• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PORNOGRAFI MENURUT UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PORNOGRAFI MENURUT UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pornografi dalam Berbagai Peraturan diluar UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Pornografi selain diatur didalam UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi, juga diatur didalam peraturan perundang-undangan lain, walaupun tidak dikatakan secara langsung didalam peraturan perundang-undangan bersangkutan mengenai Pornografi, namun didalam Pasalnya terdapat makna mengenai Pornografi itu sendiri. Berikut peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pornografi diluar dari Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi

1. Pornografi menurut KUHPidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang kejahatan pornografi yaitu pada Pasal 282, Pasal 283, dan Pasal 533 KUHP.

Kejahatan pornografi ini diatur dalam Pasal 282, yang rumusan selengkapnya adalah sebagai berikut.

(1) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dimuka umum tulisan, gambar atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, membuat tulisan atau gambar atau benda tersebut, memasukkannya kedalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memilki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bias diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,-

(2) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dimuka umum tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, membikin memasukkan kedalam negeri, meneruskan, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa

(2)

secara terang-terangan dan dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bias diperoleh, diancam jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, diancam jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambar atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,-

(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencaharian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 75.000,-34 Rumusan kejahatan pornografi ada pada ayat (1) dan ayat (2), sedangkan pada ayat (3) dirumuskan tentang alasan pemberatan pidana dari kejahatan pornografi dalam ayat pertama. Pada ayat pertama terdapat 3 macam kejahatan pornografi, dan pada ayat kedua juga ada tiga macam kejahatan pornografi.

Tiga bentuk kejahatan pornografi pada ayat pertama Pasal 282, ialah:

a. Orang yang melakukan perbuatan menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dimuka umum tulisan, gambar atau benda yang diketahuinya melanggar kesusilaan;

b. Orang yang dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, melakukan perbuatan membuat tulisan, membuat gambar,atau membuat benda, memasukkannya kedalam negeri, atau memiliki persediaan tulisn, gambar atau benda yang diketahuinya melanggar kesusilaan;

c. Orang yang secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan, gambar atau benda tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bias diperoleh yang diketahuinya isinya melanggar kesusilaan.35 Kejahatan pornografi yang pertama dalam ayat (1) Pasal 282 unsur-unsurnya dapat dirinci sebagai berikut:

Unsur-unsur objektif: 1. Perbuatannya: 1) Menyiarkan; 2) Mempertunjukkan; 3) Menempelkan; 2. Dimuka umum;

a) Tulisan yang melanggar kesusilaan;

34

Adami Chazawi, (1) Op.Cit, hal 22-23

35

(3)

b) Gambar yang melanggar kesusilaan; c) Benda yang melanggar kesusilaan; Unsur subjektif:

3. Diketahuinya melanggar kesusilaan;

Unsur tingkah laku yang pertama berupa menyiarkan (verspreiden) adalah segala bentuk menyampaikan atau memberitahukan yang in casu isinya tulisan atau gambar tentang sesuatu atau hal yang ditunjukkan kepada khalayak ramai atau siapa saja dan bukan orang tertentu. Menyiarkan dilakukan dengan menyebarkan tulisan atau gambar (dalam jumlah yang cukup banyak) tersebut kepada umum. Arah yang dituju oleh pembuat yang menyiarkan adalah khalayak ramai. Dalam hubungannya dengan objek, maka yang disiarkan itu isinya berupa tulisan dan sesuatu keadaan mengenai gambar dan benda yang diketahuinya melanggar kesusilaan.

Jika perbuatan menyiarkan lebih mengarah pada objek tulisan atau gambar, khususnya isi atau maknsa yang terkandung pada tulisan atau gambar, pada perbuatan mempertunjukkan (ten ton stelt) lebih mengarah pada objek benda yang melanggar kesusilaan. Mempertunjukkan adalah berupa tingkah laku dengan cara apapun dengan memperlihatkan pada orang banyak (umum) terutama mengenai objek benda yang mengandung sifat melanggar kesusilaan.

Perbuatan menempelkan (aanslaat), adalah berupa perbuatan dengan cara bagaimanapun yang ditujukan pada suatu benda sehingga benda ini melekat atau menjadi satu dengan benda yang lain.36 Menurut logika dan pengalaman orang pada umumnya perbuatan menempelkan hanyalah berlaku pada segala objek yang karena sifatnya memang dapat direkatkan pada benda lain, misalnya kertas inc asu

36

(4)

kertas yang diatasnya terdapat tulisan atau gambar (misalnya brosur atau pamphlet), dan tidak berlaku pada benda misalnya patung, arca atau boneka. Dalam hal pornografi, antara tulisan atau gambar dengan kertas tidaklah dapat dipisahkan, karena tulisan dan gambar barada diatas sebuah kertas. Namun yang menjadi objek kejahatan adalah bukan kertasnya tetapi tulisannya (lebih konkret isinya) dan gambar (lebih konkret makna gambarnya) yang melanggar kesusilaan, yang sifat melanggar kesusilaan ini diketahui oleh sipembuat.

Unsur objek kejahatan ada tiga, ialah tulisan, gambar dan benda. Tulisan dan gambar meelkat pada atau diatas benda yang pada umumnya kertas. Oleh karena itu tulisan dan gambar dapat ditempelkan, bukan melekat pada benda lain yang tidak mengandung sifat dapat dilekati. Selain kertas yang bersifat demikian, papan tulis, atau batu tulis (sabak) dapat juga menjadi benda yang sifatnya dapat ditempelkan. Oleh karena itu objek kejahatan pornografi: tulisan atau gambar dapat pula berada diatas papan tulis dan batu tulis yang ditempelkan.

Berbeda dengan tulisan dan gambar yang sifat melanggar kesusilaannya berada dalam atau pada isi surat dan makna gambar yang dituliskan dan atau digambarkan pada benda kertas, atau papan tulis, sifat melanggar kesusilaan pada benda objek yang ketiga ini berada atau melekat pada bendanya itu sendiri. Misalnya sebuah patung telanjang bulat dimana bentuk alat kelaminnya (penis atau vagina) secara jelas dan tepat, atau benda buah zakarnya, dimana sifat melanggar kesusilaan itu melekat langsung pada benda patung mengenai penis berikut buah zakarnya tersebut.37

37

(5)

Unsur kesalahan pada bentuk pornografi yang pertama (berikut juga bentuk kedua dan ketiga) ialah bentuk kesengajaan berupa diketahuinya bahwa tulisan (isinya), gambar (maknanya) dan benda (benda itu sendiri) melanggar kesusilaan. Keinsyafan atas sifat ketiga objek yang melanggar kesusilaan ini harus telah terbentuk pada batin si pembuat sebelum dia mewujudkan perbuatan menyiarkan, mempertunjukkan dan menempelkannya.

Perlu pula diketahui, bahwa sifat melanggar kesusilaan dari ketiga objek pornografi diatas, selain harus dituju oleh kesengajaan (bentuk mengetahui atau wetens) artinya merupakan unsur subjektif, yang melekat pada diri (batin) sipembuat, juga secara objektif tulisan, gambar dan atau benda itu adalah berupa tulisan, gambar dan atau benda yang memang melanggar kesusilaan, atau unsur ini subjektif yang di objektifkan (geobjectiveerd). Syarat ini juga berlaku pada dua bentuk kejahatan pornografi kedua dan ketiga lainnya, harus ada kesamaan antara kenyataannya bahwa tulisan, gambar atau benda itu menurut rasa kesusilaan masyarakat mengandung sifatmelanggar kesusilaan (objektif) dengan sikap batin sipembuat (subjektif). Tidaklah mungkin ada kejahatan pornografi yang tidak memenuhi syarat ini, misalnya menurut nilai-nilai yang dianut masyarakat suatu tulisan, gambar atau benda mengandung sifat melanggar rasa kesusilaan, tetapi menurut kesadaran atau keinsyafan dari sipembuat tidak mengandung sifat melanggar kesusilaan (artinya tidak diketahuinya).38 Demikian juga sebaliknya, jika menurut nilai-nilai masyarakat suatu tulisan, gambar atau benda tidak mengandung sifat melanggar kesusilaan, tetapi menurut kesadarannya

38

(6)

(pengetahuannya) tulisan, gambar atau benda itu mengandung sifat yang demikian. Hal yang diterangkan terakhir ini, bias terjadi berhubung apa yang ada dalam kesadaran seseorang tidak selalu sama dengan keadaan sebenarnya. Hal ini sering disebut dengan istilah tersesat hukum (rechtsdwaling). Tersesat dapat terjadi karena beberapa sebab, boleh jadi dalam hal ini disebabkan oleh kemajuan atau kemunduran cara berpikir berhubung dengan luas sempitnya pengalaman dan pengetahuan seseorang. Seseorang yang dibesarkan dan berpendidikan dinegara Barat dating ke daerah Aceh dapat menjadi tersesat dalam hal melakukan perbuatan yang menurut masyarakat setempat telah mengandung sifat melanggar kesusilaan. Demikian juga sebaliknya seseorang yang dibesarkan dan berada dalam lembaga pendidikan pondok pesantren disebuah desa yang rasa kesusilaan masih tumbuh dengan tingginya, dalam melakukan suatu perbuatan dapat menjadi tersesat mengenai sifat melanggar kesusilaan dari perbuatan itu bila dia lakukan dikota Jakarta.

Kejahatan pornografi yang kedua pada ayat (1) Pasal 282, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut.

Unsur-unsur objektif, terdiri dari. 1. Perbuatannya:

1) Membuat;

2) Memasukkan ke dalam negeri; 3) Meneruskannya;

4) Mengeluarkan dari dalam negeri; 5) Memiliki persediaan;

2. Objeknya:

1) Tulisan yang melanggar kesusilaan; 2) Gambar yang melanggar kesusilaan; 3) Benda yang melanggar kesusilaan; Unsur-unsur subjektif:

(7)

1) Disiarkan dimuka umum; 2) Dipertunjukkan dimuka umum; 3) Ditempelkan dimuka umum; 4. Diketahuinya melanggar kesusilaan.

Perbuatan membuat adalah berupa perbuatan mengadakan atau menjadikan adanya sesuatu yang in casu tulisan, gambar dan benda. Sebelum mewujudkan perbuatan membuat, sesuatu (objek) itu belum ada, melalui atau dengan perbuatan membuat itulah maka sesuatu itu menjadi ada. Dalam perbuatan membuat ini mengandung syarat adanya causal verband antara wujud perbuatan sebagai penyebab dan adanya sesuatu (objek) sebagai akibat.

Pada perbuatan memasukkan kedalam negeri (Indonesia), menunjukkan bahwa tulisan, gambar dan benda itu berasal atau keberadaan semula ada diluar wilayah hukum Negara Republik Indonesia, dan tidak penting siapa yang membuatnya. Bilamanakah terjadinya perbuatan memasukkan kedalam negeri? Mengenai saat atau waktunya bergantung dari wujud dan bentuk perbuatan itu. Bila si pembuat sendiri yang semula telah menguasainya atau membawanya diluar wilayah hukum Indonesia, perbuatan itu telah terjadi ketika si pembuat dengan membawa salah satu atau semuanya dari tiga objek kejahatan pornografi telah masuk ke dalam wilayah hukum Negara Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa menurut hukum Internasional, wilayah hukum Negara diperluas pada pesawat udara dan kapal ketika sedang berada diudara bebas atau dilautan bebas, kecuali pesawat udara militer dan kapal perang dari suatu Negara. Berdasarkan hukum internasional itu, maka juga telah terjadi perbuatan memasukkan ke Indonesia manakala si pembuat dengan membawa salah satu atau semuanya dari tiga objek pornografi berada dalam pesawat atau

(8)

kapal Indonesia yang kemudian masuk kedalam lautan bebas atau udara bebas. Pesawat Udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia. Termasuk pula pesawat udara asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia (rumusan Pasal 95a KUHP yang ditambahkan oleh UU No. 4 Tahun 1976). Dalam Pasal 95 ada keterangan mengenai kapal Indonesia (kapal diganti dengan istilah kendaraan air dalam Pasal 3 oleh UU No. Tahun 1976), yang menyatakan bahwa “kapal Indonesia adalah kapal yang mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal Indonesia”.

Perbuatan yang ketiga, ialah meneruskannya. Maksud perbuatan meneruskannya ialah meneruskan salah satu atau ketiga objek pornografi setelah benda-benda itu masuk ke wilayah hukum Indonesia. Perbuatan meneruskan dapat berwujud menyampaikan, mengedarkan dengan menjual-belikan, menyerahkan, memberikan kepada pihak lain tulisan, gambar maupun benda yang melanggar kesusilaan.

Perbuatan mengeluarkannya dari dalam negeri, adalah berupa perbuatan sebaliknya dari perbuatan memasukkan ke Indonesia. Perbuatan ini dilakukan didalam wilayah hukum Indonesia, dan baru terwujud secara sempurna apabila objek-objek pornografi itu telah melewati/keluar dari wilayah hukum Indonesia. Perbuatan memiliki persediaan, adalah perbuatan menguasai objek-objek pornografi disuatu tempat tertentu, yang sewaktu-waktu diperlukan segera dapat

(9)

dilakukan perbuatan-perbuatan tertentu terhadap obejk itu, misalnya menjualnya, menempelkannya, menyiarkannya, mempertunjukkannya dn lain sebagainya. Objek-objek pornografi ini, berupa tulisan, gambar dan benda. Tulisan dan gambar termasuk photo bias terdapat dalam majalah-majalah atau buku-buku, dan bias pula terdapat dalam rekaman CD. Benda porno bias berwujud patung porno, atau boneka porno.

Unsur kesalahan pada kejahatan pornografi macam kedua dari Pasal 282 ayat (1) ini terdapat dua macam, yaitu:

1) Maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan dan ditempelkan; 2) Yang diketahuinya melanggar kesusilaan.

Kedua macam unsur kesalahan tersebut, yakni maksud dan diketahuinya berbeda arti dan fungsi dalam rumusan kejahatan yang bersangkutan.

Mengenai unsur kesalahan yang pertama, yakni maksud. Maksud disini mengandung arti bahwa sipembuat dalam melakukan lima bentuk perbuatan (membuat dan sebagainya terhadap tiga objek pornografi) diarahkan pada tiga macam tujuan, yakni: (1) untuk disiarkan dimuka umum, (2) untuk dipertunjukkan dimuka umum, dan (3) untuk ditempelkan dimuka umum.

Sementara itu unsur kesalahan yang kedua adalah diketahuinya. Mengenai apa yang diketahui sipembuat ini bukan diarahkan pada tiga benda objeknya pornografi, tetapi pada sifat melanggar kesusilaan dari ketiga-tiga objek pornografi tersebut.

Kejahatan pornografi bentuk ketiga dalam ayat (1) Pasal 282, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

(10)

1. Perbuatan :

a) Menawarkan :

a) Secara terang-terangan;

b) Dengan mengedarkan surat tanpa diminta; b) Menunjukkan sebagai dapat diperoleh;

2. Objeknya :

a) Tulisan yang melanggar kesusilaan; b) Gambar yang melanggar kesusilaan; c) Benda yang melanggar kesusilaan; Unsur Subjektif:

c. Yang diketahuinya melanggar kesusilaan.39

Pada kejahatan pornografi yang ketiga ini, ada dua unsur perbuatan materiil. Perbuatan materiil yang pertama adalah menawarkan dengan dua cara yakni secara terang-terangan, dan dengan cara mengedarkan surat tanpa diminta. Sementara itu unsur perbuatan materiil kedua, ialah menunjukkan sebagai dapat diperoleh.

Unsur mengenai objek sama seperti objek pada bentuk pertama dan kedua, demikian juga unsur kesalahan si pembuat, ialah terletak pada diketahuinya bahwa ketiga objek itu mengandung sifat melanggar kesusilaan.Perbuatan menawarkan, ialah perbuatan terhadap sesuatu benda (in casu 3 objek pornografi) dengan menunjukkannya atau mengajukannya kepada pihak lain dengan sesuatu maksud tertentu. Didalam perbuatan menawarkan terkandung suatu permintaan atau harapan pada pihak lain untuk melakukan suatu perbuatan terhadap benda itu, misalnya dibeli, diambil, ditukar, diedarkan, dan sebagainya.Dalam melakukan perbuatan menawarkan ini, telah ditentukan cara melakukannya, yakni secara terang-terangan, dan dengan cara mengedarkan surat tanpa diminta. Secara terang-terangan ini artinya, perbuatan menawarkan itu diketahui banyak orang.

39

(11)

Misalnya dengan menggelar tulisan yang isinya porno, gambar porno atau benda porno di kaki lima pertokoan. Cara kedua dari perbuatan menawarkan, ialah dengan mengedarkan surat tanpa diminta oleh yang ditawari benda itu, misalnya dengan mengirimkannya kepada teman-temannya.

Perbuatan menunjukkan sebagai dapat diperoleh, adalah berupa perbuatan yang bersifat memberikan petunjuk berupa informasi kepada orang lain perihal dengan cara bagaimana atau ditempat mana dan atau bilamana benda objek pornografi ini dapat diperolehnya. Misalnya dikatakannya pada orang lain bahwa CD porno itu dapat dibeli pada Puniran di rumahnya Jl. Sumbertlogo, 511 atau telepon rumahnya 3456789 Surabaya.

Pada kejahatan pornografi bentuk ketiga ini, unsur kesalahannya, ialah bahwa tiga objek pornografi itu diketahuinya sebagai benda yang bersifat melanggar kesusilaan masyarakat.

Kejahatan pornografi pada ayat (2) Pasal 282 juga terdiri dari tiga macam seperti pada ayat pertama yang telah dibicarakan dimuka. Pada setiap bentuk kejahatan pornografi dalam ayat kedua ini mempunyai unsur-unsur yang sama dengan bentuk kesalahan sipembuat.

Mengenai unsur kesalahannya ada perbedaan, yakni pada kesalahan bentuk kejahatan pornografi yang pertama adalah kesalahan bentuk kesengajaan. Tiga bentuk kejahatan pornografi pada ayat pertama ini, adalah kejahatan dolus. Sedangkan unsur kesalahan pada tiga bentuk kejahatan pornografi pada ayat kedua, mengandung unsur kesalahan bentuk culpa. Kejahatan pornografi ayat kedua ini adalah kejahatan culpa.

(12)

Unsur kesalahan (subjektif) pada tiga bentuk kejahatan pornografi dalam ayat kedua ini rumusannya adalah “jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambar atau benda itu melanggar kesusilaan”. Sikap batin si pembuat yang dapat menduga bahwa objek pornografi tersebut melanggar kesusilaan adalah berupa sikap batin dalam hubungannya dengan perbuatan dan akibat perbuatan. Artinya si pembuat kurang menggunakan pertimbangan dalam berbuat dengan tidak mengidahkan dan tidak bersikap hati-hati dan tidak memikirkan bahwa dari perbuatannya itu menibulkan akibat penyerangan terhadap rasa kesusilaan masyarakat. Padahal dari keadaan-keadaan yang ada dan sifat dari perbuatan yang hendak dilakukannya itu beserta sifat benda objeknya mengharuskan dia menggunakan pikirannya untuk mempertimbangkan akan kemungkinan dari perbuatannya. Itu melanggar rasa kesusilaan masyarakat, yang pertimbangan mana tidak dilakukannya. Inilah makna dan arti dari bentuk kesalahan culpa dalam kejahatan pornografi dalam ayat kedua ini.

Dibentuknya kejahatan pornografi kelalaian ini, dimaksudkan untuk menghindari dari tidak dipidanannya sipembuat apabila dalam melakukan perbuatannya itu tidak disadarinya atau tidak diketahuinya bahwa perbuatannya itu menyerang rasa kesusilaan masyarakat. Dengan demikian, setiap perbuatan yang menyerang rasa kesusilaan masyarakat sudah dapat dipidana walaupun didalam batinnya tidak mengetahui secara pasti dari perbuatannya itu sebagai melanggar kesusilaan. Sikap batin culpa dalam ayat kedua ini, dapat dipandang juga sebagai alasan subjektif yang meringankan pidana. Sebagaimana dalam rumusan Pasal 282, ancaman pidana pada kejahatan pornografi kesengajaan (ayat 1) diancam dengan

(13)

pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi Rp. 4.500,00. Sementara itu pada kejahatan pornografi culpa (ayat 2) diancam dengan pidana penjara setinggi-tingginya Sembilan bulan atau denda paling banyak Rp. 4.500,00.

Sebaliknya pada ayat (3) terdapat dasar pemberatan pada bentuk kejahatan pornografi sengaja, yaitu apabila si pembuat dalam melakukan kejahatan itu karena kebiasaan atau sebagai mata pencaharian, maka di ancam dengan pidana penjara setinggi-tingginya dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 75.000,00.

Apa yang dimaksud dengan pencaharian dengan pencaharian adalah dalam melakukan kejahatan itu si pembuat mendapatkan penghasilan yang digunakannya bagi kebutuhan hidupnya. Pencaharian berbeda dengan kebiasaan, kebiasaan harus dilakukannya berulang kali, setidak-tidaknya dua kali atau lebih. Namun pada pencaharian bisa terjadi dilakukannya baru satu kali, tetapi dari perbuatannya itu terdapat fakta-fakta yang menunjukkan/membuktikan bahwa pembuatannya itu akan diulangnya lagi (Satochid 1:247). 40

Kejahatan pornongrafi terhadap orang yang belum dewasa dirumuskan dalam Pasal 283 yang selengkapnya adalah sebagai berikut.

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 9.000,-, barangsiapa menawarkan, memberikan terus-menerus maupun sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambar, benda atau alat itu telah diketahuinya.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan dimuka orang yang belum dewasa

40

(14)

sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tulisan tadi telah diketahuinya;

(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 9.000,-, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus-menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan.41

Kejahatan dala Pasal 283 diatas, ada tiga rumusan sebagaimana dirumuskan pada masing-masing ayat.

Kejahatan pornongrafi terhadap orang yang belum dewasa dirumuskan dalam Pasal 283 yang selengkapnya adalah sebagai berikut.

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 9.000,-, barangsiapa menawarkan, memberikan terus-menerus maupun sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambar, benda atau alat itu telah diketahuinya. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang

melanggar kesusilaan dimuka orang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tulisan tadi telah diketahuinya;

(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 9.000,-, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus-menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan.42

Kejahatan dala Pasal 283 diatas, ada tiga rumusan sebagaimana dirumuskan pada masing-masing ayat.Kejahatan Menawarkan, Memberikan dan Sebagainya

41

R. Soesilo, KUH Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, (Politea: Bogor, 1986), hal.207

42

(15)

Tulisan, Gambar, Benda yang Melanggar Kesusilaan atau Alat untuk Mencegah atau Menggugurkan Kehamilan. Kejahatan yang dimaksudkan dan dirumuskan dalam ayat pertama terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur-unsur objektif: a. Perbuatan:

1) Menawarkan

2) Memberikan terus-menerus atau sementara waktu; 3) Meneyerahkan;

4) Memperlihatkan; b. Objeknya:

1) Tulisan yang melanggar kesusilaan; 2) Gambar yang melanggar kesusilaan; 3) Benda yang melanggar kesusilaan; 4) Alat untuk mencegah kehamilan; 5) Alat untuk menggugurkan kandungan; c. Kepada orang yang belum dewasa;43 Unsur subjektif:

a. Dan diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun;

b. Isinya tulisan, gambar, benda yang melanggar kesusilaan, atau alat mencegah atau menggugurkan kandungan itu telah diketahuinya.44

Tentang perbuatan menawarkan, telah diterangkan pada waktu membicarakan kejahatan pornografi pada Pasal 282 di atas, telah diterangkan bahwa menawarkan adalah perbuatan dengan cara bagaimanapun pada suatu benda dengan maksud agar orang lain itu melakukan suatu perbuatan tertentu pada benda itu, misalnya untuk membelinya, menukarnya, memperbaikinya dan sebagainya.Perbuatan

memberikan adalah perbuatan terhadap suatu benda dengan mengalihkan

kekuasaan benda kepada orang lain secara cuma-cuma. Perbuatan ini selesai secara sempurna, apabila benda tersebut telah sepenuhnya beralih kekuasaannya pada orang yang menerimanya. Benda itu telah beralih sepenuhnya pada orang

43

Ibid, hal 37

44

(16)

yang menerimanya, apabila orang tersebut telah memiliki hubungan langsung yang sedemikian eratnya dengan benda itu, yang sebagai indicator eratnya ini ialah apabila dia hendak melakukan suatu perbuatan tertentu pada benda itu, dia dapat melakukannya langsung seketika tanpa harus melakukannya perbuatan lain terlebih dulu.

Perbuatan memperlihatkan, adalah perbuatan terhadap suatu benda (objek kejahatan ini) dengan menempatkannya sedemikian rupa sehingga terbuka bagi orang memandang atau melihat dan mengamati benda itu. Didalam perbuatan memperlihatkan, ada terkandung maksud agar orang lain melihat, memperhatikan benda yang diperlihatkan itu.

Mengenai objek kejahatan disini lebih luas dari objek kejahatan pornografi pada Pasal 282, karena di Pasal 283 ini ditambahkan dua objek lainnya ialah alat untuk mencegah kehamilan dan alat untuk menggugurkan kandungan.

Pada tiga objek pertama (tulisan, gambar dan benda) terkandung sifat melanggar kesusilaan, tetapi pada dua benda yang disebutkan terakhir (alat mencegah kehamilan dan alat menggugurkan kandungan) didalam pasal itu tidak tersurat unsur sifat melanggar kesusilaan. Akan tetapi dengan berdasarkan pada melarang memperlihatkan benda-benda itu kepada orang yang belum dewasa, secara tersirat sifat melanggar kesusilaan didalam kedu benda yang disebutkan terakhir itu mestinya telah ada. Karena tidak secara tegas disebutkan dalam rumusan, pada benda alat pencegah kehamilan dan alat menggugurkan kandungan tidaklah perlu dibuktikan tentang sifat melanggar kesusilaan pada kedua alat itu.

(17)

Unsur subjek hukum yang dilindungi kepentingan hukumnya dalam pasal ini adalah orang tertentu, tidak orang pada umumnya seperti pada Pasal 282 atau 281, melainkan bagi orang-orang yang belum dewasa, yang menurut pasal ini umurnya belum tujuh belas tahun. Umur belum tujuh belas tahun ini disimpulkan dari unsur tentang “diketahuinya atau sepatunya harus diduga bahwa umurnya belum 17 tahun” dalam rumusan pada ayat (1) Pasal 283 itu. Sikap batin terhadap umur belum tujuh belas tahun disini berupa kesengajaan (diketahuinya) dan culpa (sepatutnya harus diduga). Dimuatnya bentuk culpa disini diperlukan untuk mencapai kebenaran bahwa orang yang ditawari dan lain sebagainya objek kejahatan itu adalah orang yang belum dewasa yang dalam arti umurnya belum tujuh belas tahun.45

Belum dewasa menurut pasal ini, berbeda dengan belum dewasa dalam Pasal 293. Karena unsur belum dewasa dalam pasal ini tidak diberi keterangan yang lain, kebelumdewasaan harus melihat pada kebelumdewasaan harus melihat pada kebelumdewasaan Pasal 330 KUH Perdata. Menurut Pasal 330 KUH Perdata yang dimaksud kebelumdewasaan ialah belum berumur genap dua puluh satu tahun dan belum pernah menikah. Akan tetapi karena belum dewasa dalam pasal 283, ada keterangan dibelakangnya, yang berbunyi “dan yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun”, maka harus diartikan unsur belum dewasa menurut Pasal 283 ini batasnya adalah tujuh belas tahun. Bagaimana jika telah pernah menikah, tapi umurnya belum tujuh belas tahun. Apabila berdasarkan 330 KUH Perdata, orang itu dianggap telah dewasa.

45

(18)

Mengenai unsur “jika isi tulisan, gambar, benda atau alat pencegahan dan pengguguran kehamilan itu telah diketahuinya”, merupakan unsur subjektif. Dalam kejahatan ini, secara subjektif, selain disyaratkan pada si pembuat mengetahui atau patut menduga bahwa umur korban yang ditawari dan sebagainya tadi belum tujuh belas tahun, juga disyaratkan bahwa si pembuat mengetahui tentang isinya tulisan, gambar, benda atau alat itu sebagai melanggar kesusilaan.

Tindak pidana pornografi membacakan tulisan cabul di muka orang belum dewasa Pasal 283 ayat (2) KUHP. Tindak pidana yang dimaksud Pasal 283 ayat (2), yang rumusan sebagai berikut:

Diancam dengan pidana yangs sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka orang yang belum dewasa sebagaimana yang dimaksud dalam ayat tersebut, jika isi tadi telah diketahuinya.46

Apabila rumusan tersebut dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut a. Perbuatan, membacakan

b. Objek, tulisan yang isinya melanggar kesusilaan c. Di muka orang yang belum dewasa47

2. Pornografi menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman

Pengaturan pornografi dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, terdapat dalam Pasal 33 dan Pasal 40

Pasal 33 menyatakan bahwa :

1) Untuk mewujudkan arah dan tujuan penyelenggaraan perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, setiap film dan reklame film yang akan diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan wajib disensor.

46

Adami Chazawi, (2) Tindak Pidana Pornografi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal 92.

47

(19)

2) Penyensoran dapat mengakibatkan bahwa sebuah film: a. Diluluskan sepenuhnya;

b. Dipotong bagian gambar tertentu; c. Ditiadakan suara tertentu;

d. Ditolaknya seluruh film; untuk diedarkan. Diekspor, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan.

3) Sensor film dilakukan, baik terhadap film dan reklame film yang dihasilkan oleh perusahaan pembuatan film maupun terhadap film impor.

4) Film dan reklame film yang telah lulus sensor diberi tanda lulus sensor oleh lembaga sensor film.

5) Selain tanda lulus sensor, lembaga sensor film juga menetapkan penggolongan usia penonton bagi film yang bersangkutan.

6) Film, reklame film, atau potongannya yang ditolak oleh lembaga sensor film dilarang diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan, kecuali untuk kepentingan penelitian dan/atau penegakan hukum.

7) Terhadap film yang ditolak oleh lembaga sensor film, perusahaan film atau pemilik film dapat mengajukan keberatan atau pembelaan kepada badan yang berfungsi memberikan pertimbangan dalam masalah perfilman.48

Pasal 40 menyatakan bahwa: Dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah)

48

Enik Isnaini, Penanggulangan Tindak Pidana Pornografi Dalam Media Internet, Jurnal

(20)

a. Barang siapa dengan sengaja mengedarkan, mengekspor, mempertunjukkan dan/atau menayangkan film dan/atau rekleme film yang ditolak oleh lembaga sensor film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (6); atau

b. Barang siapa dengan sengaja mengedarkan, mengekspor, mempertunjukkan dan/atau menayangkan potongan film dan/atau suara tertentu yang ditolak oleh lembaga sensor film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (6); atau c. Barang siapa dengan sengaja mengedarkan, mengekspor, mempertunjukkan

dan/atau menayangkan film yang tidak disensor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1).49

3. Pornografi menurut Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers

Sejarah perkembangan kebijakan Pers di Indonesia, pers diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, yang kemudian dilakukan perubahan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers dan terakhir diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.50

Menurut Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 1 angka (1) Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar,

49

Ibid, hal 29

50

Febrian Hari Purwito, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Cyberpornografi, (diakses pada tanggal 26 April 2017 https:/ /www. researchgate. net/publication/ 277842121_Penegakan_Hukum_Terhadap_Tindak_Pidana_Cyberpornografi) Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012, hal 12

(21)

suara dan gambar, serta dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.51

Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers diatur dalam Bab VIII Pasal 18, yang menyatakan:

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah).

(2) Perusahaan Pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah).52

4. Pornografi menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran

Pasal 57 d UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran untuk memidana lembaga penyiaran televisi yang yang menyiarkan siaran yang berisikan muatan pornografi. Sementara, dalam pasal 58 butir d UU No 32 tahun 2002, mengatur penyiaran iklan niaga oleh lembaga penyiaran lembaga penyiaran televisi, yang memuat tindak pidana pornografi. Pasal 57 UU No 32 tahun 2002 mengenai Penyiaran, berbunyi :

51

Adam Chazawi, Prija Djatmika, Ardi Ferdian, Tindak Pidana Pers (Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Yang Dilindungi Dengan Mempublikasikan Tulisan, (Bandung, Mandar Maju), 2015, hal 102-103

52

(22)

“ Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang :

a. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (3); b. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2); c. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1); d. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (5); e. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (6);53

Pasal yang berkaitan dengan pasal lembaga penyiaran yang menyiarkan tindak pidana pornografi adalah 57 butir d, yaitu yang melanggar ketentuan sebagaimana Pasal 36 ayat (5). Yaitu mengenai isi siaran yang disiarkan oleh lembaga penyiaran televisi. Pasal 36 ayat (5) berbunyi tentang isi Siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan /atau bohong; menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah gunaan narkotika dan obat terlarang; atau Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolonga54.

Pasal 58 d nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, terdapat aturan yang dapat dipergunakan untuk memidana lembaga penyiaran televisi yang menyiarkan iklan niaga yang melanggar kesusilaaan. Karena pasal 58 d merupakan sanksi pidana yang diberikan terhadap lembaga penyiaran yang melanggar isi siaran niaga dalam pasal 46 ayat (3). Pasal 58 UU nomor 32 tahun 2002 berbunyi :

53

Taufik Eka Purwanto, Kajian Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Lembaga Penyiaran Televisi Yang Menyiarkan Pornografi dan Pornoaksi, (diakses tanggal 26 April 2017 http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/363 Karya Ilmiah, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang 2014, hal 10

54

(23)

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang:

a. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1); b. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1); c. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4); d. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3).” Pasal 46 ayat (3) UU nomor 32 tahun 2002 berisikan tentang aturan-aturan larangan Lembaga Penyiaran Televisi dalam menyiarkan iklan komersial. Pasal 46 ayat (3) tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Siaran iklan niaga dilarang melakukan:

a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain; b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif; c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;

d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau

e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun. 55

Jika Lembaga Penyiaran Televisi menyiarkan program siaran yang memiliki muatan pornografi, maka dapat dipidana berdasarkan pasal 57 butir d. Dengan 12 ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

55

(24)

Sementara jika lembaga penyiaran televisi yang menyiarkan iklan komersial yang memuat pornografi, maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 58 butir d. Yaitu dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua tahun) dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Kata “dan/atau”, memberikan alternatif pertanggungjawaban pidana diberikan terhadap pengurus atau terhadap Lembaga Penyiaran Televisi

5. Pornografi menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang ITE

Perumusan tindak pidana pornografi diinternet diatur dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”56

Pasal 45 ayat (1) berbunyi : setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulanb dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Tindak pidana Pasal 27 ayat (2) jika dirinci terdiri dari Unsur subjektif :

a. Kesalahan : dengan sengaja Unsur objektif :

b. Melawan hukum : tanpa hak c. Perbuatan :

1) Mendistribusikan dan/atau

56

Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informqsi (Cybercrime), Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, (Jakarta:Raja Grafindo Persada), 2013, hal 161

(25)

2) Menstransmisikan dan/atau 3) Membuat dapat diaksesnya d. Objek :

1) Informasi elektronik, dan/atau

2) Dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendiskribusikan dan/atau menstramisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronika dan/atau dokumen elektronika yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dapat dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).57

57

Adami Chazawi, Ardi Ferdian, Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik, (Malang: Media Nusa Creative, 2015), hal 11

(26)

B. Pengaturan Pornografi menurut UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi

1. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang

Pornografi

Tindak pidana pornografi diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dalam undang-undang ini, pornografi diartikan sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka umum, yang memuat kecabulan dan eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Adapun Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televise kabel, televise terrestrial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah dan barang cetakan lain.58

Bentuk konkret dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dibentuk berdasarkan tiga pilar pornografi yaitu:

1. Pengertian yuridis pornografi dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

2. Objek pornografi yang disebutkan dengan tersebar dalam pasal-pasal Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, seperti Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 4 s/d 12 jo. Pasal 29 s/d Pasal 38 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

58

Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus(memahami delik-delik di Luar KUHP), Kencana, Jakarta, 2016, hal 279-280

(27)

3. Perbuatan pornografi yang dilarang, ada 33 perbuatan dalam 10 pasal yang merumuskan tindak pidana pornografi dalam Pasal 29 s/d 38 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi59

Objek pornografi yang menjadi landasan utama pembentukan tindak pidana pornografi, disebutkan secara limitatif dan bersifat terbuka. Disebutkan macam-macam objek pornografi dalam Pasal 1 angka (1)Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Namun masih dimungkinkan hakim menentukan objek lainnya, khususnya mengenai objek pesan melalui alat-alat komunikasi. Kiranya dengan cara merumuskan yang demikian ini, memberi kemungkinan ke depan memasukkan pesan melalui alat komunikasi baru yang sekarang belum dikenal. Tindak pidana pornografi dimuat dalam Pasal 29 s/d Pasal 38 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Apabila dilihat dari sudut perbuatan yang dilarang, terdapat 33 tindak pidana pornografi, dimuat dalam 10 pasal. Tindak pidana pornografi dalam 10 pasal tersebut adalah sebagai berikut.

a. Tindak pidana pornografi memproduksi, membuat dan lainnya pornografi (Pasal 29 jo. Pasal 4 ayat (1)). Dalam tindak pidana ini terdapat 12 bentuk perbuatan yang dilarang terhadap objek pornografi.

b. Tindak pidana menyediakan jasa pornografi (Pasal 30 jo. Pasal 4 ayat (2)) c. Tindak pidana meminjamkan atau mengunduh produk pornografi (Pasal

31 jo. Pasal 5).

d. Tindak pidana memperdengarkan, mempertontonkan, dan lainnya produk pornografi (Pasal 32 jo. Pasal 6). Ada 6 perbuatan yang dilarang oleh Pasal 32 jo. Pasal 6.

e. Tindak pidana mendanai atau memfasilitasi perbuatan memproduksi, membuat, dan lainnya pornografi (Pasal 33 jo. Pasal 7).

f. Tindak pidana sengaja menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi (Pasal 34 jo. Pasal 8).

g. Tindak pidana menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi (Pasal 34 jo. Pasal 9).

59

(28)

h. Tindak pidana mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau dimuka umum (Pasal 36 jo. Pasal 10).

i. Tindak pidana melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek dalam tindak pidana pornografi (Pasal 37 jo. Pasal 11).

j. Tindak pidana mengajak, membujuk, dan lainnya anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi (Pasal 38 jo. Pasal 12). Dalam tindak pidana ini terdapat 7 perbuatan yang dilarang.60

Pornografi yang diatur dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2008 Bab II mengenai “Larangan dan Pembatasan” Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, yaitu:

Pasal 4 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, mengandakan meyebarluaskan, menyiarkan mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. Kekerasan seksual;

c. Masturbasi atau onani;

d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. Alat kelamin; atau

f. Pornografi anak. 61

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. Menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. Menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. Mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau

d. Menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Pasal 4 ayat (1) UU 44 Tahun 2008 tentang Pornografi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "membuat" adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.

Beragamnya pornografi yang ada pada Pasal 4, maka pemerintah juga memberikan larangan dan pembatasan terhadap pornografi, larangan dan

60

Ibid, hal 118

61

http://www.superkoran.info/forums/viewtopic.php?f=1&t=50220, diakses pada tanggal 15 April 2017

(29)

pembatasan tersebut terdapat pada Undang-undang No. 44 tahun 2008 Bab II Pasal 5-4, yaitu :62

Pasal 5 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1).

Pasal 6 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 7 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang dilarang menandai atau memfasilitasi perbuatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 10 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain, dalam pertunjukan atau di muka umum, yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 11 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10. 63

Pasal 12 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

62

Karnadi, Penjelasan UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (Jakarta : BP. Cipta Jaya, 2008), hal 3-4

63

Neng Djubaedah, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (Perspektif Negara Hukum Berdasarkan Pancasila), (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal.3 1

(30)

Pasal 13 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1), wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus. Pasal 14 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Sanksi-sanksi Pidana dalam Tindak Pidana menurut UU No. 44 Tahun

2008 tentang Pornografi

Sanksi tindak pidana dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi tercantum pada Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40 dan Pasal 41.

a. Pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008 berbunyi: Setiap orang yang memproduksi, membuat, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Dapat diuraikan unsur-unsur yangt terdapat pada Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008 yakni:

(31)

2. Memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspoir, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);

3. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Dapat disimpulkan bahwa setiap perbuatan atau bentuk perbuatan yang dilakukan oleh orang/seseorang sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (1), dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU No. 44 Tahun 2008.64

b. Pasal 30 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6(enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

c. Pasal 31 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana

64

Ruslan Renggang, Hukum Pidana Khusus (memahami Delik-delik di Luar KUHP), (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016), hal 279

(32)

dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).65

d. Pasal 32 Pasal 31 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

e. Pasal 33 Pasal 31 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

f. Pasal 34 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dipidana dengan pidana penjara paling lama10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).66 g. Pasal 35 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dipidana

65

Neng Djubaedah, Op.Cit, hal 74

66

(33)

dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). h. Pasal 36 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau dimuka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). i. Pasal 37 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek, sebagaimana dimaksud dalam Pasal11, dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.67

j. Pasal 38 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

67

(34)

k. Pasal 39 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.

l. Pasal 40 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama satu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orng-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus ditempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus

(35)

berkantor.

(7) Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dilakukan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap Pasal dalam Bab ini.68

m. Pasal 41 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa:

1) Pembekuan izin usaha; 2) Pencabutan izin usaha;

3) Perampasan kekayaan hasil tindak pidana;dan 4) Pencabutan sta tus badan hukum.69

68

Ruslan Renggong, Op. Cit, hal 284-285

69

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran antropometri lain yang sering digunakan adalah mengukur Rasio Lingkar Perut dan Lingkar Pinggang (RLPP). Penilaian RLPP ini cukup penting karena untuk

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas profesional guru sains adalah: studi lanjut; in-service training; memberdayakan musyawarah guru mata pelajaran

diperoleh nilai F-hitung sebesar 22.768 dan nilai signifikansi 0.000 < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel faktor harga kopi bubuk robusta, biaya

development of teachers of technology and vocational generally have qualified education (S1) or D IV in accordance with the Act of teachers and professors, even quite a lot that

Semua biaya di atas dibebankan ke dalam biaya ICU meskipun apabila pasien masih dirawat di ICU dan berdasarkan print out rincian pengeluaran biaya perawatan pasien di manajemen

Aktivitas Unsur Radionuklida dalam Air Pendingin Primer (Bq/liter) yang diambil dari sedotan pompa benam. Radionuklida terdeteksi merupakan radionuklida dengan waktu

Font body teks meliputi font yang dipakai dalam penulisan keterangan pembuat komik, penulisan daftar sub bab dalam buku komik maupun ringkasan cerita pada bagian

Kode Etik Advokat Indonesia adalah hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang selain menjamin dan melindungi namun juga membebankan kewajiban kepada setiap