• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Daerah lapisan batas diatas plat rata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Daerah lapisan batas diatas plat rata"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Klasifikasi Aliran Fluida

Fluida adalah zat yang terus menerus mengalami deformasi dibawah penerapan tegangan geser (tangensial) tidak peduli seberapa kecil tegangan geser. Sehingga fluida terdiri dari cairan dan gas (atau fase uap). Perbedaan antara keadaan fluida dan solid jelas jika anda membandingkan perilaku fluida dan solid. Solid berdeformasi ketika tegangan geser diterapkan, tetapi deformasi yang tidak terus meningkat dengan waktu. Aliran fluida dapat dibagi kedalam beberapa bagian diantaranya :

1. Aliran Inviscid dan Viscous

Aliran fluida berdasarkan viskositasnya dibagi menjadi dua bagian yaitu aliran inviscid dan viscous. Pada aliran inviscid efek dari viskositas (kekentalan) fluida diabaikan (μ = 0). Sebenarnya aliran fluida dengan viskositas sama dengan nol ini tidak ada. Namun untuk menyederhanakan analisa beberapa fenomena aliran mengabaikan viskositas boleh dilakukan. Untuk aliran fluida dimana viskositas sangat penting atau diperhatikan maka aliran itu disebut

aliran viscous.

Gambar 2.1 Daerah lapisan batas diatas plat rata 2. Aliran Laminar dan Aliran Turbulent

Berdasarkan struktur alirannya, aliran fluida dibedakan menjadi aliran laminar dan aliran turbulen. Untuk aliran laminar kecepatan pada suatu titik akan tetap terhadap waktu. Sedangkan aliran turbulen kecepatannya akan mengindikasikan suatu fluktuasi yang acak. Dalam aliran turbulen, profil kecepatan pada suatu titik dihasilkan dari gerak acak partikel fluida berdasarkan waktu dalam jarak dan arah. Jika kita mengambil kecepatan rata-rata terhadap waktu, maka kecepatan sesaat dapat dihitung dengan menambahkan kecepatan rata-rata dengan kecepatan fluktuasi.

                   

(2)

3. Aliran Kompresibel dan Inkompresibel

Aliran di mana perbedaan dalam massa jenis dapat diabaikan disebut inkompresibel. Ketika perbedaan massa jenis aliran yang tidak dapat diabaikan, aliran ini disebut kompresibel. Pada kenyataannya tidak ada fluida yang massa jenisnya konstan, tetapi ada beberapa masalah aliran fluida yang dapat disederhanakan dengan menganggap massa jenisnya konstan. Hal ini tidak mengurangi keakuratan solusi yang didapat. Parameter yang menjadi acuan utama untuk menentukan suatu aliran kompresibel atau tidak, dilihat dari nilai Mach Number (M), yang didefinisikan sebagai rasio antara kecepatan aliran lokal terhadap kecepatan suara lokal.

4. Aliran Internal dan Eksternal

Aliran yang dibatasi oleh suatu permukaan batas seperti pipa atau pembuluh disebut aliran internal. Contohnya seperti pada Gambar 2.2. Aliran mengalir pada benda yang terbenam di dalam fluida yang tak berbatas diistilahkan aliran eksternal. Aliran internal dan eksternal keduanya dapat berupa aliran laminer atau turbulen, kompresibel atau inkompresibel. Contoh-contoh aliran eksternal mencakup aliran udara pada pesawat terbang, mobil, gumpalan salju yang turun, atau aliran air disekitar kapal selam dan ikan. Aliran eksternal yang melibatkan udara sering disebut sebagai aerodinamika untuk menunjukkan arti penting dari aliran eksternal yang dihasilkan ketika sebuah objek seperti sebuah pesawat terbang menjelajah atmosfer.

Gambar 2.2 Aliran fluida satu fase pada pipa 5. Aliran Dua Fase

Aliran 2 fasa adalah aliran yang terjadi dalam suatu sistem yang mengandung gas dan cairan. Aliran 2 fasa dapat dikelompokan menjadi aliran gas-cair dan cair-cair. Kriteria dari 2 fasa yaitu perbedaan densitas dan viskositas.

                   

(3)

2.2 Persamaan Dasar Aliran Fluida Dalam Pipa 2.2.1 Bilangan Reynolds ( Re )

Bilangan Reynolds digunakan sebagai parameter untuk membedakan antara aliran

laminar dangan aliran turbulen.Umumnya batas antara aliran laminar dengan turbulen terjadi pada bilangan Reynold sebesar 2100. Berdasarkan hasil pengujian dari HGL. Hagen (1839), penurunan tekanan berubah secara linier dengan kecepatan (U) sampai kira– kira 0,33 m/s. Namun di atas sekitar 0,66 m/s penurunan tekanan hampir sebanding dengan kuadrat

kecepatan (ΔP∼U1,75). Pada tahun 1883 Osborne Reynolds menunjukan bahwa penurunan

tekanan tergantung pada parameter:

Bilangan Reynold dapat mendefinisikan karakteristik dari aliran laminar dan turbulen,

dengan persamaan ;

... ( 2.1) Dimana:

= Kekentalan kinematik fluida ( m2/s )

D = Diameter pipa (m) r = jari–jari pipa ( m )

ρ = Kerapatan massa jenis fluida(kg/m3)

= Kecepatan rata – rata ( m/s ) μ = Kekentalan absolute ( Pa.s ) 2.2.2 Densitas (𝛒 )

Densitas adalah ukuran untuk konsentrasi zat tersebut. Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung ratio massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu terhadap

volume bagian tersebut. Kerapatan (density) merupakan jumlah atau kuantitas dari suatu zat.

Nilai kerapatan (density) dapat dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi temperatur maka

kerapatan suatu fluida semakin berkurang karena disebabkan gaya kohesi dari molekul-molekul fluida semakin berkurang.Hubungannya dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝛒

=

...(2. 2) Dimana : ρ = berat jenis ( kg/m3) m = massa fluida ( kg ) = Volume fluida ( m3)                    

(4)

2.2.3 Laju Aliran Massa

Debit air adalah volume fluida yang dikeluarkan tiap detiknya, persamaannya sebagai berikut:

Q

=

...(2. 3) Dari debit yang telah dihitung selanjutnya akan didapat kecepatan aliran fluida, sebagai berikut;

Q=V . A maka V = ...(2.4) Setelah diketahui besar kecepatan aliran fluida, selanjutnya dapat menghitung besar laju aliran massa fluida sebagai berikut ;

ṁ = ρ x V x A...(2.5) Dimana;

Q = debit aliran ( m3/s )

ρ = berat jenis ( kg/m3 )

V = kecepatan aliran ( m/s )

A = luas penampang ( m2 ) dengan A = ᴨ D2

= volume fluida ( m3 )

D = diameter pipa ( m )

ṁ = laju aliran massa fluida (kg/s) 2.2.4 Faktor Gesekan ( λ )

Perbandingan antara wall shear stress, τw terhadap energi kinetik persatuan volume (ρv/2gc), akan menghasilkan bilangan tak berdimensi. Penurunan tekanan merupakan fungsi dari faktor gesekan (λ) dan kekasaran relatif dari dinding pada (ε/D) yang disebut sebagai faktor gesekan.

λ = f (Re, ε/D)... (2.6) Untuk aliran laminar

Energi yang hilang = 64 = ...(Giles: 1986:102) Jadi untuk aliran laminar di semua pipa untuk semua fluida, λ adalah

λ =

...(2.7)                    

(5)

Untuk aliran turbulen

Untuk pipa halus Blasius menerangkan untuk angka Re antara 3000 – 100.000

λ= ...(2.8) 2.2.5 Kecepatan Superficial Gas - Liquid

Perubahan aliran dua fasa, dapat dianaliasis dari kecepatan superficial gas ( Usg) dan kecepatan liquid nya ( Usl ) kecepatan superfisial liquid atau gas di definisikan sebagai rasio

dari laju aliran massa liquid atau gas volumetrik dengan luas penampang pipa (Cross section

area), untuk menganalisannya dibutuhkan variable – variable sebagai berikut.

Lajualiranmassatotalmelaluitabungadalahjumlah dari massa tahapalirandua fasa

ṁ = ṁG + ṁL ... ( 2.9) Dimana;

ṁ = massa laju alir total ( kg/s )

ṁG=massa laju alir gas ( kg/s )

ṁL = massa laju alir air ( kg/s )

Cross section area keseluruhan, didapat dengan menjumlahkan cross section gas dan cross section liquid.

A = AG + AL...(2.10) Dimana ;

A = Luas area total ( m2 )

AG = Luas area fasa gas ( m2 )

AL = Luas area fasa air ( m2)

Laju massa dapat dihitung dengan persamaan;

...( 2.11) ...(2. 12) ...( 2.13) Volume aliran dinyatakan sebagai berikut,

QG = AG . uG = GG.vG...(2.14)                    

(6)

QL = AL . uL = GL.vL...(2.15) Rasio massa aliran, dapat disebut pula “kualitas” dari fraksi, dinyatakan dengan rumus sebagai berikut;

...(2.16) Sehingga untuk mendapatkan kecepatan superficial gas dan liquid, digunakan persamaan,

= GG.vG...(2.17) GL.vL...(2.18) Dimana ;

x = fraksi dari kualitas atau kekeringan ṁ = laju aliran massa ( kg/s )

vL = volume spesifik ( m3/kg )

G = kecepatan massa aliran ( kg/m2.s )

2.3 Pola Aliran Pada Pipa Horizontal 2.3.1 Pola Aliran Dua Fasa

Macam pola alir tersebut diantaranya ;

a) Aliran Gelembung(bubble) dimana gelembung gas cenderung untuk mengalir

pada bagian atas tabung (tube)..

Gambar 2.3 Aliran Gelembung(bubble)

b) Aliran Kantung (plug), dimana gelembung gas kecil bergabung membentuk

kantung gas.

Gambar 2.4Aliran Kantung ( plug)                    

(7)

c) Aliran strata(stratified), dimana permukaan bidang sentuh cairan–gas sangat halus, tetapi pola aliran seperti ini biasanya tidak terjadi. Batas fasanya hampir selalu bergelombang.

Gambar 2.5Aliran Strata(stratified)

d) Aliran Strata bergelombang(stratified wave), di mana amplitudo gelombang

meningkat karena kenaikan kecepatan gas.

Gambar 2.6Aliranstrata bergelombang (stratified wave)

e) Aliran Sumbat (slug), dimana Amplitudo gelombang biasanya besar hingga

menyentuh bagian atas tube. Gelembung terbentuk dengan ukuran sebesar diameter kolom. Gelembung-gelembung kecil mengikuti dibelakangknya.

Gambar 2.7Aliran Sumbat(slug)

f) Aliran Cincin(annular) , sama dengan pada tabung vertikal hanya liquid film lebih

tebal didasar tabung dari pada bagian atas.

Gambar2.8Aliran cincin(annular)

2.3.2 Pola Aliran dalam Kecepatan Superfisial

Weisman dkk ( 1979 ) mengkaji sifat benda yang mengalir dalam pipa ( Kekentalan cairan, kepadatan cairan, tegangan permukaan, dan kepadatan gas ) dan diameter pipa dalam ( 1,27 cm to 5,08 ( 0,5 in sampai 2 in)) pada dua fasa pada pipa horizontal. Data pola aliran

pipa dua fasa dapat ditunjukan seperti pada gambar 2.7 secara keseluruhan digambarkan

dengan USG dan US, dan hubungan tersebut ditujukan dalam memprediksi batas peralihan

fasa.                    

(8)

Gambar 2.9map for horizontal flow (Weisman et al. 1979)

2.2.3 Penentuan Konfigurasi Aliran

Berdasarkan hasil analisa mekanisme transisi maka Taitel dan Dukler mengusulkan diagram pada gambar 2.8 yang sesuai dengan observasi berikut ini:

1. Transisi A, antara aliran strata cincin atau peralihan (intermittent). Transisi ini

timbul bila terjadi gelombang pada permukaan bebas dimana liquid menjadi tidak stabil. Ketidak stabilan ini merupakan efek pengisapan diatas gelombang terhadap efek gravitasi. Taitel dan dukler berspekulasi formasi dari gelombang akan membawa ke formasi dari pola aliran lain dengan mekanisme

a. Pada nilai h rendah, gelombang akan menyapu dan mengelilingi tube

membentuk cincin.

b. Pada nilai h yang besar, gelombang terbentuk pada batas fase dan disapu

oleh fase gas atau menyentuh permukaan atas tube yang membawanya ke regim peralihan.

Modelisasi dilakukan dengan sistem koordinat :

F =

... (2.19)

X =

... (2.20)                    

(9)

i

=

... (2.21)

Jika Re < 2000 maka Cf = 16/Re... (2.22) Jiks Re > 2000 maka Cf = 0,079 Re-1/4... (2.23)

Keterangan :

= Massa jenis gas (kerapatan), kg/m3

= Massa jenis liquid (kerapatan), kg/m3

Ug = kecepatan Superfisial gas (m/s)

d = diamerer (m)

= gradien penurunan tekanan, N/m

g = Gaya gravitasi, 9,81 m/s2

Cf = Koefisien gesek

dengan d, diameter tabung (tube) dan dan penurunan tekanan akibat gesekan

liquid dan gas yang diukur bila liquid atau gas sendiri yang mengalir dalam saluran.

2. Transisi B, antara aliran peralihan dengan cincin. Mulai dari aliran strata

didapatkan aliran peralihan bilalevel permukaan bebas berada diatas tabung (tube). Bila tidak maka akan didapatkan aliran cincin. Dengan ide sederhana tersebut maka memungkinkan Taitel dan Dukler kriteria transisi yang berbentuk gars lurus dengan X = 1,6.

3. Transisi C Antara aliran strata licin dengan strata gelombang. Taitel dan Dukler

menggunakan teori Jeffrey relatif terhadap timbulnya gelembung permukaan bebas. Transis ini dinyatakan dengan koordinat :

K =

( ) ...(2.24)

Keterangan :

= Massa jenis gas (kerapatan), kg/m3

= Massa jenis liquid (kerapatan), kg/m3

Ug = kecepatan Superfisial gas (m/s)

                   

(10)

Ul = kecepatan Superfisial liquid (m/s)

= viskositas kinematik, m3/kg

g = Gaya gravitasi, 9,81 m/s2

dan X berasal dari persamaan (2.20)

4. Transisi D, antara aliran peralihan dengan aliran gelembung timbul pada saat

agitasi turbulen menghalangi gas untuk mempertahankan ketinggiannya dalan tabung (tube) karena efek mampu ambang. Taitel dan Dukler sampai pada sebuah transisi dengan koordinat sebagai berikut :

T =

... (2.25)

Gambar 2.10 Diagram pola aliran Untuk pipa Horizontal (Taitel dan Dukler ,1976)

                   

(11)

Gambar 2.11 Diagram pola aliran Untuk pipa Horizontal (Taitel dan Dukler ,1986)

2.4 Pola Aliran Pada Pipa Vertikal 2.4.1 Pola Aliran Dua Fasa

Gambar 2.12 Pola Aliran Pada Pipa Vertikal(Hewitt, 1982)

1. Aliran Gelembung (bubble), dalam aliran gelembung(bubble), fasa gas tersebar dan

selalu menuju ke sumbu saluran dalam fasa cairan secara kontinyu dan memiliki

ukuran yang uniform. Pada gambar 2.10, fasa gas tersebar sebagai gelembung

(bubble)dalam cairan. Dengan bertambahnya laju aliran gas ukuran gelembung (bubble)bertambah dan cenderung untuk menempati pusat saluran. Aliran bubble ini

dibedakan dua pola, yaitu gelembung (bubble)yang tersebar serta tidak berhubungan

satu dengan lainnya dan gelembung (bubble)yang bersama dalam ikatan yang kuat

satu dengan lainnya. Pada aliran ke bawah juga dijumpai aliran gelembung (bubble)tetapi kurang stabil dibandingkan dengan ke atas, dan biasanya berkumpul di pusat saluran (untuk aliran ke atas, gelembung biasanya tersebar).

Cincin Kabut tetes liquid Cincin Acak Sumbat Gelembung                    

(12)

2. Aliran Sumbat/ kantung (slug/plug), Bila laju aliran gas diperbesar, gelembung (bubble)akan menyatu dan mempunyai ukuran hampir mendekati pipa, wujud

gelembung (bubble)berbentuk bulat seperti kepala topi yang memanjang dan gas

dalam gelembung (bubble)dipisahkan dari dinding pipa dengan lapisan film yang

turun secara perlahan-lahan. Aliran cairan dipisahkan oleh adanya gelembung (bubble)secara terus-menerus. Aliran Sumbat (slug)ini bergerak sepanjang saluran, cairan di depannya terdorong bergerak berlawanan dengan sumbat gas menuju ke bawah pada keadaan ini masih dapat dibedakan batas kantung udara yang tidak terisi oleh cairan.

3. Aliran Acak (churn), bila kecepatan gas ditambah maka sumbat gas cenderung untuk

bersatu dengan lainnya dan menjadi berbuih dalam aliran turbulen yang tinggi. Cairan menepi ke dinding dan berulang-ulang kembali ke tengah. Pola aliran ini ditandai dengan beberapa fluktuasi tekanan. Pada aliran saluran berdiameter besar, ketidakstabilan ini akhirnya mengakibatkan hancurnya aliran sumbat dan sebagai

gantinya timbul aliran Acak (churn).

4. Aliran Cincin(annular), dalam aliran Cincin(annular)lapisan film akan muncul pada

dinding pipa sedangkan gas atau uap pada bagian tengah pipa secara kontinyu. Film

cairan mungkin berisi gelembung (bubble)dan inti gas mampu mengangkut butir

cairan. Gelombang dapat muncul di permukaan film cairan dan ini merupakan sumber pengangkutan butir cairan, yaitu dengan adanya film cairan yang turun pada dinding saluran

5. Aliran Cincin kabut tetes liquid (wispy-annular), dimana konsentrasi tetesan dalam

gas bertambah dan akhirnya bergabung membentuk gumpalan.

2.4.2 Pemetaan Flow Regime Aliran Dua Fasa Gas-Liquid Pada Pipa Vertikal

Diagram Taitel dan Dukler (gambar 2.11) paling sering digunakan untuk menentukan

konfigurasi pola aliran pada pipa vertikal. Taitel dan Dukler (1977) melakukan penelitian

pada pipa vertikal berdiameter dalam 2,5 cm untuk mendapatakan flow regime maps. Pada

konfigurasi pola aliran pada pipa vertikal ini menggunakan sistem koordinat, dimana koordinat absis sebagai kecepatan superficial gas (m/s), dan koordinat ordinat sebagai kecepatan superficial liquid (m/s) dengan titik koordinat ini kita dapat menentukan peta aliran yang terjadi berdasarkan kecepatan superficial gas (m/s) dan kecepatan superfisial liquid (m/s).                    

(13)

Gambar 2.13 Peta flow regime dua fasa untuk pipa vertikal (Taitel dan Dukler, 1976)

2.5 Tinjauan Pustaka

2.5.1 Aliran Dua fasa pada Pipa vertikal

Dari Hasil Penelitian Aliran Dua Fasa pada pipa vertikal dengan diameter 46mm yang Dilakukan oleh Sugandi Widia Permana, A.Md (2011) Dihasilkan data sebagai berikut:

Gambar 2.14 Flow Regime Maps Pipa Vertikal(Widya Permana, Gandi. 2011) Dari Peta pola aliran pipa vertical di atas dapat diketahui nilai Usl yaitu antara 0,19 – 0,26 m/s sedangkan nilai Usg berkisar antara 4-8,9 m/s.

                   

(14)

Gambar 2.15 Konfigurasi bentuk pola aliran pada pipa vertical (Widya Permana, Gandi. 2011)

2.5.2 Aliran Dua fasa pada Pipa Horizontal

Dari Hasil Penelitian Aliran Dua Fasa pada pipa horizontal dengan diameter 46mm yang Dilakukan oleh Antariksta Pebriani (2011) Dihasilkan data sebagai berikut:

Gambar 2.16 Grafik Pola Aliran Pipa Horizontal (Pebrianti, Antariksta. 2011)

Dari Peta pola aliran pipa horizontal di atas dapat diketahui nilai Usl yaitu antara 0,19 – 0,255 m/s sedangkan nilai Usg berkisar antara 0,5 - 9 m/s.

0,15 0,16 0,17 0,18 0,190,2 0,21 0,22 0,23 0,24 0,25 0,26 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 U sL ( m /s) USG (m/s)

Peta Aliran Pipa Horizontal

statified wave slug plug bubble

                   

(15)

Gambar 2.17 Konfigurasi bentuk pola aliran pada pipa Horizontal (Pebrianti, Antariksta. 2011)

2.5.3 Aliran Dua Fasa Pada Elbow

Priyo Heru Adiwibowo (2009) meneliti tentang Pengaruh belokan elbow 450 dengan

R/D = 0,7 terhadap pressure drop, pola aliran dan distribusi void fraction terhadap aliran dua

fase pada pipa vertikal menuju miring 450 , dilakukan secara eksperimental dan numerik.

Pipa transparan (Plexiglas) dengan diameter dalam 36 mm, panjang 3000 mm dengan air dan

udara sebagai fluida kerja digunakan dalam penelitiannya. Variasi yang dilakukan kecepatan superficial cairan mulai 0,3 m/s – 1,1 m/s dan variasi β adalah 0,05 – 0,2 . Hasil penelitan

dapat disimpulkan bahwa pengaruh elbow 450 pada transisi flow patern setelah elbow

dipengaruhi oleh kecepatan superficial cairan. Pressure drop pada pipa uji vertikal terjadi penurunan dengan bertambahnya kualitas volumetrik gas. Sedangkan pressure drop pada

elbow 45O terjadi penurunan dengan bertambahnya kualitas volumetrik gas tetapi tidak

sebesar pada pipa vertikal. Dengan bertambahnya kualitas volumetrik gas pada pipa miring terjadi penurunan pressure drop untuk setiap kecepatan superficial cairan.

Studi Eksperimental dan Numerik Gas-Cairan Aliran Dua Fase Melewati Elbow

45oDari ArahVertikal ke Posisi Miring 45o.

Di = 36 mm ; R/D = 0,7 θ = 45° USL = 0,3 – 1,1 m/s β = 0,05 – 0,2                    

(16)

Gambar 2.18 Grafik hasil penelitian (Heru Adiwibowo, Priyo. 2009)

Benard (2006) meneliti aliran dua fase melewati belokan 900 pada pipa vertikal menuju pipa horisontal dengan diameter dalam pipa yang digunakan adalah 0,026 m. Pressure drop pada posisi vertical inlet tangent menunjukkan beberapa perbedaan yang

signifikan pada pipa vertikal. Karena adanya elbow yang menyebabkan aliran inlet terhambat

sehingga menaikkan tekanan dan jumlah fase liquid pada vertical inlet riser dan perbedaan

struktur dari flow regime dibandingkan dengan pipa vertikal lurus tanpa adanya gangguan

belokan. Sedangkan horizontaloutlet tangent memberikan hasil yang sesuai dengan literatur

pada umumnya. Sebuah korelasi empiris untuk pressure drop pada elbow dihasilkan dari

persamaan Reynoldsnumber. Tetapi penelitian ini hanya terbatas pada R/D=0,6539 dan D =

24 mm serta batasan Reynolds number pada ReSG= 2000-30000 dan ReSL= 2800-9800.

Seungjin Kim (2007) meneliti tentang pengaruh geometri dari elbow 90o pada

distribusi dari parameter lokal aliran dua fase dan karakteristrik transport-nya di horizontal

bubbly flow. Untuk akurasi data agar lebih detail penggunaan parameter lokal aliran dua fase

dengan double-sensor conductivity probe pada empat lokasi axial yang berbeda. Pengaruh

elbow tampak jelas pada kedua distribusi dan perkembangan dari paramater lokal. Elbow

menaikkan dengan jelas interaksi bubble yang signifikan pada perubahan di daerah

konsentrasi interfacial. Selanjutnya, pengaruh elbow yang signifikan menyebabkan osilasi

aliran di kedua arah vertikal dan horisontal dari pipa melintang. Hal yang perlu ditambahkan adalah pengamatan secara visual dengan alat visualisasi kamera atau teknik pengamatan lain sehingga pola aliran yang terjadi dapat dianalisa dan dihubungkan dengan parameter lain.

5,7 5,8 5,9 6 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 6,6 0 0,05 0,1 0,15 0,2 Eksp e ri m e n ta l P re ssu re D rop ΔP (k Pa)

Kualitas Volumetrik gas β

Re

sl 49488 40490 31492 22494 13497                    

(17)

Seungjin Kim (2008) menemukan sebuah investigasi pressure drop minor losses

aliran dua fase melewati elbow 450 dan 900 pada aliran buble horizontal. Diameter dalam

pipa yang digunakan 50,3 mm dan untuk elbow 450 terpasang pada L/D = 353,5 dari inlet

campuran aliran dua fase. Ada 15 kondisi aliran yang diujikan. Pada penelitian ini persamaan

yang digunakan konvensi Lockhart-Martenelli dengan parameter C= 30 pada elbow 450 dan

900 memprediksi cukup baik untuk aliran dua fase frictional pressure loss antara inlet dan

exit dari elbow 450 dan 900 secara eksperimen. Meskipun untuk memprediksi aliran elbow kurang bagus karena tidak menghitung penambahan loss pada flow restrictions. Pada persamaan baru dengan parameter C = 65 dan minor loss factor k = 0,58 dan k = 0,35 untuk

elbow 450 dan 900 diperoleh data yang baik. Dibandingkan dengan data eksperimen dan

persamaan baru adalah ±2,1% dan ±1,3% untuk elbow 450 dan 900 . Tetapi penelitian yang dilakukan masih dalam posisi horisontal dan tidak menampilkan visualisasi.

Yudi Sukmono (2009) meneliti tentang Pengaruh belokan elbow 900 dengan R/D =

0,6 terhadap pressure drop, pola aliran dan distribusi void fraction terhadap aliran dua fase

pada pipa vertikal menuju horisontal, dilakukan secara eksperimental dan numerik. Pipa

transparan (Plexiglas) dengan diameter dalam 36 mm, panjang 3000 mm dengan air dan

udara sebagai fluida kerja digunakan dalam penelitiannya. Variasi superficial liquid velocity

(Usl) mulai 0,3 m/s – 1,1 m/s serta variasi β 0,05 – 0,2 sehingga dapat dilihat perubahan pola

aliran yang terjadi. Hasil pengukuran pressure drop didapat beberapa hasil yaitu pressure

drop pipa vertikal akan semakin turun pada β yang semakin tinggi pada setiap variasi Usl.

Sedangkan pressure drop pada elbow menuju pipa horizontal memiliki kecenderungan naik

pada Usl dengan β yang semakin besar tetapi turun pada Usl rendah. Untuk nilai pressure

drop pada pipa horizontal memiliki kecenderungan naik pada setiap Usl dengan nilai β yang

semakin besar akibat pengaruh elbow yang kuat setelah keluar dari outlet elbow yang

ditunjukkan pada hasil visualisasi.                    

(18)

Gambar 2.19 Grafik Hasil Penelitian (Sukmono, Yudi. 2009)

Nay Zar Aung (2009) melakukan penelitian secara eksperimen dan numerik terhadap

aliran dua fase (udara-air) setelah melewati elbow 900 dari vertikal menuju harisontal.

Menggunakan pipa acrylic horisontal dan vertikal yang dihubungkan dengan elbow yang mempunyai R/D=2,5. Dengan variasi kecepatan superficial cairan (USL) dari 0,3 m/s sampai

dengan 1,1 m/s dan volumetric gas quality (β) dari 0,05 sampai dengan 0,2 . Hasil penelitian

menunjukkan bahwa efek dari elbow terhadap flow pattern sangat jelas pada kecepatan superficial liquid tinggi. Fase liquid dan gas mengalami separasi mulai dari inlet elbow. Fase liquid dengan kecepatan tinggi mengenai outer surface dari elbow bend, sementara fase gas akan terkonsentrasi pada sisi inner surface. Terdapat aliran bubbly sampai jarak tertentu pada pipa horisontal. Berdasar pada visualisasi pola aliran, teridentifikasi adanya daerah mixed flow patterns yang menerangkan adanya efek pada elbow bend terhadap flow pattern transition. Pressure drop di bidang uji vertikal bertambah dengan meningkatnya bilangan Reynolds superficial gas (ReSG) dan berkurang dengan volumetric gas quality pada bilangan Reynolds yang sama. Pressure drop di bidang uji horisontal bertambah dengan bertambahnya bilangan Reynolds superficial gas (ReSG) dan volumetric gas quality. Efek elbow terhadap pressure drop kelihatan pada bidang uji horisontal.

Abd. Halim (2009) melakukan penelitian tentang Pengaruh belokan elbow 900

dengan meter bend (R/D = 0) terhadap pressure drop dan distribusi void fraction berdasarkan

flow patern pada aliran dua fase pada pipa vertikal menuju horisontal, dilakukan secara                    

(19)

eksperimental dan numerik. Pipa transparan (Plexiglas) dengan diameter dalam 36 mm, panjang 3000 mm dengan air dan udara sebagai fluida kerja digunakan dalam penelitiannya.

Pengujian dilakukan dengan memberikan variasi superficial liquid velocity (Usl) mulai 0,5

m/s – 1,1 m/s serta variasi volumetric gas quality (β) adalah 0,05 – 0,2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengaruh elbow pada formasi flow patern akan sangat tampak pada kecepatan superficial liquid yang tinggi, fase liquid dengan kecepatan tinggi mengenai outer surface dari elbow bend, sementara fase gas akan terkonsentrasi pada sisi inner surface disebabkan tekanan yang tinggi pada outer surface. Gaya sentrifugal dan secondary flow akibat dari efek elbow bend akan mempercepat bubble bergerak keluar dari elbow tanpa dapat saling bergabung satu sama lain sampai jarak sejauh 10D dari downstream elbow. Pressure drop di bidang uji vertikal menurun dengan meningkatnya bilangan Reynolds superficial gas (ReSG). Pressure drop karakteristik elbow meter bend dan bidang uji horisontal mengalami peningkatan dengan meningkatnya bilangan Reynolds liquid dan volumetric gas quality. Efek elbow sangat berpengaruh terhadap pressure drop di bidang uji horisontal.                    

Gambar

Gambar 2.1 Daerah lapisan batas diatas plat rata  2.  Aliran Laminar dan Aliran Turbulent
Gambar 2.3 Aliran Gelembung(bubble)
Gambar 2.5Aliran Strata(stratified)
Gambar 2.9map for horizontal flow (Weisman et al. 1979)  2.2.3   Penentuan Konfigurasi Aliran
+7

Referensi

Dokumen terkait

tidak signifikan terhadap tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan initial public offering sehingga hipotesis yang menyatakan prosentase penawaran saham ke

Jalur yang dapat langsung diakses ke puncak Gunung Ciremai terdapat tujuh jalur, yaitu jalur dari Palutungan, Linggarjati, Setianegara, Cibuntu, dan Padabeunghar di Kabupaten

Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi aktivitas antioksidan dan kadar gizi dari kulit lumpia yang telah disubstitusi dengan bubuk Spirulina

Tetapi pada jaman sekarang pemahaman orang-orang Kristen tentang “pertumbuhan iman” telah menjadi kabur, karena mereka selalu mengkaitkan antara pertumbuhan iman dengan

Target penerimaan perpajakan pada APBN tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp1.193,0 triliun, terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri sebesar Rp1.134,3 triliun

Setiap individu dalam populasi akan mengalami perubahan genetik melalui mutasi dan kawin silang untuk membentuk individu baru dengan nilai ketahanan yang baru

Setelah didapatkan dan dimasukkan data meteorologi tersebut pada model, maka dengan model Gaussian yang sudah diprogram pada model bersama data lain akan dihitung rata-rata