• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTARAKSI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN ASETOSAL DITINJAU DARI EFEK ANTITROMBOTIK PADA TIKUS PUTIH BETINA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANTARAKSI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN ASETOSAL DITINJAU DARI EFEK ANTITROMBOTIK PADA TIKUS PUTIH BETINA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

ANTARAKSI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN ASETOSAL

DITINJAU DARI EFEK ANTITROMBOTIK PADA TIKUS PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Johan Andreas Santoso NIM : 008114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(3)
(4)

vi

How can I say thanks for the things that You have done for me? Things so undeserved yet You give to prove Your love for me The voices of a million angels could not express my gratitude All that I am and ever hope to be I owe it all to You

To God be the glory To God be the glory

To God be the glory for the things He has done With His blood He has saved me

With His power He has raised me

To God be the glory for the things He has done

Just let me live my life let it be pleasing Lord, to Thee Should I gain any praise let it go to Calvary

With His blood He has saved me With His power He has raised me

To God be the glory for the things He has done

Kupersembahkan kepada:

Papa, Mama dan adek, sebagai ungkapan terima kasih, hormat dan cintaku Almamaterku

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(5)
(6)

INTISARI

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dampak dari antaraksi antara bawang putih dan asetosal, dengan melakukan pengujian untuk melihat pengaruh praperlakuan perasan bawang putih terhadap efek antitrombotik asetosal dan seberapa besar pengaruhnya dengan hewan uji tikus putih betina.

Penelitian ini dilakukan dengan metode waktu perdarahan ekor tikus. Waktu perdarahan adalah waktu sejak terjadinya luka pada pembuluh darah hingga terbentuknya sumbat primer yang belum stabil, ditandai dengan berhentinya perdarahan. Dosis asetosal yang digunakan sebesar 325 mg dikonversikan kepada dosis untuk tikus sebesar 29,25 mg/kg BB dan dosis perasan bawang putih terdiri dari 3 peringkat dosis. Digunakan 56 ekor hewan uji yang dibagi sama banyak dalam 8 kelompok uji, yaitu: kelompok kontrol negatif CMC 1%, kelompok perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB, kelompok perlakuan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB, kelompok perlakuan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB, kelompok perlakuan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB, kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB, kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB, kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB. Pemberian bahan uji dilakukan dengan cara per oral. Data dianalisis secara statistik menggunakan metode ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% diikuti dengan uji Scheffe. Data disajikan dalam nilai rata-rata ± standar error (X ± SE).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa asetosal dosis 325 mg tidak menunjukkan efek antitrombotik ketika diberikan tersendiri. Efek antitrombotik nampak setelah pemberian praperlakuan perasan bawang putih dengan peringkat dosis 32,81 mg/kg BB, 46,87 mg/kg BB dan 60,94 mg/kg BB dan memberikan peningkatan waktu perdarahan sebesar masing-masing 80,5%, 163,5% dan 264,5% seiring dengan peningkatan peringkat dosis praperlakuan perasan bawang putih.

Kata kunci: Antaraksi, Bawang Putih (Allium sativum L.), Asetosal, Antitrombotik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(7)

ABSTRACT

The aim of this research was to find out the effect of garlic (Allium sativum L.) and acetosal interaction, by observing what was the effect of garlic juice pretreatment to antithrombotic effect of acetosal and how far was the effect using female rats as the studied animal

This research was carried out with rat’s tail bleeding time method. Bleeding time was period needed for bleeding caused of vascular injury to stop. Dosage of acetosal used for this research was 325 mg, converted into dosage for rats as 29,25 mg/kg weight. Dosage of garlic juice comprised three different levels. Fifty-six female rats classified equally in eight study groups, those were: negative control group treated with 1% CMC, group treated with suspension of 1% acetosal in 1% CMC dosage 29,25 mg/kg weight, group treated with garlic dosage 32,81 mg/kg weight, group treated with garlic dosage 46,87 mg/kg weight, group treated with garlic dosage 60,94 mg/kg weight, group pretreated with garlic dosage 32,81 mg/kg weight given suspension of 1% acetosal in 1% CMC dosage 29,25 mg/kg weight, group pretreated with garlic dosage 46,87 mg/kg weight given suspension of 1% acetosal in 1% CMC dosage 29,25 mg/kg weight, and group pretreated with garlic dosage 60,94 mg/kg weight given suspension of 1% acetosal in 1% CMC dosage 29,25 mg/kg weight. All the tested material given to the animal object orally. The data were analyzed using one way ANOVA method with the level of degree 95% followed with post-hoc test Scheffe. The data served in mean value ± standard error (X ± SE).

The result of the research indicated that acetosal dosage 325 mg given individually, had not shown antithrombotic effect. The antithrombotics effect occurred after garlic juice pretreatment dosage 32,81 mg/kg weight, 46,87 mg/kg weight and 60,94 mg/kg weight were given. The increasement of bleeding time were 80,5%, 163,5% and 264,5% following the increasement of garlic juice dosage level.

(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat pertolongan-Nya penelitian ini dapat diselesaikan. Tentunya ada banyak pihak

yang terlibat dalam mewujudkan syukur ini, karenanya penulis hendak berterima

kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

3. Kaprodi Farmasi Universitas Sanata Dharma, sekaligus Ketua Panitia Skripsi

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Ibu Christine Patramurti.

Terima kasih karena telah memberi saya kesempatan menyelesaikan ujian

skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar dan staf admin Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Terima kasih untuk setiap ajaran, didikan, bimbingan,

pertemanan dan pertolongan selama ini.

5. Bapak Drs. Mulyono, Apt. sebagai dosen pembimbing skripsi ini. Terima

kasih karena telah memberi saya kesempatan untuk tetap bisa ujian skripsi..

Terima kasih juga untuk kesabaran membimbing saya selama ini.

6. Bapak Ipang Djunarko, M.Si., Apt. dan Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes.

sebagai dosen penguji.

7. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. yang sempat menjadi pembimbing

pendamping. Terima kasih untuk kesabaran membimbing saya.

8. Papa dan Mama. Terima kasih telah melahirkan, memelihara, membimbing,

membiayai, mendisiplin, dan terutama mencintaiku selama ini.

9. Adekku Fani. Terima kasih telah menjadi saudara terdekatku dan sahabatku

yang begitu mencintaiku.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(9)

pemberi semangat dan sahabat dalam segala situasi yang juga mengasihi

dengan tulus.

11.Keluarga besar Perkantas DIY. Mas Didik yang menemani dan membimbing

selama ini, teman-teman staf, teman-teman pengurus BPC, teman-teman

pengurus pelayanan siswa, mahasiswa, alumni dan medis yang telah

mendoakan dengan setia.

12.Teman-teman yang setia mendoakan. Nandar, Bernard, Hardo, Pipin, Pundi,

Iwan, Idus.

13.Adik-adik yang membanggakan. Pras, Ardi, Christian dan Thomas.

14.Teman-teman angkatan 2000 yang terus mendukung. Vica, Andhika, Indra,

Tossy, Priya, Tono dan Vitus juga teman-teman yang sekarang sudah tersebar

di Indonesia ini.

Tentunya masih ada banyak pihak yang membantu penyelesaian penelitian

ini hingga penyusunan laporan penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari

sempurna. Karenanya penulis akan dengan senang hati menerima masukan yang

berguna untuk meningkatkan kemampuan dan mutu penulis.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iv

HALAMAN PENGESAHAN...v

HALAMAN PERSEMBAHAN...vi

PRAKATA...vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...ix

DAFTAR ISI...x

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

INTISARI...xvii

ABSTRACT......xviii

BAB I PENGANTAR...1

A. Latar belakang...1

1. Perumusan masalah...2

2. Keaslian penelitian...2

3. Manfaat penelitian...3

B. Tujuan penelitian...3

1. Tujuan umum...3

2. Tujuan khusus...3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(11)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...4

A. Antaraksi obat……….4

1. Pendahuluan………...4

2. Jenis………5

a. Antaraksi farmakokinetika….………..6

b. Antaraksi farmakodinamika……….7

3. Sifat………8

B. Bawang putih………8

1. Deskripsi………8

2. Sinonim………10

3. Sistematika………...10

4. Kandungan kimia……….11

5. Kegunaan………..12

6. Efek antitrombotik………...………12

7. Toksisitas………..14

C. Darah………..14

D. Trombosit………...15

E. Pembekuan Darah………...16

1. Hemostasis………...16

2. Mekanisme koagulasi darah……..………...17

3. Mekanisme antikoagulasi darah………...…………19

F. Antitrombotik………..21

(12)

1. Rumus bangun………21

2. Pemerian……….21

3. Kinetika………..22

4. Kegunaan………22

5. Efek samping………..22

6. Efek antitrombotik…...………..23

H. Metode uji efek antitrombotik………23

I. Landasan Teori………...25

J. Hipotesis……….26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...27

A. Jenis dan rancangan penelitian...27

B. Variabel dan definisi operasional...27

C. Bahan atau materi penelitian...28

D. Alat penelitian...29

E. Tata cara penelitian...30

F. Tata cara analisis hasil...33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...34

A. Uji pendahuluan...34

1. Perancangan metode penelitian...34

2. Penentuan dosis asetosal...36

3. Penyarian bawang putih...36

4. Penentuan dosis bawang putih...37

5. Penentuan selang waktu pemberian asetosal...38

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(13)

B. Pengujian efek antitrombotik...38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...54

A. Kesimpulan...54

B. Saran...54

DAFTAR PUSTAKA ...55

LAMPIRAN...58

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bawang putih...9

Gambar 2 : Struktur kimia Z – Ajoene...11

Gambar 3 : Struktur kimia E – Ajoene...11

Gambar 4 : Mekanisme sintesis tromboksan A2 dan leukotrien...13

Gambar 5 : Skema pembekuan darah...17

Gambar 6 : Mekanisme koagulasi darah...20

Gambar 7 : Rumus bangun asetosal...21

Gambar 8 : Foto metode waktu perdarahan ekor...35

Gambar 9 : Umbi bawang putih...37

Gambar 10 : Hasil perasan bawang putih...37

Gambar 11 : Diagram waktu perdarahan...40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I : Rata-rata waktu perdarahan...39

Tabel II : Hasil analisis ANOVA satu arah...41

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran : Output olah data dengan program

SPSS 12.0 for Windows...58

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(17)

BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang

Sejak zaman dahulu bawang putih sudah dikenal sebagai bahan alam

yang dapat digunakan dalam masakan maupun dalam pengobatan tradisional.

Dalam masakan bawang putih digunakan sebagai salah satu bumbu yang

memberikan rasa dan bau yang khas. Dalam bidang kesehatan dan pengobatan

tradisional bawang putih sangat terkenal sebagai bahan alam yang memiliki

banyak khasiat, antara lain: penambah tenaga, antibakteri, mengobati sakit perut,

mengeluarkan gas dari dalam perut, sebagai analgesik, menurunkan tekanan darah

tinggi dan pencegahan penyakit jantung (Roser, 1991; Rukmana, 1995). Saat ini

banyak sediaan bawang putih yang diperdagangkan secara bebas. Beberapa ahli

menduga bawang putih mempunyai kemungkinan berantaraksi dengan obat-obat

diabetes atau obat-obat pengencer darah yang menimbulkan efek yang tidak

diharapkan (Graedon dan Graedon, 1997).

Seiring meningkatnya jumlah kejadian penyakit jantung dan angka

kematian yang diakibatkan olehnya banyak penelitian dilakukan untuk mencari

obat-obat baru dengan aktivitas yang dapat mencegah dan mengobati segala

keluhan dan penyebab penyakit jantung. Obat-obat yang disebut sebagai obat-obat

antitrombotik mulai banyak digunakan di masyarakat sebagai bagian dari

pencegahan dan penanganan penyakit jantung. Asetosal (aspirin) merupakan salah

satu obat yang memiliki efek antitrombotik dan banyak digunakan dalam

(18)

2

Dalam upaya pengobatan, sering kali beberapa obat digunakan

bersama-sama, baik itu atas anjuran tenaga medis maupun inisiatif pengguna obat.

Penggunaan dua obat atau lebih secara bersamaan mungkin menyebabkan

terjadinya peristiwa antaraksi obat. Antaraksi obat terjadi karena suatu obat

mempengaruhi obat lainnya. Pengaruh yang ditimbulkan ini dapat menyebabkan

kenaikan maupun penurunan efek atau toksisitas suatu obat sehingga antaraksi

obat menjadi suatu hal yang harus terus diwaspadai dan diperhatikan dalam

penggunaan obat-obat secara bersamaan. Selain itu beberapa obat dapat

berantaraksi dengan makanan, bahan alam maupun bahan kimia yang berasal dari

lingkungan sekitar (Setiawati, 1995; Stockley, 1994).

1. Perumusan masalah

Dari uraian di atas, permasalahan yang timbul adalah apa pengaruhnya

jika bawang putih diberikan bersama-sama asetosal terhadap efek antitrombotik

asetosal dan seberapa besar pengaruh antaraksi tersebut terhadap efek

antitrombotik asetosal?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai manfaat farmakologis bawang putih telah banyak

dilakukan, antara lain: pengaruh campuran ekstrak bawang putih dan minyak atsiri

daun sirih terhadap kadar kolesterol (Istyorini, 1989), daya antibakteri bawang

putih terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli secara in vitro

(Adriani, 1992), pengaruh praperlakuan bawang putih terhadap efek analgesik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(19)

asetosal (Karmila, 2001). Sejauh penelusuran peneliti, penelitian mengenai

pengaruh praperlakuan bawang putih terhadap efek antitrombotik asetosal belum

pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah membuktikan adanya antaraksi

antara bawang putih dengan asetosal. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah

memberikan informasi adanya dan seberapa besarnya pengaruh praperlakuan

bawang putih terhadap efek antitrombotik asetosal.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dampak

antaraksi antara bawang putih dengan asetosal.

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah

praperlakuan bawang putih berpengaruh terhadap efek antitrombotik asetosal dan

seberapa besar pengaruh praperlakuan bawang putih tersebut terhadap efek

(20)

BAB II.

PENELAAHAN PUSTAKA A. Antaraksi Obat 1. Pendahuluan

Obat hingga menghasilkan suatu efek melewati berbagai proses yang

kompleks dan rumit. Umumnya didasari suatu rangkaian reaksi, yang dibagi

dalam tiga fase, yaitu: fase farmasetika, fase farmakokinetika dan fase

farmakodinamika. Fase farmasetika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan

melarutnya bahan obat di tempat absorpsi tertentu untuk diabsorpsi ke peredaran

sistemik. Fase farmakokinetika meliputi proses-proses pengambilan suatu bahan

obat, yaitu absorpsi dan distribusi, dan proses-proses yang menyebabkan

penurunan konsentrasi obat dalam tubuh, yaitu biotransformasi dan ekskresi. Fase

farmakodinamika merupakan interaksi obat-reseptor dan juga proses-proses yang

terlibat di mana akhir dari efek farmakologi terjadi (Mutschler, 1986). Rangkaian

reaksi dari fase-fase tersebut menghasilkan derajat farmakologi suatu obat yang

berupa mula kerja (onset), masa kerja (durasi) dan kekuatan (intensitas) efek.

Artinya jika terdapat faktor yang mempengaruhi rangkaian reaksi dari ketiga fase

di atas derajat farmakologi suatu obat juga akan terpengaruh.

Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap

pengobatan terdapat faktor antaraksi obat (Setiawati, 1995). Berdasar akibat

(luaran), antaraksi ditakrifkan sebagai peristiwa manakala efek obat tertentu

(obat-obyek) diubah oleh obat lain (antaraktan) yang diberikan sebelum atau

bersama-PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(21)

sama dengannya (Hartshorn, 1976; Hussar, 1980; Shinn dan Shrewsbury, 1985 cit

Donatus, 1995).

Suatu antaraksi dikatakan terjadi jika efek suatu obat diubah oleh

kehadiran obat lain, makanan, minuman atau oleh adanya bahan kimia dari

lingkungan. Antaraksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat

meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat yang berantaraksi,

terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya

glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik. Demikian juga antaraksi

yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan

bersama tentu lebih penting daripada obat yang jarang dipakai (Stockley, 1994;

Setiawati, 1995).

2. Jenis

Beberapa istilah yang dapat digunakan untuk menjelaskan efek obat,

yakni: homoergi (sepasang obat menimbulkan efek yang benar-benar sama),

heteroergi (sepasang obat hanya salah satu yang menimbulkan efek tertentu),

homodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang sama), dan

heterodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang berbeda)

(Fingl dan Woodburry, 1970; Martin, 1971 cit Donatus, 1995). Berdasar sifat efek

pasangan obat tersebut antaraksi obat dapat digolongkan menjadi:

homoergi-homodinami yang luaran efeknya berupa penambahan (infra, sederhana atau

supra); homoergi-heterodinami dan heteroergi yang luaran efeknya berupa

(22)

6

Berdasarkan mekanisme kerjanya antaraksi obat digolongkan menjadi

dua, yaitu antaraksi farmakokinetika dan antaraksi farmakodinamika (Mutschler,

1986).

a. Antaraksi farmakokinetika.

Suatu peristiwa antaraksi dikatakan merupakan antaraksi

farmakokinetika bila terjadi perubahan farmakokinetika suatu obat (absorpsi,

distribusi, metabolisme atau ekskresi) disebabkan obat lain yang berantaraksi

dengannya (Katzung dan Trevor, 1998).

Dalam proses absorpsi antaraksi obat bisa mengakibatkan perubahan

jumlah obat yang diabsorpsi, baik itu kenaikan maupun penurunan, yang

diakibatkan perubahan harga pH saluran cerna dan pembentukan kompleks atau

khelat, pengubahan waktu pengosongan lambung, kompetisi untuk mekanisme

absorpsi aktif dan perubahan flora usus. Dalam proses distribusi antaraksi bisa

mengakibatkan perubahan kadar obat dalam plasma dengan cara kompetisi pada

ikatan obat-plasma. Dalam proses metabolisme atau biotransformasi antaraksi

dapat mengakibatkan perubahan kecepatan biotransformasi atau metabolisme

yang diakibatkan adanya kompetisi pada reaksi obat-enzim, adanya induksi atau

inhibisi enzim dan perubahan aliran darah hepar (berpengaruh khusus untuk

obat-obat yang dimetabolisme oleh hepar). Dalam proses ekskresi antaraksi dapat

mengakibatkan perubahan jumlah obat yang diekskresikan akibat dari adanya

perubahan pH urin dan persaingan terhadap tempat ikatan carrier.

Dalam lingkup farmakokinetika terdapat beberapa parameter yang dapat

digunakan untuk mengukur atau mengindikasikan adanya perubahan fisiologis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(23)

dan menerangkan peristiwa antaraksi farmakokinetika. Parameter-parameter

tersebut antara lain: tetapan laju absorpsi (Ka), volume distribusi (Vd), tetapan

laju eliminasi (Ke), waktu paruh dalam plasma atau waktu paruh eliminasi (t1/2),

bersihan atau klirens renal (Clr), bersihan atau klirens hati (Clh), bersihan atau

klirens total (Clt), luas area di bawah kurva kadar dalam plasma (AUC = Area

Under Curve) dan ketersediaan hayati (F) dan kadar obat dalam kondisi tunak

(Css). Parameter-parameter farmakokinetika tersebut diperoleh dari perubahan

konsentrasi bahan obat dan metabolitnya dalam cairan darah dan dalam urin

terhadap waktu (Mutschler, 1986; Setiawati, 1995).

b. Antaraksi farmakodinamika.

Suatu peristiwa antaraksi dikatakan sebagai antaraksi farmakodinamika

bila terjadi perubahan farmakodinamika suatu obat akibat suatu obat lain yang

berantaraksi dengannya (Katzung dan Trevor, 1998). Lebih lanjut dikatakan

antaraksi farmakodinamika terjadi jika dua obat atau lebih bekerja pada reseptor,

tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama saling mempengaruhi sehingga

terjadi efek aditif, sinergis atau antagonis (Setiawati, 1995; Harkness, 1984).

Antaraksi farmakodinamika dikatakan bersifat aditif bila efek keseluruhan obat

yang diberikan bersama-sama sebanding dengan penjumlahan kekuatan kerja

masing-masing obat saat diberikan terpisah dengan dosis yang sama. Antaraksi

dikatakan bersifat sinergis bila pada pemakaian bersamaan dua obat atau lebih

efeknya lebih besar dari penjumlahan kekuatan kerja masing-masing obat saat

(24)

8

bila pada pemakaian bersamaan dua obat atau lebih efeknya lebih rendah dari

penjumlahan kekuatan kerja masing-masing obat saat diberikan terpisah dengan

dosis yang sama. Selanjutnya, antaraksi dikatakan potensiasi bila kemampuan

suatu obat yang tidak mempunyai efek pada fungsi tertentu dapat meningkatkan

efek obat lain pada fungsi tersebut (Katzung dan Trevor, 1998).

3. Sifat

Antaraksi obat dapat memiliki sifat merugikan atau menguntungkan.

Suatu peristiwa antaraksi obat dikatakan merugikan apabila efek yang ditimbulkan

menyebabkan peningkatan efek yang berlebihan atau peningkatan toksisitas dari

suatu obat. Penurunan efek suatu obat karena peristiwa antaraksi juga tergolong

antaraksi yang merugikan. Sedangkan suatu antaraksi dikatakan menguntungkan

bila efek suatu obat ditingkatkan oleh obat lain (dalam batas aman), atau toksisitas

suatu obat diturunkan karena pemberian bersama-sama dengan suatu obat lain

(Stockley, 1994).

B. Bawang Putih 1. Deskripsi

Bawang putih termasuk familia Liliaceae, merupakan tanaman yang

berasal dari daerah sub-tropis, umumnya ditanam di dataran tinggi yang berhawa

sejuk. Di daerah yang suhu udaranya di atas 250 C pertumbuhan bawang putih

akan terhambat, namun pada daerah dengan suhu udara kurang dari 15o C

pertumbuhan bawang putih akan merana atau umbinya kecil-kecil. Pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(25)

perkembangannya beberapa varietas telah beradaptasi dengan tempat tumbuhnya

sehingga dapat hidup di tempat tropis seperti di Indonesia (Anonim, 1986;

Rukmana, 1995).

Struktur morfologi bawang putih terdiri atas: akar, batang utama, batang

semu, tangkai bunga yang pendek atau sama sekali tidak keluar, dan daun

(Rukmana, 1995). Batang semu bawang putih bisa mencapai panjang 30 cm.

Batang semu juga dapat mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi tempat

penyimpanan cadangan makanan yang disebut “umbi”. Umbi ini terdiri atas

bagian-bagian yang disebut “siung”. Daunnya berbentuk pipih, rata, dengan arah

membujur, lebar daun antara 0,5 hingga 1,5 cm (Leung dan Foster, 1996).

Gambar 1. Bawang Putih (Anonim, 2007)

Di Indonesia dikenal tiga kelompok varietas bawang putih, yaitu:

Kelompok varietas Lumbu Hijau, kelompok varietas Lumbu Kuning, kelompok

(26)

10

lokal yang memiliki harapan baik untuk dikembangkan, yaitu: Suren, Jatibarang,

Sanur, Layur, Bagor, Sumbawa, Obleg, Wonosari, No. 2672 dan No. 2850

(Rukmana, 1995).

2. Sinonim

Inggris : Garlic (Inggris); vitlok (Swedia); thoam (Arab); ajo (Spanyol);

commun (Perancis); aglio (Italia); bawang bodas, bawang, bawang putih, bhabang

pote (Jawa); lasuna kebo, lasuna pute (Sulawesi); bawang handak, bawang putieh,

lasum, bawang mental, lasuna, palasuna, bawang hong (Sumatera); kasuna (Bali),

langsuna (Sasak), ncuna (Bima), kalfeofolen (Timor), bawang pulak (Tarakan),

kosai boti (Buru), bawa bodudo (Ternate), bawa fiufer (Irian Jaya) (Anonim,

1986; Anonim, 1995b; Rukmana, 1995).

3. Sistematika

Kerajaan : Plantae

Sub Kerajaan : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Liliidae

Bangsa : Liliales

Keluarga : Liliaceae

Marga : Allium L.

Jenis : Allium sativum L. (Anonim, 2002)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(27)

4. Kandungan kimia

Bawang putih mengandung 0,1 – 0,36 % minyak atsiri, alliin

(S-alil-L-sistein sulfoksida), S-metil-L-(S-alil-L-sistein sulfoksida, enzim-enzim (seperti alliinase,

peroksidase dan mirosinase), ajoene (E,Z-ajoene, E,Z-metilajoene dan

dimetilajoene), protein, mineral-mineral, vitamin-vitamin (tiamin, riboflavin,

niasin), lipid dan asam-asam amino. Minyak atsiri mengandung allisin

(dialilsulfida-S-oksida; dialil tiosulfinat), alilpropil disulfida, dialil disulfida dan

dialil trisulfida sebagai komponen-komponen yang dominan. Beberapa senyawa

yang juga terdapat dalam minyak atsiri namun dalam jumlah yang lebih sedikit

adalah dimetil sulfida, dimetil disulfida, dimetil trisulfida, alilmetil sulfida dan

2,3,4-trithiapentan, tioglikosida dan hormon kelamin (Leung dan Foster, 1996;

Soedibyo, 1998).

S S

S

O

Gambar 2. Struktur kimia Z – Ajoene (Bruneton, 1999)

S

S

S

O

(28)

12

5. Kegunaan

Dalam bidang pengobatan bawang putih berguna untuk menurunkan

kadar lipid atau kolesterol dalam darah (untuk pencegahan dan pengobatan

atherosklerosis), hipoglikemik (untuk pencegahan dan pengobatan diabetes),

antibakteri dan antifungi, antitumor, antihepatotoksik (pada tikus), antimikotik

dan antiviral (in vitro dan in vivo), menurunkan viskositas darah, ekspektoran,

diuretic, antitrombotik, analgesik, tonikum, aprodisiaka (perangsang seksual),

mengobati cacingan, mengatasi gigitan binatang atau serangga, tuberkulosis,

rematik, batuk dan pilek, asma, demam, jerawat. (Banerjee dan Maulik, 2002;

Bisset, 1994; Leung dan Foster, 1996; Roser, 1991; Soedibyo, 1998).

6. Efek antitrombotik

Bawang putih memiliki efek antitrombotik dengan mekanisme

penghambatan terhadap enzim siklooksigenase dan enzim lipoksigenase.

(Banerjee dan Maulik, 2002) Penghambatan enzim siklooksigenase menghambat

pengubahan asam arakidonat menjadi tromboksan A2. Tromboksan A2 berfungsi

untuk menstimulasi agregasi trombosit dan terjadinya vasokonstriksi.

Penghambatan pembentukan tromboksan A2 menghambat terjadinya agregasi

trombosit dan vasokonstriksi dalam mekanisme hemostasis. Sedangkan

penghambatan enzim lipoksigenase menghambat pengubahan asam arakidonat

menjadi leukotrien. Leukotrien berperan dalam terjadinya vasokonstriksi.

(Mutschler, 1986) Dengan penghambatan pembentukan leukotrien terjadi

penghambatan vasokonstriksi. Mekanisme ini dapat dilihat secara ringkas dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(29)

gambar 4. Banyak penelitian membuktikan bahwa ajoene adalah senyawa kimia

dalam bawang putih yang memiliki efek antitrombotik. Dialil sulfida dan alilmetil

sulfida juga diduga memiliki aktivitas antitrombotik meski berdasar sebagian

penelitian ditemukan tidak aktif dalam menghambat agregasi trombosit. (Banerjee

dan Maulik, 2002; Bisset, 1994; Leung dan Foster, 1996)

Fosfolipid membran

A s a m A r a k i d o n a t Lipoksigenase L e u k o t r ie n

Siklooksigenase Fosfolipase A2

PGH2

Prostasiklin PGE2 PGF2a

PGD2

Tromboksan A2

Gambar 4. Mekanisme sintesis tromboksan A2 dan leukotrien

(30)

14

7. Toksisitas

Penggunaan bawang putih dalam pengobatan perlu diwaspadai terutama

dalam penggunaan bersama-sama dengan obat-obat pengencer darah seperti

warfarin atau heparin karena dapat meningkatkan waktu perdarahan yang

mengakibatkan terjadinya perdarahan pasca operasi. (Fugh-Berman, 2000) Pada

penggunaan bersama-sama dengan aspirin dapat menyebabkan terjadinya tukak

lambung karena penghambatan pada sintesis prostaglandin. Selain itu penggunaan

bersama-sama dengan obat-obat diabetes juga dapat menyebabkan efek yang tidak

diharapkan karena terjadinya peningkatan efek dari obat-obat diabetes oleh

bawang putih. (Graedon dan Graedon, 1997)

C. Darah

Darah tersusun dari unsur seluler darah, yaitu sel darah putih, sel darah

merah dan trombosit, yang tersuspensi di dalam plasma darah. Masing-masing

dari unsur seluler darah ini memegang peranan yang berbeda secara fisiologis. Sel

darah putih terutama berperan dalam mekanisme kekebalan tubuh. Sel darah

merah terutama berperan dalam transpor oksigen di dalam sirkulasi karena

mengandung hemoglobin, suatu protein yang berperan untuk mengikat oksigen,

dan membawanya ke jaringan melalui sistem sirkulasi. Trombosit terutama

berperan dalam penghentian perdarahan dan pembekuan darah. (Ganong, 1998;

Mutschler, 1986)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(31)

D. Trombosit

Sel ini terbentuk dalam sumsum tulang dan diturunkan dari megakariosit.

Bentuknya lempeng pipih atau cembung dengan panjang 1,5 hingga 4 µm dan

tebal 0,5 hingga 2 µm. Jumlah trombosit di dalam darah secara normal berkisar

antara 150.000 hingga 400.000/ μL darah.

Trombosit memiliki cincin mikrotubulus di sekeliling tepinya dan pada

bagian dalam mengandung organela-organela sitoplasma termasuk di dalamnya

adalah mikrofilamen kontraktil dan beberapa jenis granul yang mengandung

berbagai enzim, fosfolipid, Adenosin difosfat, Adenosin trifosfat, serotonin,

kalsium dan substansi tromboplastik. Lama waktu hidup trombosit dalam darah

adalah 8-10 hari (Candrasoma dan Taylor, 1995; Ganong, 1998; Mutschler, 1986).

Fungsi utama dari trombosit adalah pada proses hemostasis. Pada tahap

awal hemostasis setelah terjadi luka pada pembuluh darah trombosit menyumbat

dan menutup daerah luka pada dinding pembuluh darah. Proses pembentukan

sumbatan trombosit menyangkut 2 mekanisme,yaitu adhesi dan agregasi. Pada

saat terjadi luka pada dinding pembuluh darah trombosit akan melekat pada

kolagen. Peristiwa adhesi ini membutuhkan keberadaan faktor von Willebrand

yang disekresikan oleh sel-sel endothelial ke dalam serum. Selanjutnya terjadi

penggumpalan dan pelepasan granula-granula sitoplasmik. Peristiwa ini disebut

aktivasi trombosit. Degranulasi adalah suatu fenomena aktif yang berkaitan

dengan kontraksi mikroskeleton trombosit yang tergantung pada keberadaan

prostaglandin dan dihambat oleh keberadaan aspirin. Pelepasan granul-granul

(32)

16

dan agregasi sejumlah besar trombosit untuk membentuk sumbatan hemostatik

dalam rangka menghentikan perdarahan pada daerah luka. Proses agregasi ini juga

dirangsang oleh faktor pengaktif trombosit (Trombosit Activating Factor), yaitu

suatu sitokin yang disekresikan oleh netrofil, monosit dan trombosit (Candrasoma

dan Taylor, 1995; Ganong, 1998).

E. Pembekuan Darah 1. Hemostasis

Pembuluh darah memiliki suatu sistem yang mampu memelihara

keseimbangan antara mekanisme pembekuan dan peluruhan pembekuan-yang

merupakan reaksi pembatas yang mengimbangi pembekuan darah bila terjadi luka

pada pembuluh darah-yang disebut mekanisme hemostasis. Mekanisme ini

menjadi penting karena dengan demikian lumen pembuluh darah akan tetap bebas

dari pembekuan darah yang terbentuk sebagai respon fisiologis terhadap luka

pembuluh darah. Dalam mekanisme hemostasis ini terlibat beberapa faktor, yaitu

vasokonstriksi lokal, trombosit atau trombosit, koagulasi darah dan fibrinolisis

(Candrasoma dan Taylor, 1995). Vasokonstriksi lokal merupakan suatu metode

yang efektif untuk menutup luka pada pembuluh darah yang kecil namun tidak

pada pembuluh darah yang besar. Trombosit membentuk sumbatan hemostatik

yang menutup tempat luka pada pembuluh darah. Saat terjadi luka pada pembuluh

darah trombosit akan berikatan dengan kolagen dan membentuk agregat yang

membentuk bekuan di pembuluh darah. Pada saat yang sama trombosit

berkontraksi dan melepaskan faktor-faktor yang menstimulasi agregasi trombosit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(33)

Pembekuan darah meliputi pembentukan fibrin dari prekursor plasma. Fibrin dan

trombosit menimbulkan sumbatan hemostatik yang permanen. Fibrinolisis

merupakan mekanisme produksi faktor-faktor seperti plasmin dari prekursor

plasma yang melisiskan dan menyingkirkan fibrin dan fibrinogen dari lumen

pembuluh darah. Skema pembekuan darah dapat dilihat pada Gambar 5.

Luka pada pembuluh darah

Kolagen dari jaringan subendothelial terpapar oleh darah

Adhesi trombosit pada kolagen

Sekresi ADP

Agregasi trombosit

Terbentuk sumbatan trombosit

Kontraksi Trombosit → Pembekuan darah ← Fibrin

Gambar 5. Skema pembekuan darah (Van De Graaff dan Fox, 1995)

Gangguan pada salah satu faktor dalam mekanisme hemostasis tersebut

dapat menyebabkan perdarahan yang abnormal atau trombosis (pembentukan

bekuan di dalam pembuluh darah) yang abnormal. Gangguan tersebut dapat

berasal dari penyakit maupun obat (Candrasoma dan Taylor, 1995; Ganong,

1998).

2. Mekanisme koagulasi darah

Proses koagulasi darah terdiri dari sistem intrinsik dan ekstrinsik. Pada

(34)

18

dikatalisis oleh kininogen berberat molekul tinggi menjadi faktor XII aktif (faktor

XIIa). Kininogen berberat molekul tinggi ini juga mengaktivasi prekallikrein

menjadi kallikrein yang juga terlibat dalam proses aktivasi faktor XII menjadi

faktor XIIa. Faktor XIIa mengaktifkan faktor XI (Anteseden tromboplastin

plasma, faktor antihemofilia C) kemudian faktor XI aktif mengaktifkan faktor IX

(faktor Christmas, faktor antihemofilia B). Reaksi yang terakhir ini bergantung

pada keberadaan kalsium. Faktor IX aktif ini kemudian mengaktifkan faktor X

(faktor Stuart-Prower) dengan adanya faktor VIII (faktor antihemofilia A) aktif

yang telah terpisah dari faktor von Willebrand, fosfolipid, dan kalsium. Selain itu

faktor IX aktif ini dapat secara langsung mengaktifkan faktor X. Sistem ekstrinsik

diawali oleh pelepasan tromboplastin jaringan. Tromboplastin merupakan suatu

campuran protein-fosfolipid yang mengaktifkan faktor VII (prokonvertin, faktor

stabil) menjadi faktor VIIa. Tromboplastin jaringan bersama faktor VIIa

mengaktifkan faktor IX dan X. Protrombin (faktor II) dikonversi menjadi trombin

oleh faktor X yang telah diaktifkan dengan adanya faktor V (proakselerin, faktor

labil) sebagai kofaktor, fosfolipid dan kalsium.

Trombin (suatu serin protease) yang terbentuk ini akan mengkatalisis

perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrinogen yang merupakan protein plasma

yang larut membebaskan dua pasang polipeptida dari masing-masing molekul

fibrinogen. Hasilnya adalah monomer fibrin yang kemudian akan mengalami

polimerisasi membentuk fibrin. Fibrin mulanya berupa gumpalan longgar

benang-benang yang saling menjalin. Gumpalan longgar ini diubah menjadi agregat yang

padat dan kencang melalui pembentukan ikatan silang kovalen yang dikatalisis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(35)

oleh faktor XIII (faktor penstabil fibrin) yang telah diaktifkan dan adanya kalsium

(Ganong, 1998; Newland, 1995). Skema mekanisme koagulasi dapat dilihat pada

Gambar 6.

3. Mekanisme antikoagulasi darah

Mekanisme antikoagulasi darah merupakan reaksi-reaksi pembatas yang

mengimbangi terbentuknya koagulasi darah secara in vivo. Reaksi- reaksi ini

cenderung menghambat pembekuan di dalam pembuluh darah dan melisiskan

bekuan yang terbentuk. Reaksi-reaksi ini meliputi antara lain antaraksi antara efek

agregasi trombosit yang dimiliki oleh Tromboksan A2 dan efek antiagregasi

prostasiklin, yang akan mengakibatkan pembentukan bekuan saat pembuluh darah

(36)

20

Keterangan: a = bentuk aktif faktor pembekuan HMW = berat molekul tinggi

PL = fosfolipid trombosit

TPL = tromboplastin jaringan

Gambar 6. Mekanisme koagulasi darah (Ganong, 1998)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(37)

F. Antitrombotik

Antitrombotik adalah senyawa atau obat yang dapat menghambat

agregasi trombosit untuk mencegah terjadinya trombus yang sering ditemukan

pada arteri (Mutschler, 1986).

Inhibitor agregasi trombosit menurunkan pembentukan sinyal-sinyal

kimiawi yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit. Obat-obat yang

menghambat fungsi trombosit diberikan dengan maksud sebagai profilaksi

terhadap terjadinya trombosis di arteri dan pencegahan terhadap serangan jantung.

Obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), termasuk aspirin, menghambat

agregasi trombosit dan memperpanjang waktu perdarahan (Stringer, 2001).

G. Asetosal 1. Rumus bangun

Asetosal atau asam asetilsalisilat (C9H8O4) atau memiliki bobot molekul

180,16 dengan rumus bangun seperti pada gambar 7.

COOH

OCOCH3

Gambar 7. Rumus bangun asetosal (Anonim, 1995a). 2. Pemerian

Asetosal berupa hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan

(38)

22

pada udara kering dan terhidrolisis secara bertahap pada udara lembab menjadi

asam salisilat dan asam asetat. Asetosal sukar larut dalam air, mudah larut dalam

etanol, kloroform dan eter, namun agak sukar larut dalam eter mutlak (Anonim,

1995a).

3. Kinetika

Asetosal diabsorpsi dengan cepat dalam saluran cerna terutama pada usus

halus dan lambung dan segera terhidrolisis menjadi asam salisilat yang aktif.

Kadar plasma tertinggi asetosal dicapai dalam waktu 14 menit sedangkan kadar

tertinggi asam salisilat dicapai dalam waktu 0,5-1 jam. Waktu paro asetosal

sekitar 17 menit sedangkan waktu paro asam salisilat sekitar 3,15 jam (Purwanto

dan Susilowati, 2000).

4. Kegunaan

Asetosal bermanfaat untuk mencegah kambuhnya infark miokard yang

fatal maupun non fatal, mencegah stroke karena penyumbatan, mencegah

kematian akibat gangguan pembuluh darah dan menurunkan jumlah iskemik

serebral transitorik yang signifikan secara statistik (Mutschler, 1986; Rosmiati dan

Gan, 1995).

5. Efek samping

Efek samping asetosal di antaranya adalah rasa tidak enak pada perut,

rasa mual dan perdarahan saluran cerna. Selain itu asetosal dapat mengganggu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(39)

hemostasis pada tindakan operasi dan dapat meningkatkan resiko perdarahan bila

diberikan bersama-sama dengan heparin atau antikoagulan oral (Mutschler, 1986)

6. Efek Antitrombotik

Asetosal menghambat agregasi trombosit secara ireversible. Mekanisme

kerjanya diduga dengan asetilasi protein membran trombosit dan protein plasma

serta menghambat enzim siklooksigenase. Akibat adanya penghambatan pada

enzim siklooksigenase sintesis tromboksan A2 dan prostasiklin di dalam

pembuluh darah menjadi tertekan, terutama pada dosis asetosal yang tinggi, yaitu

1-3 gram per hari (Mutschler dan Derendorf, 1995; Mutschler, 1986). Dosis yang

dianjurkan dalam terapi antitrombotik adalah sebesar 325 mg per hari (O’Neill,

2007; Rambe, 2004; Rosmiati dan Gan, 1995). Sebagian tenaga medis

menggunakan rentang antara 75-325 mg per hari (Belder, 2003). Meski demikian

belum jelas dengan dosis yang mana hasil terbaik akan dicapai dengan efek

samping yang kecil (Mutschler, 1986). Beberapa merek sediaan asetosal yang

banyak digunakan dalam pengobatan dan pencegahan trombosis adalah Aspirin®

Regimen Low Dose 81mg, Aspirin® Regimen Regular Dose 325mg,

Aspirin®Protect 100 dan 300mg, Aspirin Cardio®100mg, Ecotrin® Low Strength

81mg dan Ecotrin® Regular Strength 325mg.

H. Metode Uji Efek Antitrombotik

Metode-metode pengujian aktivitas antitrombotik dilakukan dengan

(40)

24

darah yang terluka. Pengujian ini bukan untuk pengujian koagulasi darah

melainkan lebih kepada pengujian kemampuan pembuluh darah untuk melakukan

vasokonstriksi dan trombosit untuk membentuk sumbatan hemostatik.

Pada manusia pengujian ini dapat dilakukan dengan cara menghitung

waktu perdarahan pada kulit yang dilukai. Beberapa uji lain yang biasa dilakukan

untuk mengetahui adanya kelainan pada proses hemostasis adalah pengamatan

waktu protrombin (prothrombin time), activated Partial Prothrombin Time

(aPTT), Thrombin Clotting Time (TCT) dan hitung trombosit (Platelets Count).

(Candrasoma dan Taylor, 1995; Yeganeh dan Rad, 2007) Pada hewan percobaan

(tikus) metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas antitrombotik adalah

metode Subaqueous Tail Bleeding Time in Rodents (waktu perdarahan ekor pada

hewan pengerat)(Vogel, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(41)

I. Landasan Teori

Bawang putih merupakan salah satu bahan yang sangat dikenal oleh

masyarakat baik untuk digunakan dalam masakan sebagai bumbu dan sayuran

maupun dalam pengobatan tradisional. Khasiat bawang putih telah banyak diuji

secara eksperimental dan diakui sebagai bahan multikhasiat sehingga banyak

sediaan bawang putih yang dikembangkan. Salah satu khasiat yang membuat

bawang putih sangat terkenal adalah efeknya pada sistem kardiovaskular, antara

lain mencegah terbentuknya atherosklerosis, menurunkan kadar lipid dalam darah

dan efek antitrombotiknya yang diakui mampu mencegah terjadinya stroke dan

infark miokard. Mekanisme antitrombotik senyawa aktif di dalam bawang putih

menyerupai mekanisme antitrombotik asetosal. (Banerjee dan Maulik, 2002;

Mutschler, 1986)

Asetosal merupakan obat yang digunakan sangat luas di dalam

masyarakat. Penggunaannya terutama adalah sebagai obat analgesik non-narkotik

dan anti-inflamasi. Efek penghambatan agregasi trombosit atau trombosit melalui

penghambatan sintesis tromboksan A2 dan prostasiklin menjadikannya salah satu

obat yang digunakan sebagai obat antitrombotik. (Mutschler, 1986; Rosmiati dan

Gan, 1995)

Pemberian asetosal yang didahului dengan praperlakuan bawang putih

diduga dapat menyebabkan antaraksi karena mekanisme kerjanya yang mirip.

(42)

26

J. Hipotesis

Pemberian praperlakuan bawang putih akan memberi pengaruh terhadap

efek antitrombotik asetosal, yaitu peningkatan efek antitrombotik asetosal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(43)

BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang pengaruh praperlakuan bawang putih (Allium sativum

L.) terhadap efek antitrombotik asetosal pada tikus putih betina termasuk jenis

penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola

satu arah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat variabel utama, yang dijelaskan dengan

definisi operasional; variabel pengacau terkendali dan variabel pengacau tak

terkendali yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, yaitu

1. variabel utama

a. variabel bebas : peringkat dosis praperlakuan bawang putih.

Peringkat dosis adalah tingkatan dosis

perlakuan bawang putih yaitu 32,81 mg/kg

BB; 46,87 mg/kg BB dan 60,94 mg/kg BB

sebelum pemberian asetosal dosis 29,25

mg/kg BB pada tikus putih betina.

b. variabel tergantung : Waktu perdarahan

Waktu perdarahan adalah waktu sejak

(44)

28

terbentuknya sumbat primer yang belum stabil,

ditandai dengan berhentinya perdarahan.

2. variabel pengacau terkendali

a. tikus putih sebagai subyek uji adalah galur SD.

b. berat badan dari subyek uji antara 150 sampai dengan 200 gram.

c. jenis kelamin hewan uji, yaitu betina.

d. umur hewan uji, yaitu antara 2-3 bulan.

e. waktu pengamatan, yaitu antara pukul 08.00 – 14.00 WIB.

f. cara pemberian bahan uji, yaitu per oral.

3. variabel pengacau tak terkendali

a. kemampuan absorpsi bawang putih oleh tikus putih.

b. faktor-faktor internal tikus putih yang dapat mempengaruhi waktu

perdarahan.

C. Bahan atau Materi Penelitian

1. bahan utama

a. hewan uji : tikus putih betina galur SD dengan berat badan antara 130

hingga 200 gram umur 2 – 3 bulan, diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. umbi bawang putih diperoleh dari pasar Beringharjo Yogyakarta pada

tanggal 13 Mei 2004.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(45)

2. bahan kimia

Kecuali dinyatakan lain semua bahan kimia yang digunakan berderajat

pro analisis (produksi Merck), meliputi:

a. asetosal

b. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

c. aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

d. larutan NaCl 0,9% (larutan saline) yang diperoleh dari Apotek Sanata

Dharma

D. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam mengerjakan penelitian ini meliputi:

1. alat penyari

a. blender merek Braun

b. kain penyaring

c. neraca analitik merek Mettler Toledo

d. alat-alat gelas (gelas ukur, beaker glass, pipet tetes) merek Pyrex.

2. alat uji efek antitrombotik

a. holder untuk tempat hewan uji

b. stopwatch

c. spuit oral dengan ujung bulat

d. seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, pengaduk, pipet tetes,

(46)

30

e. gunting

E. Tata Cara Penelitian

1. Penyarian bawang putih

Bawang putih dilumat dengan blender kemudian diperas. Hasil perasan

yang sudah terpisah dari ampaslah yang digunakan untuk perlakuan bawang putih

selama penelitian.

2. Pembuatan kontrol negatif CMC 1%

Bahan berupa serbuk CMC ditimbang seksama seberat 500 mg kemudian

dilarutkan dalam aquadest panas hingga volume 50,0 ml diukur dengan labu ukur

50 ml.

3. Pembuatan suspensi asetosal 1% dalam CMC 1%

Timbang seksama serbuk asetosal seberat 100 mg, gerus. Suspensikan

dalam larutan CMC 1% sebanyak 10,0 ml diukur dengan labu ukur 10 ml.

4. Penentuan dosis asetosal

Dosis asetosal digunakan dosis tertinggi dari rentang dosis yang

direkomendasikan untuk penggunaan asetosal pada manusia sebagai obat

antitrombotik yaitu 325 mg per hari yang kemudian dikonversi ke dosis untuk

tikus didapat hasil sebesar 29,25 mg/kg BB. Dosis diberikan sebagai dosis

tunggal.

5. Penentuan dosis bawang putih

Dosis bawang putih menggunakan acuan dari hasil penelitian Banerjee

dan Maulik tahun 2002 tentang efek antitrombotik bawang putih pada hewan uji

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(47)

kelinci. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penghambatan platelet

maksimum terjadi pada dosis 25 dan 100 mg/kg BB. Pada penelitian ini

digunakan dosis 25 mg/kg BB yang dikonversikan ke dosis untuk tikus dan

didapat hasil sebesar 46,87 mg/kg BB. Kemudian untuk mendapatkan peringkat

dosis bawang putih dilakukan penurunan dan peningkatan dosis masing-masing

sebesar 30%. Hasilnya adalah peringkat dosis 32,81 mg/kg BB, 46,87 mg/kg BB

dan 60,94 mg/kg BB.

6. Penentuan waktu pemberian Asetosal

Pada kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih asetosal diberikan

15 menit setelah pemberian bawang putih untuk memberi kesempatan bawang

putih terabsorpsi dalam pencernaan hewan uji.

7. Penentuan waktu pemotongan ekor hewan uji

Pada kelompok kontrol negatif dengan CMC 1% dan kelompok

perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kgBB

pemotongan ekor hewan uji dilakukan 15 menit setelah pemberian bahan uji

secara per oral. Pada kelompok perlakuan bawang putih pada ketiga peringkat

dosis dan pada kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih pada ketiga

peringkat dosis diberi suspensi asetosal dosis 29,25 mg/kgBB pemotongan ekor

hewan uji dilakukan 30 menit setelah pemberian bawang putih secara per oral.

8. Pemilihan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih betina

galur SD yang berumur 2 – 3 bulan dengan berat badan antara 130 hingga 200

(48)

32

9. Praperlakuan hewan uji

Semua tikus putih tersebut dipelihara dengan kondisi yang sama

meliputi: pakan, minum, kandang dan alasnya. Sebelum diperlakukan tikus putih

tersebut diadaptasikan pada tempat dan kondisi yang sama sekurang-kurangnya

dua minggu.

10. Perlakuan hewan uji

Lima puluh enam ekor tikus dibagi menjadi delapan kelompok sama

banyak secara acak. Kelompok I adalah kelompok kontrol negatif CMC 1%,

kelompok II adalah kelompok perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1%

dosis 29,25 mg/kg BB. Kelompok III adalah kelompok perlakuan bawang putih

dosis 32,81 mg/kg BB. Kelompok IV adalah kelompok perlakuan bawang putih

dosis 46,87 mg/kg BB. Kelompok V adalah kelompok perlakuan bawang putih

dosis 60,94 mg/kg BB. Kelompok VI adalah kelompok antaraksi praperlakuan

bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB diberi suspensi asetosal dosis 29,25 mg/kg

BB. Kelompok VII adalah kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih dosis

46,87 mg/kg BB diberi suspensi asetosal dosis 29,25 mg/kg BB. Kelompok VIII

adalah kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB

diberi suspensi asetosal dosis 29,25 mg/kg BB. Pemberian bahan uji dilakukan

dengan cara per oral setelah sebelumnya hewan uji dipuasakan. Yang dimaksud

dengan dipuasakan adalah hewan uji tidak diberi makan selama 20-24 jam, namun

tetap diberi minum. Setelah waktu tertentu yang ditetapkan tercapai dilakukan

pemotongan ekor hewan uji untuk mengukur waktu perdarahan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(49)

11. Penentuan efek antitrombotik

Dikatakan terjadi peningkatan efek antitrombotik jika perbedaan rata-rata

waktu perdarahan kelompok antaraksi bermakna dibanding dengan kelompok

kontrol dan perlakuan.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari perlakuan hewan uji, yaitu waktu perdarahan,

dianalisis secara statistik menggunakan metode ANOVA satu arah dengan taraf

kepercayaan 95% untuk membandingkan rata-rata tiap kelompok uji yang diikuti

dengan uji Scheffe untuk melihat signifikansi perbedaan rata-rata antar kelompok.

Data nilai perubahan rata-rata waktu perdarahan disajikan dalam nilai rata-rata ±

(50)

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Pendahuluan

1. Perancangan metode penelitian

Pada awalnya penelitian ini direncanakan menggunakan metode

Subaqueous Tail Bleeding Time Methods in Rodents (waktu perdarahan ekor pada

hewan pengerat). Metode ini secara lengkap adalah sebagai berikut. Obat atau

senyawa uji diberikan kepada hewan uji tikus yang telah dianestesi dan diletakkan

pada pelat dengan suhu terkontrol (37oC) dengan posisi terlentang. Setelah waktu

laten tertentu yang ditetapkan dilakukan pemotongan ekor tikus kira-kira 4

milimeter dari ujung ekor. Segera setelah pemotongan, ekor dicelupkan ke dalam

wadah berisi larutan NaCl 0,9 % (larutan saline) dan diamati perdarahannya serta

dihitung berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga perdarahan berhenti. (Vogel,

2002).

Pada saat dilakukan uji pendahuluan terhadap metode ini ditemukan

beberapa kesulitan, yaitu: alat berupa pelat dengan pengontrol suhu dan

pembiusan (anestesi) hewan uji sebelum diberi perlakuan senyawa uji. Kesulitan

alat berupa pelat dengan pengontrol suhu dapat diatasi dengan menggunakan alat

untuk pengujian analgesik metode pelat panas yang terus dikontrol suhunya

dengan termometer. Kesulitan berupa pembiusan (anestesi) hewan uji sebelum

diberi perlakuan senyawa uji sulit untuk diatasi. Pembiusan melalui jalur

intravaskular tidak dilakukan mengingat kemungkinan antaraksi yang terjadi

antara senyawa yang digunakan untuk anastesi dengan senyawa uji. Pembiusan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(51)

melalui jalur ekstravaskular dilakukan dengan menggunakan uap kloroform

sebagai zat anestesi. Hal ini pun mengalami kesulitan karena kesulitan

penghitungan dosis yang perlu diberikan kepada hewan uji, akibatnya mungkin

terjadi kematian hewan uji atau hewan uji kembali tersadar ketika pengamatan

waktu perdarahan masih berlangsung.

Sebagai upaya pemecahan masalah ini dilakukan pengkajian terhadap

metode ini. Pelat dengan pengontrol suhu yang diatur pada suhu 37o C dan larutan

saline diduga dimaksudkan untuk menjaga kondisi tubuh hewan uji tetap seperti

dalam keadaan sadar dan normal. Pembiusan hewan uji diduga dimaksudkan

untuk mempermudah perlakuan dan pengamatan peneliti terhadap hewan uji.

Untuk memperoleh kondisi tubuh hewan dalam keadaan sadar dan

normal tidak dilakukan anestesi terhadap hewan uji. Sedangkan untuk

mempermudah perlakuan dan pengamatan hewan uji diletakkan di dalam holder.

Penggunaan saline tetap dilakukan untuk menjaga sel-sel yang mengalami luka

pada saat dilakukan pemotongan ekor hewan uji tetap hidup dan mengeliminasi

kemungkinan pengaruh udara dan suhu lingkungan terhadap waktu perdarahan.

(52)

36

2. Penentuan dosis asetosal

Dosis asetosal sebesar 325 mg per hari adalah dosis tertinggi yang

direkomendasikan untuk terapi antitrombotik pada manusia. Dosis ini kemudian

dikonversikan ke dosis untuk tikus berat 200 gram dengan bilangan konversi

0,018. Perhitungan konversi tersebut adalah sebagai berikut:

Konversi dosis manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018

Dosis antitrombotik asetosal tikus (200 g) = 0,018 X 325 mg

= 5,85 mg/ 200 g BB

= 29,25 mg/kg BB.

3. Penyarian bawang putih

Siung bawang putih dilumat dengan blender kemudian diperas. Hasil

perasan yang sudah terpisah dari ampaslah yang digunakan untuk perlakuan

perasan bawang putih selama penelitian. Dari hasil perasan tersebut dihitung

konsentrasi bawang putih yang didapat untuk menentukan volume pemberian

bawang putih kepada hewan uji. Pembuatan bawang putih dilakukan dalam 3

kelompok. Masing-masing kelompok menggunakan siung bawang putih sebanyak

100 gram. Hasil sari bawang putih dari masing-masing kelompok adalah 21, 27

dan 30 ml. Rata-rata hasil sari bawang putih dari ketiga kelompok adalah

3 30 27 21+ +

= 26 ml. Jadi 100 gram siung bawang putih setara dengan 26 ml sari

bawang putih dan 1 ml bawang putih setara dengan 3,846 gram siung bawang

putih. Gambar 9 dan gambar 10 menunjukkan umbi bawang putih yang digunakan

dan hasil perasan bawang putih yang digunakan untuk penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(53)

Gambar 9. Umbi Bawang Putih

Gambar 10. Hasil Perasan Bawang Putih

4. Penentuan dosis bawang putih

Dosis bawang putih menggunakan acuan dari hasil penelitian Banerjee

dan Maulik tahun 2002 tentang efek antitrombotik bawang putih pada hewan uji

kelinci. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penghambatan platelet

maksimum terjadi pada dosis 25 dan 100 mg/kg BB. Kedua dosis tersebut

dikonversikan ke dosis tikus dengan bilangan konversi 0,25 kemudian dicobakan.

(54)

38

Pada uji pendahuluan dengan dosis 187,5 mg/kg BB terjadi perdarahan berlebihan

pada ekor tikus. Uji pendahuluan dosis 46,87 mg/ kg BB memberikan hasil

rata-rata waktu perdarahan 112 detik. Berdasar hasil uji pendahuluan tersebut dipilih

dosis 46,87 mg/ kg BB untuk diujikan pada hewan uji tikus pada penelitian ini.

Kemudian untuk mendapatkan peringkat dosis bawang putih dilakukan penurunan

dan peningkatan dosis masing-masing sebesar 30%. Hasilnya adalah peringkat

dosis 32,81 mg/kg BB, 46,87 mg/kg BB dan 60,94 mg/kg BB.

5. Penentuan selang waktu pemberian asetosal

Bawang putih memberikan hambatan maksimal trombosit pada 0,5

hingga 6 jam (Banerjee dan Maulik, 2002). Kadar plasma tertinggi asetosal

dicapai dalam 14 menit (Purwanto dan Susilowati, 2000). Oleh karena itu dipilih

selang waktu pemberian asetosal adalah 15 menit setelah pemberian bawang

putih.

B. Pengujian Efek Antitrombotik

Bahan uji, yaitu suspensi asetosal dan perasan bawang putih dikatakan

memiliki efek antitrombotik jika memberikan perbedaan rata-rata waktu

perdarahan kelompok uji yang bermakna secara statistik dibandingkan dengan

rata-rata waktu perdarahan kelompok kontrol negatif, yaitu larutan CMC 1%.

Dikatakan terjadi peningkatan efek antitrombotik jika rata-rata waktu

perdarahan kelompok antaraksi praperlakuan asetosal yang diberi perasan bawang

putih berbeda bermakna secara statistik dibanding rata-rata waktu perdarahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(55)

kelompok kontrol negatif, kelompok perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC

1% dan kelompok perlakuan perasan bawang putih.

Pemberian bahan uji kepada hewan uji tikus putih betina galur SD

dilakukan melalui jalur oral menggunakan jarum suntik oral yang berujung bulat.

Pengujian efek antitrombotik yang dilakukan pada kelompok kontrol

negatif CMC 1%, perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25

mg/kg BB, perlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB, 46,87 mg/kg

BB dan 60,94 mg/kg BB dan antaraksi praperlakuan perasan bawang putih dosis

32,81 mg/kg BB, 46,87 mg/kg BB dan 60,94 mg/kg BB diberi asetosal dosis

29,25 mg/kg BB memberikan hasil rata-rata waktu perdarahan sebagai berikut:

Tabel I. Rata-rata waktu perdarahan

Kelompok N Rata-rata Waktu Perdarahan (X ± SE) (Detik)

1 7 78,14 ± 3,39

Kelompok 1 : kelompok kontrol negatif CMC 1%

Kelompok 2 : kelompok perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB Kelompok 3 : kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB

Kelompok 4 : kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB Kelompok 5 : kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB

Kelompok 6 : kelompok antaraksi praperlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB

Kelompok 7 : kelompok antaraksi praperlakuan perasan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB

Kelompok 8 : kelompok antaraksi praperlakuan perasan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB

(56)

40

Kontrol Negatif CMC 1%

Perlakuan Suspensi 1% Asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 m g/ kg BB

Perlakuan Baw ang Putih dosis 32,81 m g/kg BB

Perlakuan Baw ang Putih dosis 46,87 m g/kg BB

Perlakuan Baw ang Putih dosis 60,94 m g/kg BB

Antaraksi Praperlakuan Baw ang Putih dosis 32,81 m g/kg BB diberi asetosal dosis 29,25 m g/kg BB

Antaraksi Praperlakuan Baw ang Putih dosis 46,87 m g/kg BB diberi asetosal dosis 29,25 m g/kg BB

Antaraksi Praperlakuan Baw ang Putih dosis 60,94 m g/kg BB diberi Asetosal dosis 29,25 m g/kg BB

Gambar 11. Diagram Waktu Perdarahan

Data waktu perdarahan tersebut kemudian dianalisis secara statistik

menggunakan metode uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat apakah distribusi

data tersebut normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data

yang diperoleh selama pengujian efek antitrombotik terdistribusi secara normal,

artinya pengujian selanjutnya, yaitu pengujian dengan metode ANOVA satu arah

dapat dilakukan.

Pengujian ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dilakukan

untuk membandingkan rata-rata waktu perdarahan tiap kelompok uji kemudian

dilanjutkan dengan uji post hoc Scheffe untuk melihat makna perbedaan rata-rata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(57)

waktu perdarahan antar kelompok uji. Seluruh analisis tersebut dilakukan dengan

menggunakan program statistik SPSS 12.0 for Windows. Dari analisis statistik

menggunakan metode ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% didapat

hasil sebagai berikut:

Tabel II. Hasil Analisis ANOVA satu arah

ANOVA

Waktu Perdarahan

Jumlah

Kuadrat df

Kuadrat

Rata-rata F Sig. Antar Kelompok 1798186,6

96 7 256883,814 66,577 ,000 Dalam Kelompok 185204,85

7 48 3858,435

Total 1983391,5

54 55

Nilai F hasil analisis dibandingkan dengan nilai F tabel pada derajat bebas dan

taraf kepercayaan yang sesuai untuk menentukan apakah ada minimal dua

kelompok uji yang memiliki rata-rata waktu perdarahan berbeda bermakna. F

tabel menunjukkan nilai 2,69, nilai F hasil analisis lebih besar daripada nilai F

tabel, artinya berdasar uji ANOVA satu arah terdapat minimal dua kelompok uji

yang memiliki rata-rata waktu perdarahan berbeda bermakna.

Analisis statistik dilanjutkan dengan uji post hoc, yaitu uji Scheffe. Uji

ini dilakukan untuk mengetahui kelompok uji mana sajakah yang memiliki

(58)

42

Tabel III. Hasil Uji Scheffe

B =Berbeda Bermakna TB=Berbeda Tidak Bermakna

Keterangan:

Kelompok 1 : kelompok kontrol negatif CMC 1%

Kelompok 2 : kelompok perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB Kelompok 3 : kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB

Kelompok 4 : kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB Kelompok 5 : kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB

Kelompok 6 : kelompok antaraksi praperlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB

Kelompok 7 : kelompok antaraksi praperlakuan perasan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB

Kelompok 8 : kelompok antaraksi praperlakuan perasan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB

Hasil uji Scheffe menunjukkan bahwa rata-rata waktu perdarahan

kelompok kontrol negatif CMC 1% (78,14 ± 3,39 detik) berbeda bermakna

dengan rata-rata waktu perdarahan kelompok perlakuan perasan bawang putih

dosis 46,87 mg/kg BB (320,57 ± 7,62 detik), kelompok perlakuan perasan bawang

putih dosis 60,94 mg/ kg BB (322,14 ± 14,49 detik), kelompok antaraksi

praperlakuan perasan bawang putih pada setiap peringkat dosis, yaitu 32,81 mg/kg

BB, 46,87 mg/kg BB dan 60,94 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam

CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB (322,14 ± 14,49 detik, 469,85 ± 27,11 detik,

651,00 ± 52,79 detik), tetapi berbeda tidak bermakna dengan rata-rata waktu

perdarahan kelompok perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis

29,25 mg/kg BB (178,71 ± 16,73 detik) dan kelompok perlakuan perasan bawang

putih dosis 32,81 mg/kg BB (119,57 ± 11,74 detik). Artinya pemberian asetosal

dosis 29,25 mg/kg BB dan perlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(59)

tidak memberikan peningkatan rata-rata waktu perdarahan yang bermakna secara

statistik dari asumsi rata-rata waktu perdarahan normal hewan uji yang diwakili

oleh rata-rata waktu perdarahan kelompok kontrol negatif CMC 1%.

Rata-rata waktu perdarahan kelompok perlakuan suspensi asetosal 1%

dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB (178,71 ± 16,73 detik) memiliki

perbedaan yang bermakna dengan rata-rata waktu perdarahan kelompok perlakuan

perasan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB (320,57 ± 7,62 detik), kelompok

perlakuan perasan bawang putih dosis 60,94 mg/ kg BB (322,14 ± 14,49 detik)

dan kelompok antaraksi praperlakuan perasan bawang putih pada setiap peringkat

dosis, yaitu 32,81 mg/kg BB, 46,87 mg/kg BB dan 60,94 mg/kg BB diberi

suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB (322,14 ± 14,49

detik, 469,85 ± 27,11 detik, 651,00 ± 52,79 detik), tetapi berbeda tidak bermakna

dengan rata-rata waktu perdarahan kelompok kontrol negatif larutan CMC 1%

(78,14 ± 3,39 detik) dan kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 32,81

mg/kg BB (119,57 ± 11,74 detik). Dapat dinyatakan bahwa perlakuan dengan

bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB tidak memberikan efek antitrombotik yang

lebih besar daripada efek antitrombotik asetosal dosis 29,25 mg/kg BB.

Rata-rata waktu perdarahan pada ketiga kelompok perlakuan perasan

bawang putih, yaitu kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg

BB, dosis 46,87 mg/kg BB dan dosis 60,94 mg/kg BB menunjukkan peningkatan

seiring peningkatan dosis bawang putih. Rata-rata waktu perdarahan kelompok

perlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB adalah 119,57 ± 11,74

(60)

44

dosis 46,87 mg/kg BB adalah 320,57 ± 7,62 detik. Rata-rata waktu perdarahan

kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB adalah 322,14 ±

14,49 detik. Meskipun demikian, rata-rata waktu perdarahan kelompok perlakuan

perasan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB dan rata-rata waktu perdarahan

kelompok perlakuan perasan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB dinyatakan

berbeda tidak bermakna secara statistik.

Rata-rata waktu perdarahan kelompok perlakuan perasan bawang putih

dosis 32,81 mg/kg BB (119,57 ± 11,74 detik) berbeda tidak bermakna secara

statistik dibandingkan dengan rata-rata waktu perdarahan kelompok kontrol

negatif CMC 1% (78,14 ± 3,39 detik) meskipun menunjukkan perbedaan rata-rata

waktu perdarahan sebesar 41,42 ± 33,20 detik. Dibandingkan dengan kelompok

perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB (178,71 ±

16,73 detik) juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik

meskipun terdapat perbedaan rata-rata waktu perdarahan sebesar 59,14 ± 33,20

detik. Dibandingkan dengan rata-rata waktu perdarahan kelompok antaraksi

praperlakuan perasan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB diberi suspensi 1%

asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB, yaitu 322,14 ± 14,49 detik,

tampak adanya perbedaan bermakna. Artinya pemberian bersama-sama perasan

bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB dan asetosal dosis 29,25 mg/kg BB

meningkatkan rata-rata waktu perdarahan yang bermakna secara statistik.

Peningkatan rata-rata waktu perdarahan akibat praperlakuan perasan bawang putih

dosis 32,81 mg/kg BB tersebut sebesar 202,57 ± 33,20 detik atau sebesar kurang

lebih 170%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar

Tabel I  : Rata-rata waktu perdarahan.........................................................39
Gambar 3. Struktur kimia E – Ajoene (Bruneton, 1999)
Gambar 4. Mekanisme sintesis tromboksan A2 dan leukotrien (Mutschler, 1986)
Gambar 5. Skema pembekuan darah (Van De Graaff dan Fox, 1995)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut, maka kualitas pelayanan penyedia jasa layanan angkutan umum trayek Fakfak - Kokas perlu untuk diteliti berdasarkan faktor yang

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah daun sosor bebek yang diperoleh dari desa Johorejo, kecamatan Gemuh kabupaten Kendal (Indonesia) yang diekstraksi

Penelitian skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Kontrak Psikologis dan Leader Member Exchange terhadap Kinerja Karyawan dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening

Diagram Alir Deteksi Wajah Saat dideteksi adanya wajah, maka sistem akan membuat Bonding Box berwarna merah yang kemudian citra wajah tersebut akan disimpan untuk

Berawal dari kata “motif” inilah kata motivasi didapat dan bisa diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif akan menjadi aktif pada saat-saat

Pada penelitian ini, metode pembuatan yang akan dilakukan yaitu dengan mengurangi jumlah semen yang dipakai dalam komposisi beton, ditentukan dengan menambahkan persentase fly ash dan

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memper- siapkan lulusan SMK yang disiapkan untuk mampu bersaing di dunia kerja yang nyata, tidak