• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 12 KENDARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 12 KENDARI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 12 KENDARI

Novi Triana Lestari Bandi1) , Hasnawati2), Ikman3) 1)

Jurusan Pendidikan Matematika,2)Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Halu Oleo. E-mail: Novitrianalestaribandi@ymail.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Untuk mengetahui secara deskriptif hasil belajar matematika siswa sebelum diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. (2) Untuk mengetahui secara deskriptif hasil belajar matematika siswa setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. (3) Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari. Berdasarkan analisis data dan pembahasan diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: (1) Hasil belajar matematika siswa sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah tergolong cukup dengan persentase 78,13% dan tergolong baik dengan persentase 21,87%.(2) Hasil belajar matematika siswa setelah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah tergolong baik dengan persentase 65,62% dan tergolong tinggi dengan persentase 28,13%. (3) Pembelajaran menggunakan pendekatan model pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi Operasi Aljabar, kelas VIII semester ganjil SMP Negeri 12 Kendari tahun ajaran 2015/2016.

Kata Kunci: pembelajaran berbasis masalah; hasil belajar matematika; model pembelajaran

THE EFFECT MODEL PROBLEM BASED LEARNING MATH STUDENTS AGAINST RESULTS CLASS VIII SMP NEGERI 12 KENDARI

Abstract

The purpose of this study was to: (1) To determine the descriptive results of learn math before taught using problem-based learning model. (2) To determine the descriptive results of learn math after taught using problem-based learning model. (3) To determine the effect of teaching model of problem-based learning model for mathematics learning outcomes of students. Based on data analysis and discussion obtained several conclusions: (1) The results of students' mathematics learning before n using problem-based learning model on integer operations classified material and good with percentage 78.13% and 21.87%. (2) Results of learning mathematics student before learning using problem-based learning model on material operations classified as good and higher with percentage 65.62% and 28.13%. (3 ) Learning approach problem-based learning model gives a significant positive effect on students' mathematics learning outcomes on material Operation Algebra, class VIII SMP Negeri 12 semester academic year 2015/2016 Kendari.

Keywords: problem based learning; learning math; learning model

(2)

Pendahuluan

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia perlu perhatian khusus agar menghasilkan generasi yang lebih baik. Salah satu hal yang menjadi masalah dalam penyelenggaraan pendidikan adalah rendahnya hasil belajar siswa. Diharapkan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dapat menghasilkan generasi masa depan bangsa yang nggul di segala bidang. Perlu dilakukan beberapa usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, akan tetapi belum menemui hasil yang memuaskan. Ini dapat dilihat dari sarana dan prasarana pendidikan serta prestasi siswa di Indonesia.

Keberhasilan belajar siswa tidak terlepas dari peran serta guru serta kemampuan yang ada pada diri siswa sendiri. Seorang guru matematika disamping menjelaskan konsep, prinsip, teorema, guru juga harus mengajar matematika dengan menciptakan kondisi yang baik agar keterlibatan siswa secara aktif dapat berlangsung. Unsur penting dalam pembelajaran matematika adalah merangsang siswa serta mengarahkan bagaimana siswa belajar. Guru secara tidak langsung dituntut harus dapat mengembangkan pola pelajaran yang dapat melibat aktifkan siswa dalam belajar. Kenyataan ini menunjukkan bahwa, model pengajaran matematika yang diterapkan sejak awal hingga sekarang masih bersifat konvensional. Dimana sistem penyampaiannya lebih banyak didominasi oleh guru yang mengajarnya cenderung bersifat instruktif, serta proses komunikasinya satu arah. Guru yang memegang kendali memainkan peran aktif, sementara siswa duduk menerima secara pasif informasi pengetahuan dan keterampilan siswa-siswa cenderung diam dan kurang berani menyatakan gagasannya. Kretifitas dan kemandirian mengalami hambatan dan bahkan tidak berkembang. Banyak siswa yang tadinya kreatif dan kritis menjadi apatis karena suasana belajar dalam kelas kurang mendukung. Tidak sedikit siswa merasa terlambat proses kedewasaan karena gaya-gaya pembelajaran melemahkan semangat belajar siswa, karena kurang demokratif, kurang kolaboratif dan lain-lain.

Hasil diskusi pada tanggal 16 Oktober 2014 dengan salah seorang guru matematika SMP Negeri 12 Kendari mengidentifikasi

beberapa kelemahan siswa, antara lain: siswa terlihat kurang antusias, daya kreatifnya rendah, dan siswa bersikap acuh tak acuh.Diskusi dengan guru-guru matematika SMP Negeri 12 Kendari, mengatakan kemungkinan penyebab kelemahan siswa tersebut, antara lain: (1) proses pembelajaran masil berpusat pada guru; (2) Pola pengajaran selama ini masih dengan tahapan memberikan informasi tentang materi-materi, memberikan contoh-contoh dan berikutnya latihan-latihan sehinggan pengetahuan siswa bukan hasil konstruksi pemikiran sendiri; (3) Dalam merencakan menyelesaikan soal tidak diajarkan strategi-strategi yang bervariasi untuk menemukan jawaban soal.

Memperlihatkan akar masalah itu, maka perlu dipikirkan cara-cara mengatasinya. Apalagi sekarang siswa di tuntut untuk menemukan masalah sendiri dan kemudian mencari solusi. Upaya yang dilakukan dapat dari segi materi, proses pembelajaran, perbaikan dan dukungan sarana dan prasana, pembagian materi menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana atau peningkatan mutu siswa di sekolah. Pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti lebih menekankan pada proses pembelajarannya, karena proses tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab professional guru sehari-hari dan akan berdampak pada tugas-tugas dikelas berikutnya. Bila mengaju pada identifikasi penyebab kelemahan tersebut, maka dalam proses pembelajaran diperlukan cara yang mendorong siswa dalam merencanakan pemecahan masalah dengan cara-cara atau strategi-strategi yang bervariasi.

Meninjau cara pembelajaran yang diharapkan , maka salah satu pendekatan pembelajaran yang memiliki sifat dan karakter tersebut adalah pendekatan pembelajaran pembelajaran berbasis masalah.Model Pem-belajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning) merupakan salah satu alternatif model

yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi dan koneksi) dalam memecahkan masalah (Kemendikbud, 2013). Kebanyakan siswa menganggap matematika sebagai suatu masalah. Sehingga model pembelajaran berbasis masalah sangat cocok dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa bersikap aktif, kreatif, dan inovatif dalam memecahkan masalah pada setiap 70 www.jppm.hol.es

(3)

pokok bahasan yang diajarkan serta hasil belajar matematika siswa dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran berbasis masalah.

Kebanyakan siswa menganggap matematika sebagai suatu masalah. Sehingga model pembelajaran berbasis masalah sangat cocok dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa bersikap aktif, kreatif, dan inovatif dalam memecahkan masalah pada setiap pokok bahasan yang diajarkan serta hasil belajar matematika siswa dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran berbasis masalah . Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap memiliki karakteristik pembelajaran saintifik yang sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika, tidak cukup hanya dengan mengetahui dan menghafalkan konsep-konsep matematika tetapi juga dibutuhkan suatu kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik dan benar sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswaBelajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut definisi ini, mengungkapkan ciri-ciri perubahan tingkah laku karena belajar adalah: (1) Perubahan terjadi secara sadar, (2) Perubahan dalan belajar bersifat kontinu dan fungsional, (3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) Perubahan yang terjadi bertujuan dan terarah, (6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2003: 2).

Para ahli lain berpendapat bahwa, belajar adalah proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan di dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa padanya telah berlangsung proses belajar. Sedang menurut Sadiman belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Jadi secara tidak langsung, Sadiman bermaksud mengatakan bahwa proses belajar akan terus dilakukan oleh manusia baik secara sadar maupun tidak sadar selama dia hidup, kapan pun dan di mana pun.

Menurut Bruner dalam Nyimas (2007:5) bahwa belajar matematika adalah belajar menganai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.

Lebih lanjut Usman (1993:6) mengungkapkan bahwa pembelajaran pada dasarnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar-pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar dari siswa. Dalam hal belajar-mangajar matematika, perlu diketahui karakteristik matematika. Dengan mengetahui karakteristik matematika, maka seharusnya dapat pula diketahui bagaimana belajar dan pembelajaran matematika. Karakteristik matematika yang dimaksud adalah obyek matematika yang bersifat abstrak,materi matematika disusun secara hirarkis, dan cara penalaran matematika adalah deduktif. Obyek matematika bersifat abstrak, maka belajar matematika memerlukan daya nalar yang tinggi. Demikian pula dalam pembelajaran matematika guru harus mampu mengabstraksikan obyek-obyek matematika dengan baik sehingga siswa dapat memahami obyek matematika yang diajarkan.

Menurut Hudojo (2003:72) menge-mukakan matematika adalah ilmu mengenai struktur yang mencakun tentang hubungan pola maupun bentuk. Struktur yang ditelaah adalah struktur dari sistem-sistem matematika. Dapat dikatakan pula, matematika berkenaan dengan ide-ide (gagsan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur secara logis, sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Lebih lanjut Hudojo mengemukakan bahwa, matematika yang berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang diberi simbol-simbol dan tersusun secara hirarkis serta penalarannya deduktif tersebut, menyebabkan belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Karena matematika bersifat hirarkis, maka proses belajar matematika akan terjadi secara lancar bila belajar itu dilakukan secara kontinyu. Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh Novi Triana Lestari Bandi, Hasnawati, Ikman 71

(4)

kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Muhsetyo, 2008:127)

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan terarah dalam upaya pembentukan pola pikir, kemampuan mengkonstruksi konsep matematika, daya nalar, keterampilan dan kemampuan menghubungkn konsep mate-matika. Melalui pembelajaran matematika, siswa akan memperoleh suatu pengetahuan baru berdasarkan proses interaksi terhadap pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Menurut Arifin (2001:47) hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami proses belajar pembelajaran, dimana untuk mengungkap-kannya menggunakan suatu alat penilaian yang disusun oleh guru,seperti tes evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami dan mengrti pelajarn yang diberikan. Hasil belajar juga merupakan prestasi yang dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu untuk memperolehnya menggunakan standar sebagai pengukuran keberhasialn seseorang. Criteria hasil belajar pada siswa yang lazim digunakan adalah nilai rata-rata yang didapat melalui proses belajar. Hasil belajar adalah pernyataan kemampuan siswa dalam menguasai sebagian atau seluruh kompetensi tertentu. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan bertindak dan berpikir setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau sub aspek mata pelajaran tertentu (Depdiknas, 2003:5). Menurut Sudjana (2000:3) hasil belajar adalah mencerminkan tujuan pada tingkat tertentu yang berhasil dicapai oleh anak didik (siswa) yang dinyatakan dengan angka atau huruf. Hasil belajar yang dimaksudkan tidak lain adalah nilai kemampuan siswa setelah

evaluasi diberikan sebagai perwujudan dari upaya yang telah dilakukan selama proses belajar pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

1. Ranah Kognitif, Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah Afektif, Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor, Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,

koordinasi neuromuscular

(menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Sehingga hasil belajar dapat dipandang sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Agar hasil belajar yang akan diperoleh siswa menjadi maksimal maka proses belajar siswa tersebut haruslah ditingkatkan. Hasil belajar sangat ditentukan oleh kapasitas belajar yang dilakukan siswa. Kita ketahui bahwa belajar merupakan aktivitas, memerlukan interaksi, latihan, lingkungan dengan selang waktu tertentu, selama itu akan nampak perubahan-perubahan pada diri individu yang belajar. Hasil inilah yang disebut sebagai hasil belajar. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah nilai yang dicapai oleh siswa melalui evaluasi materi pelajaran matematika yang diberikan oleh guru dalam hal ini setelah proses belajar pembelajaran berlangsung.

Berbicara tentang pembelajaran berbasis masalah tentunya tidak terlepas dari pengertian masalah serta proses pemecahan masalah. Shadiq dalam P4TK (2010: 9) menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab. Namun tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi 72 www.jppm.hol.es

(5)

masalah. Tetapi suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui siswa. Berkaitan dengan pernyataan di atas, Sumardiyono (2007: 1) mengemukakan bahwa secara umum orang memahami masalah (problem) sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam matematika, istilah “problem” terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan problem solving atau pemecahan masalah. Suatu soal disebut suatu “problem” atau masalah, jika soal tersebut paling tidak memuat 2 hal yaitu:

1. Soal tersebut menantang pikiran (challenging),

2. Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (non routine).

Pusat Pengembangan dan Pember-dayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Matematika (2010:12) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, perlu dikembangkan keterampilan siswa dalam: (1) memahami masalah; (2) membuat model matematika; (3) menyelesaikan masalah; dan (4) menafsirkan solusinya.

Ada empat tahap dalam memecahkan masalah yaitu

1. Memahami soal/ masalah.

Memahami masalah adalah kegiatan yang sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah

2. Memilih rencana penyelesaian.

Kemampuan dalam menghubungkan antara hal yang sudah diketahui dengan hal tidak diketahui. Dalam memilih rencana penyelesaian harus menggunakan sistematika langkah-langkah penyelesaian. 3. Menerapkan rencana.

Tahap menerapkan rencana pemecahan masalah adalah menjalankan rencana pemecahan masalah yang telah disusun 4. Memeriksa kembali jawaban.

Dalam hal memeriksa kembali jawaban siswa dituntut untuk mengontrol hasil pengerjaan dari awal sampai akhir pemecahan masalah.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang disarankan untuk digunakan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Pembelajaran berbasis masalah

merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Menurut Boud dan Felleti (dalam Wena, 2010:91) Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis.

Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah diadopsi dari istilah inggris Problem Based Instruction (PBI) atau Problem Based Learning (PBL). Menurut Dewey (dalam Sudjana, 2001: 19) pembelajaran berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.

Teori belajar yang mendukung model pembelajaran berbasis masalah teori belajar Jean Piaget yang mendukung pembelajaran berbasis masalah, hal ini dikarenakan pengetahuan baru tidak diberikan kepada siswa dalam bentuk jadi tetapi siswa membangun dan mengembangkan pengetahuannya sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Selain itu, teori belajar yang mendukung model pembelajaran berbasis masalah yaitu teori konstruktivisme sosial Vigotsky yang percaya bahwa pengetahuan tidak bisa ditransfer dari pikiran orang lain ke pikiran seseorang melainkan orang tersebut yang harus membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan orang lain. Teori lain yang mendukung model pembelajaran berbasis masalah yaitu teori belajar penemuan Bruner terutama dalil penemuan dan dalil pengaitan. Metode penemuan memang merupakan konsep yang mendasari pembelajaran berbasis masalah karena dalam pembelajaran berbasis masalah siswa diberikan masalah untuk ditemukan cara penyelesaiannya oleh siswa dan penemuannya tersebut merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan pengetahuan dari materi yang akan diajarkan. Hughes dalam (Wena, 2010:91) Novi Triana Lestari Bandi, Hasnawati, Ikman 73

(6)

menyatakan bahwa Problem Based Learning memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut :

a) Belajar dimulai dengan suatu permasalahan. b) Permasalahan yang di berikan harus

berhubungan dengan dunia nyata siswa. c) Mengorganisasikan pembelajaran di seputar

permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu.

Aktivitas pembelajaran di arahkan untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada pembelajaran. Menurut Pierce dan Jones dalam (Rachmawati, 2008:13), kejadian yang harus muncul dalam pengimplementasian Problem Based Learning yaitu:

a) Engagment, siswa berperan secara aktif sebagai pemecah masalah, siswa dihadapkan pada situasi yang mendorongnya agar mampu menemukan masalah dan memecahkannya.

b) Inquiry, siswa bekerja sama dengan yang lainnya untuk mengumpulkan informasi melalui kegiatan penyelidikan.

c) Solution Building, siswa bekerja sama melakukan diskusi untuk menemukan penyelesaian masalah yang disajikan.

d) Debriefing and reflection, siswa melakukan sharing mengenai pendapat dan idenya dengan yang lain melalui kegiatan tanya jawab untuk mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah.

e) Presentation of finding, siswa menuliskan rencana, laporan kegiatan atau produk lain yang dihasilkannya selama pembelajaran kemudian mempresentasikan kepada yang lain.

Adapun tahapan pelaksanaan model Problem Based Learning di kelas menurut Ismail dan Sudibyo dalam (Rachmawati, 2008:14):

a) Guru memperkenalkan siswa dengan suatu masalah.

b) Guru mengorganisasi siswa dalam kelompok belajar.

c) Siswa melakukan kegiatan penyelidikan guna mendapatkan konsep untuk menyelesaikan masalah kemudian membuat laporan.

d) Siswa merepresentasikannya

e) Diakhiri dengan penyajian serta analisis evaluasi hasil dan proses.

Menurut Rumi dalam (Rachmawati, 2008:15), kelebihan dari model Problem Based Learning adalah:

a) Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pengaplikasian konsep pada masalah.

b) Menjadikan siswa aktif dan belajar lebih mendalam (deep learners).

c) Memungkinkan siswa untuk membangun keterampilan dalam pemecahan masalah. d) Meningkatkan pemahaman melalui dialog

dan diskusi dalam kelompok. e) Menjadi pembelajar yang mandiri.

Menurut Arends (2009: 93-94), berbagai pengembang pengajaran berdasarkan masalah menyatakan bahwa karakter model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. 2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. 3. Penyelidikan autentik.

4. Menghasilkan produk dan memamer-kannya.

5. Kolaborasi.

Karakteristik lebih rinci mengenai model pembelajaran berbasis masalah diungkapkan Rusman (2010: 232) adalah sebagai berikut:

1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar,

2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur,

3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective),

4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar,

5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama,

6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam pembelajaran berbasis masalah,

7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif,

8. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan pengusaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan,

(7)

9. Keterbukaan proses dalam pembelajaran berbasis masalah meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar, dan 10. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan

evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses balajar.

Setelah menjalankan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah dengan baik dan terstruktur, diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan pula strategi dalam menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Yamin (2011: 31) mengungkapkan terdapat lima strategi untuk menggunakan pembelajaran berbasis masalah, yaitu:

1. Permasalahan sebagai suatu kajian. Permasalahan dipresentasikan pada awal pembelajaran untuk menarik perhatian siswa ke dalam proses pembelajaran.

2. Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman. Permasalahan dipresentasikan atau didiskusikan setelah siswa selesai membacanya, kemudian dipergunakan untuk menjajaki pemahaman siswa.

3. Permasalahan sebagai contoh. Perma-salahan diintegrasikan kedalam materi pelajaran untuk dapat mengilustrasikan suatu prinsip konsep dan prosedur.

4. Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses. Permasalahan digunakan untuk mendorong berpikir kritis sehingga analisis dapat dijadikan untuk pemecahan masalah bagi siswa.

5. Permasalahan sebagai stimulus aktivitas otentik, permasalahan digunakan untuk mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah.

Memahami masalah adalah kegiatan yang sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah, tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, selanjutnya para siswa harus mampu menyusun rencana atau strategi. Hal ini sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yaitu pada tahap orintasi masalah. Penyelesaian masalah, hal ini sangat tergantung pada pengalaman siswa lebih kreatif dalam menyusun penyelesaian suatu masalah, jika rencana penyelesaian satu masalah telah dibuat baik tertulis maupun tidak. Hal ini sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yaitu pada tahap mengorganisasi siswa

untuk belajar. Langkah selanjutnya adalah siswa mampu menyelesaikan masalah, sesuai dengan rencana yang telah disusun dan dianggap tepat. Hal ini sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yaitu pada tahap membimbing pengalaman individu/kelompok dan mengembangkan hasil karya. Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah adalah melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan. Mulai dari fase pertama hingga hingga fase ketiga. Dengan model seperti ini maka kesalahan yang tidak perlu terjadi dapat dikoreksi kembali sehingga siswa dapat menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Hal ini sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yaitu pada tahap menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang diharapkan dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seorang individu yang mandiri dan mampu menghadapi setiap permasalahan dalam hidupnya di kemudian hari. Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu model pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013. Di dalam kurikulum 2013 telah ditekankan pada penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran.

Metode

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang dilaksanakan di SMPN 12 Kendari pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 4 Kendari yang terdaftar pada tahun ajaran 2015/2016 yang tersebar pada 6 kelas paralel yaitu kelas VIII1 sampai VIII6. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik simple

random sampling yaitu pemilihan secara random

untuk banyak kelas untuk menetukan kelas eksperimen. Teknik sampling ini dipilih karena berdasarkan hasil wawancara dengan pihak sekolah, semua kelas VIII adalah penyebaran siswanya homogen (tidak ada tingkatan/strata) dengan tiap kelas berisi siswa yang heterogen. Variabel dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas berupa perlakuan, yaitu pembelajaran berbasis masalah Novi Triana Lestari Bandi, Hasnawati, Ikman 75

(8)

(X) dan variable terikat berupa hasil belajar matematika siswa (Y).

Instrumen dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu lembar observasi dan tes hasil belajar siswa. Lembar observasi digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas/partisipasi guru dan siswa setiap pertemuan dalam proses pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini dilakukan sebanyak lima kali pertemuan. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan teknik observasi dan pemberian tes. Teknik observasi digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas/partisipasi guru dan siswa selama pembelajaran berbasis masalah dilakukan, sedangkan teknik pemberian tes dilakukan untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis siswa.

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan teknik analisis deskriptif dan teknik analisis inferensial. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data tentang tingkat akvitas/partisipasi guru dan siswa selama pembelajaran berbasis masalah berlangsung dan mendiskripsikan data tentang kemampuan

penalaran matematis siswa. Teknik analisis inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan penguujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis, yaitu uji normalitas. Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini diambil dari populasi berdistribusi normal, dan untuk keperluan itu digunakan uji Kolmogorov-Smirnov.. Untuk keperluan ini digunakan uji F. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan uji “t”.

Hasil

Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar matematika siswa. Setelah dilakukan proses pembelajaran, dilakukan tes hasil belajar matematika dengan menggunakan soal yang dianalisis validitas dan reliabilitasnya sehingga diperoleh nilai hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis deskriptif nilai kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan aplikasi IBM SPSS Statistics Version 15

diperoleh data hasil kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yang disajikan pada Tabel 1 berikut Tabel 1

Statistik Deskriptif Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol N Minimal Maksimal Rata-Rata Devisiasi

Standar

Varians

Pre-test 32 35.71 75.00 54.0179 9.19532 84.554

Post-test 32 57.14 92.86 76.4509 11.25222 126.612 Berdasarkan tabel analisis deskriptif di

atas terlihat bahwa hasil belajar siswa pada Pre-test diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah sebesar 54,01 sedangkan hasil belajar siswa pada Post-test diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pem-belajaran berbasis masalahsebesar 76,45. Selisih rata-rata hasil belajar 12,44, selisih hasil yang cukup jauh. Standar deviasi (simpangan baku) sebesar 9,19 untuk Pre-test dan 11,25 untuk Post-test. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada Post-test lebih tinggi dari pada Pre-test. Nilai minimum hasil belajar siswa pada saat Pre-test adalah sebesar 35,71

dan nilai maksimumnya sebesar 75,00, sedangkan nilai minimum pada saat Post-test adalah sebesar 57,14 dan nilai maksimumnya adalah sebesar 82,86. Adapun varians pada saat Pre-test dalah sebesar 84,554 dan varians pada saat Post-test adalah sebesar 126,612. Nilai varians dari kedua data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa setelah pembelajaran lebih beragam daripada sebelum pembelajaran. Selain itu, hasil belajar matematika siswa dapat dilihat dari distibusi nilai . Adapun distribusi nilai hasil hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yang dianalisis secara manual (Permendikbud No. 81A Tahun 2013 pada Tabel 2 berikut.

(9)

Tabel 2.

Distribusi Nilai Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Rentang Nilai Tingkat Penguasaan Siswa Pre-test Post-test Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Pesrsentase (%) 0,00 ≤ Y ≤ 33,25 Kurang 0 0 0 0 33,25 < Y ≤ 58,25 Cukup 25 78,13 2 6,25 58,25 < Y ≤ 83,25 Baik 7 21,87 21 65,62 83,25 < Y ≤ 100,00 Sangat Baik 0 0 9 28,13 Jumlah 32 100 32 100

Berdasarkan Tabel 2 di atas maka dapat dibuat grafik distribusi data hasil belajar

matematika siswa yang terdiri dari tiga kategori, sebagai berikut:

Gambar 1. Distribusi Data Hasil Belajar Matematika

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen lebih beragam dibandingkan dengan kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas kontrol. Sehingga kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kemapuan penalaran matematis siswa kelas kontrol. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji normalitas data dilakukan sebagai prasyarat untuk melakukan uji hipotesis yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data merupakan salah satu prasyarat untuk melakukan uji hipotesis yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hal ini diperlukan dalam rangka penentuan jenis metode analisis data yang digunakan.

Pasangan hipotesis yang digunakan : H0: Asymp. Sig. (2-tailed) > α = 0,05 H1: Asymp. Sig. (2-tailed) < α = 0,05 Keterangan:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Untuk keperluan ini maka statistik yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov

dengan menggunakan program IBM SPSS

Statistics Version 15 pada data pre-tes dan

post-tes. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut.

(10)

Tabel 3.

Hasil Analisis Statistik Uji Normalitas Data Pre-Tes One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pre_Test

N

32

Normal Parameters(a,b)

Mean

54.0179

Std. Deviation

9.19532

Most Extreme Differences

Absolute

.148

Positive

.148

Negative

-.081

Kolmogorov-Smirnov

Z

.839

Asymp. Sig. (2-tailed)

.483

Pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) untuk Pre-test

adalah 0,483 > (dengan α = 0,05), sehingga H0 diterima. Karena H0 diterima maka dapat

disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, yakni data tentang hasil belajar siswa untuk Pre-test berdistribusi normal.

Tabel 4.

Hasil Analisis Statistik Uji Normalitas Data Post-Tes Post_Test

N 32

Normal Parameters(a,b) Mean 76.4509

Std. Deviation 11.25222

Most Extreme Differences Absolute .100

Positive .079

Negative -.100

Kolmogorov-Smirnov Z .564

Asymp. Sig. (2-tailed) .908

Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) untuk Post-test

terlihat bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,908 > (dengan α = 0,05), sehingga H0 diterima. Karena H0 diterima maka dapat

disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, yakni data hasil belajar siswa untuk Post-test berdistribusi normal. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5.

Hasil Analisis Statistik Uji Hipotesis (Uji-t

(11)

Berdasarkan tabel 5 di atas terlihat bahwa nilai setengah sig. (2-tailed) lebih kecil dari 𝛼 (𝛼 = 0,05) (1

2 sig. 2-tailed = 0,00 <𝛼 =

0,05), sehingga H0 ditolak. Karena H0 ditolak maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada saat Post-test lebih tinggi dari pada Pre-test pada materi pokok Operasi Aljabar siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari.

Pembahasan

Berdasarkan telaah terhadap pelaksanaan dan hasil proses pembelajaran matematika di SMP Negeri 12 Kendari, salah satu penyebab sulitnya meningkatkan hasil belajar siswa adalah : (1) proses pembelajaran masil berpusat pada guru; (2) Pola pengajaran selama ini masih dengan tahapan memberikan informasi tentang materi-materi, memberikan contoh-contoh dan berikutnya latihan-latihan sehinggan pengetahuan siswa bukan hasil konstruksi pemikiran sendiri; (3) Dalam merencakan menyelesaikan soal tidak diajarkan strategi-strategi yang bervariasi untuk menemukan jawaban soal. Oleh karena itu, guru perlu menggunakan suatu model yang dapat memperbaiki pembelajaran matematika tersebut, yaitu model pendekatan saintifik. Dengan

model pembelajaran berbasis masalahdiharapkan : (1) pembelajaran tidak lagi

berpusat pada guru tetapi berpusat pada siswa, (2) siswa mudah memahami materi pelajaran matematika karena dikaitkan dengan lingkungannya, (3) siswa dapat menyelesaikan soal dengan berbagai strategi. Pendekatan ini memberikan soal terbuka yang memberi kesempatan bagi siswa untuk menyelesaikan persoalan matematik menggunakan berbagai cara, sehingga hasil belajar siswa bisa meningkat.

Pendekatan maupun model pembel-ajaran yang menekankan siswa terlibat aktif salah satunya adalah model pembelajaran berbasis masalah model pembelajaran berbasis masalah. Hal ini sesuai dengan karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sebagaimana tertera pada Permendikbud No. 81a Tahun 2013.Berdasarkan uraian analisis data hasil penelitian dan pengujian hipotesis sebelumnya, berikut ini dikemukakan pembahasan terhadap beberapa temuan

sehubungan dengan peningkatan hasil belajar siswa, berdasarkan pendekatan pembelajaran yang digunakan.Selama proses penelitian berlangsung, peneliti menggunakan kelas VIII6 sebagai sampel penelitian yakni kelas yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Total pertemuan dalam penelitian ini yakni sebanyak tujuh kali pertemuan dengan lima kali pertemuan digunakan untuk proses pembelajaran dan dua kali pertemuan digunakan untuk pelaksanaan

pretest dan posttest hasil belajar siswa.

Penelitian ini menggunakan LKS dengan tujuan untuk membantu siswa menemukan konsep matematika, dimana masalah-masalah yang disajikan dalam LKS didesain agar siswa mampu menemukan konsep matematika dari materi yang dipelajari berdasarkan pengalamannya sendiri. Namun dalam pelaksanaan pembelajaran dengan LKS ini ada beberapa siswa yang mampu menyelesaikan masalah dalam LKS sampai penemuan konsep dan ada juga siswa yang belum mampu memberikan kesimpulan dari masalah yang diselesaikan yang disebabkan oleh terbatasnya waktu pembelajaran yang ditetapkan. Selain itu, konsep awal yang dimiliki oleh siswa terkait materi Operasi Aljabar masih sangat kurang.

Pertemuan pertama dilakukan kegiatan pendahuluan yang meliputi membuka pelajaran dan menginformasikan topik pembelajaran yang akan dibahas, menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi kepada siswa, kemudian dilakukan pembagian kelompok secara heterogen. Dalam proses pembelajaran di kelas ini, siswa dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri atas 5-6 orang untuk tiap kelompok. Setelah itu, siswa diberikan LKS untuk dikerjakan pada masing-masing kelompok, sebelum itu masalah dalam LKS terlebih dahulu diselesaikan secara individu dalam kelompoknya. Pada tahap ini guru berperan memberikan pengarahan dan membimbing siswa tanpa menjelaskan materi terlebih dahulu. Setelah siswa menyelesaikan masalah secara individu, siswa mendiskusikan hasil pekerjaan mereka dengan teman kelompoknya masing-masing. Setelah semua kelompok telah mengerjakan LKS yang diberikan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, beberapa siswa dipilih tampil ke depan kelas untuk mempresentasekan hasil kerja kelompoknya untuk ditanggapi oleh kelompok Novi Triana Lestari Bandi, Hasnawati, Ikman 79

(12)

lain. Guru berperan memandu jalannya diskusi, memperbaiki jawaban siswa jika ada jawaban siswa yang keliru dan membantu siswa menyimpulkan alternatif jawaban yang benar dari hasil pemecahan masalah yang dibuat masing-masing kelompok. Di akhir pertemuan guru mengajak siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang dipelajarinya. Dan di akhir pelajaran guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah secara individu.

Pelaksanaan perlakuan pada pertemuan pertama mengalami sedikit hambatan. Siswa membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang baru diterapkan di kelas, terutama pada saat pembentukan kelompok, sehingga proses ini cukup menyita waktu pembelajaran. Siswa yang tidak terbiasa dengan pembentukkan kelompok belajar terutama teman kelompoknya, awalnya kurang antusias dalam proses pembelajaran ini. Beberapa siswa menunjukkan sikap yang kurang bekerjasama dalam kelompok, sehingga hanya sedikit siswa yang aktif dalam kelompok belajar pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini mengakibatkan proses penyerapan materi pembelajaran oleh siswa kurang maksimal. Perlahan-lahan, hambatan-hambatan yang terjadi dapat diatasi dan diminimalisir. Guru dapat mengontrol dan mengarahkan siswa dengan sangat baik, sehingga siswa antusias bekerjasama dalam kelompoknya.

Pada pertemuan kedua dan pertemuan-pertemuan berikutnya, proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar. Meskipun pada pertemuan kedua sampai keempat, beberapa siswa masih mengalami kesulitan dalam menggali dan mengolah informasi dari LKS dan sumber belajar lainnya, sehingga siswa tersebut belum mampu menemukan sendiri penyelesaian dari masalah yang diberikan. Namun dengan arahan dan bimbingan dari guru, siswa sudah mulai mengerti dengan model pendekatan saintifik. Sehingga pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, guru dan siswa sudah menunjukkan sikap yang antusias dalam proses pembelajaran. Siswa juga mulai merasa bertanggung jawab dalam kelompok belajarnya, untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok. Selain itu, guru sudah dapat memberi umpan balik terhadap respon-respon siswa dan mendorong siswa mengumpulkan informasi untuk mendapatkan solusi dari masalah yang diberikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, siswa juga

memerlukan waktu untuk beradaptasi terhadap suatu pembelajaran yang baru diterapkan. Ini juga terlihat dari persentase ketercapaian indikator yang diamati, secara keseluruhan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan persentase pada pertemuan pertama.

Data hasil belajar siswa diperoleh melalui tes hasil belajar siswa. Sebelum siswa diberikan perlakuan yaitu berupa model pembelajaran berbasis masalah, tes yang diberikan terkait salah satu materi prasyarat dari Operasi Aljabar yaitu Operasi Bilangan Bulat. Sedangkan tes yang diberikan setelah adanya perlakuan yaitu tes pada materi Operasi Aljabar. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari data yang diperoleh melalui tes hasil belajar siswa, pada tes awal (pretest) diperoleh nilai rata-rata yang lebih rendah dari pada nilai rata-rata yang diperoleh pada posttest. Berdasarkan nilai rata-rata, maka hasil belajar siswa sebelum pembelajaran berada pada kategori rendah sedangkan setelah pembelajaran hasil belajar siswa secara keseluruhan berada pada kategori tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa dari indikator rata-rata, model pembelajaran berbasis masalah mampu memberikan pengaruh yang cukup baik dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Dari indikator keragaman data (varians), data posttest memiliki varians lebih besar dibandingkan varians data pretest

.Nilai varians dari kedua data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa setelah pembelajaran lebih beragam daripada sebelum pembelajaran. Peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah model pembelajaran berbasis masalah juga ditunjukkan oleh nilai rata-rata Diffrent. Dimana, secara keseluruhan siswa mengalami peningkatan hasil belajar.

Distribusi data pretest dan posttest

dalam penelitian dapat memberikan kita kesimpulan sementara bahwa model pembelajaran berbasis masalahdapat memberikan pengaruh positif yang signifikan yaitu berupa peningkatan terhadap hasil belajar matematika siswa. Tingkat penguasaan siswa pada Pre-Test berada pada kategori cukup dan baik. Dimana 25 siswa dengan persentase 78,13 % berada pada kategori cukup dan 7 siswa dengan persentase 21,78 % berada pada kategori baik. Sedangkan tingkat penguasaan siswa pada

Post-Test berada pada kategori cukup, baik dan

sangat baik. Dimana 2 siswa dengan persentase 6,25 % berada pada kategori cukup, 21 siswa 80 www.jppm.hol.es

(13)

dengan persentase 65,62 % berada pada kategori baik dan 9 siswa dengan persentase 28,13 % pada kategori sangat baik.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t data berpasanagan. Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji-t data berpasangan diperoleh nilai thit = 13,324> ttabel = 2,0399 sehingga H0 ditolak dengan demikian kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang siginifikan model pembelajaran berbasis masalahterhadap hasil belajar matematika siswa SMP kelas VIII pada materi Operasi aljabar dengan taraf kepercayaan 95%. Terjadinya peningkatan hasil belajar matematika siswa ini disebabkan oleh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah. Dimana, antara pendekatan dan model pembelajaran tersebut menuntut peran aktif siswa dan mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik sehingga siswa lebih mudah memecahkan masalah yang diberikan.

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, sebagian besar siswa mengalami peningkatan hasil belajar matematika pada klasifikasi sedang dan tinggi. Kenyataan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dan dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk membantu siswa dalam hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari.

Simpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Hasil belajar matematika siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari sebelum menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada materi operasi bilangan bulat tergolong cukup dan baik dimana 25 orang atau 78,13%, siswa memperoleh nilai antara 46 dan 53 serta 7 orang atau 21,87%, siswa memperoleh nilai antara 57 dan 64. (2) Hasil belajar matematika siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari sesudah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada materi Operasi Aljabar tergolong baik dan tinggi dimana 21 orang atau 65,62% siswa memperoleh skor antara 67 dan 82 serta 9 orang atau 28,13% siswa memperoleh skor antara 82 dan 92. (3) Pembelajaran menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi Operasi Aljabar, kelas VIII semester ganjil SMP Negeri 12 Kendari tahun ajaran 2015/2016..

Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian dapat diajukan saran-saran sebagai berikut Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk para guru yang mengajar mata pelajaran matematika sekiranya dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu alternatif model pembelajaran dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Daftar Pustaka

Aiken, R. Lewis. (1996). Rating Scale & Checklist Evaluating Behaviour

Personality and Attitude. New York:

John Wiley& Sons, Inc.

Arends, R. (2009). Learning To Teach. (sevents ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Depdiknas. (2003). Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian

Berbasis Kompetensi SMP. Jakarta:

Depdiknas.

Hudojo, Herman. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika.Malang: Universitas Negeri

Malang.

Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific

(Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta:

Pusbangprodik.

Muhsetyo, Gatot. (2008). Materi Pokok

Pembelajaran Matematika SD. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Nyimas, A. (2007). Pembelajaran Matematika

di Sekolah Dasar. Jakarta: Dirjen Dikti

Depdiknas.

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika. (2010).

Pembelajaran Berbasis Masalah

Matematika di SD.

(14)

Perarturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Rachmawati. (2008). Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika

Siswa SMP. UPI. Bandung.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran,

Mengembangkan Profesionalisme Guru.

Jakarta: RajaGrafindo Persada. Sudjana. (2005). Metoda Statistik. Bandung:

Tarsito. Suherman, Erman. 2003.

Strategi Pengajaran Matematika

Kontemporer. Bandung: JICA

Shadiq, Fadjar. (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan

Realistik di SMP. Jakarta: Kemendiknas.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sumardyono. (2007). Pengertian Dasar

Problem Solving. Tersedia di:

http://p4tkmatematika.org/file/problems olving/PengertianDasarProblemSolving _smd.pdf. [diakses tanggal 15 Oktober 2011]

Usman, Mohammad Uzer. (1993). Menjadi

Guru Profesional. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Wena, M . (2010). Strategi Pembelajaran

Inovatif Kontenporer. Jakarta:

BumiAksara.

Yamin, Martinis. (2011). Paradigma Baru

Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada

Press.

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian layanan bimbingan kelompok tidak terjadwal (menunggu kelas kosong), tetapi biasanya pemberian layanan diberikan minimal 2 kali dalam 1 (satu) semester. Tujuan

memang sudah di upayakan oleh pihak bank untuk dapat di selesaikan, beberapa kendala yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan pemasaran adalah sebagai berikut pertama

Hasil dari penelitian ini adalah iklan, brand awareness dan harga memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap niat pembelian secara bersamaan TOP produk

Silika Amorphous yang dihasilkan dari abu sekam padi diduga sebagai sumber penting untuk menghasilkan silikon murni, karbit silikon, dan tepung nitirit silikon (Katsuki et al

Memberikan makanan lunak, misalnya bubur yang memakai kuah, dengan porsi sedikit tetapi dengan kuantitas yang sering..

Solusi yang ditawarkan oleh tim pengabdian untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah (1) pembuatan laporan keuangan simpan pinjam berbasis IT yang bisa digunakan oleh

Hasil yang berbeda didapatkan pada P1 (93,3%), perlakuan ini tanpa diberi peridinin sehingga hasil yang diperoleh lebih rendah jika dibandingkan dengan P2 yang diberi

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertambahan berat badan bayi usia 4 - 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan susu formula.. Metode