untuk bergabung. Tapi jika rasio pendanaannya berada di bawah 0.96, orang dengan tipe risk averse pun akan memilih untuk tidak bergabung jika diberikan pilihan. Dan apabila rasio pendanaannya berada di antara 0.96 dan 1.20, maka manfaat yang akan diperoleh individu bergantung pada risk aversion yang dimilikinya serta kontribusi dan kebijakan investasi yang bisa diterima dalam mengelola dana pensiunnya.

Kemudian penelitian terdahulu kedua yang digunakan oleh penulis yaitu penelitian empiris yang dilakukan di Amerika Serikat oleh McCrory (2004) dalam jurnalnya yang berjudul " Modelling Defined-Benefit Pension Plans: Basic Dynamics" menemukan bahwa program pensiun iuran pasti lebih baik daripada program pensiun dengan manfaat pasti pada periode 1989 – 2001, untuk semua peserta kecuali bagi peserta dengan tipe risk averse. Analisa yang digunakan pada penelitian jelas menunjukan bahwa hasil yang saling berhubungan dari manfaat pasti dan iuran pasti berasal dari gaji atau pendapatan, inflasi dan asset return. Pada penelitian ini menyarankan agar lebih memfokuskan pada peran penting atas rasio pendanaan dari dana pensiun manfaat pasti.

Perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya

Penelitian mengenai pendanaan dana pensiun untuk program pensiun manfaat pasti sudah beberapa kali dilakukan di luar negeri. Namun penelitian tentang Rasio Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti pada Dana Pensiun di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang telah disebutkan diatas, penulis ingin melakukan analisis mengenai Rasio Pendanaan Program Pensiun Manfaat Pasti pada Dana Pensiun Angkasa Pura I dengan mengambil periode dari tahun 2008 hingga 2012. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini penulis dapat melihat kondisi pendanaan dari dana pensiun dengan menentukan tingkat pendanaan nya berdasarkan dari rasio pendanaan dan rasio solvabilitasn tiap tahun yaitu 2008 hingga 2012. Jadi yang menjadi perbedaan mendasar dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah menitik beratkan pada Rasio Pendanaan Dana Pensiun pada Program Pensiun Manfaat Pasti.

(39)

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Perusahaan

Program pensiun pegawai Angkasa Pura I yang dikelola oleh DAPENRA merupakan salah satu bentuk manifestasi komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan pegawainya pada masa pensiun atau pasca kerja, selain tunjangan hari tua yang dikelola oleh Yayasan Kesejahteraan Karyawan Angkasa Pura I (YAKKAP I). Pada awalnya, Program Pensiun Angkasa Pura I dikelola oleh Yayasan Dana Pensiun Bersama Angkasa Pura I dan II (YDPBAP) yang mengelola program pensiun pegawai BUMN Angkasa Pura I dan II.

Seiring dengan terbitnya UU Dana Pensiun Nomor 11 tahun 1992, pengelolaan program pensiun pegawai Angkasa Pura I dialihkan ke DAPENRA dan program pensiun Angkasa Pura II dikelolakan kepada DAPENDA. DAPENRA didirikan pada tanggal 6 Oktober 1998 berdasar Keputusan Direksi PT Angkasa Pura I Nomor : KEP.1156/KU.60/1998 dan disahkan operasionalnya oleh Menteri Keuangan RI dengan Keputusan Nomor : KEP.393/KM.17/1999 tanggal 15 November 1999 yang kemudian ditetapkan sebagai Ulang Tahun DAPENRA. Tugas pokok DAPENRA adalah mengelola Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) pegawai Angkasa Pura I yang sumber pendanaannya berasal dari iuran pemberi kerja (Perusahaan), iuran peserta dan hasil pengembangan atas dana yang dikelola.

Dana Pensiun Angkasa Pura I (DAPENRA) adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. DAPENRA merupakan Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) untuk kepentingan sebagian atau seluruh karyawan PT. Angkasa Pura I (Persero) sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja, dalam hal ini yaitu PT. Angkasa Pura I. Jumlah peserta DAPENRA terdiri dari Peserta Aktif (Pegawai Aktif) dan Peserta Pasif (Pensiunan) sampai dengan akhir tahun 2010 mencapai 4.604 orang, yang terdiri

(40)

atas 3.262 orang Peserta Aktif (Pegawai) dan 1.342 orang peserta pasif (Pensiunan). Dalam kurun waktu 11 tahun sejak awal kiprahnya pada tahun 1999, DAPENRA menunjukkan perkembangan kinerja yang sangat membanggakan yang dapat dilihat dari perkembangan signifikan asset maupun akumulasi dana yang dikelola.

Pada tahun 1999, jumlah aset DAPENRA baru mencapai Rp 135,37 Milyar dengan jumlah dana dikelola sebesar Rp 122,62 Milyar, sedangkan jumlah dana yang dikelola pada akhir tahun 2010 mencapai Rp 712,40 Milyar dengan total aset sebesar Rp 719,95 Milyar. Sumber dana DAPENRA berasal dari Iuran Pendiri, Iuran Peserta dan hasil pengembangan kekayaannya. DAPENRA sejak didirikan pada tanggal 15 November 1999 telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan (Laporan Keuangan Tahunan 2010 DAPENRA)

Dalam menganalisis tugas karya akhir ini, penulis akan membandingkan rasio pendanaan DAPENRA dengan rasio pendanaan DPPLN sebagai benchmark

dalam penelitian ini selama periode lima tahun yakni dari tahun 2008 - 2012. Dana Pensiun PLN (DPPLN) adalah sebuah badan hukum yang didirikan oleh PT. PLN (Persero) dan ditujukan untuk mengelola Program Pensiun Manfaat Pasti bagi para karyawan PT. PLN (Persero). Maksud dan tujuan dari pendirian Dana Pensiun PLN adalah untuk mengelola dan mengembangkan dana guna menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti untuk menjamin dan memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua bagi peserta dan pihak yang berhak. Kekayaan Dana Pensiun PLN dihimpun dari Iuran Peserta, Iuran Pemberi Kerja,dan hasil dari pengembangan investasi (Laporan Keuangan Tahunan 2009 DPPLN).

3.2Analisis Rasio Pendanaan

Untuk menilai kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya membayar manfaat pensiun dengan kekayaan yang dimiliki dapat menggunakan alat bantu, yaitu Rasio pendanaan atau Rasio Kecukupan Dana (Capital Adequacy Ratio). Pengertian Rasio Pendanaan menurut Kadarisman dalam Reffreshing Course Sertifikasi Pengurusan Dana Pensiun (2003:10) adalah ”Rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan Dana Pensiun untuk memenuhi kewajibannya

(41)

membayar Manfaat Pensiun untuk Pesertanya”. Rasio Kecukupan Dana adalah rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajiban membayar manfaat pensiun baik untuk peserta sudah pensiun maupun peserta yang masih bekerja berdasarkan jasa yang telah diberikan. Rasio Kecukupan Dana memiliki pengaruh terhadap Iuran Pensiun secara langsung karena Rasio Kecukupan Dana sangat menentukan besarnya iuran pensiun yang harus dibayar oleh peserta maupun pemberi kerja.

Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis rasio pendanaan selama lima tahun yaitu dari tahun 2008 sampai tahun 2012 pada DAPENRA, dan kemudian penulis akan menggunakan rasio pendanaan Dana Pensiun PLN sebagai

benchmark penelitian. Rasio pendanaan didapat dari hasil bagi antara kekayaan untuk pendanaan dengan kewajiban aktuaria. Kekayaan untuk pendanaan menurut Keputusan Menteri Keuangan No.510/KMK.06/2002 pasal 6 ayat 2 dihitung dari aktiva bersih dikurangi dengan:

a. Kekayaan dalam sengketa pengadilan;

b. Iuran, yang sampai dengan tanggal perhitungan aktuaria belum disetor ke Dana Pensiun lebih dari 3 bulan sejak tanggal jatuh tempo;

c. Kekayaan yang ditempatkan di luar negeri;

d. Kekayaan yang dikategorikan sebagai piutang lain-lain dan aktiva lain-lain Kekayaan untuk pendanaan adalah kekayaan yang diperhitungkan untuk menentukan tingkat atau kualitas pendanaan dana pensiun. Sedangkan kewajiban aktuaria merupakan kewajiban dana pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa dana pensiun terus berlangsung sampai terpenuhinya kewajiban pemberi kerja kepada peserta dan pihak yang berhak. Kewajiban aktuaria dihitung oleh aktuaris dan jumlah kewajiban aktuaria yang telah dihitung akan terdapat di dalam neraca pada laporan keuangan.

Maka, untuk menghitung rasio pendanaan dari DAPENRA untuk periode lima tahun yakni 2008 – 2012 penulis pertama-tama akan menghitung Kekayaan untuk Pendanaan dari DAPENRA dan kemudian akan dibandingkan dengan DPPLN dengan periode yang sama. Berdasarkan dengan penjelasan di atas mengenai kekayaan yang termasuk dalam Dana Pensiun untuk pendanaan, berikut

(42)

perhitungan Kekayaan untuk Pendanaan Dana Pensiun Angkasa Pura I (DAPENRA) untuk periode dari tahun 2008 hingga 2012.

Tabel 3.1 Kekayaan untuk Pendanaan DAPENRA 2008 – 2012

(dalam ribuan)

Tahun 2008 2009 2010 2011 2012

Aktiva Bersih 463.499.185 595.307.649 719.954.652 696.138.021 667.312.248

Yang tidak termasuk Kekayaan untuk Pendanaan :

1. Piutang iuran > 3 bulan

a. Iuran normal pemberi kerja

- - - - -

b. Iuran normal peserta - - - - -

c. Iuran tambahan - - - - -

2. Piutang lain-lain 2.067 19.901 8.090 24.222 19.186

3. Aktiva lain-lain 615.590 337.594 409.289 - -

4. Jumlah 617.658 357.495 417.379 24.222 19.186

Kekayaan untuk Pendanaan 462.881.527 594.950.154 719.537.272 696.113.798 667.293.062 Sumber : Laporan Keuangan Dana Pensiun Angkasa Pura I 2008-2012, diolah penulis, 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Kekayaan untuk Pendanaan DAPENRA didapat dari aktiva bersih dikurangi dengan piutang lain-lain dan aktiva lain-lain, karena selama periode penelitian DAPENRA tidak memiliki piutang iuran lebih dari 3 (tiga) bulan maka tidak dikurang oleh piutang iuran. Di tahun 2008, jumlah aktiva bersih yaitu sebesar Rp 463.499.185.984, kemudian yang tidak termasuk kekayaan untuk pendanaan yaitu piutang lain-lain sebesar Rp 2.067.450 dan aktiva lain-lain sebesar Rp 615.590.900, sehingga dapat diperoleh Kekayaan untuk Pendanaan nya yaitu sebesar Rp 462.881.527.634 yang didapat dari hasil pengurangan antara aktiva bersih dengan yang tidak termasuk kekayaan untuk pendanaan.

Selanjutnya di tahun 2009, aktiva bersih yang diperoleh yaitu sebesar Rp 595.307.649.411 dan untuk yang tidak termasuk kekayaan untuk pendanaan sebesar Rp 357.495.360 yang didapat dari piutang lain-lain sebesar Rp 19.901.210 ditambah dengan aktiva lain-lain sebesar Rp 337.594.150, sehingga kekayaan untuk pendanaan di tahun 2009 yaitu sebesar Rp 594.950.154.051. Kemudian, di

(43)

tahun 2010 merupakan kekayaan untuk pendanaan terbesar yang diperoleh selama periode penelitian yaitu tahun 2008 hingga 2012. Kekayaan untuk Pendanaan yang diperoleh yaitu sebesar Rp 719.537.272.493 yang didapat dari aktiva bersih sebesar Rp 719.954.652.288 dikurang dengan piutang lain-lain sebesar Rp 8.090.645 dan aktiva lain-lain sebesar 409.289.150.

Pada tahun 2011 aktiva bersih yang diperoleh yaitu sebesar Rp 696.138.021.320, sedangkan untuk yang tidak termasuk kekayaan untuk pendanaan yaitu piutang lain-lain sebesar Rp 24.222.938, sehingga Kekayaan untuk Pendanaan tahun 2011 yaitu sebesar Rp 696.113.798.382. Kemudian untuk tahun 2012 kekayaan untuk pendanaan nya yaitu sebesar Rp 667.293.062.053, yang diperoleh dari hasil pengurangan antara aktiva bersih di tahun 2012 sebesar Rp 667.312.248.703 dan piutang lain-lain tahun 2012 yang tidak termasuk kekayaan untuk pendanaan sebesar Rp 19.186.650.

Dapat disimpulkan dari tabel di atas kekayaan untuk pendanaan DAPENRA terus meningkat dari tahun 2008 – 2010. Puncak kekayaan untuk pendanaan tertinggi diperoleh pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 719.537.272.493 dan kemudian menurun di tahun 2011 dan 2012.

(44)

Tabel 3.2 Kekayaan untuk Pendanaan DPPLN 2008 - 2012

(dalam ribuan)

Tahun 2008 2009 2010 2011 2012

Aktiva Bersih 4.190.197.148 4.851.881.000 5.401.879.000 5.769.094.000 6.660.201.000

Yang tidak termasuk Kekayaan untuk Pendanaan : 1. Piutang iuran > 3 bulan a. Iuran normal pemberi kerja - - - - - b. Iuran normal peserta - - - - c. Iuran tambahan 469.294 - - - 2. Piutang lain-lain 99.249 36.258.000 620.000 1.216.000 239.000 3. Aktiva lain-lain 27.144.858 36.053.000 1.109.000 4.366.000 189.000 4. Jumlah 27.713.401 72.311.000 1.729.000 5.582.000 428.000 Kekayaan untuk Pendanaan 4.162.483.746 4.779.570.000 5.400.150.000 5.763.512.000 6.659.773.000

Sumber : Laporan Tahunan Dana Pensiun PLN 2008-2012, diolah penulis,2014

Berikutnya adalah tabel kekayaan untuk pendanaan dari Dana Pensiun PLN (DPPLN) sebagai benchmark dalam Tugas Karya Akhir ini. Berdasarkan pada table 3.2 di atas, kekayaan untuk Pendanaan DPPLN terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun atau dalam periode penelitian yaitu 2008 – 2012. Kekayaan untuk Pendanaan tertinggi diperoleh di tahun 2012 yaitu sebesar Rp 6.659.773.000.000. Jelas terlihat Kekayaan untuk Pendanaan DPPLN lebih besar dibandingkan dengan DAPENRA, yakni untuk DPPLN mencapai Rp 6.659.773.000.000 di tahun 2012 dan DAPENRA hanya sebesar Rp 667.293.062.053 di tahun 2012 . Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah peserta dana pensiun di DAPENRA dan DPPLN, karena besarnya sumber pendanaan yang berasal dari iuran pemberi kerja, iuran peserta dan hasil pengembangan investasi jelas mempengaruhi perbedaan dari kekayaan untuk pendanaan antara DAPENRA dengan DPPLN.

Gambar

Tabel 1.1 Dana Pensiun 2008 – 2012
Tabel 3.1 Kekayaan untuk Pendanaan DAPENRA 2008 – 2012
Tabel 3.2 Kekayaan untuk Pendanaan DPPLN 2008 - 2012
Tabel 3.3 Rasio Pendanaan DAPENRA 2008 – 2012
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kekuatan dan keunikan organisasi yang sehat adalah mempunyai cara untuk menjadikan organisasi atau perusahaannya menjadi lebih sehat, lebih mampu menghadapi

Pengendalian kualitas merupakan hal yang harus dilakukan oleh sebuah perusahaan agar produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar. Ngudi Lestari 1 dalam

Tentukan kuat aksial tekan rencana, P u , dari sebuah penampang kolom bujur sangkar dengan sisi 300 mm, yang memiliki tulangan memanjang 4D29 serta sengkang persegi D10

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel X (komunikasi interpersonal dosen) terhadap variabel Y1 (motivasi belajar)

b) Dalam melaksanakan pembelajaran di SMK berbasis pertanian, pihak SMK bekerjasama dengan pihak Du/Di bidang pertanian. c) Pembelajaran di SMK berbasis pertanian selama

Motif dekoratif dari kurva parametrik merupakan motif yang terbentuk dari persamaan-persamaan sederhana dalam matematika, khususnya

Pada Tabel 5.2 diterangkan bahwa kemunculan serangga hama, predator dan parasitoid tertinggi pada lahan sawah yang tidak di tanami tanaman refugia dan lahan sawah

Saat menentukan temperatur hotspot , suhu sekitar ( ambient ) sangat berpengaruh pada nilai temperatur hotspot.. Hasil suhu sekitar sesuai standard, berbeda sekali