• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pipit Budiarti Pembimbing : Helmy Adam, SE., MSA., Ak., CPMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pipit Budiarti Pembimbing : Helmy Adam, SE., MSA., Ak., CPMA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP STRUKTUR BELANJA DAERAH (Studi Pada

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur)

Pipit Budiarti pipitbudiarti@ymail.com

Pembimbing : Helmy Adam, SE., MSA., Ak., CPMA

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Abstract

The aim of this study is to examine the factors of local revenues which predominantly affecting the structure of Regional Expense Allocation in percent. The dominant factors of Regional Expense Allocation used in this study consist of Local Own-source Revenue (PAD) and General Allocation Fund (DAU). The resources of this study based from The Report of Local government budget (APBD) from 2010 to 2013 in 29 districs and 9 cities in East Java as its population. The research used method by taking and describing the entire population by multiple linear regression analysis as its tool. The results showed that PAD tested has a significant effect on the structure of Regional Expense in percent. The positive effects of DAU showed on structure of Regional Expense Allocation which consist of indirect expenditures, operating expenditures, capital expenditures, unforeseen expenditures, and transfer expenditures percentation.

Keywords: Local Own-source Revenue ( PAD), General Allocation Fund (DAU), The Regional Expense Structure

PENDAHULUAN

Indonesia mulai menempuh suatu babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan secara signifikan terhadap pola kehidupan baik sosial, politik dan ekonomi. Tanpa terkecuali pada sektor publik. Dalam melaksanakan pembangunan daerah salah satu asas yang menyangkut pembiayaan daerah adalah asas desentralisasi. Asas desentralisasi di Indonesia diwujudkan dengan pemberlakuan otonomi daerah.

Kebijakan mengenai otonomi daerah telah dicanangkan oleh Pemerintah melalui peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam peraturan Undang-Undang tersebut kewenangan otonomi daerah adalah supaya daerah dapat melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik (public service). Pemerintah daerah diberi kewenangan lebih besar

(2)

untuk dapat mengatur dan mengurus daerahnya sendiri, salah satunya dituntut untuk lebih mandiri dalam pengelolaan financial. Di Indonesia, Pembiayaan penyelenggaran pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi di lakukan atas beban APBD. Sumber pendanaan bagi daerah yang ada dalam APBD terdiri dari PAD (pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang di pisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah), Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Lin-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi, peningkatan PAD selalu diupayakan, karena PAD merupakan penerimaan yang berasal dari daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan digunakan sebagai tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah. Setiap daerah di Indonesia memiliki PAD yang berbeda-beda, sehingga akan menghasilkan perbedaan antara penerimaan dan belanjanya. Perbedaan potensi ini mengakibatkan ketimpangan antar daerah. Pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan proporsi PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20 persen (Listiorini, 2012). Maka dari itu, pelaksanaan otonomi daerah mengharuskan daerah untuk melakukan kegiatan transfer (keuangan). Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya (Fisher, 1996) dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Maemunah, 2006). Transfer dari pemerintah pusat untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah adalah Dana Alokasi Umum (DAU).

Permasalahan pengalokasian DAU sering timbul, karena terdapat perbedaan cara pandang antara pusat dan daerah. Bagi pusat, DAU untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah. Tetapi bagi daerah, DAU dimaksudkan untuk mendukung kecukupan keuangan daerah. Permasalahan yang lainnya, ketika pemerintah daerah meminta DAU sesuai dengan kebutuhan daerahnya. Untuk melaksanakan pengalokasian DAU berdasarkan kebutuhan daerah belum bisa dilakukan karena masih terbatasnya data, belum ada standar pelayanan minimum masing masing daerah, dan sistem penganggaran yang belum berdasarkan pada standar analisis belanja. Selain itu, semua total pengeluaran anggaran pada APBD cenderung tidak efisien dan belum mencerminkan kebutuhan sesungguhnya dari pemerintah daerah. Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah daerah selalu menuntut transfer lebih besar lagi dari pusat, bukannya mengeksplorasi basis pajak lokal secara lebih optimal (Oates, 1999).

Hal lain yang mendorong penelitian ini dilakukan adalah kemampuan PAD pada daerah di Indonesia yang masih tergolong rendah dibandingkan dengan daerah di negara lain, sehingga akan mengakibatkan tingkatan dana transfer dari pemerintah pusat tinggi untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prakosa (2004), membandingkan tingkat persentase transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah di beberapa negara termasuk Indonesia pada dekade 1990-an. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa daerah di negara bagian Wisconsin di AS memiliki persentase transfer ketergantungan ke pemerintah pusat lebih rendah (Tabel 1), jika dibandingkan negara lain seperti Indonesia, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Nigeria, dan Meksiko.

(3)

Tabel 1

Persentase Transfer dari Pemerintah Pusat Ke Pemerintah Daerah di Beberapa Negara

No Negara Persentase Transfer

1 Indonesia 72%-86% 2 Amerika Serikat 50-60% 3 Wisconsin (AS) 47% 4 Afrika Selatan 85% 5 Nigeria 67-95% 6 Meksiko 70-90% Sumber: Prakosa (2004)

Di Indonesia, dana transfer (DAU) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah masih tergolong tinggi untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari atau belanja daerah. Di beberapa daerah peran DAU sangat signifikan, karena kebijakan belanja daerah lebih didominasi oleh jumlah DAU dari pada PAD (Sidik et.al, 2002).

Belanja daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu anggaran (Halim, 2002). Struktur belanja daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah yang dirinci menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal (Halim, 2009). Sedangkan klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi belanja operasi (belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial), belanja modal, belanja tak terduga, dan belanja transfer (bantuan keuangan, bagi hasil). Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Daerah yang memiliki kapasitas fiskal rendah cenderung akan mengalami tekanan fiskal yang kuat, sehingga daerah dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki oleh daerah dengan memberikan porsi belanja daerah yang lebih besar untuk sektor-sektor produktif.

Peneliti sebelumnya seperti, Rahmawati (2010) yang meneliti di Jawa Tengah, Kurniawati (2010) yang meneliti di Provinsi, Kota, dan Kabupaten di Indonesia, dan Mangunkusumo (2012) yang meneliti di Wilayah Pulau Jawa, memperoleh hasil yaitu PAD dan DAU mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah. Maemunah (2006) yang meneliti di Sumatra memperoleh hasil yaitu, PAD tidak signifikan berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Hal tersebut berarti terjadi Flypaper Effect, karena sesuai dengan hipotesisnya yang menyatakan bahwa pengaruh DAU terhadap Belanja Daerah lebih besar daripada pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah diterima. Sari (2009) yang meneliti di Riau memperoleh hasil yaitu DAU memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Belanja langsung. Sedangkan PAD menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap Belanja Langsung, bahwa PAD secara individual tidak mempengaruhi belanja langsung.

(4)

Peneliti-peneliti sebelumnya hanya meneliti belanja daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagai objek penelitian. Tetapi, penelitian ini mencoba untuk meneliti klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Penelitian ini juga mengambil periode penelitian yang berbeda yaitu dari tahun 2010-2013. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mempertimbangkan keadaan geografis seperti batas daerah, karena dianggap dapat mempengaruhi perolehan PAD dan DAU di daerah. Dengan adanya batas daerah yang resmi, kita dapat mengetahui batas status hukum, tanggung jawab pemerintahan, pajak, penentuan luas area guna untuk menghitung potensi sumber daya, jumlah penduduk, dan dana perimbangan yang akan diterima oleh daerah. Dengan mengetahui itu semua, maka pemerintah daerah dapat memaksimalkan potensi daerah yang dimilikinya, sehingga akan mempengaruhi besarnya penerimaan atau pengeluaran pada daerah.

Penelitian ini menindaklanjuti penelitian sebelumnya tentang struktur belanja daerah, maka dari itu peneliti ingin mengetahui Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap struktur belanja daerah menggunakan periode penelitian 2010-2013 dengan sampel Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan: (1) Apakah ada pengaruh PAD terhadap struktur belanja daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur? dan (2) Apakah ada pengaruh DAU terhadap struktur belanja daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur?

LANDASAN TEORI

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli daerah (PAD) menurut Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah (PAD) yang sah (Mardiasno, 2002:132). Kontribusi yang dicapai dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat terlihat dari seberapa besar pendapatan tersebut disalurkan untuk membangun daerah agar lebih berkembang dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana perimbangan dalam rangka untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah (Bastian, 2003:84). Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Dana Alokasi Umum (DAU) pada suatu daerah ditentukan sesuai besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi daerah.

Struktur Belanja Daerah

Belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintaha daerah pada suatu periode anggaran (Halim, 2002). Struktur Belanja Daerah dalam penelitian ini dapat diketahui dari pos belanja daerah dalam Laporan Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur dari tahun 2010-2013. Struktur belanja menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah menurut kelompok belanja terdiri dari belanja langsung (belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal) dan belanja tidak langsung (belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tak terduga), sedangkan struktur belanja menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2010

(5)

tentang Standar Akuntansi Pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi belanja operasi (belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial), belanja modal, belanja tak terduga, dan belanja transfer (belanja bagi hasil dan bantuan keuangan).

METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah seluruh Kabupaten/kota di Jawa Timur yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Semua Kabupaten/Kota yang menyampaikan Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di jawa Timur Tahun Anggaran 2010-2013 yang terdapat pada situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah sebanyak 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan sampel penelitian sebanyak 152 daerah.

Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari dokumen Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, data mengenai jumlah PAD, DAU, dan anggaran Belanja Daerah yang diperoleh dari Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah di Internet dari tahun 2010-2013. Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi dan menggunakan metode sensus dengan mengambil seluruh populasi yaitu sebanyak 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan sampel penelitian sebanyak 152 daerah.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Analisis dalam penelitian ini menggunakan statistik parametrik dengan menggunakan model Regresi Linear Berganda. Regresi linear berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan antara peubah respon (Variabel Dependen) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lebih dari satu prediktor (Variabel Independen). Dalam penelitian ini, terdapat dua komponen dari pendapatan daerah yaitu PAD dan DAU sebagai Variabel Independen yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap struktur belanja daerah yang telah dipersentasekan sebagai Variabel Dependen.

Untuk masuk ke model regresi linear berganda tersebut, peneliti harus melihat statistik deskriptif, data harus diuji asumsi klasik terlebih dahulu (uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas). Selain itu, juga harus melihat model regresi dengan melakukan pengujian hipotesis menggunakan persamaan umum regresi dan hubungan antar variabel yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Persamaan umum Y= a + bX

Hubungan antar variabel Y1= a+ b1X1+ b2X2+ e1 Y2= a+ b1X1+ b2X2+ e2 Y3= a+ b1X1+ b2X2+ e3 Y4= a+ b1X1+ b2X2+ e4 Y5= a+ b1X1+ b2 X2+ e5 dan Y6= a+ b1X1+ b2 X2+ e6 dimana :

Y1= Variabel dependen Belanja Langsung Y2= Variabel dependen Belanja Tidak Langsung

(6)

Y3= Variabel dependen Belanja Operasi Y4= Variabel dependen Belanja Modal Y5 = Variabel dependen Belanja Tak Terduga Y6 = Variabel dependen Belanja Transfer X1 = Variabel independen PAD

X2= Variabel independen DAU

a

=

Konstanta (

yang merupakan rata-rata nilai Y pada saat nilai X1dan X2= 0

)

b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan) untuk

masing-masing variabel X

e = Standard error (menunjukkan bagaimana tingkat fluktuasi dari penduga atau statistik)

Uji Hipotesis 1. Uji Statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006). Asumsi uji t bahwa variabel lain dianggap konstan, dengan tingkat

keyakinan 95% (α =0,05). 2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Pengukuran koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Dari ini diketahui seberapa besar variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independennya, sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau mengambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2008:169). Hasil statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2

Hasil Statistik Deskriptif Variabel

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation PAD 152 0.03440 0.53872 0.0992550 0.07684509 DAU 152 0.17107 0.76986 0.6343700 0.09530622 B_Lgsg 152 0.17995 0.66883 0.3671203 0.09035250 B_Tdk_Lgsg 152 0.33117 0.82005 0.6311112 0.09243338 B_Operasi 152 0.46505 0.91134 0.7855447 0.05792594 B_Modal 152 0.03595 0.35732 0.1700345 0.05563636 B_Tk_Terduga 152 0.00017 0.02232 0.0031656 0.00364479 B_Transfer 152 0.00008 0.13769 0.0412760 0.02360839 Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

(7)

Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji model regresi variabel independen dan variabel dependen memiliki distribusi normal. Dalam penelitian ini pengujian yang digunakan adalah dengan melihat normal probability plo. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2005). Hasil pengujian dapat dilihat dalam gambar 1-6 di bawah ini:

Gambar 1 Gambar 2 Belanja langsung Belanja tidak langsung

Gambar 3 Gambar 4 Belanja operasi Belanja modal

Gambar 5 Gambar 6 Belanja tak terduga Belanja transfer

(8)

Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa model regresi terdistribusi normal, karena data menyebar di sekitar garis diagonal serta mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya, ini menunjukkan pola distribusi normal.

Uji Multikoliniearitas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2006). Penelitian ini pengujian dengan mendeteksi melalui Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance valuediatas 0,10 atau nilai VIF dibawah 10 maka tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2006). Hasil uji multikoliniearitas sebagai berikut:

Tabel 3

Hasil Uji Multikoliniearitas Variabel

Independen

Variabel

Dependen VIF Keterangan

PAD (X1), DAU (X2) B_Lgsg (Y1) 3,189 Non multikolinier PAD (X1), DAU (X2) B_Tdk_Lgsg (Y2) 3,189 Non multikolinier PAD (X1), DAU (X2) B_Operasi (Y3) 3,189 Non multikolinier PAD (X1), DAU (X2) B_Modal (Y4) 3,189 Non multikolinier PAD (X1), DAU (X2) B_Tk_Terduga (Y5) 3,189 Non multikolinier PAD (X1), DAU (X2) B_Transfer(Y6) 3,189 Non multikolinier Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa setiap variabel independen PAD dan DAU yang telah diuji dengan persentase belanja daerah menunjukkan nilai VIF di bawah 10 yaitu 3,189 dan dapat disimpulkan bahwa di antara variabel independen yaitu PAD dan DAU tidak terdapat gejala multikolinearitas.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi di antara variabel independen itu sendiri atau berkorelasi sendiri. Dalam penelitian ini pendeteksian gejala autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). (Ghozali, 2006). Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4

Hasil Uji Autokorelasi

Variabel Dependen Nilai DW Keterangan

B_Lgsg (Y1) 1,787 Tidak terjadi autokorelasi B_Tdk_Lgsg (Y2) 1,197 Tidak terjadi autokorelasi B_Operasi (Y3) 1,363 Tidak terjadi autokorelasi B_Modal (Y4) 1,816 Tidak terjadi autokorelasi B_Tk_Terduga (Y5) 2,174 Tidak terjadi autokorelasi B_Transfer (Y6) 1,323 Tidak terjadi autokorelasi Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa pengujian autokorelasi D-W di atas diperoleh angka D-W masih dalam kisaran angka D-W -2 sampai +2 (Singgih, 2000). Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini tidak ada autokorelasi. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi telah terjadi ketidaksamaan varian dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Untuk mengetahui adanya gejala heteroskedastisitas pada model regresi dengan

(9)

menggunakan metode grafik berupa scatterplot. Hasil pengujian dapat dilihat dalam gambar 7-12 di bawah ini:

Gambar 7 Gambar 8 Belanja langsung Belanja tidak langsung

Gambar 9 Gambar 10 Belanja operasi Belanja modal

Gambar 11 Gambar 12 Belanja tak terduga Belanja Transfer

Hasil pengujian di atas menggunakan scatterplot menunjukkan bahwa model regresi dinyatakan bebas dari gejala heteroskedastisitas karena tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi situasi heterokedastis (Gujarati, 2003:402).

(10)

Hasil Pengujian Hipotesis Menggunakan Regresi

Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 17 for Windows dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis

Variabel Coefficient T-test R

Square t-stat Sig B_Lgsg (Y1) (Constant) 0,189 2,570 0,011 0,328 PAD (X1) 0,766 6,237 0,000 DAU (X2) 0,189 1,907 0,058 B_Tdk_Lgsg (Y2) (Constant) 0,336 4,267 0,000 0,256 PAD (X1) 0,067 0,510 0,611 DAU (X2) 0,470 4,420 0,000 B_Operasi (Y3) (Constant) 0,612 10,897 0,000 0,188 PAD (X1) 0,032 0,339 0,735 DAU (X2) 0,270 3,569 0,000 B_Modal (Y4) (Constant) 0,034 0,656 0,513 0,139 PAD (X1) 0,044 0,504 0,615 DAU (X2) 0,222 3,154 0,002 B_Tk_Terduga (Y5) (Constant) -0,009 -1,899 0,059 0,366 PAD (X1) 0,009 1,251 0,213 DAU (X2) 0,037 6,178 0,000 B_Transfer (Y6) (Constant) -0,024 -0,960 0,339 0,104 PAD (X1) 0,031 0,750 0,454 DAU (X2) 0,098 2,915 0,004

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014 Hasil Pengujian Hipotesis Belanja Langsung 1. Uji T

Hasil uji T terdapat tingkat signifikan pada dua variabel independen, PAD memiliki nilai sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05 dan DAU sebesar 0.058 yang

(11)

lebih besar dari tingkat signifikan 0,05. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD mempunyai pengaruh positif terhadap persentase belanja langsung, sedangkan DAU tidak mempunyai pengaruh terhadap persentase belanja langsung. Hasil estimasi model dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:

Belanja langsung (Y1)= 0,189 + 0,766X1+ 0,189X2+ e Model persamaan regresi berganda di atas bermakna :

a. Nilai konstanta sebesar 0,189 artinya apabila variabel independen yaitu PAD dan DAU dianggap konstan dengan nilai nol (X1=0, X2=0), maka belanja langsung tiap daerah sebesar 0,189.

b. Variabel independen PAD berpengaruh positif terhadap persentase belanja langsung dengan nilai koefisien sebesar 0,766. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel PAD, maka akan menaikkan belanja langsung sebesar 0,766 atau 76,6%. c. Variabel independen DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja

langsung dengan nilai koefisien sebesar 0,189. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel DAU, maka akan menaikkan belanja langsung sebesar 0,189 atau 18,9%. 2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil output SPSS yang diinterpretasikan dalam tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien determinasi sebesar 0,328. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU memberikan pengaruh terhadap persentase belanja langsung sebesar 32,8% dan sisanya sebesar 67,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada atau tidak dihitung dalam model penelitian ini.

Hasil Pengujian Hipotesis Belanja Tidak Langsung 1. Uji T

Hasil uji T terdapat tingkat signifikan pada dua variabel independen, PAD memiliki nilai sebesar 0,611 lebih besar dari tingkat signifikan 0,05 dan DAU sebesar 0.000 lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD tidak mempunyai pengaruh terhadap persentase belanja tidak langsung, sedangkan DAU mempunyai pengaruh positif terhadap persentase belanja tidak langsung. Hasil estimasi model dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:

Belanja tidak langsung (Y2)= 0,336 + 0,067X1+ 0,470X2+ e Model persamaan regresi berganda di atas bermakna :

a. Nilai konstanta sebesar 0,336 artinya apabila variabel independen yaitu PAD dan DAU dianggap konstan dengan nilai nol (X1=0, X2=0), maka belanja tidak langsung tiap daerah sebesar 0,336.

b. Variabel independen PAD berpengaruh positif terhadap persentase belanja tidak langsung dengan nilai koefisien sebesar 0,067. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel PAD maka akan menaikkan belanja tidak langsung sebesar 0,067 atau 6,7%.

c. Variabel independen DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja tidak langsung dengan nilai koefisien sebesar 0,470. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel DAU, maka akan menaikkan belanja tidak langsung sebesar 0,470 atau 47%.

2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil output SPSS yang diinterpretasikan dalam tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien determinasi sebesar 0,256. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU memberikan pengaruh terhadap persentase belanja tidak langsung sebesar 25,6% dan sisanya sebesar 74,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada atau tidak dihitung dalam model penelitian ini.

(12)

Hasil Pengujian Hipotesis Belanja Operasi 1. Uji T

Hasil uji T terdapat tingkat signifikan pada dua variabel independen, PAD memiliki nilai sebesar 0,735 lebih besar dari tingkat signifikan 0,05 dan DAU sebesar 0.000 lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD tidak mempunyai pengaruh terhadap persentase belanja operasi, sedangkan DAU mempunyai pengaruh positif terhadap persentase belanja operasi. Hasil estimasi model dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:

Belanja operasi (Y3)= 0,612 + 0,032X1+ 0,270X2+ e Model persamaan regresi berganda di atas bermakna :

a. Nilai konstanta sebesar 0,612 artinya apabila variabel independen yaitu PAD dan DAU dianggap konstan dengan nilai nol (X1=0, X2=0), maka belanja operasi tiap daerah sebesar 0,612.

b. Variabel independen PAD berpengaruh positif terhadap persentase belanja operasi dengan nilai koefisien sebesar 0,032. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel PAD, maka akan menaikkan belanja operasi sebesar 0,032 atau 3,2%.

c. Variabel independen DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja operasi dengan nilai koefisien 0,270. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel DAU, maka akan menaikkan belanja operasi sebesar 0,270 atau 27%.

2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil output SPSS yang diinterpretasikan dalam tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien determinasi sebesar 0,188. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU memberikan pengaruh terhadap persentase belanja operasi sebesar 18,8% dan sisanya sebesar 81,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada atau tidak dihitung dalam model penelitian ini.

Hasil Pengujian Hipotesis Belanja Modal 1. Uji T

Hasil uji T terdapat tingkat signifikan pada dua variabel independen, PAD memiliki nilai sebesar 0,615 lebih besar dari tingkat signifikan 0,05 dan DAU sebesar 0.002 lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD tidak mempunyai pengaruh terhadap persentase belanja modal, sedangkan DAU mempunyai pengaruh positif terhadap persentase belanja modal. Hasil estimasi model dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:

Belanja modal (Y4)= 0,034 + 0,044X1+ 0,222X2+ e Model persamaan regresi berganda di atas bermakna :

a. Nilai konstanta sebesar 0,034 artinya apabila variabel independen yaitu PAD dan DAU dianggap konstan dengan nilai nol (X1=0, X2=0), maka belanja modal tiap daerah sebesar 0,034.

b. Variabel independen PAD berpengaruh positif terhadap persentase belanja modal dengan nilai koefisien sebesar 0,044. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel PAD, maka akan menaikkan belanja modal sebesar 0,044 atau 4,4%.

c. Variabel independen DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja modal dengan nilai koefisien 0,222. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel DAU, maka akan menaikkan belanja modal sebesar 0,222 atau 22,2%.

2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil output SPSS yang diinterpretasikan dalam tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien determinasi sebesar 0,139. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU memberikan pengaruh terhadap persentase belanja modal sebesar 13,9% dan

(13)

sisanya sebesar 86,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada atau tidak dihitung dalam model penelitian ini.

Hasil Pengujian Hipotesis Belanja Tak Terduga 1. Uji T

Hasil uji T terdapat tingkat signifikan pada dua variabel independen, PAD memiliki nilai sebesar 0,213 lebih besar dari tingkat signifikan 0,05 dan DAU sebesar 0.000 lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD tidak mempunyai pengaruh terhadap persentase belanja tak terduga, sedangkan DAU mempunyai pengaruh positif terhadap persentase belanja tak terduga. Hasil estimasi model dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:

Belanja tak terduga (Y5)= -0,009 + 0,009X1+ 0,037X2+ e Model persamaan regresi berganda di atas bermakna :

a. Nilai konstanta sebesar -0,009 artinya apabila variabel independen yaitu PAD dan DAU dianggap konstan dengan nilai nol (X1=0, X2=0), maka belanja tak terduga tiap daerah sebesar -0,009.

b. Variabel independen PAD berpengaruh positif terhadap persentase belanja tak terduga dengan nilai koefisien sebesar 0,009. Jadi pada variabel PAD, belanja tak terduga sebesar 0,009 atau 0,9%.

c. Variabel independen DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja tak terduga dengan nilai koefisien 0,037. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel DAU, maka akan menaikkan belanja tak terduga sebesar 0,037 atau 3,7%.

2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil output SPSS yang diinterpretasikan dalam tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien determinasi sebesar 0,366. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU memberikan pengaruh terhadap persentase belanja tak terduga sebesar 36,6% dan sisanya sebesar 63,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada atau tidak dihitung dalam model penelitian ini.

Hasil Pengujian Hipotesis Belanja Transfer 1. Uji T

Hasil uji T terdapat tingkat signifikan pada dua variabel independen, PAD memiliki nilai sebesar 0,454 lebih besar dari tingkat signifikan 0,05 dan DAU sebesar 0.004 lebih kecil dari tingkat signifikan 0,05. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD tidak mempunyai pengaruh terhadap persentase belanja transfer, sedangkan DAU mempunyai pengaruh positif terhadap persentase belanja transfer. Hasil estimasi model dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:

Belanja transfer (Y6)= -0,024 + 0,031X1+ 0,098X2+ e Model persamaan regresi berganda di atas bermakna :

a. Nilai konstanta sebesar -0,024 artinya apabila variabel independen yaitu PAD dan DAU dianggap konstan dengan nilai nol (X1=0, X2=0), maka belanja transfer tiap daerah sebesar -0,024.

b. Variabel independen PAD berpengaruh terhadap persentase belanja transfer dengan nilai koefisien sebesar 0,031. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel PAD, maka akan menaikkan belanja transfer sebesar 0,031 atau 3,1%.

c. Variabel independen DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja transfer dengan nilai koefisien 0,098. Jika ada perubahan sebesar 1% pada variabel DAU, maka akan menaikkan belanja transfer sebesar 0,098 atau 9,8%.

(14)

2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Hasil output SPSS yang diinterpretasikan dalam tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien determinasi sebesar 0,104. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU memberikan pengaruh terhadap persentase belanja transfer sebesar 10,4% dan sisanya sebesar 89,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada atau tidak dihitung dalam model penelitian ini.

Pembahasan Hasil Penelitian

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Persentase Belanja DaerahBelanja Langsung

Pada PAD, penelitian ini menghasilkan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap persentase belanja langsung. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2010) tentang pengaruh PAD terhadap belanja langsung di Jawa Tengah. Namun hasil temuan ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sari (2009) yang menunjukkan bahwa pengaruh PAD yang tidak signifikan terhadap belanja langsung, PAD secara individual tidak mempengaruhi belanja langsung. Terjadinya perbedaan hasil analisa tersebut dikarenakan berbedanya periode yang digunakan dalam penelitian, bedanya variabel independen yang digunakan dan bedanya kabupaten dan kota yang digunakan sebagi sampel.

Temuan dalam penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya. Meskipun objek penelitian sebelumnya berbeda dengan yang diteliti penulis, hasil menunjukkan bahwa PAD memiliki pengaruh positif terhadap belanja langsung yang merupakan bagian dari belanja daerah. Maka dari itu pemerintah daerah dituntut untuk terus bisa memaksimalkan pendapatan asli daerahnya supaya bisa meningktkan kesejahteraan masyarakat. Optimalisasi penerimaan PAD hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002). Semakin besar pendapatan asli daerah yang diperoleh maka akan semakin besar pula belanja daerah yang disalurkan lewat belanja langsung untuk meningkatkan layanan publik, seperti melakukan aktivitas pemerintah dan melaksanakan semua program pembangunan daerah. Peningkatan pelayanan publik tidak akan berhasil jika daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi, hal ini karena tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting yang ingin dicapai oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Belanja Tidak Langsung

Pada PAD, penelitian ini menghasilkan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap persentase belanja tidak langsung. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2010) bahwa PAD berpengaruh positif terhadap belanja tidak langsung. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain di luar pendapatan asli daerah yang bisa mempengaruhi belanja tidak langsung lebih dominan dibandingkan dengan faktor pendapatan asli daerah.

Penting bagi daerah untuk selalu mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya baik dari sektor pajak, retribusi, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik yang telah diberikan oleh pemerintah daerah. PAD yang setiap tahun mengalami perubahan baik itu peningkatan atau penurunan tidak selalu memberikan pengaruh terhadap belanja tidak langsung yang ada di daerah. Ini bisa terjadi karena objek dan tahun peneliti terdahulu berbeda dengan penelitian ini. Ruang lingkup yang

(15)

lebih luas dan kondisi daerah yang berbeda memungkinkan hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Belanja Operasi

Pada PAD, penelitian ini menghasilkan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap persentase belanja operasi. Temuan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2012) bahwa PAD berpengaruh terhadap belanja operasi. Ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain di luar PAD yang mempengaruhi belanja daerah pada belanja operasi lebih dominan dibandingkan dengan faktor PAD itu sendiri. Meskipun peranan PAD semakin penting mengingat semakin banyaknya kebutuhan pemerintah daerah yang harus dipenuhi. Adanya banyak faktor yang dapat mempengaruhi belanja operasi pemerintah daerah menimbulkan berbagai kemungkinan yang dapat menjadikan penghasilan dari PAD lebih dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang ada. Jika PAD meningkat, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2006).

Belanja Modal

Pada PAD, penelitian ini menghasilkan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap persentase belanja modal. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2012) yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Perbedaan ini terjadi karena ada faktor dominan yang dapat mempengaruhi belanja modal.

Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya karena terdapat alasan lain seperti perbedaan populasi dan sampel dalam penelitian, sehingga perbedaan ruang lingkup ini bisa memungkinkan hasil penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Meskipun pada kenyataanya, belanja modal sagat penting bagi pemerintah daerah. Dengan melakukan belanja modal akan menimbulkan konsekuensi berupa penambahan biaya yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan (Halim, 2007:72). Maka dari itu pemerintah daerah dituntut untuk terus bisa memaksimalkan pendapatan asli daerahnya dengan cara memenuhi biaya rutin yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah supaya bisa meningkatkan pelayanan publik. Salah satu bentuk pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat adalah dengan pengadaan infrastruktur atau saranan dan prasarana yang memadai di daerahnya. Semakin besar pendapatan asli daerah yang diperoleh maka akan semakin besar pula belanja daerah yang di keluarkan untuk belanja modal dalam meningkatkan layanan publik.

Belanja Tak Terduga

Pada PAD, penelitian ini menghasilkan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap persentase belanja tak terduga. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian oleh Kurniawati (2010) PAD berpengaruh terhadap belanja daerah, namun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maemunah (2006) yang memperoleh hasil bahwa PAD tidak signifikan berpengaruh terhadap belanja daerah. Seperti yang diketahui belanja tak terduga merupakan bagian dari belanja daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain di luar PAD yang mempengaruhi belanja daerah pada belanja tak terduga lebih dominan dibandingkan dengan faktor dari PAD itu sendiri.

Belanja tak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana

(16)

sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup (Nurlan, 2008). Semakin banyak kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa, maka belanja daerah salah satunya disalurkan lewat belanja tak terduga juga akan mengalami kenaikan, karena digunakan untuk melaksanakan program-program pemerintah. Maka dari itu, pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya PAD (Sidik, 2002).

Belanja Transfer

Pada PAD, penelitian ini menghasilkan bahwa PAD tidak berpengaruh terhadap persentase belanja transfer. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian oleh Madyaningtyas (2011) yang menghasilkan bahwa PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah, namun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maemunah (2006) yang memperoleh hasil bahwa PAD tidak signifikan berpengaruh terhadap belanja daerah. Seperti yang diketahui belanja transfer merupakan bagian dari belanja daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain di luar PAD yang mempengaruhi belanja daerah pada belanja transfer.

Perbedaan hasil penelitian tersebut dikarenakan ada faktor yang lebih dominan dibanding PAD, pendapatan asli daerah yang kurang mendukung menjadi motivasi tersendiri bagi pemerintah daerah. Dalam kenyataannya PAD belum bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan, tidak signifikannya peran PAD dalam anggaran daerah tidak lepas dari system tax assigment di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial (Rosidin, 2010:230). Pemerintah daerah memiliki risiko yang tinggi terhadap ketergantungan kepada pemerintah pusat. Alasan lainnya adalah terkait dengan objek dan tahun. Penelitian ini menggunakan seluruh sampel kabupaten/kota di Jawa Timur dan menggunakan periode waktu penelitian dari tahun 2010-2013, sehingga perbedaan objek dan periode waktu penelitian memungkinkan hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Persentase Belanja DaerahBelanja Langsung

Pada DAU, penelitian ini menghasilkan bahwa DAU tidak berpengaruh terhadap persentase belanja langsung. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009) dan Rahmawati (2010) yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap belanja langsung. Perbedaan hasil ini mengindikasikan ada faktor lain di luar DAU yang dapat mempengaruhi belanja langsung.

Temuan dalam penelitian ini tidak sama dengan penelitian sebelumnya. DAU dianggap sangat penting bagi pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan belanjanya. Dana Alokasi Umum merupakan transfer yang ketimpangan horizontal yang bertujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (Halim, 2009). DAU yang setiap tahun diberikan kepada pemerintah daerah tidak selalu memberikan pengaruh terhadap belanja langsung. Terdapat alasan lain yang dapat mempengaruhi, salah satunya adalah perbedaan periode waktu penelitian. Selain itu, perbedaan kondisi daerah juga bisa mempengaruhi hasil penelitian pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya.

Belanja Tidak Langsung

Pada DAU, penelitian ini menghasilkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja tidak langsung. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2010) yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh positif

(17)

terhadap belanja tidak langsung. Hasil penelitiannya menunjukkan semakin tinggi Dana Alokasi Umum yang diperoleh Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat, maka akan semakin tinggi pula alokasi belanja tidak langsung.

Penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, meskipun penelitian sebelumnya menggunakan populasi dan sampel yang berbeda dengan penelitian ini, hasilnya menunjukkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap belanja tidak langsung yang merupakan bagian dari belanja daerah. DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggungjawabnya (Listiorini, 2012). Daerah yang mendapatkan DAU tinggi, akan membuat belanja daerah salah satunya belanja tidak langsung juga mengalami kenaikan. DAU ini merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik yang memadai.

Belanja Operasi

Pada DAU, penelitian ini menghasilkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja operasi. Penulis belum menemukan peneliti terdahulu tentang pengaruh DAU terhadap belanja operasi. Namun penulis hanya menemukan penelitian terdahulu oleh Kurniawati (2010) yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh positif secara signifikan terhadap belanja daerah. Hal ini menegaskan bahwa semakin besar DAU, semakin besar pula jumlah belanja pemerintah daerah yang dikeluarkan. Seperti yang di ketahui belanja operasi merupakan bagian dari belanja daerah. DAU merupakan dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Simanjuntak dalam Sidik et al, 2002).

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa DAU memiliki pengaruh positif terhadap belanja operasi yang merupakan bagian dari belanja daerah. Untuk dapat melaksanakan belanja operasi, pemerintah daerah harus mengelurkan dana sesuai dengan kebutuhan karena semakin tinggi DAU yang diperoleh suatu daerah, maka akan dapat meningkatkan belanja daerah salah satunya yaitu belanja operasi, sehingga pembangunan daerah dapat lebih ditingkatkan.

Belanja Modal

Pada DAU, penelitian ini menghasilkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja modal. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2012) bahwa DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah DAU maka akan semakin besar pula belanja modalnya.

Temuan penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya. Meskipun objek penelitian sebelumnya berbeda dengan yang diteliti penulis, hasil menunjukkan bahwa DAU memiliki pengaruh positif terhadap belanja modal yang merupakan bagian dari belanja daerah. Abdullah dan Halim (2004) menyatakan bahwa dana transfer jangka panjang berupa DAU berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan jumlah dana transfer dapat menyebabkan penurunan dalam pengeluaran belanja modal. Dengan melakukan belanja modal akan menimbulkan konsekuensi berupa penambahan biaya yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan (Halim, 2007 : 72). belanja modal ini sangat penting bagi kemajuan daerah karena digunakan untuk melaksanakan pelayanan publik dengan pengadaan infrastruktur atau saranan dan prasarana yang memadai di daerahnya untuk kesejahteraan masyarakat.

(18)

Belanja Tak Terduga

Pada DAU, penelitian ini menghasilkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja tak terduga. Penulis belum menemukan peneliti terdahulu tentang pengaruh DAU terhadap belanja tak terduga. Namun penulis hanya menemukan penelitian terdahulu oleh Kurniawati (2010) memperoleh hasil bahwa DAU berpengaruh positif secara signifikan terhadap belanja daerah. Seperti yang di ketahui belanja tak terduga merupakan bagian dari belanja daerah.

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa DAU memiliki pengaruh positif terhadap belanja tak terduga yang merupakan bagian dari belanja daerah. Belanja tak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup (Nurlan, 2008). Semakin banyak kegiatan tak terduga dan kejadian luar biasa, maka persentase belanja daerah pada belanja tak terduga juga akan mengalami kenaikan untuk., melaksanakan program-program pemerintah.

Belanja Transfer

Pada DAU, penelitian ini menghasilkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap persentase belanja daerah. Penulis belum menemukan peneliti terdahulu tentang pengaruh DAU terhadap belanja transfer. Namun penulis hanya menemukan penelitian terdahulu oleh Mangunkusumo (2012) yang memperoleh hasil bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki DAU yang tinggi, maka pengeluaran sebagai alokasi belanja daerahnya semakin tinggi juga. Seperti yang diketahui belanja transfer merupakan bagian dari balanja daerah.

Penelitian ini menunjukkan bahwa DAU memiliki pengaruh positif terhadap belanja transfer yang merupakan bagian dari belanja daerah. Di beberapa daerah peran DAU sangat signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih didominasi oleh jumlah DAU dari pada PAD (Sidik et.al, 2002). Semakin besar DAU yang diperoleh, maka semakin besar pula belanja daerah yang disalurkan ke belanja transfer untuk mensejahterakan masyarakat.

PENUTUP Kesimpulan

1. Setelah dilakukan pengujian, Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap struktur belanja daerah, yaitu pada persentase belanja langsung. Hal ini karena terdapat faktor yang lebih dominan dibanding Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata–rata PAD di Jawa Timur pada tahun 2010-2013 masih dibawah 15%. Meskipun PAD mengalami peningkatan disetiap tahunnya, tetapi PAD belum mampu untuk membiayai semua komponen belanja daerah. Ketidakmampuan PAD disebabkan oleh masih kurangnya pengelolaan sumber daya atau kekayaan yang menjadi komponen PAD yang ada di daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus terus berusaha mengoptimalkan penerimaan PAD untuk meningkatkan kualitas layanan publik. Semakin besar PAD, maka tingkat kemampuan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah terutama belanja daerah akan semakin tinggi untuk melaksanakan program dan kegiatan dalam mewujudkan pelayanan publik dari pemerintah daerah ke masyarakat. Keunggulan ini akan membuat pemerintah

(19)

daerah untuk meminimalkan dana transfer dari pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah menjadi lebih mandiri dalam menjalankan otonomi daerah. 2. Setelah dilakukan pengujian, Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan pengaruh

positif terhadap struktur belanja daerah, yaitu pada persentase belanja tidak langsung, persentase belanja operasi, persentase belanja modal, persentase belanja tak terduga, dan persentase belanja transfer. Hal ini memberikan bukti bahwa DAU masih memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap belanja daerah. Meskipun DAU dari tahun 2010-2013 mengalami penurunan, tetapi kontribusi DAU ke daerah masih tinggi yaitu diatas 50%. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus terus menggali informasi mengenai semua potensi di daerah dalam rangka mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang ada, sehingga pemerintah daerah tidak terlalu bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. Semakin besar dana transfer (DAU) yang diberikan pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka tingkat ketergantungan pemerintah daerah dalam membiayai belanja daerah juga akan semakin tinggi untuk melaksanakan program dan kegiatan yang ada di daerah. Dengan begitu, diharapkan pemerintah daerah bisa menggunakan dana transfer dari pemerintah pusat dengan efektif dan efisien sehingga cita-cita serta harapan untuk meningkatan pelayanan pada masyarakat yang disertai pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut dapat terwujud dengan baik, dan dapat mensejahterakan masyarakatnya.

Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui laporan APBD yang dipublikasikan oleh Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah tahun 2010-2013, sehingga aspek-aspek perilaku pemerintah daerah tidak ikut dilibatkan dalam mengalokasikan sumber daya, menentukan kebijakan belanja, efektifitas penyerapan PAD dan efisiensi dalam penggunaan pendapatan daerah seperti PAD maupun DAU untuk Belanja Daerah.

2. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda. Seharusnya model analisis menggunakan kaidah, karena variabel independen lebih dari satu dan variabel dependen lebih dari satu. Jika menggunakan kaidah tersebut, kemungkinan hasil penelitian akan berbeda.

Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya dan akademisi

a. Peneliti selanjutnya diharapkan memperluas variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, pada variabel independen (selain DAU dan PAD), seperti menambahkan variabel independen (ukuran atau jenis penerimaan pemerintah daerah lainnya, maupun variabel non-keuangan seperti kebijakan pemerintah, dll).

b. Untuk penelitian berikutnya agar memasukkan aspek perilaku Pemda dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki daerah, serta memperhatikan efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran.

c. Bagi akademis disarankan dapat memotivasi para peneliti khususnya pada bidang akuntansi pemerintahan dan pengawasan keuangan negara, agar penelitian dilakukan secara berkelanjutan untuk menghasilkan bukti empiris yang cukup akurat dan bisa mendalami kandungan informasi dari sebuah laporan anggaran yang dikaitkan dengan disiplin atau cabang ilmu lainnya agar memberikan kontribusi pada khususnya di bidang akuntansi, serta pada masyarakat dan negara.

(20)

2. Bagi Pemerintah Daerah

Untuk mengurangi masalah ketergantungan pemerintah daerah yang besar terhadap DAU, maka Pemerintah Daerah diharapkan bisa terus menggali sumber-sumber PAD dengan terus mengoptimalkan pemberdayaan sumberdaya yang dimiliki, untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerahnya baik secara intensifikasi maupun extensifikasi sehingga ketergantungan pemerintah daerah terhadap DAU lebih kecil dan diharapkan pemerintah daerah lebih kosentrasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah yang akan mewujudkan kemandirian daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Taufik. 2012. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal. Skripsi. Universitas Pasundan Bandung Bastian, Indra. 2003. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada

Fisher, Ronald C. 1996. State and Local Public Finance. Chicago: Irwin

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga

Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Pertama. UPP AMP YKPN Yogyakarta

Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat

Halim, Abdul. dan Syukriy Abdullah. 2004. Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemda: Studi Kasus Kabupaten dan Kota di Jawa dan Bali. Jurnal Ekonomi STEI, No.2/Tahun XIII/25

Halim, Abdul. 2009. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat

Kurniawati, Fransisca Roosiana. 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Provinsi, Kota, dan Kabupaten di Indonesia. Tesis. Universitas Sebelas Maret Surakarta Listiorini. 2012. Fenomena Flypaper Effect pada Dana Perimbangan dan Pendapatan

Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Jurnal Keuangan dan Bisnis,Volume 4(2); 111-126

Lubis, Nasrul Kahfi. 2012. Pengaruh Sumber Pendapatan Aslu Daerah (PAD) terhadap Belanja Operasi. Skripsi. Universitas Negeri Medan

Madyaningtyas, Ayu. 2011. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan pendapatan Asli daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya

Maimunah, Mutiara. 2006. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Simposium Nasional Akuntansi IX. K-ASPP04; 1-27. Padang, 23-26 Agustus 2006

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan daerah. Jakarta: Andi

Mangunkusumo, Srikandi Cipto. 2012. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Alokasi Belanja Daerah (ABD). Skripsi. Universitas Gunadarma Jakarta

(21)

Nurlan Darise. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik). Jakarta: Indeks

Oates, Wallace. 1999. An essay on fiscal federalism. Journal of Economic Literature 37: 1120-1149

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Prakosa, Kesit Bambang. 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY). JAAI, Volume 8(2); 101-118

Rahmawati, Nur Indah. 2010. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Daerah. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang

Rosidin, Utang. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia Sari, Noni Puspita. dan Idhar Yahya. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan

Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Langsung pada Pemerintah/Kota di Propinsi Riau. Jurnal Akuntansi 42. Universitas Sumatera Utara Medan

Sidik, Machfud, B. Raksaka Mahi, Robert Simanjutak, & Bambang Brodjonegoro. 2002. Dana Alokasi umun – konsep, hambatan, dan prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Kompas

Singgih, Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Tambunan, Tulus. 2006. Upaya-upaya Meningkatkan Daya Saing Daerah. www.kardin-indonesia.or.id.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Referensi

Dokumen terkait

48 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Desain dibuat menjadi 4 buah sesuai dengan fungsi massa bangunan yaitu ruang luar bagi komplek penginapan seniman dan fasilitas edukasi; ruang luar antara galeri dan cafe;

Kim (32) dan Huang (33) mengamati apoptosis pada kanker servik yang diberi perlakuan dengan radioterapi dan memperoleh bahwa indeks apoptosis spontan yang rendah mencerminkan

berpengaruh pada hasil mendeteksi bayangan, jika pada proses mendeteksi daerah bayangan tanpa ada warna putih (dalam biner bernilai satu) maka proses akan dilanjutkan dengan

Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara lama pemberian terapi dengan jenis medikamentosa yang diberikan, dan menunjukkan bahwa menggunakan terapi kortikosteroid golongan

Data Dinas Kesehatan Kota Bandung menunjukkan bahwa masalah kesehatan tertinggi remaja kota Bandung adalah rokok (63%), diikuti oleh masalah gizi/anemia (26%),

Jika pihak sekolah dasar terus membuat peraturan seperti itu maka mau tidak mau anak sudah diajarkan membaca pada masa sebelumnya, sedangkan PAUD merupakan wahana untuk

Tujuan dari tugas akhir ini adalah Perancangan buku sebagai pedoman umum untuk mahasiswa baru Universitas Telkom ini memiliki beberapa tujuan yaitu