• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke

Kata stroke berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu serangan mendadak seperti disambar petir . Stroke adalah serangan otak yang terjadi secara tiba-tiba dengan akibat kematian atau kelumpuhan bagian tubuh. Karena sifatnya yang menyerang itu, sindrom ini diberi nama stroke yang artinya kurang lebih pukulan telak dan mendadak. Stroke disebut juga sebagai CVA (cerebro-vaskuler accident).

Menurut World Health Organization (1995), stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau yang menimbulkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

2.2. Epidemiologi Stroke

Dari data WHO tahun 1986-1997, angka kejadian stroke paling tinggi di negara Kuwait dan Arab 47/100.000 orang tiap tahunnya. Di Kuwait, stroke paling banyak menyerang usia 40-49 tahun, sedangkan di Arab usia 15-40 tahun. Di Afrika Selatan angka kejadian stroke 33/100.000 orang tiap tahunnya dan paling banyak menyerang usia 20-54 tahun. Di Amerika Serikat (Hispanics), angka kejadiannya 26/100.000 orang tiap tahunnya pada usia 20-44 tahun. Sedangkan

Menurut WHO, penyakit serebrovaskular termasuk stroke adalah pembunuh nomor 2 di dunia. WHO memperkirakan 5,7 juta kematian terjadi akibat stroke pada tahun 2005 dan itu sama dengan 9,9 % dari seluruh kematian.

di Indonesia dari data Departemen Kesehatan R.I. (2009), prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk).

(2)

Angka kematian akibat stroke lebih tinggi pada wanita (11%) dari pada pria (8,4 %) pada tahun 2004. Di Amerika Serikat, stroke membunuh 65.764 orang pada tahun 2003.

2.3. Faktor Resiko Stroke

Menurut WHO (1997) dalam Price dan Wilson (2005), faktor utama yang berkaitan dengan epidemi penyakit serebrovaskular adalah perubahan global dalam gizi dan merokok, ditambah urbanisasi dan menuanya populasi. Menurut

National Stroke Association (2009), ada 2 tipe faktor resiko terjadinya stroke: a. Faktor resiko tak terkendali:

1) Umur

Resiko stroke meningkat seiring meningkatnya umur. Perubahan-perubahan yang menjurus ke aterosklerosis yang merupakan penyebab stroke sudah mulai terjadi setelah manusia dilahirkan. Pada umur 30 tahun, lesi aterosklerosis mulai tampak di arteri-arteri intrakranial (Mardjono dan Sidharta, 2008). Setelah umur 55 tahun, resiko stroke menjadi 2 kali lipat setiap dekadenya.

2) Jenis kelamin

Wanita lebih banyak memiliki kecacatan setelah stroke dibanding pria. Wanita juga lebih bayak mati setiap tahunnya karena stroke dibandingkan pria. Namun, insidensi stroke lebih tinggi pada pria.

3) Ras

Amerikan Afrikan beresiko terkena stroke 2 kali lipat dibanding kaukasian. Orang Asia Pasifik juga beresiko lebih tinggi dari pada kaukasian.

4) Riwayat Keluarga

Jika dalam keluarga ada yang menderita stroke, maka yang lain memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke dibanding dengan orang yang tidak memiliki riwayat stroke di keluarganya.

(3)

b. Faktor resiko yang dapat dikendalikan: 1) Segi Medis

• Tekanan darah tinggi/hipertensi

Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko stroke yang paling penting. Tekanan darah normal pada usia lebih dari 18 tahun adalah 120/80. Pre-hipertensi jika tekanan darah lebih dari 120/80, dan tekanan darah tinggi atau hipertensi jika tekanan darah 140/90 atau lebih. Orang yang bertekanan darah tinggi memiliki resiko setengah atau lebih dari masa hidupnya untuk terkena stroke dibanding orang bertekanan darah normal. Tekanan darah tinggi menyebabkan stress pada dinding pembuluh darah. Hal tersebut dapat merusak dinding pembuluh darah, sehingga bila kolesterol atau substansi

fat-like lain terperangkap di arteri otak akan menghambat aliran darah otak, yang akhirnya dapat menyebabkan stroke. Selain itu, peningkatan stress juga dapat melemahkan dinding pembuluh darah sehingga memudahkan pecahnya pembuluh darah yang dapat menyebabkan perdarahan otak.

• Fibrilasi atrium

Penderita fibrilasi atrium beresiko 5 kali lipat untuk terkena stroke. Kira-kira 15% penderita stroke memiliki fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dapat membentuk bekuan-bekuan darah yang apabila terbawa aliran ke otak akan menyebabkan stroke.

• Kolesterol tinggi

Kolesterol atau plak yang terbentuk di arteri oleh low-density lipoproteins

(LDL) dan trigliserida dapat menghambat aliran darah ke otak sehingga dapat menyebabkan stroke. Kolesterol tinggi meningkatkan resiko penyakit jantung dan aterosklerosis, yang keduanya merupakan faktor resiko stroke.

• Diabetes

Menurut WHO (2005), kategori diabetes adalah gula darah puasa >7,0 mmol/L (>126 mg/dL) atau gula darah 2 jam setelah makan >11,1 mmol/L

(4)

(>200 mg/dL). Penderita diabetes beresiko 4 kali lipat untuk terkena stroke. Kerusakan otak akan semakin parah jika kadar gula darah tinggi saat terjadinya stroke.

2) Pola Hidup • Merokok

Merokok beresiko 2 kali lipat untuk terkena stroke jika dibandingkan dengan yang bukan perokok. Merokok mengurangi jumlah oksigen dalam darah, sehingga jantung bekerja lebih keras dan memudahkan terbentuknya bekuan darah. Merokok juga meningkatkan terbentuknya plak di arteri yang menghambat aliran darah otak, sehingga menyebabkan stroke.

• Pengguna alkohol

Meminum alkohol lebih dari 2 gelas/hari meningkatkan resiko terjadinya stroke 50%. Namun, hubungan antara alkohol dan terjadinya stroke masih belum jelas.

• Obesitas

Obesitas dan kelebihan berat badan akan mempengaruhi sistem sirkulasi. Obesitas juga menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan memiliki kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan diabetes, yang semuanya dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke.

Untuk memudahkan, National Stroke Association (2009) membuat suatu penilaian terhadap faktor resiko stroke yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Skor tiap kotak adalah 1. Resiko tinggi jika skor 3 atau lebih di kolom resiko tinggi. Resiko rendah jika skor 6-8 di kolom resiko rendah.

(5)

Tabel 2.1. Stroke Risk Scorecard National Stroke Association (2009)

Faktor Resiko Resiko Tinggi Hati-hati Resiko Rendah Tekanan darah > 140/90 mmHg 120-139/80-89

mmHg

<120/80 mmHg

Kolesterol >240 mg/dL 200-239 mg/dL <200 mg/dL

Diabetes Ya Borderline Tidak

Merokok Ya Kadang-kadang Tidak

Fibrilasi atrium Ya Tidak tahu Tidak

Diet Obesitas Over-weight Normal

Aktivitas fisik Tidak pernah olahraga

Kadang-kadang Olahraga teratur

Riwayat keluarga Ada Tidak tahu Tidak ada

2.4. Klasifikasi Stroke

Menurut Misbach (1999) dalam Ritarwan (2002), klasifikasi stroke antara lain:

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1) Stroke Iskemik

• TIA

• Trombosis serebri • Embolia serebri 2) Stroke Hemoragik

• Perdarahan intra serebral • Perdarahan subarakhnoid

b. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu : 1) Transient Ischemic Attack

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

(6)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

3) Progressing stroke atau stroke in evolution

Gejala neurologik yang makin lama makin berat 4) Completed stroke

Gejala klinis sudah menetap.

c. Berdasarkan sistem pembuluh darah: Sistem karotis dan sistem vertebro-basiler.

2.5. Definisi Obesitas

Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh (Dorland, 2002). Menurut Sidartawan (2006), obesitas merupakan suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Menurut Ma’ruf (2005) dalam Amsriza (2007), secara ilmiah, obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan sistematik antara asupan kalori dengan pemakaian energi. Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor, yaitu: genetik, lingkungan, psikis, jenis kelamin, kesehatan seperti penyakit hipotiroidisme, obat-obatan seperti kortikosteroid, perkembangan terutama yang gemuk pada masa kanak-kanak, dan aktivitas fisik.

2.6. Penilaian Obesitas

Untuk menentukan apakah seseorang menderita obesitas ada berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan indeks berdasarkan berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m) pangkat 2, yang disebut Indeks Massa Tubuh (IMT). Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO (2000), dapat dilihat pada Tabel 2.2. Sedangkan klasifikasi berat

(7)

badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut kriteria Asia Pasifik (2000), dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO (2000)

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan kurang <18,5

Kisaran normal 18,5-24,9

Berat badan lebih >25

Pra-obes 25,0-29,9

Obes tingkat I 30,0-34,9

Obes tingkat II 35,0-39,9

Obes ringkat III >40

Tabel 2.3. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut Kriteria Asia Pasifik (2000)

Klasifikasi IMT (kg/m2 Risiko Ko-Morbiditas ) Lingkar Perut <90 cm (pria) <80 cm (wanita) >90 cm (pria) >80 cm (wanita) Berat badan kurang <18,5 Rendah (risiko

meningkat pada masalah klinis lain

Sedang

Kisaran normal 18,5-22,9 Sedang Meningkat Berat badan lebih ≥23,0

Berisiko 23,0-24,9 Meningkat Moderat

Obes I 25-29,9 Moderat Berat

Obes II ≥30,0 Berat Sangat berat

Cara lain menilai obesitas ialah dengan mengukur lingkar perut (LP). WHO menganjurkan LP sebaiknya diukur di pertengahan pada batas bawah iga

(8)

dan krista iliaka, dengan menggunakan ukuran pita secara horizontal pada saat akhir ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan 20-30 cm. Subyek diminta untuk tidak menahan perutnya. Menurut klasifikasi Asia Pasifik (2000), pria dengan LP

≥90 cm dan wanita dengan LP ≥80 cm masuk kategori obesitas.

Menurut Soegih, 2006 dalam Amsriza (2007), pemeriksaan obesitas juga bisa dilakukan dengan mengukur komposisi lemak tubuh dengan menggunakan alat skin fold atau body fat analyzer. Wanita dikatakan obesitas apabila komposisi lemak tubuhnya >25% berat badan, sedangkan pria >20% berat badan.

2.7. Pengaruh Obesitas terhadap Stroke

Mekanisme pasti bagaimana obesitas meningkatkan resiko stroke masih belum diketahui. Namun, diperkirakan ada kaitannya dengan peningkatan mediator inflamasi, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemi khususnya LDL, dan hipertrigliseridemi. Di Amerika Serikat, Kurth, et al (2002), melaporkan secara prospektif kohort terhadap 21.414 pria berusia 40-84 tahun. Setelah 12,5 tahun ditemukan 747 penderita stroke atau RR=2 pada pria yang obesitas. Kurth, et al (2005), juga melaporkan penelitiannya secara prospektif kohort terhadap 39.053 wanita. Setelah 10 tahun, wanita yang memiliki IMT 30 kg/m2

Di Swedia, Jood, et al (2004), melaporkan secara prospektif pada 7402 pria berusia 47-55 tahun. Setelah lebih dari 28 tahun terjadi 873 stroke. Pada pria yang memiliki IMT >30 kg/m

, didapati hazard ratio 1,5 (IK95% 1,2-1,9) dari stroke total. IMT merupakan faktor resiko yang kuat untuk stroke total dan stroke iskemik, tetapi tidak pada stroke hemoragik. Hubungan ini semakin meningkat jika didapati hipertensi, diabetes, dan kolesterol yang tinggi.

2

Hipertensi yang terjadi pada kebanyakan penderita obesitas adalah faktor resiko terbesar untuk terjadinya stroke. Meskipun obesitas dihubungkan dengan hipertensi yaitu dalam kerusakan organ, tetapi mekanisme pasti dari 2 faktor resiko ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Salah satu mekanisme bagaimana

didapati hazard ratio 1,9 (IK95% 1,4-2,5) dari stroke total. Meningkatnya IMT pada pertengahan usia berhubungan dengan meningkatnya resiko stroke total dan iskemik, tetapi tidak pada stroke hemoragik.

(9)

obesitas meningkatkan resiko stroke adalah dengan berubahnya perfusi sirkulasi di otak. Perfusi serebral diatur melalui mekanisme kontriksi dan dilatasi pembuluh darah di otak. Perfusi serebral yang kurang dapat menyebabkan stroke dan hal tersebut dipengaruhi oleh tonus miogenik dan struktur pembuluh darah. Osmond,

et al (2008), melaporkan bahwa pada tikus berusia 6-7 minggu yang obesitas dan hipertensi dimana terdapat defisit dari leptin, didapati adanya tonus miogenik vaskular yang meningkat pada arteri serebral medial dan posterior. Menurut Bakker, et al (2005), saat ini dugaan yang mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah peningkatan volume plasma dan peningkatan curah jantung yang terjadi pada obesitas. Selain itu, diduga terjadi perubahan neuro-hormonal yang mendasari kelainan ini. Hal tersebut disebabkan oleh resistensi leptin. Normal leptin disekresi ke dalam sirkulasi darah dalam kadar yang rendah, akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan kadar leptin dan diduga peningkatan ini berhubungan dengan hiperinsulinemia melalui aksis adipoinsular. Pada penelitian perbandingan kadar leptin pada orang gemuk (IMT >27 kg/m2) dan orang dengan berat badan normal (IMT <27 kg/m2

Hubungan antara obesitas dan stroke tidak hanya bergantung pada jumlah lemak tubuh, tetapi juga pada distribusiya terutama pada daerah abdominal. Tanne, et al (2005), melaporkan penelitiannya terhadap 9.151 penduduk Israel, setelah 23 tahun didapati 316 orang mati karena stroke. RR=1,12 untuk menilai obesitas dengan penggunaan Subcapular Skin Fold (SSF) yaitu pengukur distribusi lemak tubuh, sedangkan dengan Body Mass Index didapati RR=1,17 (IK95% 1-1,23).

) didapatkan kadar leptin pada orang gemuk adalah lebih tinggi dibandingkan orang dengan berat badan normal (31,3 + 24,1 ng/ml versus 7,5 + 9,3 ng/ml). Hiperleptinemia ini mungkin terjadi karena adanya resistensi leptin. Secara klinis efek resistensi leptin ini tergantung dari lokasi dan derajat keparahan resistensi tersebut. Resistensi pada ginjal akan menyebabkan gangguan diuresis dan natriuresis, menimbulkan retensi natrium dan air serta berakibat meningkatnya volume plasma dan cardiac output. Selain itu, adanya vasokonstriksi pembuluh darah ginjal, perangsangan saraf simpatis akan mengaktivasi jalur RAAS dan menambah retensi natrium dan air.

Gambar

Tabel 2.1. Stroke Risk Scorecard National Stroke Association (2009)
Tabel 2.2.  Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa       berdasarkan IMT menurut WHO (2000)

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok kontrol negatif (K-) diberi pakan standar, kelompok kontrol positif (K+) dan kelompok perlakuan (P1, P2, P3) diberi 1,5 gr suplemen kuning telur 2 minggu. Kemudian

Selulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan adsorben karena gugus OH yang terikat pada selulosa apabila dipanaskan pada suhu yang cukup tinggi

Begitu sentralnya fungsi masjid pada waktu itu, sehingga masjid tidak saja digunakan untuk melaksanakan sholat semata, tetapi lebih dari itu masjid berfungsi sebagai

Dengan demikian, sumberdaya rajungan dapat lestari dan berkelanjutan, baik secara ekonomis maupun ekologis, sebagai jaminan agar kegiatan minapolitan rajungan juga

untuk mengukur TURNOVER RATE adalah jumlah total buku yang dipinjam (atau digunakan di perpustakaan untuk kasus lain) selama satu tahun, dan jumlah koleksi (eksemplar) atau

Misalnya hifz al-mâl (memelihara harta) dalam tingkatan dharuriyat jika dikaitkan dengan hukum kehalalan bunga bank adalah bagi nasabah deposito maka uang yang

the set reference system frequency and thus over time minimize the phase dierence to acceptable limits. With P/f-droop controlled DER units all DER unit converters must be

Disini hanya ada satu keturunan yaitu tubuh yang diploid, dengan demikian tidak mempunyai pergantian keturuanan.. Meiosis terjadi sebelum gametogenesis, jadi yang bersifat haploid