• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT TAMBAHAN SELAMA DUA BULAN SEBELUM DAN SESUDAH KELAHIRAN TERHADAP PERFORMAN PRODUKSI DAN REPRODUKSI SAPI POTONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT TAMBAHAN SELAMA DUA BULAN SEBELUM DAN SESUDAH KELAHIRAN TERHADAP PERFORMAN PRODUKSI DAN REPRODUKSI SAPI POTONG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SeminarNasionalPeternakan dan Yeteriner 1998

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT TAMBAHAN SELAMA DUA BULAN SEBELUM DAN SESUDAH KELAHIRAN

TERHADAP PERFORMAN PRODUKSI DAN REPRODUKSI SAPI POTONG

I G. PUTu, P. SITUMORANG, A. LUBIs, T.D . CHANIAGO, E. TwWULANINGSIH, T. SLIMARTI, I W. MATHIUS,dan B. SUDARYANTO

Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK

Perbaikan pakan selama periode kritis yaitu tiga bulan sebelum dan sesudah kelahiran sapi Bali dan PO pada kondisi pedesaan perlu mendapat perhatian . Penelitian dilangsungkan di Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Tengah dengan mempergunakan 34 ekor induk sapi PO dan 32 ekor sapi Bali yang dipilih berdasarkan umur kebuntingan ± 7 bulan, bobot badan awal dan kondisi badan. Kedua jenis sapi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan pemberian pakan konsentrat tambahan sebanyak 3 kg/ekor/hari. Parameter yang diukur adalah bobot badan awal dan pertambahan bobot badan harian (PBBH), persentase induk melahirkan, pertumbuhan pedet, angka kematian pedet dan induk serta aktivitas berahi induk setelah melahirkan anak. Hasil penelitian menunjukkan ballwa pemberian pakan konsentrat tambahan memberikan PBBH yang lebih tinggi setelah 47 hari perlakuan dibandingkan kelompok kontrol baik pada induk sapi PO (0,71 vs 0,44 kg/ekor/hari) maupun pada sapi Bali (0,53 vs 0,14 kg/ekor/hari) . Bobot lahir anak dari kedua kelompok untuk sapi PO (25,94 vs 25,47 kg) dan sapi Bali (22,93 vs 20,21 kg) . Angka kematian anak sebelum umur 47 hari pada kelompok tanpa pemberian pakan konsentrat tambahan (kontrol) lebih tinggi dibandingkan kelompok dengan pemberian konsentrat baik pada sapi PO (l8,7% vs 0%) maupun pada sapi Bali (12 .5% vs 6,3%) . Kata kunci : Reproduksi, pakan konsentrat, sapi potong

PENDAHULUAN

Selama kurun waktu lima talum dimulai tallun 1992 kebutuhan daging masyarakat Indonesia meningkat secara tajam yang dibuktikan dengan meningkatnya volume impor sapi bakalan dan daging dari luar negeri. Akan tetapi sejak Juli 1997 di mana nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing sangat rendah, menyebabkan impor sapi potong bakalan terllenti secara total . Dengan kondisi seperti ini maka peranan sapi potong di Indonesia menjadi sangat strategis dan menjadi primadona tenitama bagi petani yang mempunyai stock sapi dalanl junilah cukup karena harga per kg bobot hidup meningkat secara nyata.

Sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole (PO) yang dipelillara pejani mempunyai fngsi ganda di samping sebagai sumber tenaga kerja juga sebagai sumber penghasil daging yang sangat dibutuhkan dewasa ini. Akan tetapl Sampal saat ini sub sektor peternakan belum mampu memenuhi standar minimum kebutuhan protein llewani masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh salah satu faktor yaitu relatif rendahnya peningkatan populasi ternak sapi di Indonesia. Dilihat dari potensi produksi dan reproduksi sapi Bali dan PO serta daya adaptasi .terhadap kondisi tropis maka kedua breed sapi tersebut mempunyai peluang besar untuk lebih ditingkatkan melalui perbaikan nlanajemen pemelillaman yang optimal.

(2)

Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan observasi terhadap potensi produksi dan reproduksi sapi Bali dan PO pada kondisi pedesaan seperti misalnya dewasa kelamin (PANE, 1979; PAYNE et al., 1973), variasi lama siklus berahi (PASTIKA dan DARMADJA, 1976), umur beranak pertama kali (SUMBUNG et al., 1978) dengan variasi kelahiran antara 51-83% (ANONYMOUs, 1974, PASTIKA dan DARMADJA, 1976). Jarak beranak dilaporkan antara 15-17 bulan (DAVENDRA et al., 1973, DARMADJA et al., 1976) dengan lama kebuntingan antara 9,0-9,5 bulan (DAVENDRA et al., 1973, PASTIKA dan DARMADJA, 1976) dan bobot lahir antara 15-17 kg (DJAGRA et al., 1979) dan persentase kematian sebelum dan sesudah disapih yang mencapai 7-27% (DARMADJA dan SATEJA, 1976; SUMADI et al., 1982, NGGOBE et al., 1991) serta kematian dewasa yang mencapai 2,7% (SUMBUNG et al., 1978).

Mempercepat aktivitas berahi setelah kelahiran (post partum) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan efisiensi reproduksi. Kejadian fisiologi yang mempengaruhi aktivitas berahi post partum adalah involusi utenis, penekanan produksi hormon LH, perkembangan folikel di dalam ovarium, berahi dan ovulasi. Pada saat musim kering kondisi hijauan dibeberapa daerah sangat minim sehingga diperlukan adanya suplementasi pakan terutama pada ternak sapi bunting tua dan setelah kelahiran anak. Berdasarkan data tersebut di atas maka perlu diadakan suatu penelitian dalam kondisi pedesaan dengan memperbaiki manajemen pemberian pakan berupa tambahan pakan konsentrat sebanyalc 3 kg/ekor/hari selama tiga bulan sebelum dan sesudah kelahiran dengan pertimbangan bahwa pada periode ini terjadi pertumbuhan janin yang pesat disamping mempersiapkan proses perbaikan kondisi ambing untuk produksi susu setelah kelahiran.

Lokasi penclitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Tingkat I Lampung. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas hasil diskusi dengan Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat I Lampung dan Tingkat II Lampung Tengah.

Ternak penclitian

Ternak yang dipergunakan dalain penelitian ini adalah sapi induk sedang bunting jenis Bali sebanyak 32 ekor dan PO sebanyak 34 ekor. Pemilihan ternak dilakukan berdasarkan masa kebuntingan ± 7 bulan di mana untuk sapi Bali dengan pemeriksaan kebwitingan (PKB) sedangkan untuk sapi PO didasarkan atas waktu inseminasi (IB) dari petugas inseminator setempat dan bobot badan hidup serta kondisi badan saat dilakukan pembagian kelompok perlakuan. Setiap ekor ternak diberikan nomor telinga yaitu dari nomor 1-36 untuk sapi PO dan sapi Bali dari nomor

50-95. Perlakuan

Perlakuan yang diberikan kepada ternak baik sapi PO maupun sapi Bali adalah sebagai berikut

280

SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1998

MATERI DAN METODE

Sapi PO : nomor telinga 1-17 : kontrol tanpa konsentrat tainbalian

nomor telinga 20-36 : pakan konsentrat tambahan (3 kg/ekor/hari) Sapi Bali : nomor telinga 50-65 : kontrol tanpa konsentrat tambahan

(3)

Parameter yang diukur

Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner 1998

Pakan ternak yang diberikan kepada kedua kelompok ternak perlakuan adalah rumput lapangan yang tersedia di Kee . Raman Utara. Sedangkan pakan konsentrat yang diberikan adalah pakan konsentrat komersial yang diproduksi oleh Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTP. Nusantara VII (PERSERO) Kelompok Usaha Bakri. Pakan konsentrat terdiri dari bungkil kelapa, onggok, tapioka, dedak padi dan mineral dengan kandungan protein kasar 17% dan TDN 72%.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan konsentrat tambahan terhadap performans reproduksi sapi potong dilakukan pencatatan terhadap beberapa parameter seperti : bobot badan induk pada saat perlakuan, saat 45 dan 124 hari setelah perlakuan, waktu kelahiran, jenis kelamin pedet, bobot lahir pedet, berahi kembali setelah kelahiran dan pertumbuhan pedet. Sedangkan data-data dari penelitian ini dianalisis dengan mempergunakan t-test dan chi-square (STEEL dan ToRRIE, 1960).

Perubahan bobot badan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata-rata bobot badan awal untuk kelompok kontrol dan perlakuan tidak berbeda secara nyata baik untuk sapi PO maupun sapi Bali . Kelompok kontrol dan perlakuan untuk PO masing-masing 307,6 dan 307,1 kg. Sedangkan untuk sapi Bali masing-masing 247,50 dan 247,56 kg. Setelah 47 hari pemberian pakan konsentrat tambahan ternyata pertambahan bobot badan harian (PBBH) untuk kelompok kontrol dan perlakuan bagi sapi PO masing-masing 0,44 dan 0,71 kg/ekor/hari, sedangkan untuk sapi Bali masing-masing 0,14 dan 0,53 kg/ekor/hari (Tabel 1 dan Tabel 2). Pemberian makanan tambahan terhadap sapi pada musim kering di mana persediaan rumput kurang metnberikan respon yang cukup baik dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi . Dari penelitian ini terlihat bahwa pemberian pakan konsentrat tambahan sebanyak 3 kg/ekor/hari pada saat dua bulan sebelum kelahiran memberikan dampak positif terhadap PBBH baik sapi PO maupun sapi Bali.

Satu ekor induk sapi PO tidak dipergunakan pada penelitian ini karena melaporkan anak kembar betina. Sedangkan untuk sapi Bali pada kelompok kontrol satu ekor induk mengalami sakit clan dipotong. Persentase kelahiran unluk kelompok perlakuan sedikit lebili tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa tambahan pakan konsentrat khusus untuk sapi Bali .

Bobot lahir dan pertumbuhan pedet

Bobot lahir pedet untuk kedua kelompok baik kontrol maupun perlakuan konsentrat tambahan terlihat tidak dipengandu secara nyata oleh pemberian konsentrat. Akan tetapi pada sapi Bali pemberian pakan konsentrat tambahan menghasilkan bobot lahir 2,7 kg lebih berat dibandingkan kontrol (20,2 vs 22,9 kg) . Bobot lahir sapi PO ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian NAsjPAH (1982) yang melaporkan bahwa bobot lahir sapi PO di

perkebunan kelapa dengan rata-rata untuk pedet betina 19,68 kg dan pedet jantan 23,28 kg. Bobot lahir sapi Bali dari penelitian ini sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (DJAGRA et al., 1979) yang berkisar antara 15-17 kg. Sedangkan periumbulian pedet yang

diukur dari selisili bobot badan pada unttir kurang dari 55 hari terlihat bahwa pertambahan bobot badan harian pedet sapi PO kontrol dan perlakuan masing-masing 0,60 vs 0,62 kg/ekor/hari sedangkan sapi Bali 0,35 vs 0,47 kg/ekor/hari. Hasil observasi SumADi et al. (1982) melaporkan

(4)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998

Ongole adalah masing-masing 0,37 kg clan 0,32 kg/ekor/hari. Tingginya pertambahan bobot badan harian pedet dari induk yang mendapat pakan konsentrat tambahan merupakan refleksi dari perkembangan ambing serta produksi yang lebih baik dibandingkan kontrol. SedangkanOSOROet

al. (1991) menambahkan bahwa pertumbuhan pedet dari induk dengan kondisi badan induk yang lebih baik adalah lebih tinggi dibandingkan dengan pedet dari induk dengan kondisi badan sedang atau lebih rendah.

Angka kematian anak

Seperti telah diketahui bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi biologi clan ekonomi dari usaha sapi potong adalah jumlah pedet yang lahir dan disapih dari suatu kelompok induk yang dikawinkan.

Satu fenomena yang terlihat jelas dari penelitian ini adalah tingginya angka kematian anak pada kelompok tanpa perlakuan pakan konsentrat tambahan dibandingkan dengan kelompok yang menerima perlakuan baik pada sapi PO (18,7 vs 0%) maupun pada sapi Bali (12,5 vs 6,3%). Hal ini sesuai dengan hasil observasi SUMADI et al. (1982) yang melaporkan balnva rata-rata angka

kematian anak di lapangan penggembalaan adalah 20,01%.

Sampai pada umur 55 hari ternyata pemberian pakan konsentrat tambahan pada induk dapat menekan angka kematian pedet. Jumlah pedet yang. mati sebanyak 6 ekor (9,2%) dari 65 ekor yang lahir. Dari junilah ini 5 ekor (83,3%) berasal dari induk yang tidak menerima pakan konsentrat tambahan dan 1 ekor (16,7%) dari induk yang diberikan pakan tambahan.

Angka kematian indulc pada kelompok sapi PO kontrol adalah 1 ekor karena menderita sakit, sedangkan pada kelompok perlakuan tidak terlihat kerugian akibat kematian induk. Demikian juga halnya pada sapi Bali kelompok kontrol di mana 1 ekor sapi induk sakit dan dikeluarkan dari penelitian. Satu ekor induk pada kelompok perlakuan konsentrat tambahan mengalami prolapsus uterus setelah melahirkan sehingga dijual oleh pemiliknya.

Aktivitas berahi setelah melahirkan anak

Aktivitas berahi setelah melahirkan anak merupakan satu kriteria untuk mengukur efisiensi reproduksi sapi induk. Pada penelitian ini terlihat bahwa aktivitas berahi induk pada saat 55 hari setelah melahirkan anak untuk sapi PO beium mulai aktif, sedangkan sapi Bali kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masing-masing 3 ekor (18,75%) dan 2 ekor (13,3%) sudah menunjukkan aktivitas ovarium. Satu fenomena yang menarik adalah perbedaan aktivitas ovarium setelah kelahiran antara sapi PO clan sapi Bali di mana sapi Bali menunjukkan aktivitas ovarium yang lebih baik sehingga memberikan keunggulan dalam efisiensi produksi pada satu satuan waktu tertentu. Pengaruh perbaikan tingkat pakan dilaporkan dapat mempenganihi aktivitas berahi setelah kelahiran (WILTBANK et al., 1962; REARDON et al., 1978) begitu juga halnya perbaikan

pakan setelah kelahiran (WILTBANK et al., 1964; DUNN et al., 1969 dan NICOLL, 1979 dapat

meningkatkan bobot badan clan kondisi badan induk (RUTTERclan RANDEL, 1984 ; RAKESTRAW et

al., 1986) yang diperlukan untuk mempercepat berahi setelah kelahiran dan angka konsepsi. Sedangkan dari hasil SCHILLO (1992) menyatakan bahwa satu mekanisme yang terpenting di

dalam aktivitas ovarium setelah kelahiran adalah perlunya tingkat energi yang cukup untuk meningkatkan produksi hormon LH yang berfungsi merangsang pertumbuhan follikel. Rendahnya kualitas pakan yang diberikan setelah kelahiran mengakibatkan terjadinya hambatan terhadap produksi hormon LH sehingga tidak cukup mampu merangsang pertumbuhan folikel yang pada

akhimya memperpanjang masa tidak berahi setelah kelahiran (postpartum anoestrus period). 282

(5)

Tabel 1. Perfonnan produksi danreproduksi sapi PO

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998

Sapi PO Parameter

n

Kontrol (K)

Min Max Rataan n

Perlakuan (P)

Min Max Rataan

Selisih rataan (P-K)

Statistik

Bobot a%val (kg) 17 243,0 406,0 307,6 17 240,0 372,0 307,1 -0,5 P>0,05

Score kondisi badan 17 3,0 7,0 4,6 17 3,0 7,0 4,7 0,1 P>0,05

Bobot hari ke-47 (kg) 17 267,0 372,0 326,5 17 /

247,0 436,0 340,7 14,2 P>0,05 PBBH harike-47 (kg/ek) 17 -0,79 1,06 0,44 17 0,21 1,40 0,71 0,27 P>0,05 Bobot hari ke-124 (kg) 16 232,0 367,0 307,9 17 212,0 398,0 315,8 7,9 P>0,05 PBBH hari ke-124 (kg/ek) 16 -0,66 0,05 -0,25 16 -0,58 0,13 -0,32 0,07 P>0,05

Persen kelahiran (%) 16 - - 100 17 - - 100,0 0 P>0,05

Berahi setelah kelahiran (%) 0 - - 0 0 - - 0 0 P>0,05

Berat lahir (kg) 15 21,0 31,0 25,47 17 21,0 33,0 25,94 0,5 P>0,05

Berat lahir betina (kg) 10 24,0 26,0 24,9 10 23,0 33,0 25,8 0,9 P>0,05 Berat lahir jantan (kg 5 21,0 31,0 26,6 7 24,0 30,0 26,14 -0,5 P>0,05

Kematian anak (%) 3 - - 18,7 0 - - 0 -18,7 P<0,10

Bobot badan umur 55 hr 12 28,0 68,0 53,42 15 34,0 74,0 58,53 5,1 P>0,05 PBBH umur 55 hari (kg) 12 0,05 0.94 0,60 15 0,29 0,85 0,62 0,02 P>0,05

(6)

Tabel2 Performans produksi dan reproduksi sapi Bali

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998

Parameter n Kontrol (K) Min Max Sapi Rataan Bali n Perlakuan (P)

Min Max Rataan

Selisih rataan (K-P)

Statistik

Bobot awal (kg) 16 184 301 247,5 16 199 319 247,56 0,1 P>0,05

Score kondisi badan 16 3 6 4,18 16 3 6 4,06 -0,12 P>0,05

Bobot hari ke-47 (kg) 16 186 308 255,38 15 240 344 273,67 18,32 P>0,05

PBBH hari ke-47 (kg/ek) 16 -0,64 0,70 0,14 15 -0,19 1,34 0,53 0,39 ' P>0,05

Bobot hari ke-124 (kg) 15 172 307 254,4 15 208 348 263,93 9,5 P>0,05

PBBH hari ke-124 (kg/ek) 15 -0,47 0,48 -0,01 15 -0,92 0,34 -0,13 -0,12 P>0,05

Persen kelahiran (%) 15 - - 93,8 16 - - 100,0 6,2 P>0,05

Berahi setelah kelahiran (%) 3 - - 18,75 2 - - 13,333 5,5 P>0,05

Berat lahir (kg) 14 16 30 20,21 16 16 28 22,93 2,7 P>0,05

Berat lahir betina (kg) 8 16 23 18,6 8 16 23 19,5 0,9 P>0,05

Berat lahirjantan (kg 6 16 30 22,3 8 16 28 20,6 -1,7 P>0,05

Kematian anak (%) 2 - - 12,5 1 - - 6,25 -6,2 P>0,05

Bobot badan umur 55 hr 13 20 57 40,31 13 23 70 43,67 3,36 P>0,05

(7)

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa performan reproduksi mempunyai pengaruh nyata terhadap efisiensi produksi ternak sapi potong dan selain itu manajemen pzkan merupakan faktor utama yang mengontrol efisiensi reproduksi tersebut. Pemberian pakan konsentrat tambahan sebanyak 3 kg/ekor/hari baik pada sapi PO maupun sapi Bali terutama pada saat musim kering dapat membantu meningkatkan bobot badan induk sebelum melahirkan yang sangat diperlukan untuk persiapan induk menjelang kelahiran di samping meningkatkan bobot lahir pedet serta menurunkan angka kematian anak. Aktivitas berahi induk sapi Bali setelah 55 hari kelahiran pedet lebih baik dibandingkan dengan induk sapi PO yang selan.utnya dapat mempengaruhi efisiensi reproduksi dalam satu satuan waktu tertentu . Perbedaan profil LH dari kedua jenis sapi baik PO maupun Bali masih perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui perannya di dalam memperpendek aktivitas berahi setelah kelahiran serta jarak beranak.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada Bapak In Immat Rukhimat, Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat II Lampung Tengah, Sdr. Riswanto dan Permadi sebagai petugas Inseminasi Buatan (IB) Kecamatan Raman Utara Lampung Tengah serta Sdr. I Ketut Pustaka petugas teknis Ruminansia Besar Balai Penelitian Ternak Ciawi atas bantuannya sehingga penelitian ini bisa. terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA ANONYMOUS . 1974 . Laporan Tahunan Dinas Peternakan Dati 1, Bali.

DARMAmA, D. dan P. SUTEJA. 1976. Masa kebtultingan dan interval beranak pada sapi Bali . Proc. Seminar Repr. Sapi Bali. Dispet. Tk. I Bali.

DAVENDRA, C.T., LEE KoK CHOO, and M. PATHIvrASINGAN. 1973. The productivity of Bali Cattle in Malys. Agric. J. 49 : 183.

DJAGRA, I.B., I.K. LANA, dan I.K. SuLANDRA . 1979. Faktor-faktor yang berpenganth pada berat lahir dan berat sapih sapi Bali. Proc. Seminar Keahlian di Bidang Peternakan . FKHP Univ. ildayana, Denpasar Bali. DuNN, T.G., J.E. INGALLS, D.R. ZimNmRMAN, and J.N. WILTBANK . 1969. Reproductive performance of 2-year

old Hereford and Angus heifers as influenced by pre and post calving energy intake . .1. Anint. Sci. 29 719.

NASrPAH, U. 1982. Penganth musim dan jenis kelainin terhadap bobot lahir serta bobot sapill sapi Peranakan Ongole. Proc. Pertemuan Ilmiall Ruminansia Besar, Cisarua. 6-9 Desember 1982 .

NGGOBE, M. BATHSEBA TIRo, A. BAmuALim, dan WIRDAHAYATI, R.B. 1991 . Pemberian suplemen pada akhir masa kebuntingan terhadap bobot lahir, produksi susu induk dan kematian anak sapi Bali pada musim kemarau . Proc. Hasil-hasil PenelitianSubBa.lai Penelitian Ternak Lili Kupang tahun 1990/1991 . NICOLL, G.B. 1979. Influence of pre and post calving pasture allowance on hill country beef cow and calf

perfonnance. N.ZJ. Agric. Res. 22 : 417.

PANE, I. 1979. Performans reproduksi sapi Bali di P3Bali. Proc. Seminar Kcalilian di Bidang Peternakan. FKHP. Univ. Udayana Denpasar Bali .

(8)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998

PAsTiKA, M. dan D. DARMADJA. 1976. Performans reproduksi sapi Bali. Proc. Seminar Reprod. Sapi Bali, Dispet. Tk. I Bali.

PAYNE, W.J.A. and D.H.L. ROLmSOm 1973 . Bali Cattle. WorldAnimal Review. 7 : 13.

RAKEsTRAw, J., K.S. LusBY, R., P. WETTEmANN, and J.J. WAGNER. 1986. Postpartum weight and body condition loss and performance of fall calving cows. Theriogenology 25 : 461.

REARDON, T.F., R.A.S. WELCH, D.E. WRiGHT, and M.W. BmNsNwAD. 1978. Pre calving nutrition of beef cows. Proc. N.Z. Soc. Anim. Prod. 32 : 202.

RurTER, L.M. and R.D. RANDEL . 1984. Postpartum nutrient intake and body condition . Effect of pituitary function and onset of estrus in beef cattle. J. Anim. Sci. 58 : 265.

SCH[ .Lo, K.K. 1992. Effects of dietary energy on control ofLuteinizing hormone secretion in cattle and sheep. J. Anim. Sci. 70 : 1271 -1282.

STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1960. Principles andProcedures ofStatistics. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York Toronto London.

SumAm, P.A. SOEPIYONo, dan H. MuLYADi. 1982. Produktivitas sapi Ongole, Bali dan Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch Sulawesi Selatan. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar, Cisarua. 6-9 Desember 1982.

Su&muNG, F.P., J.T. BATOSSAMA, BR. RONDA, dan S. GARANTJANG . 1978. Performans reproduksi sapi Bali, Seminar Ruminansia P4 Bogor.

WiLTBANK, J.N., W.W. ROWDEN, J.E. INGALLS, K.E. GREGORY, and R.M. KOCH. 1962. Effect of energy level on reproductive phenomena ofmature Hereford cows. J. Anim. Sci. 2 1 : 219.

WiLTBANK, J.N., W.W. ROWDEN, J.E. INGALLS, and D.R. ZIIvrrvfRMAN . 1984. Influence ofpost-partum energy level on reproductive performance of Hereford cows restricted in energy intake prior to calving . J. Anim. Sci. 23 : 1049.

Gambar

Tabel 1. Perfonnan produksi danreproduksi sapi PO

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Sistem pendukung keputusan pemberian ijin usaha penambang adalah suatu sistem untuk menginputkan data penambang dalam usaha pertambangan di Dinas Departemen dan Energi.

Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan

Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2010/2011 dengan Seluruh Kepala SMP/SMA/SMK Negeri, Kepala UPT TK/SD Kecamatan, Pengawas Tingkat satuan pendidikan, BMPS dan Stakeholders

Pada Gambar 11 juga dapat diketahui bahwa estimasi kuat tekan dari UPV Test pada pier yang tidak mengalami kebakaran cukup mendekati hasil estimasi dari Hammer Test

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ketersediaan dan pengelolaan kelembagaan masyarakat pesisir kawasan daerah perlindungan laut dalam meningkatkan taraf

bhabin pekon Sumber Mulyo Polsek Sumberejo Bripka Tuwuh Susongko melaksanakan giat kunjungan / sambang di rumah kediaman Bpk.Supono di pekon. Sumber Mulyo kec.Sumberejo

Sektor transportasi udara yang merupakan jasa pelayanan penerbangan adalah salah satu sektor yang mengalami perkembangan cukup signifikan pada 5 (lima) tahun terakhir dan

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis ucapkan karena skripsi berjudul: ”Pengaruh Konservatisme terhadap Penilaian Ekuitas Perusahaan Dengan Moderasi Good