• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI - PENGARUH PROFITABILITAS, LIKUIDITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016) - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI - PENGARUH PROFITABILITAS, LIKUIDITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2016) - UMBY repository"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1. Laporan Keuangan

Laporan Keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan,

merupakan suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama tahun

buku yang bersangkutan (Baridwan, 2013). Secara umum laporan keuangan

adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode

akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan

tersebut (Sujarweni, 2017). Laporan keuangan merupakan salah satu sumber

informasi yang penting bagi pemakaian laporan keuangan dalam rangka

pengambilan keputusan ekonomi (Hery, 2015).

2.2 Jenis Laporan Keuangan

Menurut SAK ETAP (2009), Laporan keuangan yang lengkap

meliputi :

1. Neraca

Neraca merupakan bagian dari laporan keuangan suatu perusahan

yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan

posisi keuangan perusahaan pada akhir periode tersebut. Neraca

minimal mencakup pos-pos berikut: kas dan setara kas; piutang

(2)

tetap; aset tidak berwujud; utang usaha dan utang lainnya; aset dan

kewajiban pajak; kewajiban diestimasi; ekuitas.

2. Laporan laba rugi

Laporan laba rugi menyajikan hubungan antara penghasilan dan

beban dari entitas. Laba sering digunakan sebagai ukuran kinerja

atau sebagai dasar untuk pengukuran lain, seperti tingkat

pengembalian investasi atau laba per saham. Unsur-unsur laporan

keuangan yang secara langsung terkait dengan pengukuran laba

adalah penghasilan dan beban. Laporan laba rugi minimal

mencakup pos-pos sebagai berikut: pendapatan; beban keuangan;

bagian laba atau rugi dari investasi yang menggunakan metode

ekuitas; beban pajak; laba atau rugi neto.

3. Laporan perubahan ekuitas

Dalam laporan ini menunjukkan Seluruh perubahan dalam ekuitas

untuk suatu periode, termasuk di dalamnya pos pendapatan dan

beban yang diakui secara langsung dalam ekuitasuntuk periode

tersebut, pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi

kesalahan yang diakui dalam periode tersebut. Perubahan ekuitas

selain perubahan yang timbul dari transaksi dengan pemilik dalam

kapasitasnya sebagai pemilik termasuk jumlah investasi,

penghitungan dividen dan distribusi lain ke pemilik ekuitas selama

(3)

4. Laporan arus kas

Laporan arus kas menyajikan informasi perubahan historis atas kas

dan setara kas entitas, yang menunjukkan secara terpisah

perubahan yang terjadi selama satu periode dari aktivitas operasi,

investasi, dan pendanaan.

5. Catatan atas laporan keuangan

Yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan

informasi penjelasan lainnya. Catatan atas laporan keuangan berisi

informasi sebagai tambahan informasi yang disajikan dalam

laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan memberikan

penjelasan naratif atau rincian jumlah yang disajikan dalam laporan

keuangan dan informasi pos-pos yang tidak memenuhi kriteria

pengakuan dalam laporan keuangan.

2.3 Analisis Laporan Keuangan

Menurut Kasmir (2017) agar laporan keuangan menjadi lebih berarti

sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilakukan

analisis laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen, tujuan utama

analisis laporan keuangan adalah agar dapat mengetahui posisi keuangan

perusahaan saat ini. Dengan mengetahui posisi keuangan, setelah dilakukan

analisis laporan keuangan secara mendalam akan melihat apakah perusahaan

dapat mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak.

(4)

pengambil keputusan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan

melalui informasi yang didapat dalam laporan keuangan keuangan (Hery,

2015). Menurut Harahap (2015) analisis laporan keuangan berarti

menguraikan akun-akun laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih

kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang

mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data

kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui

kondisi keuangan yang lebih dalam yang sangat penting dalam proses

menghasilkan keputusan yang tepat.

2.4. Rasio Keuangan

2.4.1 Pengertian Rasio Keuangan

Menurut Kasmir (2017) rasio keuangan merupakan kegiatan

membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara

membagi angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antar

satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar

komponen yang ada diantara laporan keuangan. Kemudian angka-angka yang

diperbandingkan dapat dalam satu periode maupun beberapa periode. Hasil

rasio keuangan ini untuk menilai hasil kerja manajemen apakah mencapai

target seperti yang telah ditetapkan. Kemudian juga dapat menilai

kemampuan manajemen dan memperdayakan sumber perusahaan secara

efektif. Dari kinerja yang dihasilkan ini juga dapat dijadikan sebuah evaluasi

(5)

ditingkatkan atau dipertahankan sesuai dengan target perusahaan. Menurut

Hery (2015) rasio keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dengan

menggunakan laporan keuangan yang bersifat sebagai alat ukur dalam

menilai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan.

2.4.2 Rasio Profitabilitas

Profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur besarnya kemampuan

suatu perusahaan untuk memperoleh keuntungan ditinjau dari kemampuan

perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba dibanding dengan

jumlah aktiva yang dimilikinya (Sartono, 2001). Menurut Hanafi dan Halim

(2006), Profitabilitas adalah rasio untuk mengukur besarnya kemampuan

suatu perusahaan didalam memperoleh keuntungan. Terdapat tiga rasio untuk

mengukur profitabilitas yaitu:

1) Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan

tingkat aktiva tertentu.

2) Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat

penjualan tertentu.

3) Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan model

saham tertentu.

Secara sederhana profitabilitas dapat diterjemahkan sebagai keuntungan

yang diperoleh perusahaan (Riyanto, 1999). Perusahaan dengan profitabilitas

yang tinggi biasanya cenderung menggunakan hutang yang lebih kecil,

(6)

yaitu melalui laba yang di tahan yang akan memperbesar modal sendiri

(Sartono, 2001).

Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan

tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang

relatif kecil. Karena modal sendiri yang tinggi dirasa sudah memadai untuk

membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan (Brigham dan Houston,

2004). Menurut Hery (2015) Profitabilitas dapat diukur dengan beberapa

rasio antara lain:

1) Return On Assets (Hasil Pengembalian atas Aset)

Rasio yang menunjukkan hasil (return) atas penggunaan aset perusahaan

dalam menciptakan laba bersih. Dengan kata lain rasio ini digunakan

untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan

dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset. Rumusnya yaitu:

Return On Assets = Laba bersih Total Asset

2) Return On Equity (Hasil Pengembalian atas Ekuitas)

Rasio yang menunjukkan hasil (return) atas penggunaan ekuitas

perusahaan dalam menciptakan laba bersih. Dengan kata lain rasio ini

digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan

dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total ekuitas.

(7)

Return On Equity = Laba bersih Total Ekuitas

3) Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor)

Rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya presentase laba kotor atas

penjualan bersih. Rumusnya yaitu:

Gross Profit Margin = Laba kotor Penjualan bersih

4) Operating Profit Margin (Margin Laba Operasional)

Rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya presentase laba

operasional atas penjualan bersih. Rumusnya yaitu:

Operating Profit Margin = Laba Operasional Penjualan bersih

5) Net Profit Margin (Margin Laba Operasional)

Rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya presentase laba bersih

atas penjualan bersih. Rumusnya yaitu:

(8)

2.4.3 Rasio Likuiditas

Likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara aset

lancar yang dimiliki perusahaan dengan kewajiban lancar yang dimiliki

perusahaan. Biasanya rasio ini digunakan perusahaan untuk mengukur sejauh

mana kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban jangka

pendeknya (Brigham dan Houston, 2004). Menurut Brigham dan Houston

(2004) Likuiditas dapat diukur dengan beberapa rasio antara lain:

1) Current Ratio (Rasio Lancar)

Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo dengan

menggunakan total aset lancar yang tersedia. Dengan kata lain, rasio lancar

ini menggambarkan seberapa besar jumlah ketersediaan aset lancar yang

dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total kewajiban lancar (Hery,

2015). Rumusnya yaitu:

Current Ratio = Asset Lancar Kewajiban Lancar

2) Quick Ratio (Rasio Lancar)

Rasio yang digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan

(9)

Quick Ratio = Aktiva Lanca - Persediaan Hutang Lancar

3) Cash Ratio (Rasio Kas)

Cash ratio (CR) merupakan salah satu ukuran likuiditas yang dihitung

berdasarkan perbandingan antara saldo kas akhir tahun dengan utang

lancar perusahaan (Gitman, 2003 dalam Suwetja, 2014). Sebenarnya

semakin tinggi rasio ini, akan semakin baik kesempatan kas untuk

membayar kewajiban jangka pendeknya. Tapi bila dianggap terlalu tinggi,

maka akan menjadi tidak efisien. Hal ini dikarenakan kas tidak disimpan

terlalu berlebihan. Bisa digunakan untuk membayar hutang lebih cepat,

atau membeli aset tetap yang dapat berguna untuk kegiatan operasional

perusahaan (Munthe, 2012).Rumusnya yaitu:

Cash Ratio = Kas Utang Lancar

2.4.4 Rasio Solvabilitas

Rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan

dibiayai dengan utang atau rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka

pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan atau

dilikuidasi (Kasmir, 2008 dalam Widiyanti, 2014). Jenis-jenis Rasio

(10)

1) Debt To Asset Ratio (Debt Ratio)

Rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total

utang dengan total aktiva. Apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan

dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk

memperoleh pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu

menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula

apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang.

Standar pengukuran rata-rata industri adalah 35% (Kasmir, 2008 dalam

Widiyanti, 2014). Rumusnya yaitu:

Debt To Asset Ratio = Total Hutang Total Akitiva

2) Debt To Equity Ratio

Merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas.

Standar umum rata-rata industri sebesar 90%, bila diatas rata-rata

perusahaan dianggap kurang baik (Kasmir, 2008 dalam Widiyanti, 2014).

Rumusnya yaitu:

(11)

3) Long Term Debt To Equity Ratio

Rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya

adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri

yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara

membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang

disediakan oleh perusahaan (Kasmir, 2008 dalam Widiyanti, 2014).

Rumusnya yaitu:

Long Term Debt To Equity Ratio= Total Utang Jangka Panjang Total Ekuitas

2.4.5 Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

Mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan

(penjualan, sediaan, penagihan piutang, dan lainnya) atau rasio untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari (Kasmir,

2008 dalam Widiyanti, 2014). Jenis-jenis Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

yaitu:

1) Receivable Turn Over (Perputaran Piutang)

Rasio untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode

atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu

periode. Standar umum rata-rata industri untuk perputaran piutang adalah

15 kali. Semakin tinggi rasio menunjukkan bahwa modal kerja yang

(12)

perusahaan semakin baik. Sebaliknya jika rasio semakin rendah ada over

investment dalam piutang (Kasmir, 2008 dalam Widiyanti, 2014).

Rumusnya yaitu:

Receivable Turn Over = Penjualan Kredit Piutang

2) Inventory Turn Over (Perputaran Persediaan)

Rasio untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam sediaan

(inventory) ini berputar dalam suatu periode. Standar umum rata-rata

industri adalah 20 kali. Apabila mencapai sampai 20 kali berarti inventory

turn over lebih baik, perusahaan tidak menahan sediaan dalam jumlah

yang berlebihan. Apabila rasio yang diperoleh tinggi, ini menunjukkan

perusahaan bekerja secara efisien dan likuid persediaan semakin baik.

Demikian pula apabila perputaran sediaan rendah berarti perusahaan

bekerja secara tidak efisien atau tidak produktif dan banyak barang sediaan

yang menumpuk. Hal ini akan mengakibatkan investasi dalam tingkat

pengembalian yang rendah (Kasmir, 2008 dalam Widiyanti, 2014).

Rumusnya yaitu:

(13)

3) Working Capital Turn Over (Perputaran Modal Kerja)

Mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode

tertentu. Artinya seberapa banyak modal kerja berputar selama suatu

periode atau dalam suatu periode. Untuk mengukur rasio ini, dibandingkan

antara penjualan dengan modal kerja atau dengan modal kerja rata-rata.

Apabila perputaran modal kerja yang rendah, dapat diartikan perusahaan

sedang kelebihan modal kerja. Hal ini mungkin disebabkan karena

rendahnya peputaran persediaan atau piutang atau saldo kas yang terlalu

besar. Demikian pula sebaliknya jika perputaran modal kerja tinggi,

mungkin disebabkan tingginya perputaran persediaan atau perputaran

piutang atau saldo kas yang terlalu kecil. Rata-rata industri untuk

perputaran modal kerja adalah 6 kali (Kasmir, 2008 dalam Widiyanti,

2014). Rumusnya yaitu:

Working Capital Turnover = Sales

Net Working Capital

4) Total Assets Turn Over (Perputaran Total Aktiva)

Mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan

mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva..

Standar umum rata-rata industri untuk rasio ini adalah 2 kali, jika dibawah

standar berarti perusahaan belum mampu memaksimalkan aktiva yang

(14)

mengurangi sebagian aktiva yang kurang produktif (Kasmir, 2008 dalam

Widiyanti, 2014).

Total Assets Turn Over = Sales

Total Assets

2.4.6 Rasio Nilai Pasar

Rasio ini digunakan untuk mengukur harga saham perusahaan relatif

terhadap nilai bukunya. Rasio yang digunakan yaitu: Price Earning Ratio

(PER) dan Earning Per Share (EPS).

Price Earning Ratio (PER) merupakan perbandingan antara harga pasar

suatu saham (market price) dengan laba perlembar saham, dan merupakan

indikator perkembangan perusahaan di masa mendatang. Menurut (Murhadi,

2013 dalam Sutomo dan Ardini, 2017) Price to Earning Ratio

menggambarkan perbandingan antara harga pasar dengan pendapatan per

lembar saham. Perusahaan yang mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan

berkembang lebih besar adalah perusahaan yang memiliki price earning ratio

yang tinggi. Semakin tinggi ratio PER, semakin tinggi pertumbuhan laba

yang diharapkan oleh pemodal. Apabila PER perusahaan tinggi, maka saham

perusahaan dapat memberikan reaksi pasar yang tinggi bagi para investor.

Sedangakan Earning Per Share (EPS) adalah rasio yang menunjukkan

berapa besar kemampuan per lembar saham dalam menghasilkan laba. EPS

juga merupakan analisis laba dari sudut pandang pemilik yang dipusatkan

(15)

digunakan dalam publikasi mengenai performance perusahaan yang menjual

sahamnya kepada masyarakat umum karena EPS merupakan pendapatan yang

diperoleh dari tiap lembar saham yang diinvestasikan dimana besarnya

pendapatan tergantung pada laba bersih yang diperoleh perusahaan dan

jumlah lembar saham yang beredar (Muhardi, 2013 dalam Sutomo dan

Ardini, 2017).

2.4.7 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana diklasifikasinya

perusahaan menurut besar kecilnya. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat

dilihat dari jumlah pendapatan, total aset, jumlah karyawan dan total modal.

Semakin besar ukuran pendapatan, total aset, jumlah karyawan dan total

modal maka akan mencerminkan keadaan perusahaan yang semakin kuat

(Basyaib, 2007 dalam Mutia dkk, 2011). Menurut Departement Perindustrian

dan Perdagangan Republik Indonesia ukuran perusahaan terbagi dalam tiga

kategori yaitu perusahaan besar, perusahaan menengah dan perusahaan kecil.

Suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki aktivitas yang lebih besar

dan memiliki risiko atau tanggung jawab yang besar pula sesuai dengan

aktivitas yang dilakukan, semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin

dikenal masyarakat, yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan

informasi mengenai perusahaan (Jogiyanto, 2003 dalam Mutia dkk, 2011).

Ukuran perusahaan (size) adalah indikasi ukuran sebuah perusahaan

(16)

yang dimiliki perusahaan jika mengalami peningkatan mengidentifikasikan

meningkatkan kinerja perusahaan dari sudut penjualan dan laba

(Sudharmadji, 2007 dalam Hasni dkk, 2013). Ukuran perusahaan sangat

identik dengan besarnya skala produksi yang dihasilkan sebuah perusahaan

dalam satu periode tertentu. Bentu-bentuk ukuran perusahaan terdiri dari total

nilai penjualan, besarnya nilai kapitalisasi pasar dan struktur assets yang

dimiliki perusahaan (Phalipu, 2005 dalam Hasni dkk, 2013).

2.4.8 Dividend Payout Ratio

Dividend Payout Ratio merupakan indikasi atas persentase jumlah

pendapatan yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemilik atau

pemegang saham dalam bentuk kas (Gitman, 2003 dalam Rosdini, 2009).

Dividend Payout Ratio (DPR) ini ditentukan perusahaan untuk membayar

dividen kepada para pemegang saham setiap tahun, penentuan DPR

berdasarkan besar kecilnya laba setelah pajak.

Dividend Payout Ratio = Dividend per share

Earnings per share

2.5 Definisi Dividen

(Stice et al, 2005 dalam Suharli, 2007) Mengartikan dividen sebagai

pembagian laba kepada para pemegang saham perusahaan sebanding dengan

jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Dividen dapat

(17)

saham dapat dinyatakan sebagai persentase atas nilai saham atau sejumlah

uang tiap lembar saham yang dimiliki.

Dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang

saham biasa (earning available for common stock holders) yang dibagikan

kepada para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai (Warsono, 2003

dalam Sihombing 2014). (Hanafi, 2004 dalam Sihombing, 2014) menyatakan bahwa “Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang

saham, disamping capital gain.

2.5.1 Jenis Dividen

Dividen dapat dibagikan dalam berbagai bentuk. Dilihat dari bentuk

dividen yang didistribusikan kepada pemegang saham, dividen dapat dibedakan

menjadi beberapa jenis (Darmadji dan Fakhruddin, 2006) :

1. Dividen Tunai (cash dividend) : Dividen yang dibagikan kepada

pemegang saham dalam bentuk kas (tunai),

Dividen kas yang dibayarkan merupakan penilaian investor atas suatu

saham. Dividen kas mencerminkan arus kas kepada pemegang saham

dan menginformasikan kinerja perusahaan saat ini dan yang akan

datang. Sebab retained earnings (laba ditahan) adalah salah satu

bentuk pendanaan internal, maka keputusan mengenai dividen dapat

mempengaruhi kebutuhan pendanaan eksternal perusahaan. Dengan

demikian, semakin besar pula jumlah pendanaan eksternal yang

dibutuhkan melalui pinjaman hutang atau penjualan saham (Gitman,

(18)

2. Dividen Saham (stock dividend): Dividen yang dibagikan bukan

dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk saham perusahaan

tersebut. Di Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen

tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang

saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah

menerima Dividen Saham (stock Dividend). Dividen saham dapat

berupa saham yang sama jenisnya maupun yang berbeda jenisnya.

Pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian

tambahan saham kepada para pemegang saham tanpa diminta

pembayaran dan dalam jumlah saham yang sebanding dengan saham

yang dimiliki (Munandar, 1983 dalam Sihombing, 2014).

3. Dividen harta (property dividend): Dividen harta merupakan

dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam

bentuk barang-barang (bukan berupa uang tunai ataupun modal

saham perusahaan). Contoh Dividen Harta adalah dividen berupa

persediaan atau saham yang merupakan investasi perusahaan pada

perusahaan lain. Pembagian dividen berupa harta lebih sulit

dibanding pembagian dividen tunai. Perusahaan melakukan

dividen harta ini karena uang tunai perusahaan tertanam dalam

investasi saham perusahaan lain atau persediaan dan penjualan

investasi atau persediaan terutama bila jumlahcukup banyak akan

menyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan turun

sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham sendiri

(19)

4. Dividen likuiditas (liquidating dividend): Dividen yang diberikan

kepada pemegang saham sebagai akibat likuidasinya perusahaan.

Dividen yang dibagikan adalah selisih nilai realisasi aset

perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya (Munandar,

1983 dalam Sihombing, 2014).

2.6. Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba

yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai

dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan

investasi dimasa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan

laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan

selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern atau internal financing

(Sartono, 2001 dalam Latiefasari, 2011). Kebijakan dividen merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahan dengan keputusan pendanaan perusahaan.

Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan dalam perusahaan yang

harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara seksama (Sartono, 2001

dalam Latiefasari, 2011).

Laba ditahan merupakan salah satu dari sumber dana yang paling

penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan dividen

merupakan aliran kas yang dibayar kepada para pemegang saham (Riyanto,

1999). Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak

(20)

pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Rasio

pembayaran dividen (dividend payout ratio) yaitu perbandingan antara

Dividend Per Share (DPS) dengan Earning Per Share (EPS). Keputusan

mengenai jumlah laba yang ditahan dan dividen yang dibagikan diputuskan

dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Robert, 1997 dalam

Latiefasari, 2011).

2.6.1Teori Kebijakan Dividen

Menurut Sartono (2001) terdapat beberapa pendapat dan teori yang

mengemukakan tentang dividen diantaranya yaitu:

1. Dividen Tidak Relevan

Menurut Modigliani dan Miller (MM) dalam (Sartono, 2001), mereka

berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak

mempengaruhi harga saham maupun kemakmuran pemegang saham. Lebih

lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning

power dan asset perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan

oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang

diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak

mempengaruhi nilai perusahaan. MM menyatakan bahwa dividen tidak

relevan berdasarkan asumsi-asumsi di bawah ini:

a. Pasar modal sempurna, di mana para investor mempunyai

(21)

b. Para investor bersifat rasional.

c. Semua peserta pasar bersifat price-taker.

d. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah. Pada praktiknya

pasar modal yang sempurna sulit ditemui, biaya emisi saham baru

pasti ada, pajak pasti ada, dan kebijakan investasi perusahaan tidak

mungkin berubah.

Beberapa ahli menentang pendapat MM tentang dividen adalah tidak relevan

dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan

mempengaruhi nilai perusahaan.

2. Teori The Bird In the Hand

Gordon dan Lintner (Sartono, 2001) berpendapat bahwa investor lebih

merasa aman untuk memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen

daripada menunggu capital gain. Sementara itu MM berpendapat dan telah

dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah

menerima dividen saat ini atau menerima capital gain dimasa datang. Gordon

dan Lintner (Sartono, 2001) beranggapan bahwa para investor memandang

seekor burung ditangan lebih berharga daripada seribu burung di udara.

Sementara itu MM berpendapat bahwa tidak semua investor berkeinginan

untuk menginvestasikan kembali dividen mereka diperusahaan yang sama

atau sejenis dengan memiliki resiko yang sama, oleh sebab itu tingkat resiko

pendapatan mereka dimasa datang bukannya ditentukan oleh kebijakan

(22)

3. Teori Perbedaan Pajak

Litzenberger dan Ramaswamy (Sartono, 2001). Mereka menyatakan

bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains

dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan

suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan

dividen yield tinggi, capital gains yield rendah daripada dividen yield rendah,

capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividen lebih besar daripada pajak

atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.

Jika manajemen percaya bahwa teori dividen tidak relevan menurut

MM (Sartono, 2001) adalah benar, maka perusahaan tidak perlu

memperdulikan berapa besar dividen yang harus dibagi. Jika mereka

menganut teori the bird in the hand, mereka harus membagi seluruh EAT

(Earning After Tax) dalam bentuk dividen. Dan bila manajemen cenderung

mempercayai teori perbedaan pajak (Tax Differential Theory), mereka harus

menahan seluruh EAT (Earning After Tax) atau DPR (Dividend Payout

Ratio) = 0%.

4. Teori Signaling Hypothesis

Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti

dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya

menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti

bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. Tapi MM

(Sartono, 2001) berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas

(23)

perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa mendatang.

Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan yang dibawah kenaikan

normal (biasanya) diyakini para investor sebagai suatu sinyal bahwa

perusahaan menghadapi masa sulit di waktu mendatang.

Seperti teori dividen yang lain, teori signaling hypothesis ini juga sulit

dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa perubahan dividen

mengandung beberapa informasi. Tapi sulit apakah kenaikan dan penurunan

harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata

disebabkan oleh efek sinyal atau disebabkan karena efek sinyal dan preferensi

dividen.

5. Teori Clientele Effect

Terdapat banyak kelompok investor dengan berbagai kepentingan, ada

investor yang lebih menyukai memperoleh pendapatan saat ini dalam bentuk

dividen seperti halnya individu yang sudah pension sehingga investor ini

menghendaki perusahaan untuk membayar deviden yang tinggi. Tetapi ada

pula investor yang lebih menyukai untuk menginvestasikan kembali

pendapatan mereka, karena kelompok ini berada dalam tarif pajak yang cukup

tinggi (Sartono, 2001).

2.6.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

Berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen (Sartono,

(24)

1. Kebutuhan dana perusahaan

Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataanya merupakan

faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan

dividen yang akan diambil. Aliran kas perusahaan yang

diharapkan, pengeluaran modal dimasa datang yang diharapkan,

kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola (skedul)

pengurangan utang dan masih banyak faktor lain yang

mempengaruhi posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan dalam

analisis kebijakan dividen.

2. Likuiditas

Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam

banyak kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan

merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan

likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar

kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

3. Kemampuan meminjam

Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tersebut akan

meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan. Selain itu

fleksibilitas perusahaan juga dipengaruhi oleh kemampuan

perusahaan untuk bergerak di pasar modal dengan mengeluarkan

obligasi. Perusahaan yang semakin besar dan establish akan

(25)

meminjam yang lebih besar, fleksibilitas yang lebih besar akan

memperbesar kemampuan membayar dividen.

4. Keadaan pemegang saham

Jika perusahaan itu kepemilikan sahamnya relatif tertutup,

manajemen biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh

pemegang saham dan dapat bertindak dengan tepat. Jika hampir

semua pemegang saham berada dalam golongan high tax (pajak

yang lebih tinggi) dan lebih suka memperoleh capital gains, maka

perusahaan dapat mempertahankan dividend payout yang rendah.

Dengan dividend payout yang rendah tentunya dapat diperkirakan

apakah perusahaan akan menahan laba untuk kesempatan investasi

yang profitable. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang

sahamnya besar hanya dapat menilai dividen yang diharapkan

pemegang saham dalam konteks pasar.

5. Stabilitas dividen

Bagi para investor faktor stabilitas deviden akan lebih menarik

daripada dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas disini dalam

arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang

ditunjukkan oleh koefisien arah yang positif. Bagi investor

pembayaran dividen yang stabil merupakan indikator prospek

perusahaan yang stabil pula dengan demikian resiko perusahaan

juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan dengan

(26)

2.6.3Jenis Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen menurut (Riyanto, 2001 dalam Sihombing, 2014 )

dapat dibagi ke dalam 4 (empat) bagian sebagai berikut:

1. Kebijakan dividen yang stabil

Kebijakan dividen yang stabil merupakan jumlah dividen per lembar

saham yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu

tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi.

2. Kebijakan pembayaran dividen dengan penetapan jumlah minimal plus

jumlah ekstra tertentu

Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar

saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik

perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal

tersebut.

3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan.

Kebijakan ini menjelaskan bahwa perusahaan yang menjalankan kebijakan

dividend payout ratio yang konstan dan dividen per lembar saham yang

akan dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan

perkembangan keuntungan bersih yang diperoleh setiap tahunnya.

4. Kebijakan dividen yang fleksibel

Perusahaan menetapkan rasio pembayaran dividen yang besarnya tiap

tahunnya disesuaikan dengan posisi keuangan dan kebijakan pendanaan

dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila keuntungan tinggi maka

(27)

keuntungan rendah maka besarnya dividen yang dibayarkan juga rendah

atau dapat dikatakan besarnya selalu proporsional dengan tingkat

keuntungan.

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu

Bansaleng, Tommy, dan Saerang (2014) melakukan penelitian

mengenai Pengaruh Kebijakan Hutang, Struktur Kepemilikan dan

Profitabilitas Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Food and

Beverage Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007 - 2011. Hasil penelitian

tersebut menyebutkan bahwa kebijakan hutang dan struktur kepemilikan tidak

berpengaruh terhadap kebijakan dividen, sedangkan profitabilitas

berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Lopolusi (2013) melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Sektor Manufaktur Yang Terdaftar

Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007 - 2011. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa profitabilitas, likuiditas, utang, pertumbuhan, free cash

flow tidak berpengaruh terhadap perubahan kebijakan dividen,sedangkan

ukuran badan usaha berpengaruh terhadap perubahan kebijakan dividen.

Idawati dan Sudiartha (2014) melakukan penelitian mengenai

Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas dan Ukuran Perusahaan Terhadap

Kebijakan Dividen Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

(28)

profitabilitas dan likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan dividen

sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Nurwani (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Likuiditas

Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Dividen (Studi Pada Perusahaan

Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013 - 2015).

Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa profitabilitas dan likuiditas

tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Novianti dan Amanah (2017) melakukan penelitian mengenai

Pengaruh Profitabilitas, Growth, Kebijakan Hutang dan Kepemilikan

Institusional Terhadap Kebijakan Dividen. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa profitabilitas, growth, kebijakan hutang menunjukkan

tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen sedangkan kepemilikan

institusional menunjukkan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

Sandy dan Asyik (2013) melakukan penelitian mengenai Pengaruh

Profitabilitas Dan Likuiditas Terhadap Kebijakan Dividen Kas Pada

Perusahaan Otomotif. Penelitian Dilakukan Pada Tahun 2009 – 2011. Hasil

penelitian tersebut menyebutkan bahwa profit margin, return on equity,

current ratio, dan quick ratio menunjukkan tidak berpengaruh terhadap

kebijakan dividen sedangkan return on assets menunjukkan berpengaruh

(29)

2.8 Hipotesis

2.8.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Kebijakan Dividen

Profitabilitas mempengaruhi kebijakan dividen dikarenakan

profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dan dividen akan dibagi apabila perusahaan tersebut memperoleh laba. Dari

laba setelah pajak tersebut sebagian dibagikan sebagai dividen kepada para

pemegang saham dan sebagian lain ditahan di perusahaan (laba ditahan). Jika

laba yang diperoleh kecil, maka dividen yang akan dibagikan juga kecil. Agar

para pemegang saham dapat menikmati dividen yang besar, maka manajemen

akan berusaha untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya guna

meningkatkan kemampuan membayar dividen. Semakin besar kemampuan

dalam menghasilkan laba maka laba yang diperoleh perusahaan yang

disediakan kepada pemegang saham juga akan semakin besar. Laba yang di

sediakan bagi para pemegang saham yang besar memungkinkan para

pemegang saham untuk memperoleh dividen dalam jumlah besar. Semakin

besar dividen yang diterima oleh para pemegang saham maka kemakmuran

pemegang saham akan meningkat dengan demikian tujuan perusahaan untuk

memakmurkan pemegang saham dapat tercapai (Darminto, 2008). (Jumaah,

2008 dalam Lopolusi, 2013) menyatakan bahwa profitabilitas memiliki

pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Hal ini dinyatakan dengan

semakin besar keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan maka semakin

besar dividen yang dibagikan. Jika laba tinggi maka dividen yang dibagikan

(30)

tersebut memperoleh keuntungan sehingga perusahaan yang semakin besar

keuntungannya akan memiliki jumlah kas yang besar pula dan perusahaan

tersebut dapat membagikan dividen dalam jumlah yang besar pula.

Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis penelitian yang diajukan sebagai

berikut :

H1 = Profitabilitas berpengarung terhadap kebijakan dividen.

2.8.2 Pengaruh Likuiditas Terhadap Kebijakan Dividen

Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk

menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang harus segera dipenuhi. Kewajiban

yang harus segera dipenuhi adalah hutang jangka pendek. Perusahaan yang

mampu memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya, berarti perusahaan

tersebut dikatakan likuid. Salah satu rasio likuiditas yang dapat

menggambarkan kemampuan likuiditas perusahaan, yang juga akan

digunakan dalam penelitian, adalah CR (cash ratio). Posisi kas ini merupakan

suatu alat analisis yang perlu dipertimbangkan sebelum membuat keputusan

mengenai kebijakan dividen. Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar,

sehingga semakin kuat posisi kas perusahaan, berarti semakin besar

kemampuan untuk membayar dividen (Suwetja, 2014). (Jumaah, 2008 dalam

Lopolusi, 2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara likuiditas

terhadap kebijakan dividen. Hal ini dinyatakan dengan semakin baik

likuiditas yang dimiliki suatu perusahaan maka akan meningkatkan

(31)

perusahaanmencerminkan bahwa adanya peningkatan kas yang dimiliki

perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis penelitian yang

diajukan sebagai berikut :

H2: Likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

2.8.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen

Perusahaan kecil memiliki aset yang lebih kecil dibandingkan dengan

perusahaan besar. Perusahaan kecil yang memiliki aset kecil akan cenderung

membagikan dividen yang rendah karena laba dialokasikan pada laba ditahan

untuk menambah aset perusahaan (Chang dan Ree, 1990 dalam Dewi, 2008).

(Jumaah, 2008 dalam Lopolusi, 2013) menyatakan bahwa ada pengaruh

positif antara ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hal ini

dinyatakan dengan semakin besar suatu perusahaan maka omset yang

dihasilkan akan semakin tinggi dan menyebabkan laba yang dihasilkan tinggi.

Jika laba tinggi maka dividen yang dibagikan juga akan tinggi. Perusahaan

besar diperkirakan akan mampu membayar dividen yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan kecil. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis

penelitian yang diajukan adalah :

(32)

2.8.4 Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen

Profitabilitas berarti hasil yang diperoleh melalui usaha manajemen

terhadap dana yang diinvestasikan pemilik dan investor. Semakin besar

tingkat laba atau profitabilitas yang diperoleh perusahaan akan

mengakibatkan semakin besar dividen yang akan dibagikan dan sebaliknya

(Sunarto dan Kartika, 2013 dalam Sandy dan Asyik, 2013).

Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban jangka pendeknya dengan tepat waktu. Bagi perusahaan, dividen

adalah arus kas keluar, dan hal tersebut mempengaruhi posisi dari kas

perusahaan. Hal tersebut mengakibatkan kesempatan perusahaan dalam

melakukan investasi menggunakan kas yang dibagikan dalam bentuk dividen

tersebut berkurang (Suharli, 2006 dalam Idawati dan Sudiartha, 2014).

Semakin likuid sebuah perusahaan, kemungkinan pembayaran dividen yang

dilakukan perusahaan tersebut akan semakin besar (Idawati dan Sudiartha,

2014).

Perusahaan dengan ukuran yang besar cenderung memiliki suatu

kemudahan dalam aksesnya menuju pasar modal. Tentu saja hal tersebut

mempengaruhi fleksibilitas perusahaan besar tersebut dalam memperoleh

dana dalam jumlah besar. Perolehan dana tersebut, dapat digunakan sebagai

pembayaran dividen bagi pemegang sahamnya. Semakin besar tingkat ukuran

(33)

besar pula (Idawati dan Sudiartha, 2014). Berdasarkan uraian tersebut,

hipotesis penelitian yang di ajukan adalah :

H4 : Profitabilitas, likuiditas dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap

(34)

2.9. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

H1 :Profitabilitas

H2 : Likuiditas Kebijakan Dividen

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti mengulang penjelasan sebagaimana pertemuan biasanya. Setelah penjelasan dirasakan cukup, kemudian peneliti membentuk kelom- pok menjadi empat dan masing-

asupan nutrisi beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 antara lain adalah ; umur lebih dari 45 tahun, mempunyai riwayat keluarga, ras

tersebut dikarenakan lele dumbo memiliki organ arborescent yang berfungsi untuk mengambil oksigen langsung dari udara bebas, sehingga ikan lele dumbo dapat hidup pada air

Program software /non fisik pada pengembangan infrstruktur Bidang Cipta Karya di entitas kota sebagai berikut :..  Penyusunan Materplan Air Limbah

RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) TAHUN 2015 – 2019.. PEMERINTAH KABUPATEN

Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah. Agrowisata kaligua brebes terletak di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Agrowisata kaligua

Pengalaman masyarakat Desa Mukebuku dan Lakamola di Kecamatan Rote Timur Kabupaten Rote Ndao dalam menghadapi bencana gempabumi tektonik, mereka menggunakan

Perancahan Rakan Sebaya : Aktiviti antara ahli-ahli kumpulan dalam mengutip data, menyemak, memantau, membimbing, memberi tunjuk ajar, serta menyumbang idea dan maklumbalas