TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh:
Dimas Hamonangan S.
NIM : 01 5214 118
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
FINAL PROJECT
Presented as partial Fulfillment of the Requirements
To obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering
By.
Dimas Hamonangan S.
NIM : 01 5214 118
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
Sanata Darma. Dan dalam sepengetahuan saya, tidak terdapat karya orang lain terhadap topik yang sama, kecuali dasar-dasar teori dan dasar – dasar perhitungan mengikuti referensi–referensi yang telah ada sebagai acuan penulisan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, November 2007
“
Ora et Labora
“
“
Janganlah pernah merasa menyerah begitu saja
telah diberikan sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan.
Selama penulisan ini, kami telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik dukungan secara materi, bimbingan, moral, serta ide – ide yang telah diberikan selama melakukan penulisan ini. Dalam kesempatan ini penulis ucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Greg Heliarko, SJ., SS., B.ST., MA., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., selaku Kaprodi Teknik Mesin dan juga Pembimbing Tugas Akhir.
3. Bapak Ir. Rines, M.T., selaku Pembimbing Akademik.
4. Seluruh dosen dan segenap karyawan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Darma.
5. Kedua orang tuaku serta saudara-saudaraku yang telah memberikan dorongan dan motivasi, finansial, serta doa selama ini.
6. Teman-teman kost “Joentoel”: Tris, Petrum Adiyanto, Lasro, akan dukungan moril selama ini.
Universitas Sanata Darma.
Saya menyadari penulisan Tugas Akhir ini banyak kekurangan, semoga dengan sedikit inspirasi ini dapat menjadi jalan menuju suatu hal yang lebih baik untuk penulisan tugas akhir teman-teman nantinya serta melanjutkan ke arah penelitian dan penciptaan demi kemajuan Universitas kita.
Penyusun
Analisis dilakukan dengan menggunakan metode elemen hingga menggunakan bantuan program COSMOS Work. Hasil perhitungan disajikan kedalam kurva distribusi tegangan (Von Misses), pergeseran (Displacement), dan regangan (Restrain).
Pipa dengan bahan AISI 1015 Normalized serta ketebalan 0.25 cm dan penambahan tumpuan mempunyai tegangan maksimum sebesar 2.869e+008 N/m^2 berada di ujung pipa.
The analysis was done finite element method using COSMOS Work computer program. The result showed on the VonMisses stress, Displacement, and Restrain distribution curve.
LEMBAR PENGESAHAN... ii
LEMBAR PERNYATAAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
KATA PENGANTAR... vi
INTISARI... viii
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR TABEL... xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan dan Batasan Masalah ... 3
1.3Tujuan Analisis ... 4
1.4Tinjauan Pustaka ... 4
BAB II DASAR TEORI... 6
2.1 Sistem Mekanisme Kerja ... 8
2.2 Data dan Spesifikasi... 9
2.3 Pemilihan Fluida Hidrolis ... 11
2.4 Pemilihan Pipa Beserta Dasar Perhitungan Pipa... 16
2.5 Dasar – dasar Perhitungan Bengkokan Pipa ... 18
2.6 Pemilihan Bahan Pipa ... 23
2.7 Menganalisa dengan Metode Elemen Hingga... 29
BAB III ANALISA PERHITUNGAN PADA PIPA... 34
3.1 Perhitungan Fluida Yang Bekerja Pada Pipa ... 34
3.2 Pemilihan Bahan Pipa Serta Perhitungan Ketebalan Pipa ... 37
3.3 Perhitungan Panjang Pipa ... 40
3.4 Metode dan Tata Kerja... 42
3.4.1 Data dan Rangkaian Pemipaan ... 42
3.4.2 Alur Untuk Menganlisis... 43
BAB IV KESIMPULAN... 60
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
Gambar 1.1 Skematik Kerja Sistim Boom Actuator Pada Excavator... 5
Gambar 2.1 Excavator Hydraulic Sistem...8
Gambar 2.2 Realisasi Bengkokan Pipa ... 9
Gambar 2.3 Nomograph Untuk Menentukan Diameter Dalam Dari Hose...15
Gambar 2.4 Batas Lengkungan Dan Panjang Lengkung Pipa ... 19
Gambar 2.5 Batas Lengkungan Dan Panjang Lengkung Pipa ... 20
Gambar 2.6 Lengkungan Offset... 20
Gambar 2.7 Konstruksi Pipa ... 21
Gambar 2.8 Gambaran Pipa Pada Solid Work... 22
Gambar 2.9. Grafik Tegangan Dan Regangan... 26
Gambar 2.10 Ilustrasi Sebuah Balok Dengan Suhu Yang Merata... 26
Gambar 2.11 Tabel Material ... 29
Gambar 2.12 Elemen Setelah Diberi Meshing...30
Gambar 3.1 Pemberian Meshing Dan Kondisi... 44
Gambar 3.2 Distribusi Tegangan ( Von Mises ) Pada Masing-masing Bahan... 45
Gambar 3.3 Distribusi Pergeseran ( Displacement ) Pada Masing-masing Bahan... 46
Gambar 3.7 Faktor Keamanan Dengan Adanya Perubahan Ketebalan ... 56
Gambar 3.8 Distribusi Tegangan ( Von Mises )
Akibat Perubahan Ketebalan... 57
Gambar 3.9 Distribusi Tegangan, Pergeseran Beserta
Tabel 3.1 Perhitungan Viskositas Dinamik dan Kinematik ... 36
Tabel 3.2 Perhitungan Ketebalan Pipa ... 39
Tabel 3.3 Perhitungan Tekanan Pecah ... 40
Tabel 3.4 Data Spesifikasi Bahan As -Rolled... 42
Tabel 3.5 Perhitungan Berat Pipa... 48
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Berat Fluida ... 48
Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Berat Total... 49
Tabel 3.8 Perhitungan Jarak Tumpuan... 50
Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Regangan Pada Pipa ... 52
Tabel 3.10 Harga Maksimum dan Minimum Setiap Bahan ... 53
Tabel 3.11 Pengaruh Perubahan Ketebalan Pipa ... 55
Tabel 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Bahan ... 61
Tabel 4.2 Dengan Adanya Perubahan Ketebalan... 63
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dengan bertumbuh pesatnya perluasan industri di negara Indonesia dewasa ini, perluasan kawasan industri baru semakin banyak. Hal ini membutuhkan tenaga–tenaga ahli dan peralatan–peralatan yang mendukung untuk terciptanya suatu kawasan industri yang baru.
Dalam perluasan tempat operasi yang baru, diperlukan armada–armada peralatan berat yang mendukung perluasan lahan seperti Bull dozer, Backhoe, Scraper, Grader, dan masih banyak lagi. Peralatan tersebut tidak lepas dari perangkat – perangkat kinerja yang modern seperti transmisi yang sudah memakai sistim Gear Sun dan sistem pengangkat sudah memakai Hydraulics System baik secara mechanism ataupun elektronik.
Pipa merupakan suatu alat transportasi fluida cair atau gas, dan di dalam sistim hidrolis, peranan pipa sangat berpengaruh besar dalam pendistribusian daya dari pompa menuju ke komponen–komponen lainnya. Sehingga dalam pemilihan pipa dan pemasangan pipa haruslah lebih teliti, pada sistim hidrolis kemungkinan kebocoran pada sambungan pipa akan mudah terjadi akibat dari tekanan fluida yang cukup besar.
Adapun beberapa kriteria secara umum dalam hal pembebanan yang dialami oleh sistim perpipaan antara lain:
1. Pembebanan Statis
Pembebanan statis merupakan pembebanan yang diakibatkan oleh adanya pengaruh–pengaruh berat yang terjadi pada pipa itu sendiri. Adapun pengaruh–pengaruh gaya yang terjadi dalam sistem perpipaan:
-. Efek dari berat pipa itu sendiri, di mana terbagi atas Live Load dan
Dead Load
-. Pengaruh ekspansi Thermal dan konstraksi
-. Pengaruh dari support, anchor, dan terminal movements
-. Kapasitas tekanan dalam atau luar. 2. Pembebanan Dinamis
Pembebanan dinamis merupakan pembebanan yang diakibatkan oleh adanya pengaruh dari perubahan-perubahan keadaan lingkungan ataupun pengaruh dari pembebanan statis. Pengaruh pembebanan dinamis seperti: -. Keadaan angin
-. Gaya tumbukan
-. Beban Seismic (gempa bumi) -. Saluran keluaran
Dalam perancangan sistem perpipaan hidrolis pada Excavator, aplikasi jalur sistem perpipaan terkontak langsung dengan lingkungan luar. Hal ini sangat mempengaruhi terjadinya ekspansi termal yang terjadi pada pipa.
1.2
PERUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
Perumusan dan batasan masalah dalam penyusunan tugas akhir ini adalah mengenai “ Analisa Bengkokan Pipa Pada Backhoe dengan Menggunakan COSMOS Work ”.
Batasan masalah dalam penyusunan tugas akhir ini meliputi: 1. Pemilihan material pipa
2. Analisa Pipa dengan adanya pembebanan yang terjadi pada pipa
3. Analisa pengaruh suatu material yang mendapatkan proses heat treatment terhadap beban-beban internal dengan menggunakan COSMOS Work. 4. Analisa pengaruh perbedaan ukuran ketebalan terhadap pembebanan
internal dalam pipa dan pembebanan suhu.
Perumusan dan batasan masalah tersebut direalisasikan dalam bentuk: 1. Beberapa perhitungan.
2. Gambar analisa pipa
1.3
TUJUAN ANALISA
Dalam penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisis bengkokan pipa dengan menggunakan COSMOS Work terhadap pengaruh– pengaruh pembebanan statis yang terjadi pada pipa.
1.4
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mengambil beberapa teori mengenai sirkuit sistem hidrolis. Sebagai landasan dalam menganalisa sistim pemipaan. Pada Gambar 1.1 dapat dilihat skematik dari cara kerja sistim boom actuator pada excavator, tekanan kerja yang menjadi dasar dalam penulisan diambil dari (Caterpilar Performance Handbook, Edisi 26) sebesar 4550 Psi. Tekanan ini telah diatur dari Relief Valve yang merupakan suatu pengaman, agar dapat menjaga tekanan pada batasan yang sudah ditentukan, dengan cara membuka dan mengalirkan kelebihan oli ke circuit yang lain atau dialirkan kembali ke tangki. Untuk mengatur cara membuka dan mengalirkan kelebihan oli ini dalam Relief Valve diberikan spring. Kekakuan dari spring
yang keluar pada control valve perlu analisa–analisa perhitungan lebih lanjut. Dari keadaan ini penulis mengambil langsung tekanan implement circuit
dengan tidak memperhitungkan adanya penurunan–penurunan tekanan yang terjadi pada control valve.
BAB II
DASAR TEORI
Secara umum prinsip perancangan sistem perpipaan hidrolis dengan sistem perpipaan lainnya hampir sama. Hal yang sedikit berbeda adalah pada pemilihan katup-katup yang mengontrol aliran fluida dan pemilihan sambungan-sambungan. Sambungan tee, elbow 900 yang umumnya digunakan dalam sistem perpipaan, tidak digunakan dalam sistem hidrolis. Hal ini dikarenakan kemungkinan kebocoran pada sambungan sistem pipa hidrolis mudah terjadi, sehingga sambungan – sambungan tersebut dapat digantikan dengan house, tubing,
coupling, nipel, atau jenis sambungan lainnya. Jadi untuk penyambungan perpipaan pada sistem hidrolis, penyambungan dengan menggunakan las dilakukan seminimal mungkin.
Hal yang perlu diketahui sebelum masuk ke perancangan sistem perpipaan hidrolis pada excavator terlebih dahulu harus mengerti tentang sistem hidrolis pada excavator. Sistem hidrolis adalah suatu mekanisme pemindahan tenaga dengan menggunakan fluida oil sebagai perantaranya. Dalam sistem hidrolis terjadi transfer tenaga mekanis dari putaran pompa atau piston yang diubah menjadi tenaga kinetik. Fluida oli dengan kecepatan dan tekanan tertentu yang diubah kembali menjadi tenaga mekanik. Pemilihan sistem hidrolis pada alat berat berdasarkan pada keuntungan pemakaian dibanding dengan sistem yang lain. Kelebihan penggunaan sistem hidrolis :
- Dapat menyalurkan tenaga yang besar serta mencegah over load. - Lebih sederhana dan fleksibel (pada attachment-nya).
- Adanya pengurangan getaran dan kejutan yang besar (pada sistem transmisi). Kelemahan penggunaan sistem hidrolis :
- Peka terhadap kebocoran pada sistem perpipaan dan peka terhadap perubahan temperatur fluida oil, sehingga perlu adanya alat pendingin yang baik.
- Sistem kerja pada mekanisme penyaluran sangat kompleks (perlu sistem pengaturan, sistem perpipaan dan perkatupan yang banyak), sehingga pemeliharaannya lebih berat dan harus teliti.
- Kesulitan dalam penyediaan minyak hidrolis untuk jobsite yang jauh. Sistem hidrolis dirancang berdasarkan sifat-sifat dari fluida, yaitu :
- Cairan merupakan suatu fluida yang tidak termampatkan (incompressible)
- Fluida meneruskan tekanan sama besar ke segala arah.
- Fluida tidak mempunyai bentuk tersendiri, bentuknya mengikuti wadahnya. Gaya yang diteruskan oleh fluida, berbanding lurus dengan luas bidang tekannya.
Dalam perancangan sistem perpipaan hidrolis pada peralatan berat, pompa merupakan salah satu peranan terpenting untuk mendukung transportasi fluida menuju komponen – komponen lainnya.
Dalam pemilihan pompa pada umumnya banyak mengunakan tipe Gear Pump,
Sedangkan dalam pemilihan material pipa lebih meggunakan pipa dengan bahan baja. Pada gambar 2.1 kita dapat melihat skema kerja sistem hidrolik dari Excavator ( backhoe ) :
Gambar 2.1 Excavator Hydraulic Sistem
2.1
SISTEM MEKANISME KERJA
Hal tersebut dipilih karena, putaran dan daya pada posisi tersebut lebih stabil, dibanding dengan pengambilalihan daya dan putaran pada posisi setelah poros
output torqflow transmision, yang cenderung berubah-ubah sesuai dengan tingkat kecepatannya. Tenaga yang diperlukan hydraulic pump akan mengurangi tenaga yang bekerja pada output torqflow transmision, akan tetapi kerja dari sistem hidrolik pada work equipment, torqflow transmission dan steering mechanism
tidak bekerja secara bersamaan.
2.2
DATA DAN SPESIFIKASI
Pada penulisan tugas akhir ini perancang mengambil analisa pipa yang dilakukan pada bagian boom actuator (cylinder) sebuah excavator tipe 322 Catepilar.
Pada Gambar 2.2 akan direalisasikan bagian pipa yang akan dianalisis.
Data spesifikasi yang didapat dari lapangan: 1. Manufaktur SAMSUNG
2. Machine type SE 21 - 2 3. Mechine power 101,5 kW 4. Panjang silinder Boom 150 cm 5. Diameter silinder luar Boom 14 cm
6. Diameter luar dari pipa saluran keluar silinder 2.735 cm =1.076772 inci Karena keterbatasan dari spesifikasi yang telah diambil dari lapangan akan tipe dari keseluruhan perangkat pendukung dari excavator ini, maka data–data tersebut dikonversikan ke dalam standarisasi dari Caterpilar Performance Handbook edisi 26. Dengan menyesuaikan kapasitas machine power 101.5 kw maka dipilih pendekatan dengan tipe 322, data spesifikasi dari tipe ini adalah:
1. Flywhell Power 114 Kw 2. Operating wight 22650 kg
3. Relive valve setting
- Implement Circuit 4550 psi
Implement Circuit merupakan jalur kebutuhan kerja sistem hidrolis yang mencakup bagian boom, ram, dan bucket pada sebuah excavator.
- Travel Circuit 4980 psi
Travel Circuit merupakan jalur kebutuhan kerja sistem hidrolis yang mencakup bagian gerak berjalan dari excavator.
Swing Circuit merupakan jalur kebutuhan untuk gerak berputar kubah pada excavator.
4. Hidrolik pump 205 L/min
Tekanan yang bekerja untuk silinder boom dipakai sebasar 4550 psi. Desain konstruksi dari pipa dipakai dari data pengamatan di lapangan, desain tersebut akan di realisasikan ke dalam program Solid Work dan akan dianalisis dengan menggunakan program COSMOS Work.
2.3 PEMILIHAN FLUIDA HIDROLIS
Fluid (zat cair) merupakan fluida in compressible, dalam sistem hidrolis dipilih fluida cair dikarenakan:
1. Cairan dapat mengikuti tempat wadah. 2. Zat cair tidak dapat dimampatkan
3. Zat cair dapat meneruskan tekanan ke semua arah.
Yang membedakan pemilihan fluida cair dikarenakan ruang yang ditempati oleh zat cair sangat besar dbandingkan dengan fluida gas, oleh sebab itu
fluid dapat mentransmisikan power saat itu juga dalam sebuah sistem hirolis.
1. Fungsi utama dari hydraulic fluid oil adalah (PT.Trakindo Utama.CAT, Training Center):
2. Sebagai media transmisi tenaga (transmitting power)
3. Melumasi bagian yang bergesekan (lubricating).
4. Sebagai pendingin (cooling)
8. Memiliki titik beku yang rendah dan titik didih yang tinggi.
9. Viskositas (kekentalan) yang sesuai berfungsi untuk menutupi
(sealing).
Sifat viskositas oli :
1. Viskositas adalah hambatan terhadap oli untuk mengalir pada temperatur tertentu. Jika zat cair mengalir dengan mudah berarti viskositasnya rendah dan sebaliknya.
2. Viskositas zat cair dipengaruhi oleh suhu dan bilamana zat cair menjadi lebih panas, maka viskositasnya menjadi lebih rendah dan sebaliknya.
3. Viskositas indek adalah ukuran kekentalan zat cair seiring dengan berubahnya temperatur. Jika oli menjadi lebih kental pada suhu rendah dan sangat encer pada suhu tinggi, berarti oli tersebut mempunyai viskositas indek rendah dan sebaliknya. Viskositas indek menurut
Petroleum Oil dinyatakan dengan SAE (Society of Automotive
Engineers). Contoh SAE 5W, SAE 10W...SAE 40W, berarti semakin kecil angkanya dapat mengalir baik pada temperatur rendah dan semakin besar angkanya semakin kental dan diperuntukkan pada temperatur kerja tinggi.
Dalam memilih oli untuk kebutuhan sistem hidrolis pada kendaraan alat berat harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
2. Oli tidak berubah secara mekanik dan kimia dalam kerjanya berkenaan dengan perubahan suhu dan gesekan fluida dalam sistem perpipaan. Dalam menentukan kecepatan fluida dalam pipa dapat digunakan Persamaan 2.1 ( www. HydraulicSupermarket.com ) :
2 22 . 21 i d Q
v= × ... (2.1)
dengan : v = velocity ( kecepatan ) ( ft/sec ) Q = Debit aliran ( L/min )
di = Diameter dalam pipa atau house ( mm)
Dalam sistem perpipaan gesekan yang diakibatkan oleh fluida dan pipa atau hose mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan ( Pressure drop ), sehingga pada saat merancang perpipaan penurunan tekanan haruslah diperhitungkan. Hal ini dikarenakan apabila penurunan tekanan terjadi sangat besar maka distribusi daya tidak dapat maksimal, sehingga keadaan ini sangatlah berpengaruh dalam perancangan suatu perpipaan pada peralatan berat. Untuk mencari penurunan tekanan pada pipa lurus terlebih dahulu haruslah mengkalkulasi beberapa persamaan, antara lain:
1. Perhitungan kecepatan fluida ( velocity ) dengan persamaan ( 2.1). 2. Perhitungan Reynold Number ( Re ) dengan persamaan ( 2.2 )
v
D
×
×
=
1000
v
Re
... ( 2.2 )dengan : Re = Reynold Number
υ = viskositas kinematik fluida (cSt)
3. Perhitungan faktor gesekan
Dalam menghitung faktor gesekan, apabila aliran merupakan laminar ( Re < 2300) maka dapat dihitung dengan persamaan ( 2.3 )
Re 64
=
f ... ( 2.3 )
dengan : f = faktor gesekan
Apabila aliran merupakan aliran turbulen ( 2300 < Re < 10000 ) maka kehilangan gesekan dapat dihitung dengan persamaan ( 2.4 )
25 . 0 Re 3164 .
0 × −
=
f ... ( 2.4 )
4. Perhitungan penurunan tekanan
Dalam menghitung penurunan tekanan maka hasil dari perhitungan di atas dikalkulasikan ke dalam persamaan ( 2.5 )
D L f p
2 v2× × ×ρ
=
Δ ... ( 2.5 )
dengan : ∆p = penurunan tekanan ( Pa )
v = kecepatan fluida ( velocity ) ( m/sec )
f = factor gesekan
L = Panjang pipa atau hose ( m )
ρ = densitas fluida ( 870 – 890 kg/m3, untuk minyak hidrolik
(www.IndustrialHydraulicControl.com) )
Gambar 2.3. Nomograph Untuk Menentukan Diameter Dalam Dari Hose
( selang ) (www.IndustrialHydraulicControl.com)
2.4
PEMILIHAN PIPA BESERTA DASAR PERHITUNGAN
KETEBALAN PIPA
Pipa yang digunakan dalam sistem hidrolis biasanya menggunakan tube dan hose. Pada setiap sambungan lebih menggunakan coupling, adapters, ataupun
nipels. Dalam menentukan pemilihan ketebalan dinding minimum pada pipa dapat kita tentukan dari persamaan ( Sam Kannappan, P. E, Hal 22 ) :
A PY) 2(SE PD t q o
m = + + ... ( 2.6 )
= t + A
dengan : tm = Tebal minimum dinding pipa yang dibutuhkan ( inc )
t = ketebalan karna adanya tekanan ( inc ) P = tekanan di dalam pipa ( psi )
Do = Diameter luar pipa ( inc )
S = Hot stress ( psi )
A = faktor penambahan ketebalan untuk pekerjaan pada pipa, apa itu memuat ulir, las, korosi, ataupun erosi.
Eq = kualitas faktor
Eq = EcEjEs
Ec = Faktor Casting
Ej = Faktor sambungan
Es = konstanta
Dapat dilihat pada tabel ( Sam Kannappan, P. E, Hal. 23 ): o D d d Y , 6 d t jika + = ≥
dengan : d = diameter dalam pipa = Do – 2t
Pipa yang digunakan adalah jenis tube ( pipa tabung ) dengan pembengkokan sebagai pengganti dari sambumgan elbow, pembengkokan dilakukan dengan cara perlakuan rol, kemudian tube yang telah di rol mendapat perlakuan panas untuk mendapatkan kembali susunan struktur pada keadaan semula. Adapun hal yang perlu diperhitungkan dalam memilih ukuran tube
haruslah memperhatikan tekanan pecah ( burst pressure ) hal ini bertujuan untuk menentukan kualitas bahan dari tube itu sendiri. Pada umumnya untuk menentukan tekanan pada pipa hidrolis dapat dicari dengan persamaan (2.7.1, 2.7.2, 2.7.3) (www.IndustrialHydraulicControl.com):
1. Rumus Barlow
o
D S
P=2×tm× ...( 2.7.a )
2. Rumus Boardman
) t (0.8 -D S t 2 P o m m × × ×
= ...( 2.7.b )
3. Rumus Lame
(
)
(
2 2)
2 2 d D d D S P + − ×
= ...( 2.7.c )
tm = ketebalan minimum dinding tube ( inc )
S = Minimum Ultimate Tensile Strength dari material tube ( psi ) Do = Diameter luar dari tube ( inc )
di = Diameter dalam dari tube ( inc )
2.5 DASAR - DASAR PERHITUNGAN BENGKOKAN PIPA
2.5.1 Bengkokan Pipa
Hal yang harus diketahui dalam merancang bengkokan pada pipa terlebih dahulu yaitu cara untuk memenuhi ketentuan dalam merancang bengkokan pipa. Pada perhitungan lengkungan pipa (bengkokan pipa) ini dikenal rumus–rumus dasar sebagai berikut:
Keliling lingkaran = 2 π R Luas lingkaran = πR2
AC = R = jari – jari 2AC = 2R = D = diameter b = sudut
a = panjang arc
a =
180 b R×
×
π
= b X R X 0.01745
DE = 2R sin
Untuk lebih jelasnya dalam memperhitungkan panjang dari pipa pada standar pembengkokan dapat dilihat pada Gambar 2.4 beserta Tabel 2.2
Gambar 2.4 Batas Lengkungan Dan Panjang Lengkung Pipa
Tabel 2.1 Panjang Pipa Pada Standar Pembengkokan (Raswari Hal. 102 )
Derajat sudut Kelipatan jari - jari Derajat sudut Kelipatan jari - jari 15 221/2 30 45 60 72 90 1121/2 120 0.262 0.393 0.524 0.785 1.047 1.257 1.571 1.963 2.094 135 150 180 210 240 270 300 360 540 2.356 2.618 3.142 3.665 4.189 4.712 5.236 6.283 9.425
( satuan inchi )
2.5.2 Batas Lengkung (
Setback
) dan Panjang Lengkung
Setback adalah ukuran yang digunakan untuk meletakkan batas lengkung
suatu pipa. Batas ini ditunjukkan oleh jari – jarinya. Di dalam tata letak perpipaan,
akan bertemu di satu titik. Setback ini akan bervariasi panjangnya sesuai dengan sudut serta jari – jarinya. Dalam menentukan setback dapat dicari dengan persamaan:
Setback = jari – jari X tg ½ sudut lengkung
Gambar 2.5 Batas Lengkungan Dan Panjang Lengkung Pipa ( Raswari, Hal 102 )
2.5.3
Lengkungan Offset
Lengkungan offset adalah jarak sumbu pipa akibat lengkungan pipa.
Dalam menentukan lengkungan offset terlebih dahulu kita harus memperhitungkan:
1. Offset = run x tg b
2. Travel =
b Offset
sin
3. Setback = R x tg ½ ( b )
4. Panjang lengkungan =
180 R b×
×
π
dengan : b = sudut R = jari – jari
Pada Gambar 2.6 terdapat istilah travel dan run. Travel merupakan jarak hantaran fluida memasuki antara pertemuan dari titik setback pada bengkokan pertama menuju setback ke bengkokan kedua, sedangkan Run merupakan jarak antara seatback bengkokan pertama dengan bengkokan yang kedua.
2.5.4
Perhitungan Gabungan Lengkungan
Pada Gambar 2.7 di atas konstrusi dari pipa merupakan gabungan anatara beberapa lengkungan. Untuk mencari panjang keseluruhan dari pipa dapat dicari dengan perhitungan gabungan bengkokan dan seatback . Hal ini bertujuan untuk menentukan panjang pipa keseluruhan dengan memenuhi dasr standarisasi pembengkokan pada pipa. Konstruksi dari pipa akan digambar ulang dengan menggunakan program Solid Work dengan mengacu pada data – data yang telah di ketahui baik dari referensi ataupun data–data dari lapangan gambar tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.8 di bawah ini.
2.6
PEMILIHAN BAHAN PIPA
Bahan dari pipa pada saat pengambilan data tidak diketahui, sehingga pada analisa ini bahan yang digunakan pada pipa akan mengacu pada beberapa macam data- data yang telah ada pada reverensi – reverensi. Dalam analisis ini penulis akan menganalisa dengan membandingkan 3 jenis bahan, hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan yang ditimbulkan karena adanya pembebanan yang terjadi di dalam pipa yang disebabkan karena adanya pengaruh suhu operasi serta pembebanan tekanan kerja di dalam pipa.
Hal yang harus diketahui dalam pemilihan bahan material untuk pipa mengacu pada kebutuhan dalam menganalisis dengan menggunakan COSMOS Work. Data–data yang perlu diperhatikan dalam memenuhi kebutuhan untuk data material ini antara lain:
1. Modulus Elastik Bahan
Modulus elastisitas ( Young’s Modulus ) E memiliki harga yang relatif tinggi untuk bahan yang sangat kaku ( stiff ), seperti logam konstruksi. Sedangkan untuk bahan –bahan yang lebih lentur ( flexible ) memilikki modulus elastik yang lebih rendah. Untuk keadaan tekan ataupun dalam keadaan tarik harga E sama. Dalam Cosmos Work satuan untuk modulus elastis dinyatakan dalam N/m2, sedangkan pada umumnya dinyatakan dalam Gpa. Modulus elastisitas merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan, sehingga dapat dituiskan kedalam Persamaan 2.8 (Hans Wospakrik, Hal 19 ):
∈ =τ
dengan: E = Modulus Elastisitas( N/m2 )
τ = Tegangan ( Mpa )
∈= regangan
2. Angka poisson Ratio dari bahan
Angka poisson ( nu ) v, merupakan perbandingan antara regangan
lateral dan regangan aksial dalam arah lateral ( tegak lurus terhadap arah bekerjanya beban ) dapat dinyatakan dengan:
aksial regangan lateral regangan v − − =
Regangan lateral sebanding dengan regangan aksial dalam jangkauan
elastis linier, asalkan suatu bahan merupakan homogen dan isotropik. Suatu bahan dikatakan homogen apabila ia memiliki komposisi yang sama di seluruh badan, karena itu sifat – sifat elastisnya sama di setiap titik dalam badan. Sedangkan bahan isotropik yaitu suatu bahan yang mempunyai sifat – sifat elastis yang sama dalam semua arah. Dengan demikian, bahannya haruslah homogen dan isotropik agar regangan– regangan dalam keadaan tarik sama pada setiap titik.
Untuk mencari nilai harga dari regangan lateral dapat ditentukan dari Persamaan 2.9
∈lateral = -v. ∈... ( 2.9 )
Sedangkan untuk menentukan harga dari regangan aksial didapatkan dari hukum Hooke pada Persamaan 2.8.
3. Modulus Geser ( Shear Modulus ( N/m2 ) )
) 2(1 E G v +
= ... ( 2.10 )
dengan : G = Modulus Geser ( N/m2 ) E = Modulus elastis ( N/m2 )
v = Poisson ratio
4. Berat jenis ( Mass Density ( kg / m3 ))
Untuk menghitung berat jenis dari bahan ataupun sauatu material kita dapat mencari dengan menggunakan rumus dasar Persamaan 2.11
v m
=
ρ ... ( 2.11 )
dengan : ρ = Massa jenis ( kg/m3 )
m = massa ( kg ) v = volume ( m3 )
5. Tensile strenght ( N/m2 )
Tensile strenght merupakan suatu batasan kekuatan maksimum bahan terhadap pembebanan yang diberikan pada bahan sebelum mengalami
fracture ( kepatahan ). Harga dari Tensile Strenght ini dapat dilihat dari hasil-hasil pengujian yang telah ada.
6. Yield Strength ( N/m2 )
True σ−ε Curve
Gambar 2.9. Grafik Tegangan Dan Regangan
Untuk analisis dengan menggunakan Cosmos Work sebagian bahan material sudah tersedia pada library dari program tersebut ataupun dapat menggunakan data – data pengujian yang telah ada dengan mengacu pada
Machine Design Data Book Bab I Properti of Engineering Material.
7. Termal Expansion coeficient ( /K )
Perubahan temperatur sebuah benda cenderung menghasilkan perubahan dalam dimensinya. Jika suatu bahan misalnya sebuah balok dipanaskan secara merata maka rusuk-rusuk balok akan memanjang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.10 sebuah ilustrasi sederhana dari efek yang diakibatkan oleh perubahan panas.
Dari ilustrasi gambar di atas dapat dilihat sebuah perubahan bentuk yang diperlihatkan dengan garis putus-putus dimana titik A sebagai titik acuan dan balok diberikan panas secara merata. Dalam hal ini balok mengalami suatu regangan termal merata ( uniform thermal strain ) ∈t
yang dapat dituliskan pada Persamaan 2.12
t
∈=α(ΔT) ...( 2.12 )
dengan : α = koefisien thermal ( coefficient of thermal expansion )
ΔT= pertambahan temperatur ∈t= regangan termal merata
Regangan termal merupakan suatu besaran tanpa dimensi yang diambil berharga positif apabila ia menyatakan pemuaian sedangkan negatif apabila ia menyatakan penyusutan.
8. Thermal conduktivity ( W/ m.K )
Konduktifitas termal merupakan kemampuan suatu bahan dalam menghantar panas. Untuk menentukan konduktifitas suatu bahan dapat dicari dengan menggunakan tabel pada referensi – refensi tentang material. Pada Cosmos Work konduktifitas termal pada setiap bahan sudah tersedia pada tabel material. Untuk mencari harga dari konduktifitas termal dapat digunakan persamaan ( 2.13 )
(
)
) ( 2 / ln 1 2 0 T T L d D Q i − = πλ ...( 2.13 )
Do = Diameter luar ( m )
di = Diameter dalam ( m )
L = Panjang (m ) T2 = Temperatur luar
T1 = Temperatur dalam
9. Specifik heat (( Cv ) ( J/kg.K ) )
Panas jenis merupakan kemampuan suatu bahan dalam menaikkan temperatur, dikatakan menaikkan temperatur disini adalah penyerapan panas suatu bahan. Biasanya harga dari panas jenis sudah tertera dalam tabel propertis. Dalam Cosmos Work nilai dari panas jenis suatu bahan sudah tertera. Untuk mencari harga dari panas jenis dapat dicari menggunakan persamaan:
k C
Cv = p ……….. ( 2.14 )
dengan: Cv = Panas jenis ( J/kg.K )
Cp = Panas jenis dengan adanya perubahan temperatur ( J/kg.K )
k = Specific heat ratio
Dalam analisis menggunakan Cosmos Work nilai dari konduktivitas termal dan panas spesifik tidak mempengaruhi terhadap bahan, sehingga dapat diabaikan.
Gambar 2.11 Tabel Material
2.7
MENGANALISA DENGAN MENGGUNAKAN METODE
ELEMEN HINGGA
Dalam menganalisis pemipaan dengan menggunakan program COSMOS Work, analisis menggunakan prinsip dari metode elemen hingga (FEA ( Finite
Element Analisis)). Analisa dengan menggunakan metode elemen hingga
BentukCAD Bentuk meshing
Gambar 2.12 Elemen Setelah Diberi Meshing
Gabungan dari setiap elemen-elemen tersebut dapat disusun ke dalam persamaan-persamaan matrik yang dapat diselesaikan secara numerik dan hasilnya menjadi jawaban dari kondisi pembebanan yang diberikan pada benda kerja tersebut. Berdasarkan Gambar 2.9 dari tabel pemilihan material, tipe bahan di asumsikan Linier Elastic Isotropic sehingga persamaan matrik yang digunakan dalam menganalisa tegangan dan regangan dengan menggunakan COSMOS Work dengan adanya pembebanan termal dapat dilihat pada Persamaan 2.15 (COSMOS
Work Online Manual User Guide). Dikatakan Linier Elastik Isotropic ialah bahwa sutau bahan memiliki harga
tegangan elastis yang sama dalam semua arah, baik dalam arah tangensial, aksial dan radial.
Hasil dari perhitungan dengan menggunakan COSMOS Work akan dikalkulasikan ke dalam gambar tegangan vonmises, dasar perhitungan hasil dari tegangan
... ( 2.15 )
[
{
2 (1/2)3 1 2 3 2 2 2
1 ) ( ) ( ) /2
(σ σ σ σ σ σ
σvonMises= − + − + −
]
}
...(2.16)dengan : σ1,σ2,σ3 merupakan tegangan pada setiap arah sumbu koordinat
Dalam bidang tiga dimensi harga σ1,σ2,σ3 merupakan suatu prisip dari tegangan
dalam arah triaxial, harga ini dapat dicari dengan Persamaan (2.17.a.b.c).
(
)
[
(
1)
( )2 -1 E 3 2 1 2
1 ε ε ε
σ − + +
−
= v v
v
v
]
...(2.17.a)(
)
[
(
1)
( )2 -1 E 1 3 2 2
2 ε ε ε
σ − + +
−
= v v
v
v
]
...(2.17.b)(
)
[
(
1)
( )2 -1 E 2 1 3 2
3 ε ε ε
σ − + +
−
= v v
v
v
]
...( 2.17.c )harga – harga dari ε1,ε2,ε3 merupakan nilai dari prinsip regangan dalam arah
triaxial, harga-harga dari regangan ini dapat dicari dalam Persamaan (2.18.a.b.c):
(
[
1 2 31
1 σ σ σ
ε = −v +
E
)
]
...( 2.18. a )(
[
2 3 12
1 σ σ σ
ε = −v +
E
)
]
...( 2.18. b )(
[
3 1 23
1 σ σ σ
ε = −v +
Suatu struktur (pipa) perlu sekali mendapat perhatian yang khusus hal ini bertujuan untuk mengetahui akan kekuatan bahan pipa dalam mendistribusikan tegangan–tegangan akibat pembebanan internal. Sehingga jika hendak menghindari akan adanya keruntuhan suatu struktur, maka beban yang seharusnya dapat ditopang haruslah lebih besar daripada beban yang seharusnya ditopang apabila digunakan atau dengan kata lain kekuatan sebenarnya dari suatu struktur haruslah melebihi kekuatan yang dibutuhkan. Dalam analisis dengan menggunaka program ini tidak lepas dari hasil tegangan maksimum von Mises, dapat diketahui akan adanya faktor keamanan suatu struktur, apakah benda tersebut layak untuk digunakan atau tidak. Untuk menentukan harga faktor keamanan akibat dari tegangan maksimum yang ditimbulkan dapat dilihat dari Persamaan ( 2.19 ) (COSMOS Work Online Manual User Guide).
Faktor of Safety(FOS)=σlimit/σvonMises... ( 2.19 )
1 < Limit VonMises σ σ
dengan : σlimit= tegangan yield
Syarat yang harus terpenuhi akan kekuatan dari bahan menurut kesepakatan faktor keamanan (FOS) haruslah lebih besar daripada 1,0 jika harus dihindari kegagalan. Apabila bergantung kepada keadaan operasi, maka faktor keamanan yang harganya sedikit di atas 1,0 hingga 10 yang dipergunakan.
Sedangkan untuk menganalisa adanya pergeseran maksimum yang
diakibatkan oleh tegangan geser mutlak (τmax) ketika mencapai keadaan tegangan
pengujian tegangan, dan bahan dari material merupakan ductile, sehingga tegangan geser maximum dapat dicari dari Persamaan (2.20) (COSMOS Work
Online Manual User Guide).
τmax≥ σlimit/ 2 ...( 2.20 )
Harga τmax didapat dari τ12, τ23and τ13 dengan menggunakan metode MOHR’S
CIRCLE (Strees-strain Relation, K. Lingaiah, ( 2.10 )) dalam arah triaxial dengan Persamaan (2. 21)
τ12 = (σ1 - σ2)/2; τ23 = (σ2- σ3)/2; τ13 = (σ1- σ3)/2...( 2. 21 )
Faktor keamaan yang diakibatkan karena adanya tegangan geser dapat dicari melalui Persamaan (2.22) :
Factor of safety (FOS) = σlimit /(2*τmax) ...( 2. 22 )
1 5
. 0
max <
Limit σ τ
BAB III
ANALISIS PERHITUNGAN PADA PIPA
3.1 PERHITUNGAN FLUIDA YANG BEKERJA PADA PADA
PIPA
Fluida yang berkerja pada pipa adalah jenis oli dengan type Tresso N45 sehingga fluida ini dapat dikatakan inCompressibel, kekentalan fluida sangat berpengaruh pada perubahan temperatur. Spesifikasinya ( menurut standar DIN 51560 ) adalah sebagai berikut:
1. Pada temperatur 313 ° F (40°C) dengan Vcst 38 = 177.5 SUS = 38 x 10-6
m2/det standart SAE 10.
2. Pada temperatur 393 ° F (120 °C) dengan Vcst 4.3 = 40.16 SUS = 4.3 x 10-6
m2/det standart SAE 10.
3. Massa jenis ( ρ ) 0.873 kg/dm3 pada temperature 15 oC
Berdasarkan spesifikasi di atas, massa jenis fluida dalam operasi kerja 40 oC dapat dicari menggunakan persamaan ( 3. 1 ) menurut DIN 51757 di bawah ini:
0007 . 0 ) 15 ( 0 15 @ − − ×
=ρ C T
ρ ... ( 3.1 )
sehingga : 0007 . 0 ) 15 40 ( 873 . 0
1 = − − ×
ρ
= 0.8555 kg/dm3
= 855.5 kg/m3 pada temperatur 40 oC
0007 . 0 ) 15 120 ( 873 . 0
2 = − − ×
= 0.7995 kg/dm3
= 799.5 kg/m3 pada temperatur 120 oC dengan T = suhu pada saat operasi
Viskositas dan penurunannya dengan suhu mempunyai arti besar untuk proses distribusi. Perubahan suhu dan tekanan mengakibatkan perubahan pada kekentalan minyak. Hal ini dapat menyebabkan mampu padat minyak menjadi kurang. Perubahan kekentalan ini dapat dikatakan sebagai Viskositas dinamik, dan di antara Viskositas kinematis dengan Viskositas dinamis memiliki hubungan erat, sehingga hubungan ini dapat dicari dengan persamaan ( 3.2 ) di bawah ini:
ρ
η=v× ... ( 3.2 )
Viskositas dinamik pada suhu 40oC η = 38 x 10-6 m2/det × 855.5 kg/m3
= 0.032509 kg/(m.det) = 32.509 cP
= 0.032509 Pa.dtk
Viskositas dinamik pada suhu 120oC η = 4.3 x 10-6 m2/det × 799.5 kg/m3
= 0.00344 kg/(m.det) = 3.44 cP
= 0.00344 Pa.dtk
Kemampuan penyerapan panas dari minyak hidrolis ( specific heat ) ini dapat dicari dengan persamaan ( 3.3 ) di bawah ini :
) 00081 . 0 402 . 0 ( 4.19
c= × + ×T
ρ ... ( 3.3 )
sehingga:
Untuk temperatur 40 oC
) 40 00081 . 0 402 . 0 ( 8555 . 0 4.19
c= × + ×
= 2.129 kJ/( kg . C ) = 7.798 J/ ( kg K ) Untuk temperatur 120 oC
) 120 00081 . 0 402 . 0 ( 7995 . 0 4.19
c= × + ×
= 2.616 kJ/( kg . oC ) = 9.582 J/ ( kg K )
dengan : c = specific heat ( J / (kg.K) ) ρ = Massa jenis fluida (kg/dm3) T = Temperatur (oC )
Tabel 3.1 Perhitungan Viskositas Dinamik dan Kinematik
Suhu ρ vd c
( T )
vk (cst)
(kg/dm^3) (kg/m^3) ( Pa*s ) cP kJ/( kg . C ) J/ ( kg K )
40 38 0.8555 855.5 0.032509 32.509 2.12757 7.793296
45 31 0.852 852 0.026412 26.412 2.156227 7.898268
50 23.9 0.8485 848.5 0.020279 20.27915 2.185121 8.004105
55 21.5 0.845 845 0.018168 18.1675 2.214254 8.11082
60 18.7 0.8415 841.5 0.015736 15.73605 2.243629 8.218422
65 16 0.838 838 0.013408 13.408 2.27325 8.326923
75 12.5 0.831 831 0.010388 10.3875 2.33324 8.546667
80 10 0.8275 827.5 0.008275 8.275 2.363616 8.657933
85 9 0.824 824 0.007416 7.416 2.394249 8.770144
90 7.8 0.8205 820.5 0.0064 6.3999 2.425144 8.883313
95 6.7 0.817 817 0.005474 5.4739 2.456304 8.997451
100 6.1 0.8135 813.5 0.004962 4.96235 2.487732 9.112572
105 5.9 0.81 810 0.004779 4.779 2.519431 9.228687
110 5.5 0.8065 806.5 0.004436 4.43575 2.551406 9.34581
115 5 0.803 803 0.004015 4.015 2.583659 9.463954
120 4.3 0.7995 799.5 0.003438 3.43785 2.616195 9.583132
Perhitungan mengenai fluida ini tidaklah mempengaruhi kebutuhan pada analisis dengan menggunakan program Cosmos Work, perhitungan fluida ini bertujuan untuk mengetahui berat fluida yang berkerja pada pipa, untuk menentukan jarak penumpu.
3.2.
PEMILIHAN BAHAN PIPA SERTA PERHITUNGAN
KETEBALAN PIPA
Dalam memilih pipa atau tube, penulis mengacu pada data – data yang telah ada. Spesifikasi data yang telah ada tersebut anatara lain:
1. Tekanan yang bekerja pada pipa sebesar 4550 psi
2. Bahan material pipa menggunakan baja karbon rendah tipe AISI 1015 dengan kadar karbon 0 ,15% yang mendapatkan perlakuan As - rolled,
Annealed, dan Normalized. ( K. Langaiah. Tabel 1-1B,1-8, dan 1-9) dengan ukuran diameter luar dari pipa 2,735 cm atau 1.076772 inci. Data pengaruh dari beberapa perlakuan yang telah disebut di atas dapat dilihat di bawah ini:
a. Perlakuan As - rolled
Tensile Yield Strenght ( σsyt) = 313.7 Mpa
b. Perlakuan Normalized ( 1700 F )
Ultimate Tensile Strenght (σsut) = 424 Mpa
Tensile Yield Strenght ( σsyt) = 324.1 Mpa
c. Perlakuan Annealed ( 1600 F )
Ultimate Tensile Strenght (σsut) = 386.1Mpa
Tensile Yield Strenght ( σsyt) = 284.4 Mpa
Modulus Elastisitas Steel = 207 Gpa
Modulus of Rigidity = 81 Gpa
Dari data – data tersebut kita dapat menentukan diameter dalam pipa, sehingga diameter dalam pipa:
A PY) 2(SE PD t q o
m = + + ...( 3. 4 )
= t + A
dengan : tm = tebal minimum dinding pipa yang dibutuhkan ( inc )
t = ketebalan karena adanya tekanan ( inc ) P = tekanan di dalam pipa ( psi )
Do = diameter luar pipa ( inc )
S = hot stress ( psi )
sehingga untuk bahan AISI 1015 dengan perlakuan As - rolled
(
61002.87 1 4550 0.4)
2 1.076772 4550 × + × × × == 0.038993inci
Tabel 3.2 Perhitungan Ketebalan Pipa
ASME, equation Pemilihan tebal pipa
MATERIAL P S D y Eq t cm d cm
AISI 1015
As Rolled 4550 61002.87 1.076772 0.4 1 0.038993 0.099042 0.998786 2.536916
Annealed 4550 55999.07 1.076772 0.4 1 0.042368 0.107614 0.992037 2.519773
Normalized 4550 61496 1.076772 0.4 1 0.038689 0.098271 0.999393 2.538459
Dalam menentukan harga S (Allowable Stress) penulis mengambil referensi dari Machine Design Data Book mengenai sifat – sifat mekanis bahan. Sedangkan dalam menentukan harga S (Stress) pada Pipe Stress Analysis harga SA
merupakan harga tegangan yang diijinkan. Untuk menentukan harga SA dapat
dicari melalui persamaan (3.5)
SA= f ( 1.25 Sc + 0.25 Sh ) ... ( 3.5)
Dalam menentukan tegangan yang diizinkan (SA), harga yang diambil dari
minimum ultimate tensile. Hal ini dikarenakan dalam memperhitungkan dengan menggunakan persamaan 3.5 hasil tebal minimum yang didapat menjadi sangat tipis, sehingga menyulitkan dalam pemberian meshing pada permukaan benda. Untuk menentukan diameter dalam pipa dapat dicari melalui persamaan:
d = Do-2t
Untuk memeriksa maksimum tekanan pecah yang terjadi pada pipa digunakan persamaan Lame, sehingga diperoleh:
(
)
(
2 2)
2 2 d D d D S P + − × =
(
)
(
2 2)
2 2 998786 . 0 1.076772 0.998786 -1.076772 87 . 1002 6 + × =
= 4577.729 Psi
dengan : P = tekanan pecah (Burst Pressure) (psi)
S = Minimum ultimate Tensile Strength dari material tube (psi) D = diameter luar dari tube (inc)
d = diameter dalam dari tube (inc)
Tabel 3.3 Perhitungan Tekanan Pecah
Working Pressure Checking
AISI 1015 S D d P ( burst )
AS -Rolled 61002.87 1.076772 0.998786 4577.729
Annealed 55999.07 1.076772 0.992037 4579.59
Normalized 61496 1.076772 0.999393 4577.557
3.3.
PERHITUNGAN PANJANG PIPA
Dalam memperhitungkan panjang pipa, penulis mengkalkulasi kembali ukuran konstruksi pipa pada setiap bengkokan tanpa ada perubahan bentuk konstruksi diameter dari pipa. Pada Gambar (2.6) terlihat adanya bengkokan 90o dan lengkungan 15o, maka untuk bengkokan dengan derajat sudut pembengkokan 90o panjang pipa didapat:
= 1.571 x 20 = 31.42 cm
Sedangkan untuk lengkungan 15o maka:
Setback = jari – jari X tg ½ sudut lengkung
= 3.937008” x tg
2 15
= 0.52” = 1.3208 cm
Panjang pipa pada seatback 30o = 5.51 + (2 x 0.52”) = 6.55” = 16.637 cm sehingga panjang total dari pipa sebesar
3.4 METODE DAN TATA KERJA
3.4.1 Data Dan Rangkaian Pemipaan
Rangkaian pemipaan diambil dari salah satu bengkokan pipa dari
boom cylinder pada sebuah excavator. Dari data – data perhitungan di atas pipa dirangkai dengan menggunakan program Solid Work, dengan memasukkan data – data material dari referensi pada library. Analisa yang digunakan merupakan analisa pembebanan statis. Hal yang berpengaruh dalam pembebanan statis ini di antaranya adalah pembebanan tekanan di dalam pipa sebesar 4550 Psi dengan mengacu pada kebutuhan tekanan dari
implement circuit, sedangkan pembebanan termal diasumsikan pada
keadaan ekstrim dengan kondisi 1000 C.
Analisis pertama menggunakan bahan material AISI 1015 dengan perlakuan rool. Data spesifikasi dari bahan dapat dilihat pada Tabel 3.4
Density = 7870kilograms per cubic meter
Mass = 0.952 kilograms
Volume = 121.30 cm3
Surface area = 2453.75 cm2
Tabel 3.4 Data Spesifikasi Bahan As -Rolled
Diameter Luar Pipa 2.735 cm
Tebal 0.099042 cm
Jari - Jari bengkokan 90 20 cm
Jari - jari lengkungan 15 10 cm
Bahan AISI 1015 Rolled
Elastic modulus 2.05E+11 N/m^2
Shear modulus 7.56E+10 N/m^2
Mass density 7870 kg/m^3
Tensile strength 420530000 N/m^2
Yield strength 313650000 N/m^2
Thermal expansion coefficient 0.000012 /Kelvin
Thermal conductivity 52 W/(m.K)
Specific heat 486 J/(kg.K)
Fluida Treso N45
Temperature 100 Celcius
Tekanan 4550 Psi
3.4.2
Alur Untuk Menganalisis
Program Cosmos Work ini akan menganalisa dan mensimulasikan faktor–faktor tegangan, regangan dan juga jarak pergeseran akibat dari beban tekanan dan temperatur yang berkerja dalam pipa. Desain dari pipa akan dibentuk elemen–elemen kecil (Meshing). Dalam menganalisis secara 3 dimensi, pemberian (Meshing) dilakukan di seluruh permukaan benda seacara otomatis. Program akan dapat menganalisa setiap titik dan syarat batas (Bondary Condution) pada elemen terhadap pengaruh dari pembebanan statis. Hasil dari pemberian meshing dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Pemberian Meshing Dan Kondisi
Hasil dari run program akan menampilkan gambar distribusi tegangan (Von Mises), distribusi pergeseran (Displacement), dan distribusi regangan (Strain).
a. Dengan perlakuan As –Rolled b. Dengan Perlakuan Annealed
c. Dengan perlakuan Normaled
Gambar 3.2 Distribusi Tegangan (Von Mises) Pada Masing-Masing Bahan
a. As-Rolled, b. Annealed, c. Normaled
dari pipa mengalami fracture, ataupun kebocoran. Titik konstraksi tegangan maksimum akibat adanya perlakuan tidak berubah, dari ketiga jenis perlakuan ini titik konstraksi tegangan yang paling maksimum terjadi pada setiap ujung dari pipa.
Sedangkan untuk arah pergeseran (Displacement) dapat dilihat pada Gambar 3.3
a. Dengan perlakuan As –Rolled b.Dengan Perlakuan Annealed
c. Dengan perlakuan Normaled
Gambar 3.3 Distribusi Pergeseran ( Displacement ) Pada Masing-Masing Bahan
Dengan adanya perlakuan terhadap bahan, pergeseran maksimum pada Gambar 3.3 terjadi pada area bengkokan sebesar 7.932e-4 m atau sejauh 0.7932 mm untuk bahan dengan perlakuan Normalized. Pergeseran ini dapat mengakibatkan konstruksi dari pipa perlahan – lahan menjadi patah, dikarenakan tegangan maksimum dari semua bahan telah melewati batas Yield Strenght. Untuk mengantisipasi adanya pergeseran ini maka diperlukan guide ataupun tumpuan yang bertujuan untuk mereduksi pergesaran yang terjadi pada pipa. Dalam memperhitungkan jarak tumpuan maksimum (span) dapat dicari melalui persamaan (3.5.a-b) (Sam Kannappan. Hal 34):
w 0.4ZS
L= h ... (3.5.a)
4 5 . 13 L w EI Δ
= ... (3.5.b)
dengan : Z = modulus luasan ( inc3 )
Sh = tegangan ultimate tensile (psi)
w = berat total dari pipa + berat dari fluida
=defleksi yang diizinkan ( dasar defleksi minimum yang
diizinkan sebesar
Δ
8 5
inc)
E = modulus elastisitas ( psi )
I = momen inersia luasan pipa ( inc4 )
(
)
out in out D D D Z 32 4 4 −=π ...( 3.6 )
Bahan AISI 1015 dengan rolled:
(
)
1.076772 32
0.998786 1.0767724 4
× −
=π
Z
= 0.031817 inc 3
Dalam menentukan momen inersia area pipa dapat dicari melalui Persamaan 3.7 (K Langiah, Table 2-7):
(
4 464 Dout Din
I = π −
)
...( 3.7 )(
4 4)
0.998786 1.076772
64 −
= π
I
= 0.01713 in 4
dengan menetapkan modulus Elasitas Baja = 29732736.23 psi Berat total dari pipa dengan fluida sebesar:
Berat pipa = 0.804 kg
Tabel 3.5 Perhitungan Berat Pipa
Massa pipa weight
As - rolled 0.08197636 0.804188
Aenealed 0.08878106 0.870942
Normalized 0.08136209 0.798162
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Berat Fluida
As - rollled Annealed Normalized
Suhu
T (kg/m^3) ρ Massa fluida weight Massa fluida weight Massa fluida weight
40 855.5 7.01E-02 6.88E-01 7.60E-02 7.45E-01 6.96E-02 6.83E-01
45 852 6.98E-02 6.85E-01 7.56E-02 7.42E-01 6.93E-02 6.80E-01
50 848.5 6.96E-02 6.82E-01 7.53E-02 7.39E-01 6.90E-02 6.77E-01
55 845 6.93E-02 6.80E-01 7.50E-02 7.36E-01 6.88E-02 6.74E-01
65 838 6.87E-02 6.74E-01 7.44E-02 7.30E-01 6.82E-02 6.69E-01
70 834.5 6.84E-02 6.71E-01 7.41E-02 7.27E-01 6.79E-02 6.66E-01
75 831 6.81E-02 6.68E-01 7.38E-02 7.24E-01 6.76E-02 6.63E-01
80 827.5 6.78E-02 6.65E-01 7.35E-02 7.21E-01 6.73E-02 6.60E-01
85 824 6.75E-02 6.63E-01 7.32E-02 7.18E-01 6.70E-02 6.58E-01
90 820.5 6.73E-02 6.60E-01 7.28E-02 7.15E-01 6.68E-02 6.55E-01
95 817 6.70E-02 6.57E-01 7.25E-02 7.12E-01 6.65E-02 6.52E-01
100 813.5 6.67E-02 6.54E-01 7.22E-02 7.09E-01 6.62E-02 6.49E-01
105 810 6.64E-02 6.51E-01 7.19E-02 7.05E-01 6.59E-02 6.47E-01
110 806.5 6.61E-02 6.49E-01 7.16E-02 7.02E-01 6.56E-02 6.44E-01
115 803 6.58E-02 6.46E-01 7.13E-02 6.99E-01 6.53E-02 6.41E-01
120 799.5 6.55E-02 6.43E-01 7.10E-02 6.96E-01 6.50E-02 6.38E-01
Sehingga berat pipa ditambah fluida dalam kondisi temperatur 100 oc
Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Berat Total
Total Weight
Perlakuan
AISI 1015 kg lb
As - rolled 1.46E+00 3.218749
Aenealed 1.58E+00 3.483304
Normalized 1.45E+00 3.196703
sehingga jarak untuk tumpuan pipa dari bahan AISI 1015 Rolled:
w 0.4ZS L h 1 = = 3.218 61002.87 0.031817
0.4× ×
= 120.6018 ft = 3675.943 cm
4 2 5 . 13 L w EI Δ =
=4 8 5 218 . 3 5 . 13 9 0.01712987 3 29732736.2 × × ×
= 1831.422 ft
Tabel 3. 8 Perhitungan Jarak Tumpuan
AISI 1015 w total (lb)
Elasitas
Baja ( psi ) S ( psi )
Section Modulus ( in^3 )
Momen
inersia ( in^4) L1 ( ft ) L2 ( ft )
AS -Rolled 3.218749 29732736.2 61002.87 0.031817095 0.017129879 120.6018 1831.422
Annealed 3.483304 29732736.2 55999.07 0.034243565 0.018436256 110.1028 1821.388
Normalized 3.196703 29732736.2 61496 0.031596298 0.017011004 121.5656 1831.255
Hasil dari perhitungan di atas merupakan batasan jarak maksimum dari penentuan pemberian tumpuan. Dari analisa perhitungan diperoleh kesimpulan bahwa untuk menentukan jarak suatu tumpuan, pemilihan dari bahan sangatlah mempengaruhui, semakin tinggi harga ultimate tensile suatu bahan maka jarak tumpuan semakin besar. Pada pipa ini pemberian tumpuan dapat dipasang pada bagian displacement yang paling tinggi. Pemberian tumpuan dapat dipasang diantara pipa panjang dan lengkungan 900. Dalam memperhitungkan jarak tumpuan dengan menggunakan Persamaan (3.5.a atau 3.5.b) jarak yang didapat sangat jauh, hal ini dikarenakan pengaruh dari tegangan yang diijinkan oleh bahan serta modulus elasitas bahan yang sangat tinggi, sehingga penentuan jarak tumpuan dapat diberikan berdasarkan kesimpulan Gambar 3.3 dari reaksi pergeseran maksimum. Dalam perhitungan ini hasil dalam memperhitungkan jarak tumpuan tidak dapat dipakai jika memilih bahan material diluar standart yang telah ditetapkan.
Pemberian tumpuan berfungsi sebagai penahan pipa dan meminimalkan pergeseran–pergeseran yang ditimbulkan oleh pembebanan internal di dalam pipa. Dengan mengacu pada Gambar 3.3 pemberian tumpuan dilakukan pada area
a. Tegangan Vonmisses b. Displacement
Gambar 3.4 Pengaruh Vonmisses dan Displacement Akibat Pemberian Tumpuan Terhadap Bahan Normalized
Dengan adanya pemberian tumpuan pergeseran dapat diantisipasi, sehingga peranan tumpuan sangat berpengaruh besar dalam meminimumkan tegangan serta pergeseran–pergeseran yang terjadi. Hanya saja tegangan maksimum yang terjadi berubah posisi ke ujung bagian bawah dari pipa.
Dalam menentukan regangan maksimum yang terjadi pada pipa dapat dicari melalui Persamaan (3. 8) (Raswari, Hal 449)
t F = σ = t r P×
...( 3.8 )
Strain =
E
σ
sehingga untuk bahan As Rolled:
038993 . 0 1 5383 . 0 4550 × × = σ
11 05 . 2
94 . 62812
e Strain=
= 3.06e-07
Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Regangan Pada Pipa
Bahan Elastisitas P D r t σ Strain
As -Rolled 2.05E+11 4550 1.0766 0.5383 0.038993 62812.94078 3.06E-07
Annealed 2.05E+11 4550 1.0766 0.5383 0.021184 115618.6273 5.64E-07
Normalized 2.05E+11 4550 1.0766 0.5383 0.019345 126612.9908 6.18E-07
Dalam perhitungan mengenai regangan yang terjadi, dengan persamaan di atas dapat dikatakan apabila pemilihan bahan diluar dari standar bahan untuk pipa rumus ini tidak dapat dipakai begitu saja. Semakin besar harga dari modulus elasitas maka regangan yang terjadi menjadi sangat minimum.
Hasil regangan maksimum yang terjadi pada setiap bahan dapat dilihat pada Gambar 3.5.
c. Dengan perlakuan Normaled
Gambar 3.5 Distribusi Regangan ( Strain ) Pada Masing-Masing Bahan
a. As-Rolled, b. Annealed, c. Normaled
Untuk lebih jelasnya hasil dari distribusi tegangan total, regangan total serta pergeseran total yang terjadi pada Baja AISI 1015 dengan setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut.
Tabel 3.10 Harga Maksimum Dan Minimum Setiap Bahan
Name Type Min Max
As-Rolled VON: von Mises stress 5.03842e+007 N/m^2 6.96226e+008 N/m^2 URES: Resultant displacement 0 m 0.000771553 m
ESTRN: Equivalent strain 0.00016145 0.00196452
Factor Of Safety 4.51E-01 6.23E+00
Anealeed VON: von Mises stress 5.16751e+007 N/m^2 5.52881e+008 N/m^2
URES: Resultant displacement 0 m 0.000690589 m ESTRN: Equivalent strain 0.000190321 0.00174617
Factor Of Safety 5.14E-01 5.50E+00
Normalized VON: von Mises stress 3.47829e+007 N/m^2 6.64011e+008 N/m^2
URES: Resultant displacement 0 m 0.000793223 m ESTRN: Equivalent strain 0.000187671 0.00187846
Factor Of Safety 4.88E-01 9.32E+00
oleh bahan. Dalam menganalisis dengan COSMOS Work dapat diketahui faktor keamanan bahan terhadap batas tegangan yield ataupun tegangan ultimate. Pada Gambar 3.6 dapat dilihat faktor keamanan dari distribusi tegangan maksimum (Von Mises).
a. Dengan perlakuan As –Rolled b. Dengan Perlakuan Annealed
c. Dengan perlakuan Normaled
Gambar 3.6 FOS von Mises Pada Masing-masing Bahan
Syarat ketentuan suatu bahan layak digunakan atau tidak, program mengkalkulasi dari Persamaan (2.20), dengan syarat ketentuan FOS ≥ 1.
Pada Gambar 3.6 dapat dapat dilihat faktor keamanan dari bahan yang mendapatkan perlakuan (Treatment) terhadap distribusi tegangan maksimum (von Mises), dan dapat ditarik kesimpulan bahan dalam kondisi tidak aman. Untuk lebih jelasnya perbandingan pendistribusian tegangan–tegangan maksimum antara bahan yang di rool, anealead, dan normalized dapat dilihat pada lampiran.
Pengaruh dari bahan AISI 1015 dengan adanya perlakuan panas mengakibatkan perubahan-perubahan distribusi tidak terlalu signifikan. Hal yang berpengaruh dari perubahan perlakuan (treatment) pada satu material mengakibatkan tegangan ultimate tensile ataupun tegangan yield menjadi berubah, dan juga mengakibatkan ketebalan pipa menjadi sedikit lebih besar ataupun sedikit lebih kecil. Semakin besar harga ultimate atau tegangan yang diizinkan pada suatu bahan maka ketebalan suatu pipa menjadi semakin tipis.
Dalam distribusi sistem hidrolik, kecepatan dan tekanan fluida tergantung dari penyempitan–penyempitan pada pipa ataupun katup–katup pengendali dalam sistem. Sedangkan fungsi dari pompa bukanlah menghasilkan tekanan, melainkan hanya menghasilkan aliran. Untuk mendapatkan kecepatan dan tekanan yang diinginkan dari bahan yang sama, dapat dilakukan dengan mengubah ukuran ketebalan pipa.
(untuk sebagai perbandingan), dengan bahan AISI 1015 Normalled dapat dilihat pada Tabel. 3.11
Tabel 3.11 Pengaruh Perubahan Ketebalan Pipa Recalculate AISI 1015 Normalized
tichness Sh (psi) D (inc) D (inc) Burst Pressure
(Psi)
0,2 cm 61002.87 1.076772 0.9192917 9566.152
0.25 cm 61002.87 1.076772 0.8799216 12151.23
Sehingga akibat dari tekanan yang terjadi karena adanya perubahan ketebalan menyebabkan tekanan pecah menjadi meningkat. Hal ini dapat disimpulkan dengan adanya penambahan ketebalan, kekuatan dari pipa semakin meningkat dan faktor keamanan pipa akan lebih terjamin. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perbandingan faktor keamanan antara perbedaan ketebalan pipa dengan bahan AISI 1015 Normaled pada Gambar (3.7).
a. Ketebalan 0.2cm b. ketebalan 0.2 cm
Gambar 3.7 Faktor Keamanan Dengan Adanya Perubahan Ketebalan Terhadap Bhana Normalized a. 0.2 cm, b. 0.25 cm
ketebalan, tegangan maksimum yang terjadi menjadi menurun, dari 3.482 e8 untuk ketebalan 0.2 cm menjadi 3.262 e8 untuk ketebalan 0.25 cm. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.8
Ketebalan 0.2cm Ketebalan 0.25 cm
Gambar 3.8 Distribusi Tegangan (Von Mises) Terhadap Perubahan Ketebalan
Hanya saja posisi dari titik kontraksi menjadi berubah dari posisi ujung atas menjadi ke ujung bawah. Tegangan maksimum yang terjadi masih melewati sedikit di atas dari batas tegangan yield (3.240 e8 N/m2) untuk bahan Normalized
dengan penambahan ketebalan 0.25 cm (3.262 e8 N/m2).
Untuk mendapatkan kriteria agar bahan dapat digunakan pemberian tumpuan dan perubahan ketebalan dari pipa sangat mempengaruhi dalam memperkirakan faktor keaman dari konstruksi bengkokan pipa.
Distribusi tegangan Vonmisses
Faktor keamanan (FOS)
Gambar 3.9 Distribusi Tegangan Vonmisses, Pergeseran (Displacement) Beserta Faktor Keamanan Dengan Penambahan Tumpuan
Terhadap 0.25 cm ketebalan
BAB IV
KESIMPULAN
Dari analisis dengan menggunakan program COSMOS Work akan pengaruh pembebanan internal pada bengkokan pipa dengan tekanan implement
sebesar 4550 Psi, dan beban termal saat operasi kerja sebesar 100oC diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari ketiga bahan yang diperlakukan dengan roll, Anealed, Normallized
tegangan maksimum yang terbesar terjadi pada bahan yang mengalami perlakuan As-Rolled sebesar 6.96226e+008 N/m^2. Batas tegangan maksimum yang terjadi dari masing-masing bahan sudah melewati batas dari tegangan yield, sehingga konstruksi belum memenuhi syarat dari faktor keamanan .
2. Dari kedua perubahan ketebalan dengan bahan AISI 1015 Normalized dapat dikatakan semakin bertambahnya ketebalan pipa, faktor keamanan meningkat. Tegangan maksimum terkecil terjadi pada konstruksi yang mengalami penambahan ketebalan 0.25 cm sebesar 3.262e+008 N/m^2, sedikit di atas batas dari tegangan yield bahan Normalized. Batas tegangan maksimum yang terjadi akibat dari penambahan ketebalan masih belum memenuhi syarat batas keamanan suatu konstruksi, hal ini dikarenakan tegangan maksimum masih melewati batas tegangan yield.
tumpuan sebesar 2.869e+008 N/m^2. Batas tegangan maksimum yang terjadi akibat dari pemberian tumpuan dan perubahan ketebalan sebesar 0.25 cm terhadap bahan Normalized sudah memenuhi syarat keamanan suatu konstruksi. Hal ini dikarenakan tegangan maksimum yang terjadi tidak melewati batas dari tegangan yield.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kannappan,S., PIPE STRESS ANALYSIS, Engineer Tennessee Valley Authority
Knoxville.
Lingaiah, K., MACHINE TOOL DESIGN HANBOOK, Central Machine Tool Institute, 1982, Banglore.
Lingaiah, K., MACHINE TOOL DESIGN DATA BOOKSecond Edition,The McGraw-Hill Companies, 2003, 1994, United States of America Raswari, TEKNOLOGI danPERANCANGAN SISTEM PERPIPAAN,
Universitas Indonesia ( UI-Press ), 1986, Jakarta.
Wospakrik, H., MECHANICS OF MATERIALSSecond SI Edition, Penerbit Erlangga, 1996.
Suprianto, I., SWAMP DOZER Final Project, Skripsi 2005.
____________,CATERPILAR PERFORMANCE HANDBOOK Edition 26, PT. Trakindo Utama, Oktober 1995.
1.
Untuk bahan baja AISI 1015 dengan perlakuan
As – Rolled
Tabel L.1 Tabel Property AISI 1015 Dengan Perlakuan As – Rolled
Property Name Value Units
Elastic modulus 2.05e+011 N/m^2 Poisson's ratio 0.29 NA Shear modulus 7.56e+010 N/m^2 Mass density 7870 kg/m^3 Tensile strength 4.2053e+008 N/m^2 Yield strength 3.1365e+008 N/m^2 Thermal expansion coefficient 1.2e-005 /Kelvin Thermal conductivity 52 W/(m.K) Specific heat 486 J/(kg.K)
2.
Untuk bahan baja AISI 1015 dengan perlakuan
Annealed
Tabel L.2 Tabel Property AISI 1015 Dengan Perlakuan Annealed
Property Name Value Units
Elastic modulus 2.05e+011 N/m^2 Poisson's ratio 0.29 NA Shear modulus 7.56e+010 N/m^2 Mass density 7870 kg/m^3 Tensile strength 3.8603e+008 N/m^2 Yield strength 2.8435e+008 N/m^2 Thermal expansion coefficient 1.2e-005 /Kelvin Thermal conductivity 52 W/(m.K) Specific heat 486 J/(kg.K)
3.
Untuk bahan baja AISI 1015 dengan perlakuan
Normalled
Tabel L3. Property AISI 1015 Dengan Perlakuan Normalled
Property Name Value Units
Elastic modulus 2.05e+011 N/m^2 Poisson's ratio 0.29 NA Shear modulus 7.56e+010 N/m^2 Mass density 7870 kg/m^3 Tensile strength 4.2393e+008 N/m^2 Yield strength 3.2405e+008 N/m^2 Thermal expansion coefficient 1.2e-005 /Kelvin Thermal conductivity 52 W/(m.K) Specific heat 486 J/(kg.K)