• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mau tidak mau harus terbuka untuk investasi asing dan dituntut agar mampu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mau tidak mau harus terbuka untuk investasi asing dan dituntut agar mampu"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Akan tiba saatnya bahwa Indonesia harus terbuka terhadap masuknya komoditi pertanian yang diproduksi dari luar negeri. Sektor pertanian pun mau tidak mau harus terbuka untuk investasi asing dan dituntut agar mampu bertahan pada kondisi persaingan bebas. Bahkan saat ini pun pasar-pasar swalayan di sekitar kita tak terkecuali di Kabupaten Cirebon sudah mulai dibanjiri produk-produk pertanian seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan daging yang dihasilkan petani negara asing yang dapat menggeser kedudukan produksi pertanian yang dihasilkan petani-petani negara kita sendiri. Untuk mampu bersaing dalam pasar ekonomi global maka mutu hasil pertanian kita perlu ditingkatkan.

Unsur utama dalam peningkatan hasil pertanian adalah penyediaan dan pengolahan air baku. Dalam merealisasikan program penyediaan air baku tersebut pemerintah telah berusaha memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada, diantaranya dengan membangun berbagai fasilitas irigasi.

Sejak Pelita I Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pekerjaan Umum c.q. Direktorat Jenderal Pengairan telah banyak melaksanakan pembangunan di bidang pengairan antara lain pembangunan jaringan irigasi

(2)

baik yang berskala besar, sedang maupun kecil untuk meningkatkan produksi pertanian dan mempertahankan swasembada pangan guna tercapainya ketahanan pangan.

Dalam rangka pemanfaatan jaringan irigasi yang telah selesai dibangun perlu dilakukan usaha-usaha operasi dan pemeliharaan sesuai prosedur untuk menjamin agar prasarana tersebut dapat berfungsi optimal yang diharapkan dapat menunjang peningkatan produksi pangan.

Sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsumsi perkapita, maka kebutuhan akan pangan dari tahun ketahun terus meningkat, untuk mempertahankan swasembada pangan terutama beras, diperlukan berbagai usaha yang memerlukan dana yang cukup besar, dan dengan semakin meningkatnya beban pembangunan dan kegiatan operasi pemeliharaan maka pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan di bidang irigasi yang antara lain menetapkan penyerahan jaringan irigasi kecil kepada para petani melalui perkumpulannya yang diharapkan dapat berperan serta memikul bersama tanggung jawab tersebut.

Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan kebijakan (policy statement) dalam PP. No.14 Tahun 1987 mengenai pengelolaan irigasi yang menjadi dasar Penyerahan Irigasi Kecil (PIK), dengan PIK, pengelolaan jaringan irigasi yang luas arealnya kurang dari 500 ha diserahkan kepada

(3)

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) termasuk biaya operasi dan pemeliharaannya.

Di Kabupaten Cirebon terdapat beberapa daerah irigasi yang terkena program PIK, diantaranya D.I. Sigebang, D.I. Tonjong, dan D.I. Ciwedus yang arealnya dibawah 500 ha. Pada saat penyerahan kepada petani melalui P3A kondisi-kondisi daerah irigasi tersebut dalam keadaan baik dan terawat, kalaupun ada yang rusak maka diperbaiki terlebih dahulu sebelum diserahkan agar tidak terlalu menjadi beban P3A.

Pada awalnya manfaat yang diharapkan dari program PIK adalah pengurangan beban biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&P) jaringan irigasi yang ditanggung pemerintah sehingga pemerintah dapat meningkatkan kemampuan untuk meningkatkan jaringan irigasi yang arealnya lebih luas, disamping itu dengan PIK diharapkan peningkatan kinerja pengelolaan irigasi melalui peran serta petani dan memperkokoh kelembagaan petani dalam hal opersai pemliharaan jaringan irigasi. Dalam perkembangannya sebagian besar kinerja Daerah Irigasi program PIK tidak seperti yang diharapkan, berbagai permasalahan muncul dalam realisasi program PIK tersebut baik dari segi kelembagaan maupun pendanaannya sehingga fasilitas jaringan irigasi yang ada sebagian besar justru menjadi terbengkalai, tidak terawat bahkan rusak, kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi pun nyaris tak ada terutama untuk kegiatan pemeliharaannya, dapat dikatakan bahwa hampir semua daerah irigasi di Kabupaten Cirebon yang terkena program

(4)

PIK tidak terawat dan rusak, sehingga fungsi operasinya menjadi tidak optimal.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut yang hasilnya dituangkan dalam skripsi dengan judul “ANALISIS KINERJA DAERAH IRIGASI KECIL EX PROGRAM PIK (PENYERAYAHAN IRIGASI KECIL)”, dengan studi kasus pada D.I. Sigebang, D.I. Tonjong dan D.I. Ciwedus Kabupaten Cirebon.

1.2. FOKUS MASALAH

Belum efektif dan efisiennya Sistem Kinerja Jaringan Irigasi Daerah Irigasi-Daerah Irigasi Kecil Ex Program PIK menunjukan bahwa implementasi prinsip-prinsip kinerja jaringan irigasi belum optimal.

1.3. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam kajian ini apakah dan bagaimanakah kinerja sistem irigasi Daerah Irigasi Ex Program PIK ?

1.4. TUJUAN

Tujuan dilakukanya analisis kinerja Daerah Irigasi Kecil Ex Program PIK (Penyerahan Irigasi Kecil) Studi Kasus Pada D.I. Sigebang, D.I. Tonjong dan D.I. Ciwedus Kabupaten Cirebon Yaitu :

(5)

2. Menganalisis debit

3. Menganalisis kondisi dan fungsi jaringan irigasi

4. Menganalisis kelembagaan pengelolaan jaringan irigasi. 5. Menganalisis anggaran

1.5. KEGUNAAN PENELITIAN

Kegunaan penelitian yaitu kegunaan penelitian bagi pihak-pihak terkait yang berkepentingan dengan hasil penelitian. Kegunaan penelitian meliputi dua aspek yaitu :

1.5.1. Kegunaan Toritis

Diharapkan dapat menjadi masukan kajian akademis yang bermanfaat, khususnya dalam mempelajari kasus implementasi sistem pengelolaan Daerah Irigasi.

1.5.2. Kegunaan Praktis

Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat :

a. Menjadi masukan bagi pelaku pengelola dan pendayaguna irigasi dalam upaya peningkatan optimalisasi sistem pengelolaan irigasi.

b. Menjadi masukan dalam penyempurnaan dan memperbaiki prosedur pengelolaan dan pendayagunaan sistem irigasi.

(6)

1.6. LANDASAN TEORI

Diawali penafsiran bahwa Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian. Untuk pelaksanaannya dibutuhkan “Jaringan Irigasi”, yaitu saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaan. Sedangkan istilah “Operasi dan Pemeliharaan” diartikan sebagai tindakan pengusahaan dan pendayagunaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989;222) dengan menjaga stabilitas bangunan sebagai resiko dari pemakaian secara terus menerus (jaringan irigasi).

Di Indonesia, pembangunan sektor pertanian diupayakan melalui perluasan jaringan untuk lebih menyeimbangkan pemanfaatan air dan usaha konservasi, melindungi areal produksi dan menghindarkan kerusakan akibat banjir dan kekeringan, serta mendukung pemanfaatan areal pertanian baru serta penyediaan air bagi masyarakat. Pembangunan pengairan perlu ditingkatkan untuk memelihara tetap berfungsinya sumber air dan jaringan irigasi bagi pertanian (GBHN, 1993).

Dengan bertambah banyaknya pembangunan yang telah selesai dikerjakan, adalah mutlak perlu dilakukan usaha-usaha eksploitasi dan pemeliharaan dengan baik, untuk menjamin daya guna prasarana pengairan yang sudah ada agar prasarana tersebut dapat melakukan fungsi sesuai dengan umur ekonomisnya dalam rangka menunjang produksi serta peningkatan peri kehidupan masyarakat. Untuk itu pemerintah mengharap terut sertanya masyarakat yang secara langsung memperoleh manfaat dari adanya prasarana tersebut. Dasar pemikiran pemerintah dalam hal ini adalah tidak lain untuk menanamkan rasa ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan serta pemeliharaan dan adanya rasa ikut memilikinya.

(7)

Suatu kebijakan mengatasi kesulitan dana untuk operasi dan pemeliharaan irigasi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang intinya terdiri dari dua hal. Pertama, satuan Irigasi Pemerintah yang luasnya kurang dari 500 ha secara bertahap pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat petani pemakai air termasuk biaya eksploitasi dan pemeliharaanya melalui program Penyerahan Irigasi Kecil (PIK). Kedua, para petani pemakai air irigasi selain bertanggung jawab terhadap operasi dan pemeliharaan, diharapkan dapat menanggung sebagian biaya operasi dan pemliharaan melalui proyek Iuran Pelayanan Air Irigasi (IPPAIR).

Agar kebijaksanaan pemerintah mengenai pelipahan tugas dan tanggung jawab terhadap pengelolaan irigasi dapat diimplementasikan, maka perlu dipersiapkan terlebih dahulu bentuk organisasi yang akan menerimanya, hal ini penting untuk menetapkan kepada siapa irigasi yang bersangkutan akan diserahkan pengelolaannya.

1.6.1. Analisis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya yang penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah data besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterprestasikan.

(8)

Kategori atau pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari seperangkat data juga merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti.

1.6.2. Kinerja

Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan

atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu “ ( Hasibuan,2001:34 )

Widodo ( 2006:78 ) mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakanya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas kinerja merupakan hasil kerja dalam suatu kegiatan yang diharapkan yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan tanggung jawab.

1.6.3. Irigasi

1.6.3.1. Definisi Irigasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, disebutkan bahwa irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

(9)

Menurut Sudjarwadi (dalam pengantar teknik irigasi; 1979 ; 1 ) menyebutkan irigasi adalah kegiatan – kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain – lain usaha pertanian.

Berdasarkan dari uraian diatas maka irigasi adalah suatu kegiatan yang bertujan untuk memperoleh air guna mengairi sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain guna meningkatkan atau mempertahankan hasil pertanian.

1.6.3.2. Maksud dan Tujuan Irigasi

Menurut Wahyudi ( 1987 ) irigasi di definisikan sebagai usaha memberikan air kedalam tanah dengan maksud untuk mempertahankan kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman.Tujuan pemberian irigasi antara lain adalah : ( 1 ) Memenuhi kebutuhanair pada waktu dan jumlah yang tepat untuk pertumbuhan tanaman yang baik. ( 2 ) Untuk memberikan jaminan panen pada saat musim kemarau yang panjang. ( 3 ) Untuk mendinginkan tanah dan atmosfer,sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman. ( 4 ) Untuk mencuci atau mengurangi garam dalam tanah. ( 5 ) Untuk mengurangi erosi pada tanah. ( 6 ) Untuk melunakkan pembajakan dan gumpalan tanah.

Penambahan air kedalam tanah dimaksudkan agar kebutuhan air tanaman dapat terpenuhi secara seragam keseluruh daerah perakaran tanaman.

(10)

1.6.3.3. Sistem Irigasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, disebutkan bahwa Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia.

1.6.3.4. Tingkatan dan Unsur Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan, yaitu :

1. Jaringan Irigasi Teknis

Ciri – ciri Jaringan Irigasi Teknis, yaitu : a. Bangunan Utamanya permanen

b. Kemampuan bangunan dalam mengukur dan mengatur debit baik

c. Saluran irigasi dan saluran pembuang terpisah d. Petak tersier dikembangkan sepenuhnya e. Areal yang dialiri tak ada batasan

2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Ciri – ciri Jaringan Irigasi Semi Teknis, yaitu :

a. Bangunan utamanya permanen atau semi permanen

b. Kemampuan bangunan dalam mengukur dan mengatur debit sedang

(11)

c. Saluran irigasi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah d. Saluran tersier belum dikembangkan atau densitas bangunan

tersier jarang

e. Areal yang diairi sampai dengan 2000 ha 3. Jaringan Irigasi Sederhana

Ciri – ciri Jaringan irigasi sederhana , yaitu : a. Bangunan Utamanya sederhana

b. Kemampuan bangunan dalam mengukur dan mengatur debit jelek

c. Saluran irigasi dan pembuang jadi satu d. Saluran tersier belum ada

e. Areal yang dialiri tak lebih dari 500 ha.

Sedangkan dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu :

1. Bangunan-bangunan utama ( headworks ) dimana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau waduk

2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier.

3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif; air irigasi dibagi-bagi dan dialirka kesawah-sawah dan kelebihan air ditampung didalam suatu saluran pembuang.

(12)

4. Sistem pembuang yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air ke sungai atau kesaluran-saluran alamiah.

Untuk mengetahui kriteria kondisi saluran dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel.1.1.

Kriteria Penilaian Kondisi Fungsi Saluran dan Bangunan irigasi

No Kriteria Kondisi Kondisi %

Rekomendasi Penaganan

1 Baik ( B ) > 80

UpGrading dan optimalisasi 2 Rusak Ringan ( RR ) 50 - 79 Rehabilitasi Ringan 3 Rusak Sedang ( RS ) 30 - 49 Rehabilitasi Sedang 4 Rusak Berat ( RB ) 20- 29 Rehabilitasi Berat

5 < 19

Rehabilitasi Total atau Pembangunan Baru Sumber : Dep.PU Dirjen SDA 2007

1.6.3.5. Daerah Irigasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007,disebutkan bahwa Daerah Irigasi adalah

kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi, sedangkan Jaringan Irigasi adalah, saluran, bangunan, dan banguna pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembagian air irigasi.

(13)

1.6.3.6. Jaringan Irigasi

Jaringan Irigasi yaitu saluran dan bangunan irigasi yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaan. Jaringan irigasi terdiri dari :

1. Jaringan irigasi primer dan jaringan irigasi sekunder, adalah bagian dari jaringan irigasiyang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran sekunder, dan saluran pembuangnya, bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan bagi sadap, serta bangunan pelengkapnya.

2. Jaringan irigasi tersier, adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasidalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter dan bangunan pelengkapnya.

1.6.3.7. Operasi dan Pemeliharan Irigasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, disebutkan bahwa Operasi jaringan

irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuanganya, termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu / bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi, sedangkan Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestarianya.

(14)

Beberapa kajian empiris menunjukkan bahwa salah satu kendala terpenting yang dihadapi untuk memacu pertumbuhan produksi pangan khususnya padi adalah turunnya kapasitas lahan. Turunnya kapasitas lahan merupakan akibat dari sindroma over-intensifikasi pada lahan sawah dan penurunan kualitas irigasi (Simatupang, 2000).

Lebih dari 80 persen produksi padi di Indonesia berasal dari lahan irigasi. Oleh karena itu degradasi kinerja irigasi merupakan ancaman nyata terhadap masa depan pasokan pangan nasional. Dampak kemunduran kinerja irigasi bersifat langsung dan tidak langsung. Dampak langsung adalah turunnya produktivitas, turunnya intensitas tanam, dan meningkatnya resiko usahatani. Dampak tidak langsung adalah melemahnya komitmen petani untuk mempertahankan ekosistem sawah karena buruknya kinerja irigasi mengakibatkan lahan tersebut kurang kondusif untuk usaha tani.

Terutama di level tertier (yang merupakan tanggung jawab petani),

penyebab utamanya terkait dengan kegagalan

mengembangkan kelembagaan pengelolaan irigasi partisipatif, (2) dana yang tersedia untuk O&P irigasi sangat terbatas sehingga sebagian besar (60 – 80 persen) habis untuk membayar gaji pegawai dan biaya administrasi dan yang teralokasikan untuk pemeliharaan prasarana hanya sekitar 15 – 40 persen (Syarief, 2002).

Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa degradasi kinerja jaringan irigasi memang terjadi di semua level, tetapi yang paling menonjol dan banyak ditemukan adalah di level tertier (Sumaryanto dkk, 2003).

(15)

1.6.4. Debit

Suyono ( 1985 ) mengemukakan bahwa debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat dalam suatu tempat atau yang dapat ditampung dalam suatu tampat tiap satu satuan waktu.

Perhitungan debit dapat dipergunakan dengan menggunakan metode Emboys Float Method, dengan Rumus :

R = WDAL / T

Keterangan :

R = Debit air ( m³ / det )

W = Rata – rata lebar ( m )

D = Rata – rata kedalaman ( m )

A = Konstanta dasar perairan

( 0,80 = Untuk dasar perairan berpasir,

Krikil dan berbatu, ( 0,90 = Untuk dasar perairan berlumpur)

L = Jarak yang ditempuh pelampung ( m ) T = Waktu ( detik ).

(16)

1.6.4.1. Debit andalan

Untuk debit andalan Q 80% dari rata-rata debit yang diambil

dalam kurun waktu tertentu ( 5 – 10 tahunan ).

Untuk Daerah Irigasi-Daerah Irigasi yang akan dianalisa telah disusun daftar debit ½ bulanan selama 10 tahun, mulai dari tahun 2003 sampai tahun 2012. Untuk mendapatkan debit andalan, maka angka debit diurut dari yang terbesar hingga terkecil.

Nomor urut yang debitnya dipakai sebagai debit andalan ditentukan dengan rumus :

N = 80% × n

Keterangan :

N = Urutan tahun yang Q-nya dipakai sebagai debit andalan n = Banyaknya tahun pengamatan

Dalam hal ini : n = 10

N = 80% x 10 = 8

Jadi debit yang ada pada urutan ke 8 digunakan sebagai debit andalan.

(17)

1.6.5. Kebutuhan air irigasi

Secara umum di Indonesia yang menjadi patokan dalam perencanaan irigasi adalah perencanaan kebutuhan air irgasi untuk tanaman padi. Kebutuhan air tanaman padi untuk varietas padi yang sering dipergunakan di Indonesia ada;ah rata-rata sebesar 1 liter/detik/hektar, atau ketinggian genangan padi rata-rata sebesar 10 cm. Padi yang terendam air terlalu tinggi tidak baik karena akan menghambat pertumbuhan, tetapi apabila kondisi padi yang sudah tinggi maka apabila genangan kurang dari kebutuhan juga kurang baik. Dalam kondisi batas waktu tertentu padi masih memungkinkan untuk mendapat suplai air kurang dari semestinya dan atau mendapat suplai air berlebihan dari optimum.

Menurut statistik padi yang tidak mendapat suplai air selama tiga hari berturut-turut masih mampu bertahan hidup demikian pula tanama padi yang mengalami genangan penuh maksimum selama tiga jam masih mampu bertahan hidup. Dengan demikian maka perhitungan kebutuhan kegiatan alokasi air tanaman padi biasanya diperlukan kebutuhan selama 2 minggu, sehingga data yang diperlukan cukup data curah hujan selam dua mingguan atau data debit dua mingguan (Anwar, 2011)

Data curah hujan dan data debit sungai yang diperlukan dalam analiss perencanaan pengelolaan air dan sumberdaya air harus sesuai dengan tujuan analisis. Secara umum analisis hidrologi yang dilakukan adalah: a) analisis kebutuhan air untuk perencanaan kebutuhan air irigasi, b) analisis perhitungan debit rencana untuk menentukan kapasitas penampang sungai dalam perencanaan bangunan pengendali banjir, c) analisis hidrologi untuk perencanaan air drainase, d) analisis hidrologi untuk perhitungan potensi air dalam rangka penentua volume rencana waduk, dan e) analisis hubunga antara curah hujan dengan debit aliran dalam rangka pengembangan sistem peringatan dini banjir (Anwar, 2011).

(18)

Untuk mengetahui besaran air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti :

a. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan

Jangka waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan adalah 30 atau 45 hari, tergantung tersediaya air dan tenaga kerja. Kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat diasumsikan pada Tabel

Tabel 1.2.

Kebutuhan air untuk pengolahan lahan Musim

tanaman untuk padi

Penjenuhan Pendahuluan (mm) Penggantian Lapisan air (mm) Jumlah S (mm)

Hujan (sesudah tidak ditanami padi) 250 50 300 Kemarau (sesudah ditanami padi) 200 50 250 Sumber: Budhiono (2011) b. Satuan kebutuhan air

Satuan kebutuhan air adalah jumalah volume air optimal untuk keperluan tanaman yang diusahakan pada satuan luas dan dalam selang waktu tertentu. Satuan kebutuhan air ini pada setiap jenis tanaman dapat ditentukan dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

SKA = ( E + P Cu + R – Re + I )

(19)

Keterangan :

E = Evapotranspirasi P = Perkolasi

Cu = Kebutuhan air untuk jenis tanaman tertentu R = Run off

Re = Curah hujan efektif

I = Infiltrasi (peresapan / daya serap air) T = Periode waktu pemberian air

Waktu pemberian air biasanya ditetapkan untuk 10 s/d 15 hari, batas periode waktu tersebut ditentukan atas dasar hasil penelitian dan percobaan. Batas waktu untuk periode pemberian air yang dihasilkan adalah untuk menentukan selang waktu antara pemberian air yang lalu dengan pemberian air berikutnya. Batas waktu tersebut tidak boleh dilampaui, hal ini apabila waktu pemberian air melebihi selang waktu tersebut tanaman akan mati walaupun dilakukan pemberian air, karena tanaman tersebut telah mencapai titik layu permanen (permanent wilting point).

1.6.6. Analisa Kebutuhan Air Irigasi

Pola tanam yang diberlakukan di Kabupaten Cirebon berdasarkan Keputusan Pemerintah Daerah setempat dan pihak atau kelompok petani yang terkait tersebut adalah dibagi dua macam kelompok daerah sesuai ketersediaan air yaitu daerah cukup air dan daerah yang terbatas air. Untuk daerah cukup air pola tanamnya adalah : Padi - Padi – Palawija, Padi – Pad -

(20)

Palawija, dan Tebu. sebagai salah satu upaya untuk mempercepat masa tanam I (MT I), Disamping upaya masa pengolahan tanah dikarenakan pada saat penyemaian padi tidak membutuhkan air.

Untuk daerah terbatas air pola tanamnya adalah Padi – Palawija – Palawija, Padi – Paliwija dan Tebu.

Tata tanaman pengaturan pembagian areal yang akan ditanami beberapa jenis tanaman tertentu pada suatu daerah irigasi berdasarkan tersedianya air pada waktu tertentu pula.

Tata tanam yang diberlakukan dalam analisa ini adalah Padi - Padi - Padi, Padi - Padi - Palawija. Dengan koefesien tanam dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.3.

Koefesien tanaman padi

NO URAIAN WAKTU (BULAN) KEBUTUHAN AIR ( L / Det / Ha ) 1 2 3 4 Pengolahan Lahan Penanaman Pertumbuhan Pemasakan 0,5 0,5 2 1 1,20 1,00 0,80 0,20 Jumlah 4 3,20

(21)

Tabel 1.4.

Koefesien tanaman palawija

NO URAIAN

WAKTU

(BULAN) KEBUTUHAN AIR (L/det/Ha) Pengolahan Lahan Penanaman Pertumbuhan 0,5 1,5 0,5 0,8 0,2 0,2 Jumlah 2,5 1,20

1.6.7. Kelembagaan Pengelola Jaringan Irigasi

Perkembangan organisasi irigasi telah banyak mewarnai pergeseran sistem organisasi dan dinamika sosial ekonomi masyarakat pedesaan, dan fenomena ini akan terus berlangsung. Interaksi teknologi (irigasi) dan organisasi mewujudkan suatu proses pembentukan organisas baru. Atas dasar ini, organisasi diwujudkan sebagai aturan main untuk mengatur pelaku ekonomi dalam suatu komunitas. Organisasi mengandung makna aturan main yang dianut oleh masyarakat atau anggota yang dijadikan pedoman oleh seluruh anggota masyarakat atau anggota orgaisasi dalam melakukan transaksi. Organisasi secara evolusi tumbuh dari masyarakat atau sengaja dibentuk. Namun pada hakekatnya bentuk organisasi mengatur tiga hal esensial, yaitu penguasaan, pemanfaatan, dan transfer teknologi. Keragaan

(22)

yang merupakan dampak dari bekerjanya suatu institusi sangat tergantung pada bagaimana institusi itu mengatur hal-hal tersebut.

Pakpahan (1991) menilai bahwa bentuk organisasi berdampak terhadap kinerja produksi, penggunaan input, kesempatan kerja, perolehan hasil, dan kelestarian lingkungan. Seberapa jauh organisas yang direkayasa diterima masyrakat bergantung pada struktur wewenang, kepentingan individu, keadaan masyarakat, adat dan kebudayaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa organisasi yang mempunyai nilai-nilai dan norma yag mampu mengatur anggotanya berperilaku selaras dengan lingkungannya akan mencerminkan suatu totalitas kinerja kehidupan sosial yang khas. Organisasi-organisasi tradisional pengelola yang sampai saat ini masih bertahan (seperti subak di Bali) membuktikan betapa pentingnya organisasi dalam suatu pengelolaan air.

Organisasi pengelola air bukan sekedar untuk kegiatan teknis semata, namun juga merupakan suatu lembag sosial, bahkan di Pedesaan Indonesia kandungan kaidah-kaidah yang telah disepakati lebih sarat daripada sarana fisiknya. Seperti kasus subak yang sebenarnya bukan saja mengatur mengenai operasional da perawatan jaringan irigasi saja, namu juga menyepakati mengenai segi religi atau kebudayaannya. Juga mengenai sangsi-sangsi bagi aggota yang melanggar aturannya. Sanksi ini terlepas dari hukum negara tetapi lebih besar kepada hukum adat.

Pasandaran dan Taryoto (1993) mengungkapka bahwa berbagai pengaturan irigasi yang berorientasi pada upaya generalisasi kebijaksanaan, tanpa memperhatikan norma-norma setempat seringkali menghadapi hambatan. Karena itu dalam sistem kemasyarakatan yang majemuk seperti yang ada di Indonesia, pertimbangan kekhasan masing-masing masyarakat atau wilayah seyogianya harus mendapat pertimbangan. Sejalan dengan itu, Hayami dan Rachman et al. (2002) mengungkapkan bahwa relatif langkanya suatu sumberdaya, pada gilirannya dapat mewujudkan technical innovation dan institutional innovation. Dalam sistem organisasi pengelolaan irigasi

(23)

terkandung makna elemen-elemen partisipan, teknologi, tujuan, dan struktur yang terdapat interdependensi satu sama lain. Sistem organisasi yang dianut bertujuan ke arah efisiensi, dengan mengurangi ongkos transaksi (transaction cost).

Dalam rangka mendorong peran serta petani pemakai air di bidang pengelolaan eksploitasi dan pemeliharaan irigasi, maka upaya menumbuh kembangkan Perkumpulan Petani Air (P3A) agar mandiri, perlu diciptakan suasana yang menunjang guna pemberdayaan potensi yang ada pada petani dalam mengelola air irigasi, antara lain melalui Penyerahan Pengelolaan Irigasi (PPI) (Rostaningsih dan Sakti, 2003).

Di lain pihak dengan keterbatasan personil yang ada dalam hal pelayanan di bidang pengairan, pemerintah belum dapat memenuhi dalam segala kualitas dan kuantitas guna peningkatan efisiensi kerja agar tidak terjadi penurunan pelayanan irigasi yang mempunyai dampak berkurangnya produksi pertanian. Maka mulai saat ini perlu mengikutsertakan petani / masyrakat yang mendapat nikmat air irigasi klewat Perkumpulan Petani Pengelola Air (P3A) dalam pengelolaan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi secara bertahap dan berkesinambungan ( Rostaningsih dan Sakti, 2003).

1.7. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian Kualitatif yang berisi tentang teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti, adapun sebagai metodologi/tahapannya sebagai berikut :

(24)

Gambar 1.1. Alur Pikir

Debit & areal Anggaran

Analisis Data Selesai Tidak Pengumpulan Data ya

Data pendukung ( Dokumen ) :

 Kondisi dan fungsi jaringan irigasi yang baik adalah < 80%  Debit yang ideal harus bisa mengairi areal < 70% dari luas areal

yang ada

 Intensitas Tanam selama setahun adalah 300 %.  Kebutuhan Juru pengairan: 1 Orang per 750-1500 Ha

Kebutuhan Operasi Bendung : 1 Orang per bendung

Kebutuhan Petugas Pintu Air : pada saluran berjarak antara 2 – 3 km

 Pekerja Saluran : 1 Orang per 2 – 3 km panjang saluran

Intensitas Tanam

Kelembagaan / Pengelola Data kondisi &

fungsi Jaringan Irigasi

(25)

1.8. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan skripsi ini, disusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan tentang Latar Belakang, Fokus Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Kegunaan Penelitian, Landasan Teori, Kerangka Pemikiran dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan tentang studi terdahulu yang relevan dengan materi yang dikaji.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Menuangkan dan menguraikan metode yang digunakan untuk melakukan kajian, metode pengumpulan data serta lokasi kajian.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Menguraikan tentang hasil dan pembahasan analisis.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Menuangkan simpulan dari hasil dan pembahasan analisis serta menuangkan saran tindak lanjut dan atau rekomendasi.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. “EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA”

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan data, informasi, dan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki kinerja jaringan irigasi. Tujuan penelitian adalah:

1. Mengevaluasi kinerja jaringan irigasi dengan penekanan pada aspek operasi dan pemeliharaannya.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi kinerja jaringan irigasi.

3. Mengidentifikasi potensi dan kendala yang dihadapi dalam perbaikan kinerja jaringan irigasi.

2.1.1. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi

Kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command area) yang kondusif untuk penerapan pola tanam yang direncanakan. Kinerja irigasi ditentukan secara simultan oleh kondisi fisik jaringan dan kinerja O&P.

Tolok ukur yang diterapkan untuk mengevaluasi kinerja Operasi & Pemeliharaan irigasi mencakup aspek-aspek berikut:

(27)

1. Tolok ukur keluaran Operasi & Pemeliharan jaringan irigasi sebagai penyedia, penyalur, dan distribusi air. Terdapat empat indikator yang terkait dengan aspek ini:

 Kehandalan penyampaian air (Reliability of Delivery – KPA):

rencana aktual

Q Q KPA

 Kemerataan penjatahan air antar petak tertier (Water Allocation Equity – WAE): Hilir Hulu KPA KPA WE

 Kemampuan untuk melakukan drainase yang baik (tercermin dari perbandingan antara kondisi aktual dengan yang direncanakan).  Ketersediaan dana Operasi & Pemeliharaa irigasi, baik dari swadaya

petani maupun dari pemerintah.

2. Tolok ukur menurut sudut pandang petani. Ini dapat dinilai melalui:

 Tingkat kecukupan, yakni perbandingan tebal (depth) pemberian air irigasi aktual terhadap tebal air yang diinginkan petani (P3A).

 Ketepatan waktu, yakni perbandingan antara waktu pemberian air menurut kondisi akutal terhadap jadwal yang diinginkan petani (P3A). Dalam konteks ini difokuskan pada ketepatan waktu kedatangan pasokan air irigasi meskipun sebenarnya dimensinya juga mencakup durasinya.

 Kehandalan penerimaan air irigasi (KPI).

KPA rata -rata

(28)

2.1.2. Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Degradasi Kinerja OP Jaringan Irigasi.

Identifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi kinerja OP jaringan irigasi difokuskan pada jaringan tertier. Secara garis besar, faktor penyebab terjadinya degradasi kinerja (operasi dan pemeliharaan) jaringan irigasi di level tertier dipilah menjadi 2 kategori:

1. Eksternal: perubahan kondisi wilayah yang mengakibatkan jaringan irigasi tidak dapat berfungsi optimal atau bahkan rusak.

2. Internal: P3A tidak berfungsi sehingga tidak berhasil membangun aksi kolektif untuk melakukan Operasi Pemelihar irigasi dengan baik.

2.1.3. Identifikasi Potensi dan Kendala yang Dihadapi Dalam Perbaikan Kinerja Jaringan Irigasi.

Pada level tertier, potensi dan kendala yang dihadapi dalam perbaikan kinerja jaringan irigasi diidentifikasi melalui pendekatan tidak langsung dengan cara mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi petani dalam Operasi Pemeliharaan irigasi. Secara garis besar bentuk partisipasi dipilah menjadi tiga kategori: (1) berpartisipasi dalam bentuk pemenuhan kewajiban finansial saja, (2) berpartisipasi dalam bentuk tenaga kerja saja, (3) berpartisipasi dalam pemenuhan kewajiban finansial maupun tenaga kerja. Kualitas partisipasi juga dikelompokkan menjadi tiga tingkatan:

(29)

(1) tidak berpartisipasi, (2) tingkat partisipasi sedang, dan (3) berpartisipasi penuh.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat di simpulkan sebagai berikut :

1. Dari evaluasi diperoleh kesimpulan bahwa degradasi kinerja irigasi terjadi akibat pengaruh simultan dari degradasi kondisi fisik jaringan dan rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan. Sebagian besar degradasi kondisi fisik jaringan terkait dengan kerusakan saluran irigasi, banyaknya pintu-pintu air yang rusak, dan sedimentasi saluran-saluran pembuang, terutama di level tertier. Rendahnya kinerja operasi dan pemeliharaan irigasi terkait dengan sangat terbatasanya anggaran OP irigasi dari pemerintah yang jauh dari mencukupi; sementara itu keswadayaan petani dalam memupuk dana OP irigasi sangat terbatas. 2. Tingkat kehandalan jaringan irigasi maupun tingkat pemerataan

distribusi air irigasi termasuk kategori rendah – sedang. Di Way Sekampung dan Brantas, hal itu lebih banyak disebabkan oleh debit air irigasi yang cenderung semakin menurun, sedangkan di Wawotobi terutama disebabkan oleh banyaknya jaringan irigasi yang rusak.

3. Pada level tertier penyebab degradasi kinerja jaringan irigasi yang bersifat eksternal (di luar kendali petani/P3A) terkait dengan lima aspek berikut: (1) anggaran OP irigasi dari pemerintah yang sangat terbatas sehingga hanya dapat dimanfaatkan di sebagian jaringan sekunder dan

(30)

tertier, (2) jumlah petugas dan fasilitas pendukung yang tidak mencukupi, (3) pembinaan P3A yang kurang memadai (terutama di Wawotobi), (4) koordinasi antar lembaga terkait yang lemah dan tumpang tindih, dan (5) perubahan kawasan yang mendorong terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lain.

4. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja jaringan irigasi adalah kinerja P3A. Secara umum kinerja P3A termasuk kategori rendah – sedang; bahkan cukup banyak ditemukan adanya petak-petak tertier yang irigasinya tidak dikelola secara sistematis dalam wadah P3A (P3A hanya sekedar nama). Ini dapat disimak dari keberadaan pengurus, kejelasan pembagian tugas antar pengurus, kemampuan untuk mendorong partisipasi petani dalam pemeliharaan jaringan tertier dan kuarter, kemampuan mengumpulkan dan keterbukaan dalam penggunaan iuran irigasi, dan keterampilan mencegah/memecahkan konflik internal organisasi P3A ataupun dengan pihak lain.

5. Kendala yang dihadapi dalam memperbaiki kinerja OP irigasi tampaknya justru terletak pada kebijakan pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan antisipasi terhadap dinamika budaya dan perkembangan wilayah, serta konsistensi dalam pengembangan dan pendayagunaan irigasi.

(sumber : Sumaryanto, Masdjidin Siregar, Deri Hidayat, M. Suryadi Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2006))

(31)

2.2. “EVALUASI OPERASI DAN PEMELIHARAAN BENDUNG CANGKUANG KECAMATAN BABAKAN KABUPATEN CIREBON”

Kondisi air yang berlimpah pada saat musim penghujan dimanfaatkan oleh petani untuk mengairi sawahnya yang ditanami padi, akan tetapi sebaiknya pada saat kemarau oleh petani ditanami tebu dan palawija, sesuai dengan Rencana Tata Tanam yang diatur oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon (Peraturan Bupati Cirebon No. 32 Tentang Rencana Tata Tanam, Rencana Pengaturan Air Tahun 2010 / 2011)

Permasalahan yang terjadi diakibatkan terjadinya genangan air pada area lahan pertanian Daerah Irigasi Cangkuang, sistem pengoperasian pada pintu – pintu air irigasi Bendung Cangkuang yang kurang optimal sehingga banyak sampah yang mengendap pada daerah genangan air di bendung dan di saluran irigasi.

Dari permasalahan ini, sangat mempengaruhi sekali terhadap rencana pola tanam dan hasil produksi pertanian Daerah Irigasi Cangkuang.

Maksud dalam penelitian tersebut adalah sebagai salah satu tindakan untuk memecahkan suatu permasalahan yang terjadi terhadap pengoperasian dan pemeliharaan pada bendung dan Saluran Irigasi Daerah Bendung Cangkuang sehingga dalam tata cara Operasi dan Pemeliharaan dapat terarah sesuai ketentuan yang diharapkan.

Tujuan penelitian untuk memperoleh gambaran mengenai tata cara pengoperasian dan pemeliharaan Bendung dan Saluran Irigasi pada Bendung Cangkuang sehingga pemanfaatan prasarana Sumber Daya Air tersebut dapat dioptimalkan agar dapat meningkatkan produksi tanaman

(32)

pertanian sesuai rencana pola tanam yang tanamnya bisa diatur oleh pemerintah.

Metodologi adalah prosedur yang sistematis dan standar yang diperlukan untuk memperoleh data dan menganalisis data. Pengumpulan data tidak lepas dari suatu proses pengadaan data primer, sebagai langkah awal yang amat penting, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan sebagai referensi dalam suatu analisis.

Menurut pada ahli W.C Schluter (1925) “How to do Research”, E.R Downig (1928) “The element and safeguard of scientific Thinking” dan H. H Abelson (1993) “The Art of Educational Research”, bahwa langkah – langkah dalam metode penelitian sekurang kurangnya dilakukan langkah – langkah berikut :

1) Merumuskan serta mendefinisikan masalah 2) Mengadakan studi kepustakaan

3) Mengumpulkan Data

4) Menyusun, Menganalisis dan Memberikan Interpretasi. 5) Membuat Kesimpulan.

Kesimpulan dari hasil analisis dan kajian tersebut adalah :

1) Kegiatan pengoperasian yang dilakukan untuk pengaturan pada pintu – pintu air di hulu bendung dan saluran kurang optimal, karena kurangnya tenaga kerja ( penjaga pintu air ) di lapangan tersebut.

2) Pemeliharaan kurang optimal, karena masih adanya kerusakan pada pintu – pintu air di bendung dan saluran, terjadinya pengendapan sedimentasi di hulu bendung. Selama belum ada upaya untuk perbaikan pintu – pintu air dan pengerukan / galian sedimen karena minimnya anggaran.

(33)

3) Adanya surplus air sehingga bisa dimanfaatkan untuk perluasan Daerah Irigasi .

4) Agar surplus irigasi benar – benar dimanfaatkan untuk perluasan daerah irigasi, agar air tersebut tidak hilang karena terbatasnya pemeliharaan sistem bendung dan sistem saluran, sesuai dengan panduan teknis yang ada serta penyediaan dana merupakan persiapan utama.

5) Pola tanam yang dipakai adalah Padi, Tebu, Palawija. Sesuai dengan Peraturan Bupati Cirebon No. 32 tentang Rencana Tata Tanam.

(sumber dari skripsi Ade Joni Alfian, Evaluasi Operasi dan Pemeliharaan Bendung Cangkuang Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon)

2.3. KAJIAN SISTEM JARINGAN IRIGASI RENTANG PADA SALURAN INDUK UTARA KABUPATEN INDRAMAYU

Bendung Rentang dibangun pertama kali pada tahun 1826 untuk mengairi areal pesawahan di 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Majalengka, Cirebon, dan Indramayu, melalui intake kiri bendung ke Saluran Induk Cipelang dan Intake kanan ke Saluran Induk Sindupraja.

Sumber air bendung rentang adalah Sungai Cimanuk yang mempunyai mata air di Gunung Papandayan dan Gunung Mandalagri. Sungai Cimanuk ini mendapatkan suplesi dari Sungai Cibitung, Sungai Cipeles, dan Sungai Cidangdung yang merupakan anak – anak sungainya. Jaringan Irigasi mendapat pasokan air dari Bendung Rentang melalui Saluran Induk Cipelang. Areal Irigasi mendapat air dari intake bagian kiri yang melayani Saluran Sekunder Sumber dan Jaringan Irigasi Saluran Induk Utara dan Saluran Induk Barat.

(34)

Berdasarkan hasil pemantauan kegiatan pengelolaan jaringan irigasi Rentang di Kabupaten Indramayu, dapat digambarkan betapa kompleksnya permasalahan yang muncul dalam pengelolaan jaringan irigasi pada beberapa lokasi, areal irigasi teknik telah berubah fungsi.

Tujuan penelitian untuk melakukan kajian teknis terhadap bangunan dan saluran irigasi berdasarkan evaluasi data dan kondisi lapangan yang ada adalah mengembalikan / meningkatkan kondisi fungsi sistem jaringan irigasi Rentang pada Saluran Induk Utara Kabupaten Indramayu.

Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Mulai dari pengumpulan data, baik dari data primer maupun data sekunder.

2) Melakukan tinjauan pustaka dari beberapa referensi dan literatur yang berhubungan dengan kajian penulisan skripsi tersebut.

3) Menganalisis serta mengolah data – data yang terkumpul dalam menyusunnya.

4) Menyimpulkan dari beberapa analisis tersebut, kemudian memberikan masukan berupa saran – saran.

5) Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil analisis dan kajian tersebut adalah :

1) Kebutuhan air sistem 5 golongan yaitu : di sawah (1,16 lt/dtk/ha), di saluran tersier (1,46 lt/dtk/ha), di saluran sekunder (1,62 lt/dtk/ha) dan di saluran induk (1,16 lt/dtk/ha)

2) Ketersediaan biaya O & P setiap tahunnya tidak memadai dan kontinyu, sehingga tingkat kerusakan pada saluran dan bangunan makin membesar.

3) Perkumpulan Petani Pemakai Air kurang berfungsi sehingga pengambilan iar tidak teratur malah cenderung untuk dikatakan

(35)

liar sehingga areal yang seharusnya mendapat giliran air sama sekali tidak mendapatkan

4) Penyebab yang mengakibatkan mengecilnya dimensi saluran yang terutama adalah turunnya elevasi tanggul saluran karenafaktor usia dan tingginya sedimen sehingga pada saat ini di beberapa saluran sering terjadi over topping.

5) Keterlambatan pekerjaan rehabilitasi saluran dan bangunan irigasi menjadikan kerusakan bertambah parah dan operasional jaringan irigasi tidak bisa berjalan baik, sehingga tidak bisa menunjang stabilitasi hasil produk dan harga padi.

(sumber dari skripsi R.M. Budhiono, Kajian Sistem Jaringan Irigasi Rentang pada Saluran Induk Utara Kabupaten Indramayu)

(36)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. METODELOGI

Metodelogi adalah prosedur yang sistematis dan standar yang diperlukan untuk memperoleh data dan menganalisis data. Pengumpulan data tidak lepas dari suatu proses pengadaan data primer, sebagai langkah awal yang amat penting, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan sebagai referensi dalam suatu analisis.

Metodelogi penelitian merupakan suatu hal terpenting dalam melakukan suatu penelitian karena digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji fakta/data yang diteliti untuk diuji kebenarannya. Sugiyono (1999:1) mendefinisikan metodologi penelitian sebagai berikut: ”Metodelogi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data data dengan tujuan dan kegunaan tertentu

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif bersifat deskriptif - induktif. Sifat penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk dapat memberikan uraian dan penjelasan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian, sedangkan pendekatan induktif berdasarkan proses bepikir/pengamatan di lapangan/fakta-fakta empirik.

Metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-induktif, dimana dalam pemecahan masalahnya menggambarkan subjek dan atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama penelitian dalam kinerja

(37)

sistem irigasi dan usaha mengemukakan hubungan secara mendalam dari aspek-aspek yang diteliti.

3.2. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk penyusunan analisis yaitu :

3.2.1. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan/peninjauan di lapangan. Adapun data yang diperoleh berupa data Primer .

3.2.2. Wawancara

Wawancara yaitu melakukan pengumpulan data-data sekunder melakukan (interview, dengar pendapat dengan masyarakat sekitar dan instansi terkait).

3.2.3. Bibliografi

Bibliografi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menginventarisasi dan mengumpulkan data melalui dokumen dan atau arsip-arsip terkait.

(38)

3.3. JENIS DATA DAN SUMBER DATA

3.3.1. Jenis data

Jenis data yang digunakan untuk melakukan Analisis Kinerja Daerah Irigasi Kecil Ex Program PIK (Penyerahan Irigasi Kecil) Studi Kasus Pada D.I. Sigebang, D.I. Tonjong dan D.I. Ciwedus Kabupaten Cirebon yaitu : a. Data primer

Data yang diperoleh dari hasil observasi dengan melakukan pengamatan langsung.

b. Data sekunder

Data yang didapat dari informasi dan melalui wawancara dan bibliografi.

3.3.2. Sumber data

Data – data yang digunakan bersumber dari : 1) Lokasi kajian

2) Unsur/instansi/lembaga terkait

3.4. OBYEK ANALISIS

Penelitian dilakukan untuk menganalisa daerah-daerah irigasi kecil ex program PIK. Pada kajian ini penulis mengambil sempel kasus pada 3 (tiga) daerah irigasi ex program PIK di Kabupaten Cirebon, yaitu D.I. Sigebang, D.I. Tonjong dan D.I. Ciwedus.

(39)

3.4.1. Lokasi Analisis

Lokasi penelitian pada kajian ini adalah 3 (tiga) Daerah Irigasi Ex Program PIK di wilayah kerja UPT PSDA Jamblang yang terletak pada 2 (dua) Kecamatan yang berbeda di wilayah Kabupaten Cirebon, yaitu :

1. Daerah Irigasi Sigebang yang terletak di Desa Kepuh Kecamatan Palimanan kabupaten Cirebon.

Gambar.3.1.

(40)

2. Daerah Irigasi Tonjong yang terletak di Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

Gambar.3.2. Daerah Irigasi Tonjong

(41)

3. Daerah Irigasi Ciwedus yang terletak di Desa Bobos Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

Gambar.3.3. Daerah Irigasi Ciwedus

Daerah irigasi-daerah irigasi tersebut berada di daerah perbukitan dengan saluran yang berkelok-kelok di kaki-kaki bukit, hal itu menyebabkan banyaknya hambatan seperti jatuhnya material batu yang sering menutup

(42)

saluran, bocornya saluran karena posisi saluran lebih tinggi dari persawahan, apabila hujan lebat maka air hujan dari bukit memasuki saluran irigasi yang dapat merusak saluran.

Gambar

Gambar 1.1. Alur Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu ada menu Hybrid SVM-KNN yang akan digunakan end-user untuk menentukan layak atau tidaknya nasabah dengan jumlah data test yang banyak (lebih dari satu)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya hidup hedonis dengan peri- laku

Bagian muara memiliki ciri tebing yang landai dan dangkal, daya erosi kecil, arus air sangat lambat dengan volume air yang lebih besar.Bahan air dalam dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa problematika proses pembelajaran matematika yang dihadapi oleh siswa madrasah

Pengertian Puskesmas menurut Azrul Azwar (1988 : 61) adalah unit pelaksanaan fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan masyarakat,

Penggunaan magnesium sulfate saat antenatal tersebut bertujuan sebagai upaya preventif terjadinya cedera otak yang pada studi sebelumnya dapat menimbulkan ketidakmampuan

• suhu basah alami (natural wet bulb temperature) : suhu penguapan air yang pada suhu yang sama menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di udara, suhu ini diukur dengan

Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi p &gt; 0,05 untuk semua jenis pengukuran tekanan darah dan laju nadi baik sebelum dan setelah diberikan premedikasi fentanil