• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2014, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum Legislatif atau Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Eksekutif atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif berlangsung secara terpisah. Pemilu Legislatif berlangsung lebih dulu pada 9 April 2014, sementara Pemilu Eksekutif berlangsung kemudian pada 9 Juli 2014. Hasil Pemilu Legislatif menjadi dasar bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu Eksekutif.

Tahapan Pemilu Legislatif 2014 berlangsung sangat panjang yakni sekitar 2 (dua) tahun dan bersifat kompleks serta massif karena melibatkan banyak calon baik pada level nasional, provinsi maupun kabupaten/kota dalam waktu bersamaan. Hal ini berbeda dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang secara umum berlangsung relatif lebih pendek dengan jumlah calon yang sedikit. Oleh karenanya, potensi pelanggaran atau kecurangan Pemilu Legislatif jauh lebih banyak dari pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Potensi ini bukan hanya berasal dari pelaksana Pemilu yakni

(2)

KPU tetapi juga berasal dari peserta Pemilu, aparatur pemerintah, media, rakyat atau pihak lainnya.

Pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 di DIY secara umum berlangsung dengan aman dan damai tanpa konflik sosial di masyarakat. Ada beberapa catatan khusus mengenai penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 di DIY. Pertama, DIY merupakan satu-satunya provinsi yang tidak ada obyek sengketa hasil Pemilu DPR, DPD dan DPRD di Mahkamah Konstitusi. Dengan kata lain hasil Pemilu Legislatif 2014 di DIY diterima oleh semua peserta Pemilu.

Kedua, DIY merupakan satu-satunya provinsi yang penyelenggara Pemilunya tidak ada kasus pelanggaran Kode Etik yang diproses di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Hal ini mengandung pengertian bahwa penyelenggara Pemilu baik KPU DIY dan Bawaslu DIY beserta jajarannya memiliki integritas dan indepensi yang baik.

Ketiga, DIY merupakan provinsi dengan tingkat partisipasi pemilih tertinggi ketiga se-Indonesia yaitu 80,02% setelah Provinsi Papua dan Provinsi Gorontalo (sumber: kpu.go.id, 26 Desember 2014). Tingkat partisipasi pemilih di masing-masing kabupaten/kota di DIY juga hampir merata persebarannya, tertinggi adalah di Kabupaten Sleman dengan 81,40% sedangan terendah adalah Kota Yogyakarta dengan 75,88%. Jika dikomparasikan dengan Pemilu Legislatif tahun 2009 maka tingkat partisipasi Pemilih tahun 2014 di DIY mengalami kenaikan sebesar 7,05% seperti ditunjukkan dalam tabel berikut ini.

(3)

Tabel 1.1. Perbandingan Prosentase Tingkat Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2009 dan Pemilu Legislatif 2014

No. Tingkat Pileg

Th. 2009 Th. 2014

1 Kota Yogyakarta 66.54% 75.88%

2 Kabupaten Bantul 74.08% 81.20%

3 Kabupaten Kulon Progo 73.37% 80.66%

5 Kabupaten Gunungkidul 75.14% 78.53%

4 Kabupaten Sleman 72.68% 81.40%

DIY 72.94% 80.02%

Nasional 70.96% 72.97%

Sumber: Data Hasil Pemilu 2014 DIY

Keempat, penyelenggara pemilu level provinsi di DIY, baik KPU DIY maupun Bawaslu DIY masing-masing mendapatkan penghargaan di tingkat nasional terhadap pelaksanaan dan pengawasan Pemilu. Jika KPU DIY meraih Award sebagai KPU Provinsi terbaik dalam kategori “Pemilu Akses”, maka Bawaslu DIY memperoleh Award dari Bawaslu RI sebagai Bawaslu Provinsi terbaik dalam kategori “Pengawasan Partisipatif”. Dalam konteks ini, keberhasilan Bawaslu DIY dalam pengawasan partisipatif tidak lepas dari peran Panwaslu Kabupaten/Kota di DIY.

Beberapa capaian yang diraih di atas tidak lepas dari peran pengawas pemilu di DIY dalam mengawal dan memastikan penyelenggaraan pemilu berlangsung secara baik. Dalam konteks ini, peran pengawas pemilu adalah mengawasi setiap tahapan pemilu berlangsung dengan benar baik dari sisi proses maupun hasil, termasuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh KPU beserta jajarannya.

(4)

Capain-capaian tersebut bukan berarti menunjukkan pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 di DIY berjalan mulus tanpa persoalan dan pelanggaran. Dugaan pelanggaran Pemilu selalu banyak terjadi, oleh karena Pemilu sendiri merupakan ajang kompetisi perebutan kekuasaan yang rentan terjadinya pelanggaran. Kehadiran lembaga pengawas pemilu diperlukan untuk menekan tingkat pelanggaran dan memproses terjadinya setiap dugaan pelanggaran pemilu sehingga integritas Pemilu tetap terjaga.

Selama Pemilu legislatif 2014, dugaan pelanggaran Pemilu di DIY yang ditangani oleh lembaga pengawas Pemilu se-DIY, diluar pelanggaran alat peraga kampanye (APK) adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2. Dugaan Pelanggaran Pemilu Legislatif 2014

Sumber: Data Olahan Peneliti dari Laporan Pengawasan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD Bawaslu DIY Tahun 2014

Dari tabel diatas terlihat bahwa pada level Kabupaten/Kota, Panwaslu Kabupaten Bantul merupakan Panwaslu yang paling banyak melakukan

No Pengawas Pemilu

Laporan/ Temuan/ sengketa

Temuan Laporan Sengketa

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Bawaslu DIY 34 11,64 5 2,37 28 35,00 1 100,00 2 Panwaslu Kota Yogyakarta 23 7,88 11 5,21 12 15,00 0 0,00 3 Panwaslu Kab. Bantul 151 51,71 137 64,93 14 17,50 0 0,00 4 Panwaslu Kab. Kulonprogo 22 7,53 11 5,21 11 13,75 0 0,00 5 Panwaslu Kab. Gunungkidul 21 7,19 15 7,11 6 7,50 0 0,00 6 Panwaslu Kab. Sleman 41 14,04 32 15,17 9 11,25 0 0,00 Jumlah 292 100 211 72,26 80 27,40 1 0,34

(5)

penanganan dugaan pelanggaran Pemilu sebanyak 151 kasus (51,71%), disusul Panwaslu Kabupaten Sleman sebanyak 41 kasus (14.04%), Panwaslu Kota Yogyakarta sebanyak 23 kasus (7,88%), Panwaslu Kabupaten Kulonprogo sebanyak 22 kasus (7,53%) dan Panwaslu Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 21 kasus (7,19%).

Melihat tabel di atas dapat diketahui juga bahwa jumlah laporan masyarakat yang masuk ke pengawas pemilu di DIY lebih sedikit yaitu sebanyak 80 kasus (27,40%) daripada jumlah temuan pengawas pemilu yang mencapai 211 kasus (72,26%). Artinya pengawas pemilu lebih proaktif dibandingkan masyarakat dalam menemukan dugaan pelanggaran Pemilu.1 Dugaan pelanggaran yang masuk di pengawas pemilu selanjutnya ditindaklanjuti sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditentukan dalam UU No. 8 Tahun 2012 serta peraturan Bawaslu2.

Adapun hasil tindak lanjut dari proses penanganan pelanggaran selama perhelatan Pemilu Legislatif 2014 berlangsung adalah seperti ditunjukan dalam tabel berikut.

.

1 Laporan adalah dugaan pelanggaran Pemilu yang disampaikan masyarakat kepada

pengawas pemilu, sedangkan temuan adalah dugaan pelanggaran Pemilu yang ditemukan oleh pengawas pemilu.

2 Perbawaslu 14 tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Perbawaslu No. 3 Tahun

2013 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggoat DPR, DPD dan DPRD.

(6)

6

Tabel 1.3. Hasil Tindak Lanjut dan Jenis Pelanggaran Pemilu Pada Pemilu Legislatif 2014 di DIY

N o Pengawas Pemilu Provinsi, Kabupaten/Kota Laporan/Tem

uan Proses Penanganan Dugaan Pidana Pemilu

Hasil Akhir Tindak Lanjut Pelanggaran Sengketa Bukan Pelanggaran Pemilu/ dihentikan ∑ % Bawas/ Panwas SG Kepoli sian Kejak saan Penga dilan Pidana Adminis trasi Kode Etik Total ∑ % ∑ % ∑ % 1 Bawaslu DIY 34 11,6 1 5 1 0 0 0 14 1 15 6,69 1 100 18 26,47 2 Panwaslu Kota Yogyakarta 23 7,88 7 6 0 0 0 0 9 1 10 4,46 0 0 13 19,12 3 Panwaslu Kab. Bantul 151 51,71 8 6* 1 0 0 0 135 0 135 60,27 0 0 16 23,53 4 Panwaslu Kab. Kulonprogo 22 7,53 1 0 0 0 0 0 11 1 12 5,36 0 0 10 14,71 5 Panwaslu Kab. Gunungkidul 21 7,19 6 3** 0 0 0 0 14 1 15 6,70 0 0 6 8,82 2 Panwaslu Kab. Sleman 41 14,04 0 0 0 0 0 0 36 0 36 16,07 0 0 5 7,35 Jumlah 292 100 27 20 2 0 0 0 218 4 223 76,37 1 0,34 68 23,29

Keterangan: * dari 8 dugaan pidana pemilu yang dibahas di SG (Sentra Gakkumdu) 6 secara formal dan 2 secara informal ** dari 6 dugaan pidana pemilu yang dibahas di SG secara formal ada 3 (tiga) dan 3 (tiga) secara informal Sumber: Data Olahan Peneliti dari Laporan Pengawasan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD Bawaslu DIY Tahun 2014

(7)

Merujuk pada tabel di atas diketahui bahwa tidak semua kasus yang ditangani pengawas pemilu hasil akhirnya merupakan pelanggaran pemilu. Dari total 292 kasus yang ditangani pengawas pemilu di DIY, sebanyak 223 kasus (76,37%) hasilnya merupakan pelanggaran pemilu, 1 kasus (0,34%) merupakan sengketa dan sisanya sebanyak 68 (23,29%) bukan merupakan pelanggaran pemilu. Jika melihat capain ini maka sebetulnya prosentase keberhasilan pengawas pemilu cukup tinggi yaitu sebanyak 223 kasus (76,37%).

Dari tabel tersebut juga diperoleh gambaran bahwa jenis pelanggaran yang diputus oleh pengawas pemilu selama Pemilu Legislatif 2014 secara umum merupakan pelanggaran administrasi. Untuk dugaan pelanggaran kode etik, tugas pengawas pemilu meneruskan ke DKPP, sedangkan untuk dugaan pelanggaran pidana diteruskan ke Kepolisian dan Kejaksaan. Terhadap dugaan pelanggaran pidana yang ditangani pengawas pemilu di DIY terlihat bahwa dari 27 dugaan pidana pemilu yang di tangani pengawas pemilu di DIY hanya 2 (dua) kasus yang dilanjutkan sampai ke Kepolisian meskipun akhirnya keduanya berhenti. Mayoritas dugaan pidana pemilu itu berhenti di forum Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang melibatkan Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan. Berhentinya kasus di forum Senta Gakkumdu ini umumnya karena kepolisian atau kejaksaan memandang syarat formal maupun material3 kasus

yang ditangani pengawas pemilu belum terpenuhi semua.

3 Syarat formal dan material diatur dalam Pasal 10 Perbawaslu No. 14 Tahun 2012

sebagaimana telah diubah dengan Perbawaslu No. 3 Tahun 2013 Tentang Tata Cara dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Syarat formal meliputi: a) pihak yang berhak melaporkan; b) waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu; dan c) keabsahan Laporan Dugaan Pelanggaran yang meliputi: kesesuaian tanda tangan dalam formulir Laporan Dugaan Pelanggaran dengan kartu identitas; d) tanggal dan waktu. Syarat materiil

(8)

Jumlah dugaan pelanggaran pemilu yang ditangani oleh Panwaslu Kabupaten/Kota se-DIY di atas akan lebih banyak lagi jika termasuk pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye (APK) seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.4. Pelanggaran Pemasangan APK yang Ditangani Panwaslu Kabupaten/Kota se-DIY Pada Pemilu Legislatif 2014

Bulan Panwaslu Kota Yogyakarta Panwaslu Kab. Bantul Panwaslu Kab. Kulonprogo Panwaslu Kab. Gunungkidul Panwaslu Kab. Sleman Jumlah

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Des 2013 3.351 50.84 470 7.13 475 7.21 1760 26.70 535 8.12 6.591

Jan 2014 22 1.44 470 30.74 52 3.40 131 8.57 854 55.85 1.529

Feb 2014 6.142 52.67 1.885 16.16 176 1.51 2595 22.25 864 7.41 11.662

Mar 2014 10.780 47.01 6.173 26.92 1.966 8.57 2437 10.63 1.573 6.86 22.929 Jumlah 20.295 47.52 8.998 21.07 2.669 6.25 6923 16.21 3.826 8.96 42.711

Sumber: Data Olahan Peneliti dari Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Bawaslu DIY Tahun 2014

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa selama pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 Panwaslu Kota Yogyakarta menemukan pelanggaran pemasangan APK terbanyak yaitu sebanyak 20295 (47,52%) dari total 42711 pelanggaran APK di seluruh wilayah DIY. Pelanggaran ini semuanya adalah temuan dari pengawas pemilu, meskipun ada juga yang berasal dari informasi masyarakat. Dalam hal ini Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengidentifikasi pelanggaran tersebut juga melibatkan jajaran pengawas pemilu di bawahnya. Pelanggaran

meliputi: a) identitas Pelapor; b) nama dan alamat terlapor; c) peristiwa dan uraian kejadian; d) waktu dan tempat peristiwa terjadi; e) saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan f) barang bukti yang mungkin diperoleh atau diketahui.

(9)

pemasangan APK tersebut selanjutnya direkomendasikan kepada KPU kabupaten/kota. Untuk penertiban APK ini Panwaslu Kabupaten/Kota melaksanakan bersama Pemerintah Daerah melalui Dinas Ketertiban atau Satuan Polisi Pamong Praja setempat dan aparat keamanan dari Kepolisian.

Dengan melihat kinerja lembaga pengawas pemilu di atas maka beban pengawas pemilu pada Pemilu Legislatif 2014 termasuk cukup berat jika dibandingkan dengan jumlah pengawas pemilu itu sendiri. Dalam hal ini jumlah anggota Panwaslu tiap kabupaten/kota adalah 3 (tiga) orang. Berikut ini adalah jumlah pengawas pemilu di DIY pada pemilu legislatif 2014.

Tabel 1.5. Jumlah Personel Lembaga Pengawas Pemilu di DIY Pada Pemilu Legislatif 2014

Tingkat Bawaslu DIY

Panwaslu

Kab/kota Panwascam PPL Total

DIY 3 - - - -

Kota Yogyakarta - 3 42 135 180

Kab. Bantul - 3 51 266 320

Kab. Kulonprogo - 3 36 210 249

Kab. Gunung Kidul - 3 54 398 455

Kab. Sleman - 3 51 305 359

Jumlah 3 15 234 1.314 1.566

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Bawaslu DIY Tahun 2014

Jika melihat tabel tersebut maka dapat diketahui bahwa jumlah pengawas pemilu se-DIY dari level provinsi sampai dengan desa/kelurahan sebanyak 1.566 orang. Jumlah pengawas pemilu di tingkat desa/kelurahan (yang disebut pengawas pemilu lapangan atau PPL) jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). PPL di DIY yang berjumlah 1314 orang jauh lebih sedikit dengan jumlah TPS Pemilu Legislatif yang harus diawasi

(10)

pada tahapan pemungutan suara yang mencapai sebanyak 8523 buah4. Artinya rasio PPL dengan jumlah TPS adalah 1: 6,5, atau setiap 1 orang PPL mengawasi 6 sampai 7 TPS.

Disaian kelembagaan pengawas pemilu 2014 sedikit berbeda dengan pengawas Pemilu 2009. Pada penyelenggaraan Pemilu 2014, lembaga pengawas pemilu pada level nasional maupun provinsi bersifat tetap, sementara level kabupaten/kota hingga tingkat desa/kelurahan bersifat ad hoc (sementara). Pada Pemilu 2009 hanya pada level nasional sajalah yang bersifat tetap, sementara pada level lainnya bersifat ad hoc.

Secara garis besar, tugas pengawas pemilu adalah melakukan pengawasan pada setiap tahapan pemilu. Tujuan dari pengawasan ini adalah untuk memastikan integritas proses maupun hasil penyelenggaraan pemilu. Menurut buku Panduan Bimtek Pengawasan Pemilu Kabupaten/Kota (2012:104) disebutkan bahwa pengawasan pemilu merupakan kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa, dan menilai proses penyelenggaraan Pemilu sesuai peraturan perundang-undangan. Pengertian pengawasan pemilu tersebut merupakan pengertian baku yang berlaku dalam mendefinisikan tugas pengawasan pemilu oleh pengawas pemilu, yang pada dasarnya mencakup 4 (empat) aspek penting seperti dideskripsikan pada tabel berikut.

(11)

Tabel 1.6. Deskripsi Tugas Pengawas Pemilu

Tugas Deskripsi

Mengamati Kegiatan mengamati terhadap seluruh proses penyelenggaraan tahapan pemilu baik oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun pihak lain seperti Pemerintah, media massa, dan lain-lain Mengkaji kegiatan menganalisa kejadian-kejadian tertentu dalam proses

penyelenggaraan pemilu yang patut diduga merupakan bentuk pelanggaran pemilu.

Memeriksa kegiatan melihat dan mencermati bukti-bukti awal yang didapatkan terkait dengan dugaan pelanggaran yang terjadi, sebagai pendukung dalam proses pengkajian.

Menilai kegiatan untuk menilai dan menyimpulkan hasil kegiatan pengawasan.

Sumber: Buku Panduan Bimtek Pengawasan Pemilu Kabupaten/Kota Tahun 2012

Fungsi pengawasan yang meliputi 4 (empat) aspek tersebut dilakukan oleh pengawas pemilu pada setiap tahapan pemilu. Berikut adalah ruang lingkup pengawasan Pemilu Legislatif 2014 yang menjadi beban kerja dari pengawas pemilu pada masing-masing level menurut undang-undang.

Tabel. 1.7. Tugas Pengawasan Tahapan Pemilu Legislatif 2014

Pengawas Pemilu Tahapan Penyelenggaraan Pemilu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bawaslu RI v v v v v v v v v v v v Bawaslu Provinsi - v v v v v v v v v v v Panwaslu Kab/kota - v v v v v v v v v v v Panwascam - - - v v v v v - PPL - - - v v v v v - Keterangan:

1 = rencana program, anggaran dan peraturan 2 = pemutakhiran daftar pemilih

3 = verifikasi peserta pemilu 4 = penetapan peserta pemilu 5 = jumlah kursi dan dapil

6 = pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD 7 = kampanye

8 = masa tenang 9 = pungut hitung

(12)

11 = penetapan hasil pemilu 12 = sumpah/janji anggota terpilih

Sumber: Data olahan Peneliti berdasarkan UU No. 15 Tahun 2011 dan UU No. 8 Tahun 2012

Dengan melihat tabel di atas maka dapat diketahui bahwa tugas dan kewenangan Panwaslu kabupaten/kota yaitu mengawasi seluruh tahapan pemilu kecuali penyusunan rencana progam, anggaran dan peraturan. Di dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 disebutkan tugas dan kewenangan mengawasi tahapan Pemilu hanyalah merupakan salah satu Panwaslu Kabupaten/Kota selain tugas atau kewenangan lainnya.

Selain tugas pengawasan di atas, pengawas pemilu baik pada level nasional, provinsi maupun kabupaten/kota memilki kewenangan lain yaitu memutus sengketa proses pemilu. Terhadap keputusan sengketa proses pemilu, sifatnya wajib dan mengikat untuk dilaksanakan (legally binding) oleh para pihak yang bersengketa kecuali terhadap keputusan sengketa verifikasi partai politik menjadi peserta pemilu dan penetapan daftar calon tetap peserta pemilu.

Melihat luasnya tugas dan kewenangan yang merupakan beban kerja dari pengawas pemilu seperti dijelaskan di atas maka salah satu aspek penting untuk diperhatikan adalah terkait dengan pengelolaan sumber daya manusia pengawas pemilu. Asumsinya dengan manajemen sumberdaya manusia (MSDM) yang baik akan sangat menghasilkan performa kinerja yang baik pula.

Penelitian ini hendak dimaksudkan untuk melihat MSDM di pengawas pemilu khususnya pada level Panwaslu Kabupaten/Kota karena disaian

(13)

kelembagaan pengawas pemilu pada level ini bersifat ad hoc (sementara) sementara beban kerjanya cukup berat. Kajian ini akan difokuskan untuk menggali bagaimana fungsi-fungsi MSDM dilakukan, mulai dari perencanaan hingga pemberhentian. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui dinamika dan keunikan MSDM anggota Panwaslu Kabupaten/Kota yang dilakukan pada Pemilu Legislatif 2014 lalu. Selanjutnya, penelitian ini juga untuk mengetahui hambatan atau kendala apa saja dalam melakukan MSDM terhadap anggota Panwaslu kabupaten/kota se-DIY.

Penelitian ini terjamin orisinilitasnya karena 2 (dua) alasan berikut. Pertama, penulis belum menemukan penelitian sejenis sebelumnya yaitu berkaitan dengan MSDM di lembaga Panwaslu ataupun lembaga yang bersifat ad hoc lainnya. Dengan demikian penelitian ini adalah penelitian yang benar-benar baru.

Kedua, secara kelembagaan, pembentukan lembaga pengawas pemilu pada Pemilu Legislatif 2014 berbeda dengan Pemilu sebelumnya. Pembentukan pengawas pemilu saat ini dilakukan sendiri secara berjenjang oleh lembaga pengawas pemilu di atasnya. Pada pemilu legislatif sebelumnya, pengawas pemilu dibentuk oleh KPU yang notabene merupakan salah satu pihak yang akan diawasi oleh pengawas pemilu. Dengan pola lama ini, memungkinkan KPU bermain aman dengan memilih SDM pengawas pemilu yang tidak sepenuhnya netral dari kepentingan KPU. Akan tetapi dengan dibentuknya Panwaslu kabupaten/kota oleh Bawaslu Provinsi maka asumsinya berbeda.

(14)

Signifikansi dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, MSDM merupakan fungsi dari organisasi yang melihat pada masukan (input), pengolahan (proses) mauput output (hasil) SDM sesuai dengan tujuan dan tantangan organisasi. MSDM lembaga pengawas pemilu merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat keberhasilan kinerja pengawasan pemilu. Pengawasan yang baik selalu ditunjang oleh kesiapan internal SDM organisasi yang baik pula.

Kedua, pada Pemilu Legislatif 2014 Panwaslu kabupaten/kota memiliki beban tugas yang cukup berat terkait pengawasan tahapan pemilu. Sementara itu, sebagai sebuah lembaga yang bersifat ad hoc dan berada di level kabupaten/kota tentu memiliki banyak keterbatasan dalam konteks fasilitasi atau daya dukung lainnya dibandingkan lembaga pengawas di tingkat provinsi maupaun nasional.

Ketiga, Pemilu termasuk Pemilu Legislatif merupakan peristiwa rutin secara periodik yang diperlukan dalam proses transisi rezim pemerintahan secara demokratis. Dengan rutinitas penyelenggaraan pemilu, maka menjadi penting melihat faktor organisasi dan manajemen (termasuk MSDM) pada Pemilu Legislatif 2014 untuk menghasilkan catatan perbaikan untuk Pemilu kedepan Apalagi pada tahun 2019, Pemilu akan diselenggarakan secara serentak antara Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif.5 Dengan bergabungnya penyelenggaraan

kedua Pemilu nasional ini tentu akan berimplikasi pada makin beratnya beban kerja, tanggung jawab serta tantangan pengawas pemilu.

5 Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 14/PUU-XI/2013.

(15)

Dari paparan di atas, bisa diketahui bahwa persoalan SDM dan pengelolaannya merupakan isu yang penting dan strategis untuk diteliti di tengah beratnya beban kerja dan tingginya ekspektasi publik terhadap lembaga pengawas pemilu.

1.2. Batasan Masalah

Dalam kerangka mendukung kelancaran tugas dan wewenang anggota pengawas pemilu pada semua level, kecuali level desa/kelurahan, dibentuk sekretariat. Sekretariat mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada anggota pengawas pemilu. Dengan demikian pada lembaga pengawas pemilu terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu para anggota/komisioner atau pimpinan dan secretariat.

Pada level Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, sekretariat dipimpin oleh kepala sekretariat. Kepala sekretariat Bawaslu Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu Provinsi dan kepala sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Panwaslu Kabupaten/Kota.6 Dalam menjalankan tugas dan fungsi sekretariat Bawaslu Provinsi mempunyai wewenang mengangkat dan memberhentikan Kepala Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota atas nama Sekretaris Jenderal.7

Peran pembinaan lembaga pengawas pemilu dilakukan secara berjenjang. Setiap lembaga pengawas pemilu berkewajiban membina pengawas pemilu pada

6 Pasal 107 ayat (2) dan (4) UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu 7 Pasal 9 huruf d Perpres Nomor 80 Tahun 2012 tentang Organisasi, Tugas, Fungsi,

Wewenang, dan Tata Kerja Sekjend Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota dan Sekretariat Panwascam.

(16)

jenjang berikutnya. Disebutkan dalam Pasal 76 haruf b UU Nomor 15 Tahun 2011 bahwa salah satu kewajiban Bawaslu Provinsi adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas Pemilu pada tingkatan di bawahnya. Dalam hal ini, anggota Bawaslu Provinsi berkewajiban membina anggota panwaslu Kabupaten/Kota, begitu juga sekretariat Bawaslu Provinsi membina sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota.

Dari paparan di atas maka dapat terlihat bahwa ruang lingkup MSDM oleh Bawaslu DIY tidak hanya terhadap MSDM di tingkat internal Bawaslu DIY sebagai organisasi publik itu sendiri tetapi juga secara eksternal melakukan MSDM terhadap 5 (lima) Panwaslu Kabupaten/Kota di DIY.

Dengan melihat perbedaan ruang lingkup dan peran antara anggota dan sekretariat Bawaslu DIY di atas maka agar lebih focus, penelitian ini dibatasi mengenai MSDM anggota Panwaslu kabupaten/kota oleh anggota Bawaslu DIY pada Pemilu Legislatif tahun 2014.

1.3. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, maka rumusan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana MSDM Panwaslu Kabupaten/kota dilakukan oleh Bawaslu DIY pada Pemilu Legislatif 2014?

2. Bagaimana hambatan yang dihadapi pada saat MSDM anggota Panwaslu kabupaten/kota oleh Bawaslu DIY pada Pemilu Legislatif 2014?

(17)

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui MSDM anggota Panwaslu Kabupaten/kota dilakukan oleh Bawaslu DIY pada Pemilu Legislatif 2014.

2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi pada saat MSDM anggota panwaslu kabupaten/kota pada Pemilu Legislatif 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat praktis yaitu untuk memberikan masukan dalam upaya peningkatan atau perbaikan MSDM anggota Panwaslu Kabupaten/Kota oleh Bawaslu DIY pada khususnya, dan lembaga pengawas pemilu pada umumnya,

2. Manfaat keilmuan yaitu untuk mendapatkan studi lapangan dalam rangka pengembangan teori MSDM di lembaga organisasi publik,

3. Manfaat kebijakan yaitu untuk memberikan usulan kebijakan terhadap desain MSDM lembaga pengawas pemilu yang akan datang.

Gambar

Tabel 1.1. Perbandingan Prosentase Tingkat Partisipasi Pemilih   Pada Pemilu Legislatif 2009 dan Pemilu Legislatif 2014
Tabel 1.2.  Dugaan Pelanggaran Pemilu Legislatif 2014
Tabel 1.3. Hasil Tindak Lanjut dan Jenis Pelanggaran Pemilu Pada Pemilu Legislatif 2014 di DIY
Tabel 1.4. Pelanggaran Pemasangan APK yang Ditangani Panwaslu  Kabupaten/Kota se-DIY Pada Pemilu Legislatif 2014
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa perusahaan dengan sturktur kepemilikan tersebar, dimana pemilik terbesar memegang kurang dari 20% dari total suara, berpengaruh

Hasil pengamatan awal kematian serangga uji setelah dianalisis menunjukkan bahwa perlakuan berbagai dosis tepung buah sirih hutan (Piper aduncum L.) memberikan

Masalah lingkungan hidup yang paling mendesak pada saat ini di Indonesia adalah pencemaran air. Oleh karena itu, program pemeliharaan lingkungan hidup oleh perusahaan Jepang

Penyajian substansi dilaksanakan pada Sidang Pleno dan Sidang Komisi. Pada sidang pleno penyajian substansi sebagai berikut. Menteri Pendidikan Nasional menyampaikan

Penelitian dilakukan pada mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung Jurusan Ilmu Komunikasi yang membaca surat kabar Tribun Lampung

Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum, penyelenggara, pelaksana, pemerintah, partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat diketahui tingkat pemahaman mahasiswa Akuntansi Universitas Narotama terhadap Kode

Dengan adanya revisi dokumen, disamping untuk mendorong komitmen Pemerintah Kota Bontang dalam menyusun program investasi bidang sanitasi juga diharapkan dapat memberikan