• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. muda dan mulai muncul pada usia anak-anak. Satu dari sepuluh anak memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. muda dan mulai muncul pada usia anak-anak. Satu dari sepuluh anak memiliki"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di masa kini, permasalahan kesehatan mental sudah umum terjadi pada usia muda dan mulai muncul pada usia anak-anak. Satu dari sepuluh anak memiliki masalah kesehatan mental yang serius dan dapat mengganggu fungsi serta peran serta anak dalam lingkungan rumah, sekolah, dan komunitas (Shanon & Cooper, 2010). Riset WHO pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 20% anak usia muda sampai usia remaja mengidap gangguan mental. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang menggunakan SRQ (Self Reporting Questionnaire) untuk menilai kesehatan jiwa penduduk, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun sebesar 6,0 %. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki prevalensi gangguan mental emosional di atas rata-rata yaitu sebesar 8,1% dan termasuk dalam kategori yang tinggi (Riskesdas, 2013).

Sekitar 9,5% sampai 14,2% anak prasekolah memiliki masalah sosial-emosional yang berdampak negatif terhadap perkembangan dan kesiapan sekolahnya (Brauner & Stephens 2006). Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 8 sampai 9% anak prasekolah mengalami masalah psikososial khususnya masalah sosial-emosional seperti kecemasan atau perilaku agresif (Velderman et al., 2010). Berdasarkan survey peneliti sebelumnya pada anak prasekolah di dua TK Kota

(2)

Yogyakarta, masalah perilaku seperti susah beradaptasi, susah bersosialisasi, susah berpisah dari orang tua, anak sulit diatur, dan perilaku agresif merupakan masalah yang paling sering muncul pada anak usia prasekolah.

Kompetensi sosial-emosional selama masa prasekolah merupakan salah satu tugas perkembangan yang dapat digunakan untuk memprediksi kesehatan mental di kemudian hari (Adela et al., 2011). Perkembangan sosial-emosional yang buruk pada anak usia dini merupakan faktor risiko masalah psikososial seperti depresi dan kesepian, penyalahgunaan obat, serta tindakan kriminalitas di usia dewasa (Segrin, 2000 cit., Saleem & Surkam, 2014).

Anak mengalami perkembangan yang luar biasa pada tahun pertama kehidupan mereka, selain perkembangan fisik dan kognitif, di awal kehidupan anak terdapat pula perkembangan sosial dan emosional (Schwartz, 2011). Lima tahun pertama kehidupan anak sangat berpengaruh pada perkembangan sosial dan emosional mereka (Cooper, Masi & Vick, 2009). Selama tahap usia prasekolah, perkembangan fisik melambat sedangkan tahapan sosial-emosional dan kognitif semakin cepat (DeLaune & Ladner, 2011). Anak usia prasekolah perlu untuk mengatur emosi dalam dirinya dalam rangka mempertahankan interaksi sosial yang baik (Denham, 2006). Survey di Kanada menunjukan bahwa anak prasekolah yang tinggal di lingkungan dengan ikatan sosial yang buruk memiliki masalah kemampuan bahasa dan masalah perilaku yang lebih tinggi dibandingkan anak prasekolah yang tinggal di lingkungan sejahtera (Schwartz, 2011).

Perkembangan memerlukan stimulasi/rangsangan khususnya dalam keluarga misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, serta keterlibatan ibu terhadap

(3)

kegiatan anak (Depkes, 2010 ; Soedjatmiko, 2001 ; CSSP, 2012). Orang tua dan keluarga mempunyai peran besar dalam pembentukan perkembangan sosial-emosional anak. Awal hubungan dengan orang tua menjadi dasar seorang anak membangun hubungan dalam kelompok (Boyd et al., 2005). Dukungan positif dari orang tua merupakan awal seorang anak untuk mengembangkan kompetensi emosional mereka, sehingga kecil kemungkinan bagi anak untuk menunjukkan masalah perilaku (Boyd et al., 2005).

Sebagian anak telah membentuk kelekatan pada usia delapan bulan dengan proporsi 50% pada ibu, 33% pada ayah, dan sisanya 17% pada pengasuh lain (Sutcliffe, 2002 cit., Haryati, 2010). Kualitas interaksi antara ibu dan anak berdampak pada perkembangan syaraf, regulasi emosional, dan respon stres masa kecil (Schore, 2001 cit., Escobar et al., 2014). Kualitas interaksi antara ibu dengan anak prasekolah merupakan faktor penting dalam perkembangan anak. Perhatian dan konsentrasi yang berkurang pada ibu juga dapat mengakibatkan penghindaran interaksi dengan anak-anak mereka, yang pada akhirnya dapat menimbulkan masalah perilaku (Barling, Macewen & Nolte, 1993 cit., Yurdus et al., 2012).

Tugas seorang ibu dalam pengasuhan anak, membutuhkan dukungan sosial yang bisa didapatkan melalui hubungan sosial salah satunya melalui media-media sosial (McDaniel & Coyne, 2012). Internet dianggap dapat memberdayakan seorang ibu melalui komunitas online dan pertukaran informasi (Hall & Irvine, 2009) namun, pendapat lain mengatakan bahwa internet secara tidak langsung

(4)

dapat menyebabkan stres pada ibu yang dapat mempengaruhi kualitas perkawinan dan fungsi keluarga (McDaniel & Coyne, 2012).

Smartphone memiliki sisi positif dan negatif tergantung cara orang tua menggunakannnya. Perangkat mobile seperti smartphone dapat digunakan sebagai hiburan keluarga, sumber dukungan sosial, atau akses materi pendidikan untuk anak-anak (Redesky et al., 2013) namun, penggunaanya juga dapat mengalihkan perhatian orang tua saat melakukan interaksi dengan anak yang sangat penting bagi perkembangan kognitif, bahasa, dan emosional anak (Glascoe & Leew, 2010). Penelitian terbaru dari Boston Medical Center dalam studi observasionalnya terhadap 55 orang tua, menunjukkan bahwa orang tua yang sudah terfokus terhadap e-mail, games, atau aplikasi lain pada smartphone-nya memiliki interaksi negatif terhadap anak mereka, dan membuat anak mereka merasa seperti berebut perhatian dengan smartphone orang tuanya (Redesky et al., 2013). Penggunaan perangkat mobile seperti smartphone di waktu pengasuhan anak telah menerima kritik di banyak media massa karena dapat mengganggu keselamatan anak bahkan kesejahteraan emosional dari anak (Salam, 2013).

Smartphone merupakan perangkat sehari-hari yang digunakan untuk mengakses informasi, mengelola dan mengatur kegiatan harian. Sampai saat ini terdapat lebih dari 1,08 miliar pengguna smartphone secara global, dengan 84% pengguna menggunakan perangkat ini untuk browsing atau online , dan 69% untuk mendownload aplikasi (Glynn et al., 2012). Menurut hasil studi dari Yahoo dan Mindshare berjudul "Getting Mobile Right" , saat ini terdapat 47,3 juta pengguna perangkat mobile di Indonesia dalam bentuk smartphone maupun tablet

(5)

dan diprediksi akan ada 119,7 juta pengguna di Indonesia pada tahun 2017 (Maulana, 2013). Sekitar 95% penggunanya menggunakan dirumah walaupun smartphone merupakan alat yang praktis dan mudah dibawa kemana-mana (Perdana, 2013). Hasil survei terbaru diantara 30 negara, Indonesia memiliki waktu interaksi tertinggi sebesar 9 jam dengan perangkat teknologi yang ada seperti smartphone, PC, laptop atau tablet (Alifah, 2014).

Berdasarkan hasil survey peneliti di 2 TK negeri di Kota Yogyakarta, lebih dari 80% ibu yang anaknya bersekolah di TK tersebut merupakan pengguna smartphone aktif. Dari permasalahan di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang hubungan intensitas penggunaan smartphone oleh ibu terhadap hasil deteksi dini perkembangan sosial-emosional anak prasekolah di Kota Yogyakarta. Penelitian tentang hubungan intensitas penggunaan smartphone terhadap hasil deteksi dini perkembangan sosial-emosional anak prasekolah di Kota Yogyakarta sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Hal tersebut menjadi dasar penulis melakukan penelitian tentang “Hubungan Intensitas Penggunaan Smartphone Oleh Ibu Terhadap Hasil Deteksi Dini Perkembangan Sosial-emosional Anak Prasekolah Di Kota Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan pertanyaan : apakah terdapat hubungan intensitas penggunaan smartphone oleh ibu terhadap hasil deteksi dini perkembangan sosial-emosional anak prasekolah yang bersekolah di Kota Yogyakarta?

(6)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum :

Mengetahui hubungan intensitas penggunaan smartphone terhadap hasil deteksi dini perkembangan sosial-emosional anak prasekolah.

2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui hubungan intensitas penggunaan smartphone oleh ibu terhadap interaksi ibu dan anak.

b. Mengetahui hubungan interaksi ibu dan anak terhadap hasil deteksi dini perkembangan sosial-emosional anak prasekolah.

c. Mengetahui pengaruhlangsung dan tidak langsung intensitas penggunaan smartphone oleh ibu terhadap hasil deteksi dini perkembangan sosial-emosional anak.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan informasi dan ilmu pengetahuan tentang hubungan intensitas penggunaan smartphone oleh ibu terhadap hasil deteksi dini perkembangan sosial-emosional anak prasekolah di Taman Kanak-kanak negeri Kota Yogyakarta.

2. Manfaat praktis

Menambah pengetahuan bagi keluarga tentang pentingnya mengetahui dan memperhatikan perkembangan sosial-emosional pada anak prasekolah dan

(7)

diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam upaya peningkatan kesehatan anak terutama anak prasekolah oleh pihak terkait.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Redesky et al tahun 2013 “Pattern of Mobile Device Use by Caregivers and Children During Meals in Fast Food Restaurant”. Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan mengamati 55 pengasuh yang sedang makan dengan satu atau lebih anak-anak di restoran cepat saji. Hasilnya 40 pengasuh menggunakan perangkat mobile selama mereka makan. Pengasuh lebih dominan terfokus pada perangkat mobile. Intensitas ditentukan berdasarkan frekuensi, durasi, dan modalitas penggunaan perangkat.

Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada Variabel penelitian yakni mengenai penggunaan perangkat mobile yaitu smartphone oleh pengasuh dalam hal ini adalah ibu. Adapun perbedaan terdapat pada metode penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yakni cross sectional sedangkan pada penelitian tersebut menggunakan metode observasi. Lokasi penelitian yang akan diambil oleh peneliti adalah Taman Kanak-kanak di daerah Kota Yogyakarta, sedangkan lokasi pada penelitian tersebut adalah Restoran cepat saji di Boston.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Natalia tahun 2012 tentang “Perbedaan Perkembangan Sosial-emosional Anak Batita di Daerah Erupsi dan Nonerupsi Pasca Meletusnya Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Yogyakarta”.

(8)

Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan cross sectional. Responden pada penelitian yaitu anak toddler atau batita pada daerah bencana dan non bencana. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan perkembangan sosial-emosional antara anak batita didaerah erupsi dan nonerupsi.

Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang diukur yaitu perkembangan sosial-emosional. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: yang pertama, responden penelitian tersebut adalah anak usia 1-3 tahun atau toddler, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah pada usia 3-6 tahun atau prasekolah. Kedua, penelitian tersebut mengukur sejauh mana dampak bencana terhadap perkembangan sosial-emosional anak, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti mengukur adakah hubungan antara intensitas penggunaan smartphone oleh ibu terhadap perkembangan sosial-emosional anak.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Simamora tahun 2014 dengan judul “Perbedaan Aktivitas Fisik Berdasarkan Penggunaan Telepon Pintar pada Remaja SMA di Yogyakarta”. Penelitian ini merupuakan penelitian dengan desain cross sectional. Responden pada penelitian ini adalah Remaja yang bersekolah di SMA Yogyakarta. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa ada perbedaan aktivitas fisik yang bermakna berdasarkan penggunaan telepon pintar pada remaja SMA di Yogyakarta.

Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel yang diukur yaitu penggunaan smartphone atau telepon pintar dan kuesioner yang akan

(9)

digunakan yaitu Self Reporting Questionnaire. Perbedaan dengan penelitian ini adalah: yang pertama, responden penelitian tersebut merupakan remaja atau adolscent, sedangkan dalam penelitian ini adalah ibu atau adult. Kedua, penelitian tersebut mengukur sejauh mana hubungan intensitas penggunaan smartphone terhadap perilaku aktivitas fisik, sedangkan penelitian yang akan dialakukan peneliti mengukur adakah hubungan anatara intensitas penggunana smartphone oleh ibu terhadap perkembangan sosial-emosional anak.

Referensi

Dokumen terkait

Padahal sebagai Mahasiswa fisika dituntut untuk memahami konsep-konsep yang ada, sehingga ketika menjelaskan kepada siswa saat Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) fisika

Peningkatan motivasi siswa pada pembelajaaran permainan bola siklus I dan Siklus II dalam penelitian ini, dapat lebih jelas terlihat Perbandingan tingkat

1262 sayılı İspençiyari ve Tıbbi Müstahzarlar Kanunu’na dayanılarak insan sağlığında tedavi edici özelliği olan, uygun kalite, ge- rekli güvenilirlik ve

Seluruh Staf Tata Usaha, Perpustakaan, Laboratorium, Keamanan dan petugas-petugas di Program Studi Teknik Mesin atas kemudahan yang telah diberikan, sehingga dapat

Dengan membaca pesan motivasi yang positif dan beberapa kisah hidup pada buku motivasi, remaja dapat mengambil pesan positif yang akan menjadi pengingat, pegangan, penyemangat,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan human resource, merchandise, harga, lokasi dan layout antara Indomaret dan Alfamart berdasarkan

Pemberian ekstrak jahe merah Zingiber officinale Rosc dapat mempengaruhi kualitas sperma pada tikus Rattus norvegicus yang terpapar Allethrin dengan meningkatkan konsentrasi,

Pada halaman ini pengunjung bisa melihat beberapa hasil produk Kerajinan adat Bali langsung dengan harganya bila mau melakukan order maka cara bertransaksi